6
B. Perumusan Masalah
Untuk dapat memudahkan penelitian, sehingga nantinya penelitian dapat lebih terarah dalam pelaksanaannya, maka terlebih dahulu permasalahan harus
dirumuskan. Berdasarkan pada latar belakang masalah, penyusun merumuskan permasalahan penelitian ini adalah: “Bagaimana Perbandingan Kelembagaan
Penyelenggara Pemilihan Umum 2004 di Indonesia dengan Kelembagaan Penyelenggara Pilihan Raya 2004 di Malaysia?”
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan yang ingin dicapai yaitu: 1.
Menjelaskan tentang keorganisasian pada KPU Dan SPR, seperti struktur organisasi dan keanggotaan tingkat pusat pada penyelenggaraan Pemilihan
Umum 2004 di Indonesia dan penyelenggaraan Pilihan Raya 2004 di Malaysia.
2. Menjelaskan dan menyimpulkan persamaan-persamaan dan perbedaan-
perbedaan yang ada.
D. Manfaat Penelitian
Disamping tujuan yang hendak dicapai maka suatu penelitian harus mempunyai manfaat yang jelas. Adapun manfaat yang hendak dicapai dari
penelitian ini adalah: 1.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau pertimbangan kepada lembaga terkait mengenai manajemen dan administrasi pemilu.
2. Sebagai referensi baru dalam literature kepustakaan bagi semua kalangan
yang tertarik dengan permasalahan serupa.
Universitas Sumatera Utara
7
E. Kerangka Teori
Teori adalah serangkaian asumsi, konsep dan konstruksi, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara
merumuskan hubungan antar konsep
4
. Berikut akan dikemukakan beberapa teori yang digunakan dalam tulisan ini.
E.1. Perbandingan
Secara sederhana, perbandingan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan untuk mengadakan identifikasi persamaan dan atau perbedaan antara dua gejala tertentu
atau lebih
5
. Dapat disimpulkan bahwa perbandingan merupakan kegiatan pengidentifikasian
persamaan danatau perbedaan antara dua objek atau lebih.
E.2 Kelembagaan
E.2.1 Pengertian Kelembagaan
Secara umum kelembagaan merupakan sesuatu yang melembaga yang didalamnya terdapat struktur organisasi, visi dan misi lembaga itu, tujuan,
peraturan, keanggotaan dan lain sebagainya yang terkait dengan organisasi.
E.2.2. Struktur Organisasi Suatu Kelembagaan
“ Structure is the relationship of the various functions or activities in an organization.”
4
Singarimbun, 1995:37
5
Soerjono Soekanto, 1979;10
Universitas Sumatera Utara
8 Struktur adalah hubungan antara macam-macam fungsi atau aktivitas di dalam
organisasi.
6
E.2.2.1 Pengertian Struktur Organisasi Menurut Robert Y. Durant
“Organization structure: the scheme of relationship and duties of persons employed by the organization, particularly those discharging managerial fuctions.”
Struktur organisasi: bagan hubungan dan tugas-tugas dari orang-orang yang digunakan oleh organisasi terutama sekali pelaksanaan fungsi-fungsi manajerial.
Sedangkan menurut Dalton E. McFarland: “By organization structure we mean the pattern a network of relationships between
the various positions and the position-holders.” Dengan struktur organisasi kami artikan pola jaringan hubungan antara bermacam-
macam jabatan dan para pemegang jabatan. Struktur organisasi terdiri dari empat elemen, yaitu:
1. Penyerahan tugas-tugas dan tanggung jawab yang menjelaskan pekerjaan
dari setiap individu dan unit. 2.
Pengelompokkan posisi individu ke dalam unit dan selanjutnya pengelompokkan unit menjadi suatu departemen ataupun unit yang lebih
besar yang pada akhirnya membentuk hirarki organisasi. 3.
Beragam mekanisme yang dibutuhkan untuk memfasilitasi koordinasi vertikal, seperti jumlah individu yang memberikan laporan kepada setiap
posisi kepemimpinan dan derajat delegasi kewenangan.
6
Richard A. Johnson, Fremont E. Kast, dan James E. Rosenzweig
Universitas Sumatera Utara
9 4.
Beragam mekanisme yang dibutuhkan untuk menciptakan koordinasi horizontal, seperti tim-tim interdepartemen.
Struktur organisasi akan memberikan informasi mengenai: 1.
Tipe organisasi, artinya struktur organisasi akan memberikan informasi tentang tipe organisasi yang dipergunakan, apakah line organization, lone
and staff organization atau functional organization. 2.
Departemen organisasi, artinya struktur organisasi akan memberikan informasi mengenai dasar departemenisasi, apa berdasarkan fungsi-fungsi
manajemen, wilayah, produksi dan sebagainya. 3.
Kedudukan, artinya struktur organisasi memberikan informasi mengenai apakah seseorang termasuk kelompok manajerial atau pegawai operasional.
4. Jenis wewenang, artinya struktur organisasi memberikan informasi tentang
wewenang yang dimiliki seseorang, apakah line authority, staff authority atau functional authority.
5. Rentang kendali, artinya struktur organisasi memberikan informasi
mengenai jumlah karyawan dalam setiap bagian. 6.
Manajer dan bawahan, artinya struktur organisasi memberikan informasi tentang garis perintah dan tanggung jawab, siapa atasan dan siapa bawahan.
7. Tingkatan manajer, artinya struktur organisasi memberikan informasi
tentang top manager, middle manager, dan lower manager. 8.
Bidang pekerjaan, artinya setiap kotak dalam struktur organisasi memberikan informasi mengenai tugas-tugas dan pekerjaan-pekerjaan serta
tanggung jawab yang dilakukan dan diemban dalam bagian tersebut.
Universitas Sumatera Utara
10 9.
Tingkatan manajemen, artinya sebuah bagan tidak hanya menunjukkan manajer dan bawahan secara perorangan, tetapi juga hirarki manajemen
secara keseluruhan. Semua pegawai yang melapor kepada orang yang sama berada pada tingkat manajemen yang sama, tidak jadi soal dimana mereka
ditempatkan dalam organsiasi. 10.
Pimpinan organisasi, artinya struktur organisasi memberikan informasi tentang apakah organisasi memiliki pimpinan tunggal, pimpinan kolektif
atau presidium
7
. Antara struktur organsiasi dan pola kewenangan terdapat hubungan erat,
bahkan para ahli mengasumsikan hubungan kewenangan adalah sama dengan struktur organisasi. Namun demikian, pola kewenangan merupakan salah satu
bagian dari keseluruhan struktur. Struktur kewenangan menciptakan sebuah dasar penyerahan tugas bagi
beragam elemen dalam organisasi dan untuk mengembangkan mekanisme pengawasan agar dapat memastikan tugas-tugas tersebut dilakukan berdasarkan
perencanaan. Selain itu, struktur juga berhubungan dengan penyerahan tanggung jawab dan akuntabilitas kepada beragam unit organisasi. Nilai design struktur suatu
organisasi dipengaruhi oleh empat faktor yaitu tujuan-tujuan organisasi, ukuran organisasi, teknologi dan lingkungannya. Keempat faktor ini mempengaruhi suatu
struktur organisasi berdasarkan kebutuhan, misalnya organisasi skala besar memiliki kebutuhan-kebutuhan berbeda dengan organisasi skala kecil dalam
pembentukan unit-unit organisasi. Karena adanya perubahan dari faktor-aktor
7
Drs. H. Malayu S. P. Hasibuan, Organisasi dan Motivasi, Dasar Peningkatan Produktivitas, Penerbit Bumi Aksara, 1996, halaman 34-35
Universitas Sumatera Utara
11 tersebut, kebutuhan untuk reorganisasi struktural pun menjadi sebuah kebutuhan
bagi sebuah organisasi.
E.2.2.2. Bagan Organisasi Menurut James A. StonerR. Edward Freeman, kebanyakan struktur-struktur
keorganisasian terlampau kompleks untuk dijelaskan secara verbal. Guna menunjukkan struktur suatu organisasi, para manajer biasanya menyusun sebuah
bagan organisasi organization chart, yang menyajikan fungsi-fungsi, departemen- departemen, atau posisi-posisi yang ada dalam organisasi tersebut, dan bagaimana
mereka berhubungan. Unit –unit terpisah dari organisasi yang bersangkutan biasanya digambarkan dalam bentuk kotak-kotak yang dihubungkan satu sama lain
dengan bantuan garis-garis yang menunjukkan rantai komando dan saluran-salauran komunikasi resmi.
