Latar Belakang Masalah Singkatan

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Genderang Revolusi Indonesia dibunyikan saat rakyat Indonesia memproklamasikan kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Kemerdekaan Indonesia merupakan klimaks dari proses panjang suatu perjuangan dari rangkaian pergerakan nasional hingga runtuhnya Hindia Belanda. Oleh karena itu tidak aneh apabila dianggap sebagai “jembatan emas” yang harus dipelihara maupun dipertahankan walaupun tidak sedikit dilaksanakan dengan caranya sendiri- sendiri. Proses awal yang lazim adalah melembagakan Negara sehari setelah proklamasi yaitu tanggal 18 Agustus 1945. Pelembagaan dari hasil tawar- menawar dengan Jepang ini diupayakan oleh PPKI yang oleh pemuda, dianggap sebagai kolabolator-kolabolator Jepang. Hasil dari sidang PPKI ini adalah menetapkan UUD 1945, memilih Soekarno sebagai Presiden dan Hatta sebagai Wakil Presiden, serta membentuk KNIP. 1 Proklamasi kemerdekaan RI mempunyai pengaruh luas bagi bangsa dan Negara. Proklamasi merupakan momentum dalam sejarah Republik Indonesia. Perubahan-perubahan yang menyangkut masalah politik, pemerintahan dsb, pasti terjadi setelah merdeka, baik untuk pusat maupun daerah-daerah. 1 Julianto Ibrahim , 2008, Keraton Surakarta: Gerakan Anti Swapraja, Yogyakarta: Malioboro Press, hal. 68. commit to user 2 Setelah proklamasi, terjadi reorganisasi dalam berbagai aspek, terutama politik pemerintahan. Berkaitan dengan hal ini, maka daerah Surakarta setelah Proklamasi langsung mendapat keputusan dari pusat. Presiden RI pada waktu itu mengeluarkan piagam berkenaan dengan kedudukan daerah Surakarta. Piagam tanggal 19 Agustus 1945 tersebut ditujukan kepada Susuhunan Paku Buwono XII dan Mangkunegara VIII yang mendapat kepercayaan dari pemerintah pusat untuk mencurahkan segala tenaga, pikiran, dan jiwa raga bagi keselamatan daerahnya yang merupakan bagian wilayah Republik Indonesia sebagai Daerah Istimewa. Kedua penguasa tradisional ini juga tetap mempunyai kedudukan otonom sebagaimana tercermin dari keputusan Presiden tersebut. Bersamaan itu pula pada 19 Agustus 1945, Pemerintah Pusat RI juga berhasil melengkapi perangkat pemerintahan dengan kabinet pertamanya dan Komite Nasional Indonesia Pusat KNIP dibentuk. Komite ini berfungsi sebagai Parlemen sementara yang dilengkapi juga suatu Badan Pekerja BP-KNIP. Adanya Komite Nasional ini tidak hanya terbatas di lingkungan pemerintah pusat, tapi secara berlanjut di daerah-daerah dibentuk juga Komite Nasional Indonesia Daerah KNID. Komite di daerah-daerah terbentuk dalam waktu tidak lama sesudah KNIP. Komite di daerah juga dilengkapi dengan Badan Pekerja yang menjalankan tugas sebagai pelaksana secara riil dalam pemerintahan. Tujuan KNID dibentuk adalah untuk melucuti tentara Jepang dan memindahkan kekuasaan pemerintah Jepang ke tangan KNID. Berdasarkan hal tersebut pembentukan Komite Nasional diharapkan agar secepat mungkin melakukan tugasnya dalam rangka penegakan kedaulatan republik. Akan tetapi permasalahan utama dari pebentukan komite ini ialah commit to user 3 keberadaan tentara Jepang yang memang diserahi urusan penjagaan keamanan dan status quo oleh sekutu. Tentara Jepang tersebut merupakan kekuatan tempur yang sangat kuat mengingat lengkapnya persenjataan yang dimiliki oleh mereka 2 . Permasalahan lainnya dalam mendirikan komite di daerah ialah masih berkuasanya para birokrasi pribumi yang sebagian besar merupakan abdi setia kekuasaan. Fenomena tersebut terjadi pula di Surakarta yaitu dengan adanya kekuasaan pribumi yang direpresentasikan oleh Raja-raja yang secara otomatis menjadi pemegang kekuasaan tertinggi di Surakarta mencoba untuk mengukuhkan kekuasaannya. Mereka telah terbiasa sebagai hamba kekuasaan apapun juga selama kekuasaan dan jabatan mereka dapat dipertahankan. Selain itu kaum birokrasi pribumi yang terbiasa dengan kesadaran politik yang tinggi menyadari bahwa proklamasi kemerdekaan tidak memiliki landasan hukum apapun juga dari sistem hukum internasional yang berlaku dan menyebabkan mereka untuk memposisikan diri kepada para pemenang Perang Dunia II. Hal ini menjadi salah satu penyebab dari meningkatnya kekerasan di daerah-daerah yang ditujukan untuk penggulingan tatanan lama pemerintahan pribumi. 