Ada keuntungan maupun kerugian yang berhubungan dengan bagan-bagan organisasi, dan persoalan ini sudah sejak lama menjadi ajang perdebatan antara
sejumlah penulis manajemen
8
. Salah satu keuntungan bagan organisasi adalah bahwa para karyawan dan
pihak lain dapat memperoleh suatu gambaran tentang bagaimana kiranya organisasi yang bersangkutan terstruktur. Posisi para manajer, pihak bawahan dan tanggung
jawab mereka digambarkan olehnya. Disamping itu dapat dikatakan bahwa apabila seseorang perlu menangani problem tertentu, maka bagan yang ada menunjukkan
dimana orang tersebut dapat diketemukan.
8
White, 1963 13-19
Universitas Sumatera Utara
12 Akhirnya dapat dikatakan pula bahwa proses penyusunan bagan organsiasi
memungkinkan para manajer melacak kekurangan-kekurangan dan kelemahan- kelemahan keorganisasian seperti misalnya sumber konflik potensial, atau bidang-
bidang di mana terdapat adanya duplikasi yang tidak perlu. Kerugian utama bagan-bagan adalah bahwa banyak hal yang
tersembunyikan atau tidak terlihat disana. Mereka misalnya tidak menunjukkan siapa saja misalnya memiliki tanggung jawab dan otoritas lebih besar pada setiap
tingkat manajerial. Begitu pula tidak terlihat pada bagan-bagan demikian, hubungan-hubungan
informal yang bersangkutan dan saluran-saluran komunikasi, tanpa apa organsiasi yang bersangkutan tidak dapat berfungsi secara efektif.
Jadi, secara singkat, ketidaksempurnaan bagan organsiasi terletak pada kesederhanaannya dan kurangnya pencantuman aspek penting struktur lainnya.
E.2.2.3. Diferensiasi Aktivitas Organisasi Diferensiasi diartikan sebagai suatu segmentasi sistem organisasi menjadi
beberapa subsistem, yang masing-masing memiliki ciri tertentu
9
. Dalam organisasi, diferensiasi berlangsung dalam dua arah, secara vertikal
yang diwakili oleh hirarki organisasi dan secara horizontal yang disebut departemenisasi
10
. Diferensiasi
vertikal menciptakan struktur kepemimpinan, sementara
diferensiasi horizontal akan membentuk dasar departemenisasi. Bersama-sama, keduanya membentuk struktur organisasi secara formal.
9
Paul R. Lawrance dan Jay W. Lorsch, 1967;3-4
10
Peter M. Blau, 1970;201-218
Universitas Sumatera Utara
13 1.
Diferensiasi Vertikal: Hirarki Diferensiasi
vertikal menghasilkan hirarki dan jumlah level dalam
organisasi. Walaupun setiap organisasi berbeda dalam hal banyaknya pembagian secara vertikal dan besarnya pembagian tersebut, setiap
organisasi menunjukkan karakteristik ini. Dalam organisasi yang lebih formal, seperti organisasi militer, spesialisasi secara vertikal dibentuk
melalui defenisi peran dari setiap posisi secara spesifik, dan pasti ada perbedaan status yang signifikan di antara level-level yang terbentuk.
Dalam organisasi formal, hirarki seperti ini akan menciptakan struktur dasar komunikasi dan kewenangan yang disebut rantai komando.
Posisi secara vertikal sering membentuk kewenangan dan pengaruh, hak istimewa, status dan penghargaan yang dapat dinikmati oleh orang yang
mendudukinya. Diferensiasi secara vertikal ini juga berpengaruh terhadap terbentuknya piramida organisasional. Karena setiap atasan membawahi
lebih dari satu orang, maka piramida organisasi cenderung membesar ke bawah.
2. Diferensiasi Horizontal: Departemenisasi
Dalam organisasi yang kompleks, spesialisasi aktivitas secara horizontal merupakan suatu hal yang penting dikarenakan kebutuhan untuk
menjalankan fungsi tertentu secara efektif dan efisien. Tiga dasar departemenisasi yang utama adalah berdasarkan fungsi, produk
dan lokasi.
Universitas Sumatera Utara
14 a.
Departemenisasi berdasarkan fungsi terjadi bila aktivitas-aktivitas organisasi dibagi ke dalam fungsi-fungsi utama yang akan dijalankan.
Penyusunan seperti ini memiliki keuntungan spesialisasi dan kosentrasi aktivitas yang serupa ke dalam satu unit bagian. Ini merupakan cara
departemenisasi yang paling lazim digunakan. b.
Departemenisasi berdasarkan produk terutama sangat penting bagi organisasi yang besar dan kompleks. Bentuk ini semakin banyak
diadopsi dengan adanya kecenderungan ke arah diversifikasi secara heterogen.
c. Dasar departemenisasi yang ketiga adalah lokasi. Setiap aktivitas
organsiasi yang dijalankan dalam area geografis tertentu disatukan dalam satu unit. Cara ini terutama diadopsi oleh organisasi
multinasional
11
.
E.2.3. Kelembagaan Penyelenggara Pemilihan Umum
Manajemen pemilihan umum memerlukan suatu institusi atau badanlembaga yang bertanggung jawab atas aktivitas pemilu. Lembaga seperti ini
mempunyai berbagai ukuran dan bentuk yang meliputi “Komisi Pemilihan Umum”, “Departemen Pemilihan Umum”, “Unit Pemilihan” atau “ Jawatan Pemilihan
Umum”. Istilah Electoral Management Body EMB atau Lembaga Penyelenggara Pemilihan Umum LPP telah menjadi sebuah nama yang mengacu kepada badan
atau lembaga yang bertanggung jawab untuk pemilu. Kelembagaan Penyelenggara Pemilihan Umum adalah suatu badan atau organisasi yang mempunyai satu-satunya
11
Freemont E. Kast dan James E. Rosenzweig
Universitas Sumatera Utara
15 tujuan dan menurut hukum bertanggung jawab untuk memanage beberapa atau
semua unsur-unsur yang penting untuk mengadakan pemilu dan mewujudkan instrument demokrasi secara langsung.
E.2.3.1. Tiga Model dari Manajemen Pemilu Ada tiga model dari manajemen pemilu, ketiga model yaitu :
- The Independent Model of Electoral Management The Independent Model of electoral management exists in those countries where elections are
organized and managed by an EMB which is institutionally independent and autonomous from the executive branch of government, and which has and manages its own budget. Under the Independent
Model, an EMB is not accountable to a government ministry or department. It may be accountable to the legislature, the judiciary, or the head of state. EMBs under the Independent Model may enjoy
varying degrees of financial autonomy and accountability, as well as varying levels of performance accountability. They are composed of members who are outside the executive while in EMB office.
Many new and emerging democracies have chosen the Independent Model of electoral management. Examples of EMBs under the Independent Model include Armenia, Australia, Bosnia and
Herzegovina, Burkina Faso, Canada, Costa Rica, Estonia, Georgia, India, Indonesia, Malaysia, Liberia, Mauritius, Nigeria, Poland, South Africa, Thailand and Uruguay.
Model ini terdapat di dalam Negara-negara yang proses pemilihan umumnya diorganisir oleh suatu lembaga penyelenggara pemilu yang secara istitusional
independent mandiri, tidak terikat kepada badan eksekutif, mempunyai dan mengatur anggaran sendiri. Suatu lembaga pemilu di bawah model ini tidak
dipertanggungjawabkan kepada suatu departemen ataupun pemerintah. Tetapi dipertanggungjawabkan kepada badan legsitalif, yudikatif atau kepala pemerintahan
lokal.
- The Governmental Model of Electoral Management The Governmental Model of electoral management exists in those countries where elections are
organized and managed by the executive branch through a ministry such as the Ministry of the Interior andor through local authorities. Where EMBs under the Governmental Model exist at
national level, they are led by a minister or civil servant and are answerable to a Cabinet minister. With very few exceptions they have no ‘members’. Their budget falls within a government ministry
andor under local authorities. Countries whose EMBs fall into this model include Denmark, New Zealand, Singapore, Switzerland, Tunisia, the UK for elections but not referendums and the United
States. In Sweden, Switzerland, the UK and the United States, elections are implemented by local authorities. In Sweden and Switzerland the central EMB assumes a policy coordinating role.
Universitas Sumatera Utara
16 Model ini terdapat dalam Negara-negara yang pemilunya diorganisir dan
diatur oleh badan eksekutif melalui suatu kementrian danatau melalui otoritas lokal. Lembaga penyelenggara pemilu di bawah Governmental Model ada pada
tingkatan nasional, mereka dipimpin oleh seorang menteri atau pegawai sipil dan dapat dipertanggungjawabkan kepada menteri. Dengan sangat sedikit pengecualian
mereka tidak mempunyai ‘ anggota’. Anggaran mereka di jatuhkan pada pemerintah danatau di bawah otoritas lokal.
- The Mixed Model of Electoral Management In the Mixed Model of electoral management, there are usually two component EMBs, and dual
structures exist: a policy, monitoring or supervisory EMB that is independent of the executive branch of government like an EMB under the Independent Model and an implementation EMB
located within a department of state andor local government like an EMB under the Governmental Model. Under the Mixed Model, elections are organized by the component governmental EMB,
with some level of oversight provided by the component independent EMB. The Mixed Model is used in France, Japan, Spain and many former French colonies, especially in West Africa, for
example Mali, Senegal and Togo.
Di model ini, terdapat dua komponen dari lembaga penyelenggara pemilu itu ,dan memiliki struktur rangkap : sebuah kebijakan, monitoring atau pengawasan
yang tidak terikat pada badan eksekutif dari pemerintahseperti LPP Independent Model dan sebuah implementasi LPP yang terletak di dalam sebuah departemen
danatau pemerintah lokal seperti LPP Govermental Model. Di dalam Mixed Model, pemilihan diorganisir oleh komponen LPP di bidang Govermental Model,
dengan level tertentu dari kesalahan yang disajikan oleh komponen LPP Independent Model
12
.
12
Electoral Management Design, The International IDEA Handbook , 2006, hal 8
Universitas Sumatera Utara
17
Tabel 1 Karakteristik dari ketiga model manajemen pemilu
Aspect of the Model
and the Component
EMBs Independent
Model Governmental
Model Mixed Model
Independent Component
Governmental Component
Independent EMBs
Governmental EMBs
Component Independent EMB
Component Governmental EMB
Institutional arrangement
Is institutionally independent from the
executive branch of government
Is located within or under the direction of
a department of state and or local
government Is institutionally
independent from the executive branch of
government Is located within or
under the direction of a department of state
and or local government
Implementation
Exercises full responsibility for
implementation Implementation is
subject to executive branch of
government direction Has autonomy to
monitor or supervise, and in some cases
set policy for, implementation
Implementation is subject to executive
branch of government direction,
and monitoring or supervision and in
some cases policy setting by
independent component
Formal accountability
Does not report to executive branch of
government but with very few exceptions
is formally accountable to the
legislature, judiciary or head of state
Fully accountable to executive branch of
government Does not report to
executive branch of government and is
formally accountable to the legislature, the
judiciary, or the head of state
Fully accountable to executive branch of
government
Powers
Has powers to develop the electoral
regulatory framework independently under
the law Powers are limited to
implementation Often has powers to
develop electoral regulatory framework
independently under the law. Monitors or
supervises those who implement elections
Powers are limited to implementation
Composition
Is composed of members who are
outside the executive branch while in EMB
office Is led by a minister or
public servant. With very few exceptions
has no ‘members’, only a secretariat
Is composed of members who are
outside the executive branch while in EMB
office Is led by a minister or
public servant. Has no ‘members‘, only
secretariat
Term of Office
Offers security of tenure, but not
necessarily fixed term of office
Usually no members, therefore NA.
Secretariat staff are civil servants whose
tenure is not secured Offers security of
tenure, but not necessarily fixed
term of office Term of office is not
secured
Budget
Has and manages its own budget
independently of day- to-day governmental
control Budget is a
component of a government
ministry’s budget or local authority budget
Has a separately allocated budget
Budget is a component of a
government ministry’s budget or
local authority budget
NA = Not applicable Sumber : Electoral Management Design, The International IDEA Handbook , 2006, hal 9
Universitas Sumatera Utara
18
Lembaga Penyelenggara Pemilu Yang Permanen Dan Yang Temporer
Dalam menetukan apakah suatu lembaga penyelenggara pemilu permanent atau temporer, beban kerja sepanjang siklus pemilu perlu dipertimbangkan, dan
biaya untuk memelihara lembaga yang permanen harus dibandingkan dengan waktu dan biaya yang diperlukan untuk membentuk suatu lembaga yang baru untuk setiap
pemilu. Di situasi dimana pemilu dilaksanakan secara teratur, suatu LPP yang permanen dapat dipertimbangkan untuk dibentuk.
E.2.3.2. Prinsip Etika Yang Membentuk Dasar Administrasi Pemilu Terlepas dari model apa yang digunakan, setiap lembaga penyelenggara
pemilihan umum harus mematuhi prinsip etika dasar bagi administrasi pemilu. International IDEA mengemukakan lima prinsip etika untuk menjamin integritas
yang tampak maupun yang aktual dari proses pemilihan, administrasi pemilu harus menaati prinsip-prinsip etika dasar yang berikut ini:
1. Prinsip Etika 1: Administrasi Pemilu Harus Menunjukkan Rasa Hormat Pada Hukum.
Keberhasilan suatu pemilu tergantung sejauh mana ia diakui sah dan mengikat para peserta dalam proses politik. Pernyataan keputusan politik penting
dalam suatu bentuk legal yang jelas memberikan tingkat kepastian yang diperlukan bagi pengembangan pemahaman bersama, oleh semua peserta dalam proses,
mengenai bagaimana penerapannya. Jika administrasi pemilu tidak menaati hukum, dan menerapkannya secara patut dan menjelaskan secara jelas alasan-alasan legal
keputusannya, pemahaman bersama para peserta bisa terpengaruh, dan dukungan bagi proses pemilu bisa melemah.
Universitas Sumatera Utara
19 Karena itu, sebuah administrasi pemilu harus:
- menaati hukum yang berlaku di suatu Negara.
- menjamin, sesuai dengan kerangka legal negara itu, bahwa hukum yang
berkaitan dengan pemilu sepenuhnya diterapkan secara tidak memihak dan adil.
- menjamin, sesuai dengan kerangka legal negara itu, bahwa setiap partai,
calon, pemilik suara, dan peserta lain di dalam proses pemilu diperlakukan secara adil dan jujur, dengan mempertimbangkan semua kondisi yang
berlaku.
2. Prinsip Etika 2: Administarsi pemilu harus nonpartisan dan netral Agar suatu pemilu berhasil, semua peserta dalam proses itu harus bisa
percaya bahwa administrasi pemilu menjalankan tugasnya dengan cara netral secara politis. Jika orang-orang yang mengelola pemilu dianggap memiliki komitmen
terhadap hasil tertentu, kredibilitas mereka akan sangat terpengaruh sehingga sukar mengembalikan kepercayaan terhadap proses itu.
Administrasi pemilu harus melaksanakan semua tugasnya dengan cara yang nonpartisan dan netral secara politis. Kadang-kadang, suatu negara menjadikan
orang-orang sebagai administrator pemilu karena mereka mewakili suatu partai atau kecenderungan politik tertentu. Dalam kasus ini, meski mereka dipilih karena
afiliasi politik mereka, mereka tetap harus melaksanakan tugas dengan cara yang nonpartisan dan netral secara politis. Administrator pemilu harus:
Universitas Sumatera Utara
20 -
Bertindak dengan cara yang netral dan tidak bias mengenai semua hal yang berkaitan dengan partai politik, calon, pemilik suara, atau anggota pers dan
media. -
Tidak melakukan hal-hal yang bisa menunjukkan atau dilihat sebagai dukungan partisan bagi calon, partai politik, aktor politik, atau
kecenderungan politik tertentu. -
Selalu bertindak dengan cara yang tepat, memberikan pertimbangan yang masuk akal, dan secara pribadi bertindak dengan benar.