3 Hal ini bertentangan dengan keinginan para politisi dan pejuang di Surakarta yang menginginkan agar mobilitas politik di Surakarta bersifat secara terbuka dan oportunisme kekuasaan dari para politisi tersebut. Namun, pihak kerajaan melakukan sebuah kesalahan pada masa tersebut dengan tidak menganggap penting radikalisasi di Surakarta dan menganggap bahwa kekuasaan di Surakarta dengan sah masih berada di tangan para raja yang bekerjasama 2 George Mc Turnan Kahin, 1995, Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia, Surakarta: UNS Press hal. 178 3 Ben Anderson, 1988, Revoloesi Pemoeda. Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa, 1944- 1946, Terjemahan: Jiman Rumbo, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, hal. 369. commit to user 4 dengan tentara Jepang untuk membangun keamanan yang bersifat sementara. 4 Lambannya kerajaan dalam menanggapi tuntutan dari para pejuang dan pemerintah Republik menyebabkan Surakarta sangat lambat dalam pendirian pemerintahan di bawah Republik daripada tetangganya di Yogyakarta. Walaupun pihak kerajaan telah diberi pengakuan kedaulatan kekuasaan raja oleh pemerintah RI namun pihak kerajaan terkesan sangat berhati-hati dalam menghadapi kekuasaan Jepang. Lambannya usaha pihak kerajaan di Surakarta dalam menegakkan kekuasaan republik dan perebutan senjata dari Jepang menyebabkan pemerintah pusat RI campur tangan untuk membentuk Komite Nasional di Surakarta. Pada tanggal 11 September 1945 dibentuklah KNID Surakarta yang diketuai oleh Mr. Soemodiningrat melalui sidang di Pendopo Woerjoningratan. Soemodiningrat yang merupakan ipar Susuhunan dan bekas opsir PETA ini dibantu oleh 9 orang dari elite agama, elite tradisional berpendidikan Barat dan elite politik, dengan program melucuti senjata Jepang dan memindahkan kekuasaan pemerintah Jepang ke tangan KNID. Keberadaan KNID Surakarta mendapat dukungan dari segenap potensi perjuangan rakyat, seperti Badan Keamanan Rakyat BKR, Angkatan Muda Tentara, Kelompok Delapan, Badan Pengawas dan Penyelidik Umum BPU, Hizbullah dan Gerakan Rakyat Indonesia GRI. KNID sebagai pimpinan gerakan revolusi di Surakarta harus menghadapi kekuatan Jepang yang terbagi dalam Kooti Jimmu Kyoku kekuatan sipil, Butai yang bersenjatakan lengkap, dan Kenpetai. 4 Anthony Reid, 1987, Perjuangan Rakyat, Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera. Penerjemah: Tim PSH, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, hal. 245. commit to user 5 Pada tanggal 30 September 1945, Soemodiningrat beserta wakilnya Suprapto disertai Barisan Rakyat menemui H. Watanabe sebagai Kepala Koti Jimmu Kyoku Chukan di gedung Balaikota. Pada pertemuan tersebut, Soemodiningrat berhasil meyakinkan Watanabe agar bersedia menyerahkan kekuasaan sipilnya kepada KNID Surakarta. Penyerahan kekuasaan ini mengandung arti bahwa pemerintahan di Surakarta dikendalikan oleh KNID. Oleh karena itu, pada tanggal 1 Oktober 1945 dibentuk Kantor Pusat Pemerintahan Republik Indonesia KPPRI yang kemudian berubah menjadi Kantor Daerah Pemerintah Republik Indonesia KDPRI sebagai nama baru dari Koti Jimmu Kyoku. Pelaksanaan tugas sehari-hari di KDPRI diserahkan kepada Soeripto, Soetopo, dan Soemantri. 5 Pembentukan KDPRI sebagai pemegang kendali pemerintahan di Surakarta telah menimbulkan perselisihan dengan pemerintah Swapraja. Pada waktu itu di Surakarta terdapat dua pemerintahan double bestuur yaitu dari pihak kraton dan pihak KNID Surakarta melalui KDPRI. Revolusi sosial dan aksi-aksi kekerasan di Surakarta yang terjadi pada masa revolusi merupakan bagian yang tidak bisa dielakkan dari kekacauan di hampir semua kehidupan masyarakat. Kekerasan seperti itu merupakan bagian dari konflik politik yang mewarnai hampir setiap waktu dalam perjalanan revolusi Indonesia. Kekerasan yang muncul merupakan bagian dari pertentangan kepentingan dari kekuatan-kekuatan politik yang semula ditandai dengan pertentangan di antara idiologi kiri kemudian bergeser antara kekuatan kiri dengan kekuatan kanan. Konflik ditandai pula dengan perebutan kekuasaan diantara 5 Panitia Pembangunan Monumen Pejuang 1945, Buku Kenang-kenangan Perjuangan Rakyat Surakarta dari Zaman ke zaman Surakarta, 1974 hlm 21-23 commit to user 6 kekuatan oposisi dengan kekuatan republik atau kompetisi diantara kelompok- kelompok yang sedang beroposisi. 