- Menjelaskan semua persoalan yang bisa menimbulkan konflik kepentingan
dengan kewajiban-kewajiban mereka sebagai administrator pemilu. -
Tidak menerima hadiah atau imbalan apa pun dari partai politik, organisasi, atau orang yang terlibat dalam proses pemilu.
- Menolak semua pengaruh buruk, dan, kecuali diizinkan oleh hukum atau
kebiasaan, menolak menerima pengarahan berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas mereka.
- Tidak berpartisipasi dalam semua tindakan tak sah, termasuk kegiatan
pribadi apa pun, yang bisa menimbulkan konflik kepentingan yang nyata atau sekadar anggapan dengan kewajiban-kewajiban mereka sebagai
administrator pemilu. -
Tidak berpartisipasi dalam semua kegiatan, termasuk tindakan pribadi, yang dapat menimbulkan simpati terhadap salah satu calon, partai politik, aktor
politik, atau kecenderungan politik. -
Tidak memberikan pandangan mengenai suatu hal yang bisa menjadi persoalan politik dalam pemilu.
Universitas Sumatera Utara
21 -
Tidak berkomunikasi dengan pemilik suara mengenai hal-hal yang bersifat partisan.
- Tidak mengenakan, membawa, atau memperlihatkan simbol atau warna
yang jelas-jelas memihak salah satu partai.
3. Prinsip Etika 3: Administrasi pemilu harus transparan Agar suatu pemilu berhasil, peserta dalam proses itu harus bisa menerima
keputusan administrasi pemilu. Para peserta berkemungkinan besar bisa menerima keputusan itu jika mereka bisa dengan mudah berpuas diri bahwa keputusan itu
ditetapkan dengan tepat. Agar itu terjadi, mereka harus punya akses ke informasi yang menjadi dasar pembuatan keputusan.
Tentu saja, setiap pemilu akan menghasilkan data dalam jumlah besar, pangkalan data raksasa, dan banyak dokumen. Umumnya, tidaklah praktis
memberikan akses, atau salinan, semua data kepada setiap orang yang menginginkannya.
Namun, administrator pemilu harus bersiap-siap untuk: -
Menjelaskan keputusan mereka -
Menyediakan informasi yang menjadi dasar setiap keputusan tanpa batasan. -
Menata akses yang efektif dan masuk akal terhadap dokumen dan informasi yang relevan, menurut kerangka undang-undang pemilu dan kebebasan
informasi di negara yang bersangkutan. Selain itu, administrator dan administrasi pemilu harus:
- Menjamin bahwa agen setiap partai politik atau calon dapat secara penuh
dan efektif menjalankan hak-haknya.
Universitas Sumatera Utara
22 -
Berkonsultasi dengan para peserta proses pemilu secara teratur, dan berkaitan dengan pengambilan keputusan tertentu, bila kondisi
memerlukannya. -
Memberikan penjelasan, sebagai jawaban atas pertanyaan yang beralasan, terhadap keputusan yang dibuat sebagai bagian dari proses pemilu, atau
keputusan yang dibuat sebagai bagian dari kerja seharihari administrasi pemilu.
- Membentuk sistem yang memungkinkan pihak-pihak nyang berminat untuk
mendapatkan akses, dalam waktu sesingkat-singkatnya, terhadap semua informasi, dokumen, dan pangkalan data yang digunakan dalam proses
pemilu, atau digunakan dalam kerja seharihari administrasi pemilu. -
Membuka semua kelemahan dalam administrasi suatu pemilu jika ditemukan.
4. Prinsip Etika 4: Administrasi pemilu harus akurat
Berkaitan dengan diskusi dalam Prinsip Etika 3 bahwa, agar keputusan administrator pemilu bisa memuaskan semua peserta, informasi yang menjadi dasar
keputusan haruslah tepat dan dapat dibuktikan. Informasi yang tidak akurat atau tindak andal bias melemahkan keyakinan terhadap administrator dan
kompetensinya. Administrator dan administrasi pemilu harus menjalankan semua tugasnya dengan dasar standar akurasi informasi dan obyektivitas analisis yang
tinggi. Secara khusus, mereka harus: -
Menjamin bahwa informasi dikumpulkan, dirangkai, dan dipublikasikan dengan sistematis, jelas, dan tidak mendua.
Universitas Sumatera Utara
23 -
Melakukan semua yang perlu, sesuai kerangka hukum negara yang bersangkutan, untuk menjamin bahwa semua informasi yang mereka
rangkai, gunakan, dan terbitkan memiliki dasar faktual yang kuat.
5. Prinsip Etika 5: Administrasi pemilu harus dirancang untuk melayani para pemilik suara
Administrator dan administrasi pemilu harus berusaha untuk menyediakan bagi semua pemilik suara layanan terbaiknya untuk memungkinkan semua pemilik
suara menggunakan hak dengan sesedikit mungkin ketidaknyamanan, sesuai dengan keadaan dan kerangka hukum negara yang bersangkutan. Secara khusus, mereka
harus: -
Sebisa mungkin memudahkan para pemilik suara untuk berpartisipasi dalam proses pemilu.
- Menjamin bahwa para pemilik suara cukup memahami proses pemilu.
- Melakukan apa saja yang mungkin untuk menyediakan cara memberikan
suara bagi orang-orang dengan kebutuhan khusus, seperti tunatetra, tunadaksa, tuna-aksara, atau mereka yang tinggal di wilayah terisolasi
13
.
Lembaga Penyelenggara Pemilu yang Multi-Partai
Di kebanyakan negara, khususnya yang sudah mengalami transisi yang sulit dari aturan otoriter ke demokrasi multi partai lebih memilih keanggotaan lembaga
penyelenggara pemilu yang multi-partai. Keanggotaan LPP yang multi-partai terdiri
13
Standar-standar Internasional untuk Pemilihan Umum : Pedoman Peninjauan Kembali Kerangka Hukum Pemilu Seri Buku Panduan International IDEA, 2002
Universitas Sumatera Utara
24 dari gabungan calon-calon perwakilan partai politik. Kerangka hukum
memperbolehkan partai politik untuk menunjuk calon-calon mereka untuk diwakilkan di dalam badan penyelenggara pemilu tersebut.
Pemilihan seperti ini sering menyiratkan bahwa para anggota LPP yang terdiri dari perwakilan parta-partai peserta pemilu, untuk bekerja sebagai wakil dari
partai politiknya dan memanage proses pemilu atau memastikan bahwa partai mereka terlindungi dalam pencalonan. Walaupun dari luar mereka terlihat sebagai
partisan, pada dasarnya mereka diharuskan untuk tidak mengambil keuntungan dari posisi mereka, sehingga suautu badan penyelenggara pemilu dapat dipandang
sebagai lembaga yang dapat dipercaya dan netral oleh masyarakat. Anggota LPP yang multi-partai menjabat setelah ditetapkan dan tidak dapat
dipecat atau diberhentikan kecuali ada penyebabnya, seperti adanya pelanggaran atas tugas-tugas mereka. Di beberapa Negara, para calon wakil dari partai politik
bagi suatu LPP adalah orang-orang yang dianggap istimewa yang mampu dan sangat diperlukan dalam menjaga kenetralan dan memiliki profesionalitas kerja
yang tinggi. Dengan begitu mereka tidak bertindak sebagai wakil partai politik mereka dengan tujuan keuntungan bagi partai mereka itu.
Di sisi lain, suatu lembaga penyelenggara pemilu yang multi partai dapat mengancam atau menyebabkan kepincangan dalam pengambilan keputusan,
terutama situasi dimana kehadiran para politikus tersebut dapat mengikis kerahasiaan diberbagai hal seperti keamanan surat suara. Lembaga penyelenggara
pemilu yang multi-partai juga menghasilkan ketidakpuasan, terutama diantara partai minoritas atau partai yang tidak memiliki wakil di dalam lembaga penyelenggara
pemilu tersebut.
Universitas Sumatera Utara
25
Lembaga Penyelenggara Pemilu yang Non-Partai
Lembaga penyelenggara pemilu yang Non-Partai atau expert-based berdasarkan ahli memiliki kerangka hukum yang menetapkan keanggotaan
individu-individu di suatu lembaga penyelenggara pemilu berdasarkan profesionalitas mereka. Anggota LPP ini dicalonkan oleh masyarakat sipil atau juga
partai politik, tetapi hal ini tidak menyiratkan bahwa mereka diarahkan oleh partai tersebut.
Kualifikasi untuk menjadi anggota lembaga penyelenggara pemilu yang non partai ini meliputi kenetralan, batasan usia, profesionalitas dan pengetahuan
mengenai pemilu. Para calon anggota sering merupakan public figure yang dikenal dengan kenetralan politis dan memiliki keahlian di bidang hukum, administrasi
pemerintahan, ilmu politik atau media. Keanggotaan lembaga penyelenggara pemilu seperti ini terdapat di Negara Australia, Bangladesh, Canada, Costa Rica,
India, Indonesia, Poland, Thailand dan Ukraina. Hukum di Negara-negara tersebut menetapkan bahwa para anggota lembaga penyelenggara pemilu tersebut
sebelumnya tidak pernah aktif dalam partai politik dan bukan anggota suatu parpol ketika menjadi anggota suatu LPP.
Lembaga Penyelenggara Pemilu dengan Kedua Model Keanggotaan
Beberapa kerangka hukum pemilu menetapkan bahwa suatu lembaga penyelenggara pemilu harus mempunyai anggota yang terdiri dari gabungan
perwakilan partai politik dan anggota non-partai, seperti hakim, akademis, atau perwakilan tokoh masyarakat. Contohnya di Côte d’Ivoire, anggota lembaga
penyelenggara pemilu dipilih dari partai politik, masyarakat sipil dan orang
Universitas Sumatera Utara
26 pemerintahan. Keuntungan dari keduanya dapat dikombinasikan, yaitu
menghasilkan lembaga yang adil yang mempunyai perwakilan partai politik didalamnya dan ketransparanan dari para tokoh masyarakat dalam mengoperasikan
lembaga penyelenggara pemilu itu. Seperti lembaga penyelenggara pemilu yang multi partai, model kombinasi
ini dapat membuat pengambilan keputusan menjadi sulit, contohnya di Indonesia pada tahun 1999, Indonesia memiliki lembaga penyelenggara pemilu seperti ini dan
tidak dapat mengesahkan hasil pemilu dikarenakan para anggota yang mewakili beberapa partai minoritas menolak untuk mengesahkan hasil pemilu kecuali jika
partai mereka dialokasikan
14
.
Keanggotaan Lembaga Penyelenggara Pemilu yang Full-time atau Part-time
Apakah keanggotaan lembaga penyelenggara pemilu lebih sesuai untuk posisi full-time atau part-time, akan tergantung pada keadaan pemilu dan
administratifnya. Dalam lembaga penyelenggara pemilu yang permanen, beban kerja ada sepanjang siklus pemilu itu dan menuntut anggotanya menjadi anggota
yang full-time dan harus siap sedia untuk konsultasi atau membuat keputusan yang cepat. Anggota lembaga penyelenggara pemilu yang full-time mungkin merupakan
pilihan yang tepat bagi suatu situasi aktivitas pemilu yang selalu berulang. Dalam lembaga penyelenggara pemilu yang temporer, keanggotaan yang
full-time boleh jadi sesuai, apabila terdapat keraguan tentang tingkat kenetralan dan kemampuan dari staff sekretariat lembaga penyelenggara pemilu itu. Beberapa
14
Electoral Management Design, The International IDEA Handbook , 2006, hal 88-90
Universitas Sumatera Utara
27 kerangka hukum pemilu suatu Negara membuat keanggotaan yang full time, seperti
di Indonesia. Di sisi lain, bagi Negara-negara dimana waktu pemilu telah ditetapkan dan
para anggota dibatasi tanggung jawabnya dalam suatu pemilu, sebaiknya mempunyai anggota yang part-time. Pengaturan ini digunakan di Negara-negara
seperti Armenia dan Kamboja. Keuntungan dari memiliki anggota yang full-time harus selalu ditimbang dari biaya jasa mereka, dimana mereka juga harus digaji
selama bertahun-tahun sebelum pemilu selanjutnya dilaksanakan
15
.
Jumlah Anggota Lembaga Penyelenggara Pemilu
Secara umum kerangka hukum pemilu harus menetapkan banyaknya anggota suatu lembaga penyelenggara pemilu. Banyaknya anggota dari suatu
lembaga penyelenggara pemilu sangat bervariasi diseluruh dunia dan tidak dipengaruhi oleh ukuran besar-kecilnya suatu Negara. Memiliki anggota yang
banyak boleh menyediakan penyajian yang lebih luas, sedangkan jumlah yang sedikit dapat memudahkan pengambilan keputusan dan diskusi.
Anggota lembaga penyelenggara pemilu yang multi-partai cenderung untuk memiliki banyak anggota, hal tersebut dilakukan agar dapat menunjukan suatu
kenetralan dari minat politis, sedangkan badan penyelenggara pemilu yang terdiri dari para ahli atau non partai, cenderung untuk mempunyai lebih sedikit anggota
16
.
15
Electoral Management Design, The International IDEA Handbook , 2006, hal 90
16
Electoral Management Design, The International IDEA Handbook , 2006, hal 92
Universitas Sumatera Utara
28
Masa Kerja Anggota Lembaga Penyelenggara Pemilu
Dalam lembaga penyelenggara pemilu yang permanen, anggota memiliki masa kerja yang jelas. Di Malaysia, anggota LPP memiliki masa kerja yang tidak
ditentukan, maksudnya sekali diangkat anggota dapat terus menjabat sampai mencapai umur yang ditentukan untuk mengundurkan diri, kecuali jika mereka
dipindahkan atau berhenti. Keuntungan dari membatasi masa kerja anggota adalah bahwa lembaga
penyelenggara pemilu dapat terus memiliki gagasan-gagasan baru dari para anggota baru. Bagaimanapun pada sisi lain, praktek seperti itu dapat mengikis pengalamaan
kelembagaan, terutama jika anggota hanya menjabat dalam sekali pemilu saja. Sehingga ketika anggota baru mulai bertugas, lembaga penyelenggara pemilu harus
mulai dari awal lagi dikarenakan orang-orang baru tersebut belum berpengalaman duduk di LPP. Banyak undang-undang pemilu diberbagai Negara menetapkan
batasan waktu periode untuk anggota lembaga penyelenggara pemilu, Afrika Selatan membatasi anggotanya untuk bertugas hanya dalam dua periode pemilu
saja
17
.
Perekrutan dan Pengangkatan Anggota Lembaga Penyelenggara
Pemilu
Proses untuk menetapkan anggota lembaga penyelenggara pemilu secara umum digambarkan dalam undang-undang pemilu, dan metode perekrutan dan
pengangkatan digambarkan di kerangka hukum pemilu. Pengangkatan formal dapat
17
Electoral Management Design, The International IDEA Handbook , 2006, hal 93
Universitas Sumatera Utara
29 dilakukan oleh kepala pemerintah, badan hukum, lembaga eksekutif, partai politik
dan juga dapat secara konsultatif atau sepihak. Perekrutan dan pengangkatan dapat dilakukan dengan pencalonan tertutup
atau melalui iklan yang terbuka, meliputi beberapa test pribadi atau umum. Proses perekrutan yang terbuka sangat cocok untuk lembaga penyelenggara pemilu yang
terdiri dari para ahli non-partisan dibanding dengan lembaga penyelenggara pemilu yang anggotanya secara keseluruhan dicalonkan oleh partai-partai politik.
- Pencalonan Melalui Kepala Pemerintah dan Konfirmasi oleh Legislatif
Di beberapa Negara, proses penetapan anggota lembaga penyelenggara pemilu non partai dilakukan oleh kepala pemerintah, yang mencalonkan beberapa
kandidat untuk disetujui lembaga legislatif. Pembagian kekuasaan dalam pengangkatan anggota lembaga penyelenggara pemilu antara lembaga eksekutif
dan legislatif memberikan keseimbangan dalam prosedur pengangkatan, hal ini dapat meningkatkan kualitas dari proses tersebut. Jika hanya salah satu lembaga
pemerintah, khususnya eksekutif, yang mempunyai hak untuk mengangkat anggota, bahayanya ialah bahwa orang-orang yang diangkat dengan cara seperti
itu sekalipun mereka orang-orang berintegritas, mungkin dapat dirasa oleh public khususnya oleh partai oposisi sebagai pion menetapkan kekuasaan. Sekalipun
jika kekuasaan untuk pengangkatan anggota lembaga penyelenggara pemilu terbagi di antara eksekutif dan legislatif, perjanjian ini akan terbelenggu jika
partai yang sama menguasai kedua lembaga. Dalam hal ini persayaratan dari dua pertiga mayoritas di legislatif untuk menyetujui pengangkatan anggota bisa
menjadi perbaikan yang bermanfaat.