6 Pada masa awal revolusi, konflik yang berkembang merupakan bentuk perbedaan pendapat antara golongan muda yang radikal dengan golongan tua yang moderat. Konflik itu memuncak pada peristiwa Rengasdengklok yang merupakan sebuah bentuk tekanan dari golongan muda terhadap golongan tua untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. 7 Konflik pun masih berlanjut ketika lembaga-lembaga negara mulai terbentuk. Isu-isu tentang kolabolator yang diperankan sebagian nasionalis tua yang dituduhkan golongan muda terutama Syahrir merupakan isu utama pada waktu itu. Syahrir menginginkan perubahan pemerintahan presidensil menjadi setengah parlementer dengan indikasi kabinet bertanggung jawab kepada parlemen. Setelah melalui sidang BP-KNIP dan disetujui Presiden Soekarno, akhirnya pada 14 Oktober 1945 kabinet Syahrir terbentuk yang kemudian dikenal dengan pemerintahan sayap kiri. 8 Selama menjadi perdana menteri, Syahrir menghendaki arah revolusi ditentukan dengan cara diplomasi yang luwes dan pintar untuk menghindarkan Inggris dan Amerika memberikan dukungan penuh kepada Belanda. Visi Syahrir ini secara cepat menimbulkan kekecewaan di kalangan pemuda. Dalam beberapa minggu saja, kabinet Syahrir kehilangan dukungan pemuda. Arah serta gaya politik Syahrir bertentangan dengan psikologi dari gerakan pemuda. Kekecewaan dari para pemuda dan sebagian besar badan perjuangan kemudian dimanfaatkan oleh seorang tokoh, yaitu Tan Malaka. Sejak awal revolusi, Tan Malaka sudah 6 Julianto Ibrahim, 2004, Bandit dan Pejuang di Simpang Bengawan, Wonogiri: Bina Citra Pustaka, hal. 154. 7 Sidik Kertapati, 1961, Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945, Jakarta: Pembaharuan, ha. 83. 8 Julianto Ibrahim, op. cit., hal. 155. commit to user 7 berambisi mengendalikan jalannya revolusi. Tokoh ini menawarkan suatu kemerdekaan yang dekat dengan hati pemuda, yaitu revolusi total dengan pengakuan kemerdekaan seratus persen. Ia kemudian berhasil membentuk organisasi bernama ”Persatuan Perjuangan” yang menggambarkan tekad perjuangan yang anti diplomasi dalam revolusi Indonesia. Dalam kongresnya yang pertama di Solo, 14-15 Januari 1946, organisasi ini menetapkan kota Surakarta sebagai pusat kegiatannya. 9 Keberadaan Tan Malaka dan Persatuan Perjuangan telah menjadikan revolusi sosial berupa gerakan anti swapraja yang radikal di Surakarta sebagai bagian dari strategi untuk menggoyang pemerintahan Syahrir di Yogyakarta. Gerakan-gerakan anti swapraja ini menyebabkan kedudukan keraton menjadi sangat lemah dan sulit, sehingga status swapraja Surakarta dapat dengan mudah diruntuhkan. Penelitian dengan tema mengenai Komite Nasional Indonesia Daerah di Surakarta menjadi hal yang menarik. Pada periode tahun 1945-1946 banyak terjadi peristiwa penting antara lain adanya revolusi sosial di beberapa daerah termasuk di Surakarta pada tahun 1946 serta mempertahankan kemerdekaan dari penjajahan Belanda. Terbentuknya Komite ini mendapat dukungan dari berbagai badan perjuangan rakyat sehingga setelah KNID Surakarta dibentuk, perpolitikan di Surakarta memasuki masa baru dimana mulai muncul pergerakan politik yang radikal. Selama awal kemerdekaan, KNID Surakarta harus melaksanakan tugas penting yaitu melucuti dan memindahkan kekuasaan pemerintah Jepang ke tangan pemerintah Indonesia melalui Komite ini. Program yang juga menjadi tujuan 9 Ben Anderson, op. cit., hal. 298. commit to user 8 lembaga ini dibentuk tidaklah mudah untuk dijalankan mengingat situasi sosial dan politik di Surakarta pada masa revolusi fisik cukup menegangkan, maka bentuk- bentuk eksistensi dan peran dari lembaga ini dalam pergerakan politik di Surakarta yang ditulis sebagai judul skripsi.

B. Perumusan Masalah