Universitas Sumatera Utara
30 - Pengangkatan Secara Sepihak Anggota Oleh Salah Satu Lembaga Pemerintah
Apabila anggota lembaga penyelenggara pemilu diangkat secara sepihak, contohnya oleh kepala pemerintah, persetujuan lain tidak diperlukan dan mungkin
tidak ada konsultasi atau nasehat yang diterima dari lembaga lain, seperti legislatif, partai politik atau masyarakat sipil, sebelum pengangkatan anggota
dilakukan. Jika kepala pemerintah tetap melakukan konsultasi atau meminta pendapat, hal tersebut hanyalah sesuatu yang bersifat informal.
Di Negara-negara seperti India, Malaysia dan Senegal, kepala pemerintah mengangkat para anggota LPP secara sepihak. Pengangkatan secara sepihak ini
dilakukan oleh eksekutif. Hal ini banyak dikritik oleh para analis, yang berargumen bahwa hal tersebut bisa mendorong terjadinya pengangkatan anggota
yang merupakan simpatisan parpol atau pemerintah, bukannya orang-orang yang netral
18
.
Kualifikasi Pengangkatan Anggota
Kualifikasi yang diperlukan dalam pengangkatan anggota lembaga penyelenggara pemilu secara terperinci dimuat dalam undang-undang pemilu suatu
Negara, yang secara umum tergantung pada apakah anggota lembaga penyelenggara pemilu tersebut terdiri dari wakil partai atau non-partisan.
Untuk lembaga penyelenggara pemilu yang multipartai, hal tersebut secara umum dilakukan oleh partai politik untuk menggunakan kriteria mereka sendiri
dalam memilih wakil mereka, seperti hirarki senioritas di partai tersebut, keanggotaan partai atau kulaifikasi professional. Untuk lembaga penyelenggara
18
Electoral Management Design, The International IDEA Handbook , 2006, hal 94
Universitas Sumatera Utara
31 pemilu yang non-partai, undang-undang pemilu dapat menggambarkan kualifikasi
pribadi yang luas bagi para anggota, seperti di Indonesia dan Mexico, hukum dapat bersandar pada perilaku dan fungsi yang diharapkan dari anggota untuk
menggambarkan kualitas anggota yang akan diangkat. Hal tersebut adalah wajar untuk mengharapkan anggota untuk memiliki kriteria dari kemapuan professional
dan kenetralan politis. Di beberapa Negara kecakapan professional meliputi pengalaman dan pelatihan di bidang hukum. Khususnya bagi ketua, yang dalam
banyak Negara harus merupakan seorang hakim di Slovenia atau pernah menjabat sebagai hakim Australia. Di Rusia, anggota lembaga penyelenggara pemilu harus
mempunyai pendidikan hukum ditingkat universitas, sedangkan di Thailand dan Lithuania, anggota LPP sedikitnya harus seorang sarjana.
Persyaratan formal lain bagi anggota suatu LPP secara umum meliputi kewarganegaraan dan usia. Di Sierra Leone dan Thailand, orang yang bukan
warganegara tidak dapat dipilih atau dicalonkan untuk menjadi anggota. Di Mexico, anggota sedikitnya harus berusia 25 tahun.
Undang-undang pemilu dibeberapa Negara mengidentifikasikan orang- orang yang tidak boleh diangkat sebagai anggota. Untuk lembaga penyelenggara
pemilu di bawah Independent Model dan komponen Independent Model dibawah Mixed Model, meliputi ketidakcocokan dari posisi, sebagai contoh anggota tidak
boleh merupakan anggota dari suatu partai politik atau secara bersamaan memegang suatu jabatan dari pemerintahan. Penghalang lain bagi keanggotaan ialah salah
satunya dalam hal kualifikasi kesehatan, yang bagi beberapa pihak merupakan suatu diskirminasi yang tersembunyi
19
.
19
Electoral Management Design, The International IDEA Handbook , 2006, hal 97
Universitas Sumatera Utara
32
E.3. Pemilihan Umum 2004 di Indonesia
Pemilihan Umum pemilu legislatif di Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 5 April 2004 merupakan pemilu terbesar di dunia dan paling rumit yang
pernah diselenggarakan dalam satu hari, dan pemilu presiden yang dilakukan dalam dua putaran pada tanggal 5 Juli dan 20 September merupakan pemilihan presiden
secara langsung yang baru pertama kali dilakukan dalam sejarah Indonesia. Pemilihan Umum Indonesia 2004 adalah pemilu pertama yang
memungkinkan rakyat untuk memilih presiden secara langsung, dan cara pemilihannya benar-benar berbeda dari Pemilu sebelumnya. Pada Pemilu ini, rakyat
dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden sebelumnya presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR yang anggota-anggotanya dipilih melalui
Presiden. Selain itu, pada Pemilu ini pemilihan presiden dan wakil presiden tidak dilakukan secara terpisah, seperti Pemilu 1999. Pada Pemilu ini, yang dipilih adalah
pasangan calon presiden dan wakil presiden, bukan calon presiden dan calon wakil presiden secara terpisah. Hal yang berbeda juga terlihat dengan dibentuknya
lembaga baru, yaitu, Dewan Perwakilan Rakyat DPD, yang memungkinkan kandidat perseorangan, di samping partai politik, untuk menjadi peserta Pemilihan
Umum 2004. Pemilihan umum 2004 diselenggarakan dengan landasan hukum sebagai berikut:
1. Undang-undang Dasar yang disahkan tahun 1945 dan diubah empat kali
antara tahun 1999 dan 2002. 2.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik. 3.
Undang-Undang Nomor 12 Tahnun 2003 tentang Pemilihan Umum.
Universitas Sumatera Utara
33 4.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Mahkamah Konstitusi.
Kerangka Hukum untuk pemilu 2004 di Indonesia
20
. Pemilihan Umum 2004 ini diikuti oleh 24 partai politik, 448.705 kandidat
dan menelan biaya sebanyak Rp. 4,45 triliun yang terdiri atas APBN sebesar Rp. 3.85 triliun dan dana APBD sebesar Rp. 600 miliar. Ditambah 32,367 juta dollar
AS. Penyelenggara Pemilu adalah KPU yang terdiri dai 11 anggota independen dan non partisan.
Pemilihan Umum 2004 di bagi maksimal tiga tahap minimal dua tahap : 1.
Tahap pertama atau Pemilu legislatif adalah Pemilu untuk memilih partai politik untuk persyaratan Pemilu presiden dan anggotanya untuk
dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD. Tahap pertama ini telah dilaksanakan pada tanggal 5 April 2004.
2. Tahap kedua atau Pemilu presiden putaran pertama adalah untuk
memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden secara langsung. Tahap kedua ini telah dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 2004.
3. Tahap ketiga atau Pemilu presiden putaran kedua adalah babak terakhir
yang dilaksanakan hanya apabila pada tahap kedua belum ada pasangan calon yang mendapatkan suara paling tidak 50 persen Bila keadaannya
demikian, dua pasangan calon yang mendapatkan suara terbanyak akan diikutsertakan pada Pemilu presiden putaran kedua. Akan tetapi, bila pada
Pemilu presiden putaran pertama sudah ada pasangan calon yang
20
Bagian 1 dan 3, www.id.euneom.org
Universitas Sumatera Utara
34 mendapatkan suara lebih dari 50 persen, pasangan calon tersebut akan
langsung diangkat menjadi presiden dan wakil presiden. Tahap ketiga ini telah dilaksanakan pada tanggal 20 September 2004.
Pemilu legislatif adalah tahap pertama dari rangkaian tahapan Pemilu 2004. Pemilu legislatif ini diikuti 24 partai politik, dan telah dilaksanakan pada tanggal 5
April 2004. Pemilu ini bertujuan untuk memilih partai politik sebagai persyaratan Pemilu Presiden dan anggotanya untuk dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD,
dan DPD. Partai-partai politik yang memperoleh suara lebih besar atau sama dengan tiga persen dapat mencalonkan pasangan calonnya untuk maju ke tahap
berikutnya, yaitu pada Pemilu presiden putaran pertama. Pemilu legislatif pada Pemilu 2004 ini diikuti 24 partai politik, yaitu:
- Partai Nasional Indonesia Marhaenisme
- Partai Buruh Sosial Demokrat
- Partai Bulan Bintang
- Partai Merdeka
- Partai Persatuan Pembangunan
- Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan
- Partai Perhimpunan Indonesia Baru
- Partai Nasional Banteng Kemerdekaan
- Partai Demokrat
- Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
- Partai Penegak Demokrasi Indonesia
- Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia
- Partai Amanat Nasional
Universitas Sumatera Utara
35 -
Partai Karya Peduli Bangsa -
Partai Kebangkitan Bangsa -
Partai Keadilan Sejahtera -
Partai Bintang Reformasi -
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan -
Partai Damai Sejahtera -
Partai Golongan Karya -
Partai Patriot Pancasila -
Partai Sarikat Indonesia -
Partai Persatuan Daerah -
Partai Pelopor
Universitas Sumatera Utara
36 Hasil Pemilu legislatif pada Pemilu 2004 adalah sebagai berikut:
Tabel 2 Hasil perolehan suara masing-masing partai politik Nomor
Urut Nama partai politik
Jumlah suara Persen
Jumlah kursi
1 PNI Marhaenisme
923.159 0,81
1 2.
Partai buruh sosial democrat 636.397
0,56
3. Partai Bulan Bintang
2.970.487 2,62
11
4. Partai Merdeka
842.541 0,74
5. Partai Persatuan
Pembangunan 9.248.764
8,15 58
6. Partai Persatuan Demokrasi
Kebangsaan 1.313.654 1,16 5
7. Partai Perhimpunan
Indonesia Baru 672.952 0,59 0
8. Partai Nasional Banteng
Kemerdekaan 1.230.455 1,08 1
9. Partai Demokrat
8.455.225 7,45
57 10.
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
1.424.240 1,26
1
11. Partai Penegak Demokrasi
Indonesia 855.811 0,75 1
12. Partai Persatuan Nahdlatul
Ummah Indonesia 895.610 0,79 0
13. Partai Amanat Nasional
7.303.324 6,44
52
14. Partai Karya Peduli Bangsa
2.399.290 2,11
2
15. Partai Kebangkitan
Bangsa 11.989.564
10,57 52
16. Partai Keadilan Sejahtera
8.325.020 7,34
45
17. Partai Bintang
Reformasi 2.764.998
2,44 13
18. Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan 21.026.629
18,53 109
19. Partai Damai Sejahtera
2.414.254 2,13
12
20. Partai Golongan Karya
24.480.757 21,58
128
21. Partai Patriot Pancasila
1.073.139 0,95
22. Partai Sarikat Indonesia
679.296 0,60
23. Partai Persatuan
Daerah 657.916
0,58 24. Partai
Pelopor 878.932
0,77 2
Jumlah Suara Sah
113.462.414 100,00
550
Universitas Sumatera Utara
37 Setelah Pemilu legislatif selesai, partai yang memiliki suara lebih besar atau
sama dengan tiga persen dapat mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presidennya untuk maju ke Pemilu presiden putaran pertama. Apabila dalam Pemilu
ini ternyata ada pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen, maka pasangan calon itu langsung diangkat menjadi presiden dan wakil presiden.
Selebihnya, Pemilu presiden putaran kedua akan diselenggarakan dengan dua pasangan calon dengan suara terbanyak. Pemilu presiden putaran pertama 2004 ini
diikuti oleh 5 pasangan calon presiden dan wakil presiden, dan telah diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004. Hasil pemilu ini sendiri telah diumumkan
pada tanggal 26 Juli 2004, dengan hasil masih perlu diadakan pemilu presiden putaran kedua karena belum adanya pasangan calon yang mendapatkan suara paling
tidak 50 persen. Hasil Pemilu presiden putaran pertama telah selesai dihitung dan telah
diumumkan oleh KPU pada tanggal 26 Juli 2004. Berikut ini adalah hasil perhitungannya :
Tabel 3 Nomor
urut Nama pasangan calon presiden dan
calon wakil presiden Jumlah suara
Persentase
1. H. Wiranto,
SH. Ir. H. Salahuddin Wahid
26.286.788 22,15 2.
Hj. Megawati Soekarnoputri KH. Ahmad Hasyim Muzadi
31.569.104 26,61
3. Prof. Dr. HM. Amien Rais
Dr. Ir. H. Siswono Yudohusodo 17.392.931 14,66
4. H. Susilo Bambang Yudhoyono
Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla 39.838.184
33,57
5. Dr. H. Hamzah Haz
H. Agum Gumelar, M.Sc. 3.569.861 3,01
Jumlah suara
sah 119.656.868
100,00
Universitas Sumatera Utara
38 Sesuai hasil Pemilu presiden putaran pertama di atas, yaitu belum ada
pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen, maka diadakanlah Pemilu presiden putaran kedua 2004. Pasangan-pasangan calon yang mengikuti
Pemilu presiden putaran kedua 2004 ini adalah dua pasangan calon dengan yang memperoleh suara terbanyak pada pada Pemilu presiden putaran pertama 2004 yang
lalu. Pemilu ini diadakan pada tanggal 20 September 2004. Ada dua pasangan calon presiden dan wakil presiden yang memperoleh
suara terbanyak pada Pemilu presiden putaran pertama yang dicalonkan di Pemilu presiden putaran kedua 2004, yaitu :
- Hj. Megawati Soekarnoputri dan KH. Ahmad Hasyim Muzadi dicalonkan
oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan -
H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla dicalonkan oleh Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang, dan Partai
Keadilan dan Persatuan Indonesia. Hasil Pemilu presiden putaran kedua telah selesai dihitung dan telah
diumumkan oleh KPU pada tanggal 4 Oktober 2004 melalui Keputusan KPU nomor 98SKKPU2004. Berikut ini adalah hasil perhitungannya :
Tabel 4 Tabel hasil perolehan suara masing-masing pasangan calon Nomor Urut
Nama Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden
Jumlah Suara Persentase
2. Hj. Megawati
Soekarnoputri KH. Ahmad Hasyim Muzadi
44.990.704 39,38 4.
H. Susilo Bambang Yudhoyono Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla
69.266.350 60,62
JUMLAH SUARA SAH
114.257.054 100,00
Sesuai dengan hasil pemilu presiden putaran kedua di atas, maka pasangan calon pemenang Pemilu, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla, akan
Universitas Sumatera Utara
39 menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI. Pelantikannya sendiri telah diadakan pada
tanggal 20 Oktober 2004 oleh MPR, dalam acara pelantikan yang - untuk pertama kalinya - dihadiri pemimpin-pemimpin negara sahabat, yaitu: PM Australia John
Howard, PM Singapura Lee Hsien Loong, PM Malaysia Abdullah Ahmad Badawi, PM Timor Timur Mari Alkatiri, dan Sultan Brunei Hassanal Bolkiah serta 5 utusan-
utusan negara lainnya. Dalam sebuah langkah yang kontroversial, presiden sebelumnya, Megawati Soekarnoputri menolak menghadiri acara pelantikan
tersebut. Pada malam hari yang sama, sekitar pukul 23.50 WIB, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan anggota kabinet yang baru, yaitu Kabinet
Indonesia Bersatu
21
.
E.4. Pilihan Raya Umum 2004 di Malaysia
Sejak tahun 1957, Malaysia menetapkan sistem politik banyak partai multy- party dimana partai politik yang memperoleh suara terbanyak di Parlemen Dewan
Rakyat dan Dewan Undangan Negeri bisa ikut merumuskan kebijakan atau undang-undang Kerajaan Persekutuan atau Negeri. Sistem yang digunakan di
Malaysia berasaskan First-Past-The-Post-System. Ini berarti calon-calon yang memperoleh suara terbanyak akan dinyatakan sebagai pemenang di bagian pilihan
raya yang ada. Untuk memudahkan pelaksanaan Pilihan Raya, beberapa undang-undang dan
peraturan telah dibuat untuk memastikan prosedur pilihan raya dilaksanakan dengan
21
www.wikipedia.org
Universitas Sumatera Utara
40 benar. Undang-undang dan peraturan-peraturan-peraturan yang dibuat adalah
seperti berikut: -
Perlembagaan Persekutuan -
Perlembagaan Negeri -
Akta Pilihan Raya, 1958 Akta 19 -
Akta Kesalahan Pilihan Raya, 1954 Akta 5 -
Peraturan-peraturan Penjalanan Pilihan Raya Pilihan Raya, 1981 -
Peraturan-peraturan Pendaftaran Pemilih Pilihan Raya, 2002 -
Peraturan-peraturan Mengundi Melalui Pos Pilihan Raya, 2003
Semua undang-undang dan peraturan-peraturan ini berkaitan secara langsung dengan proses pilihan raya. Walau bagaimanapun terdapat juga beberapa
undang-undang yang meskipun tidak mempunyai kaitan secara langsung dengan proses pilihan raya, tetapi memiliki peranan dalam kelancaran pelaksanaan pilihan
raya. Itu termasuk Akta Polis 1962; Akta Hasutan 1970; Akta Rahsia Rasmi 1972; dan Akta Keselamatan Dalam Negeri, 1960.
Sedangkan dalam pelaksanaan Pilihan Raya 2004 telah melibatkan beberapa undang-undang dan peraturan-peraturan pilihan raya yang baru yang diperkenalkan
untuk pertama kali dalam pilihan raya 2004 kemarin. Undang undang dan peraturan tersebut adalah :
- Akta Kesalahan Pilihan Raya 1954 Seksyen 4A, 14 1, 141A, 191,
24A1, 24A2, 24B3, 24B4, 24B7, 24B8, 24B9, 261b, 261d, 261e, 261g, 26A123, 26B, 27B-27H, 35A, 36A, 36B.
Universitas Sumatera Utara
41 -
Peraturan-Peraturan Pilihan Raya Penjalanan Pilihan Raya 1981 Peraturan 44c, 44d, 48, 51, 62, 65dan 72, 74, 91, 112e,
11789, 1110, 122, 14A, 153, 182A, 182B, 183, 22, 251A, 25D5B, 25F
Dalam sistem pilihan raya yang diamalkan di Malaysia, seorang calon dipilih untuk mewakili penduduk-penduduk di dalam bagian pilihan raya di
Parlemen Pilihan Raya Umum dan Dewan Undangan Negeri Pilihan Raya Negeri. Hingga kini terdapat 219 kursi Dewan Rakyat Parlemen dan 567 kursi
Dewan Undangan Negeri. Pada 2 Maret 2004, Parlemen Malaysia dan semua Dewan Undangan Negeri
kecuali Sarawak dibubarkan oleh Yang di-Pertuan Agong atas nasehat Perdana Menteri. Pengecualian Sarawak disebabkan pilihan raya negerinya yang terakhir
telah diadakan pada tahun 2001 dan karena itu, pilihan raya yang berikutnya tidak cukup waktu hingga 2006. Pilihan Raya Umum Malaysia 2004 diadakan sembilan
bulan lebih awal dari keperluan yang ditetapkan oleh Perlembagaan Malaysia. Perlembagaan Malaysia memerlukan Parlemen untuk memperoleh mandat
yang baru setiap lima tahun, dan diadakan dalam waktu 60 hari sesudah parlemen dibubarkan. Oleh karena itu, kerajaan Malaysia mempunyai masa hingga akhir
November 2004 untuk mengadakan pilihan raya umumnya. Pilihan Raya Umum Malaysia 2004 telah dilaksanakan pada tanggal 21 Maret 2004 yang menetapkan
Barisan Nasional BN yang diketuai Perdana Menteri Dato’ Seri Abdullah Ahmad Badawi sebagai partai dengan suara terbanyak.
Penyelenggara Pilihan Raya 2004 juga tidak berubah sejak 1957, yaitu Suruhanjaya Pilihan Raya SPR yang bebas daripada Badan Eksekutif, untuk
Universitas Sumatera Utara
42 memelihara, menyelia, dan mengekalkan proses demokrasi di Malaysia melalui
pilihan raya yang bebas dan adil. SPR terdiri dari tujuh anggota, yaitu seorang Ketua, seorang wakil ketua, serta lima orang anggota yang dilantik oleh Seri
Paduka Baginda Yang di-Pertuan Agong setelah berunding dengan Majlis Raja- Raja.
Untuk menjalankan fungsinya serta melaksanakan keputusan-keputusan nya, maka sebuah Urus Setia Sekretariat di bentuk. Urus Setia ini, yang diketuai oleh
seorang Setiausaha Sekretaris yang merupakan Ketua Pegawai Pentadbir, mempunyai 14 kantor di setiap negeri di Malaysia, dengan masing-masing diketuai
oleh seorang Pengarah Pilihan Raya Negeri. Anggota-anggota kantor pilihan raya negeri, bersama-sama dengan Ketua Pegawai Pentadbir, dilantik dari Perkhidmatan
Awam Malaysia. Dalam Pilihan Raya 2004 ini diikuti sebanyak 17 partai dan satu calon
bebas. 14 partai tergabung dalam Barisan Nasional BN dan 2 partai tergabung dalam Barisan Alternatif. Dan menelan biaya 35 Juta Dollar AS.
Partai-partai tersebut yaitu: -
Barisan Nasional 1.
Pertubuhan Kebangsaan Melayu Bersatu United Malays National Organization, UMNO
2. Persatuan China Malaysia Malaysian Chinese Association, MCA
3. Kongres India Se-Malaysia Malaysian Indian Congress, MIC
4. Parti Gerakan Rakyat Malaysia Malaysian Peoples Movement Party,
Gerakan
Universitas Sumatera Utara
43 5.
Parti Pesaka Bumiputera Bersatu United Traditional Bumiputera Party, PBB
6. Parti Rakyat Bersatu Sarawak Sarawak United Peoples Party, SUPP
7. Parti Rakyat Bersatu Sarawak Sarawak United Peoples Party, SUPP
8. Parti Demokratik Progresif Sarawak Sarawak Progressive Democratic
Party, SAPP 9.
Parti Bersatu Sabah United Sabah Party, PBS 10.
Pertubuhan Pasok Momogun Kadazandusun Bersatu United Pasokmomogun Kadazandusun Murut Organisation, UPKO
11. Parti Maju Sabah Sabah Progressive Party, SAPP
12. Parti Bersatu Rakyat Sabah United Sabah Peoples Party
13. Parti Progresif Penduduk Malaysia Peoples Progressive Party, PPP
14. Parti Liberal Demokratik Liberal Democratic Party, LDP
- Barisan Alternatif
1. Parti Islam SeMalaysia Islamic Party of Malaysia, PAS
2. Parti Keadilan Rakyat Peoples Justice Party
, PKR
- Parti Tindakan Demokratik Democratic Action Party, DAP
- Non-Partisan
Barisan Nasional mendapat suara sebanyak 63,9 persen, tetapi dapat lebih tinggi lagi apabila semua kursi dipertandingkan. Laporan dalam media Malaysia
pada 23 Maret 2004 menunjukkan BN memenangkan 198 kursi parlemen, sedangkan partai oposisi hanya mendapat 20 kursi dengan satu calon bebas. Ini
merupakan perolehan suara terbanyak bagi BN sejak tahun 1978.
Universitas Sumatera Utara
44 Pertubuhan Kebangsaan Melayu Bersatu UMNO, partai utama dalam
Barisan Nasional memenangkan 109 kursi, menunjukkan kenaikan sebanyak 32 kursi di banding pilihan raya sebelumnya. Partai-partai sekutu UMNO juga
memperoleh kenaikan jumlah kursi, dengan persatuan Cina Malaysia MCA memenangkan 31 kursi, naik 2 kursi di banding pilihan raya sebelumnya, dan
Kongres India Se-Malaysia MIC memenangkan 9 kursi, naik 2 kursi juga. Partai
Islam Se-Malaysia
PAS hanya dapat mempertahankan tujuh
daripada 27 kursinya. PAS bertanding berdasarkan manifesto yang berjanji terbentuknya sebuah Negara Islam. Datuk Seri Abdul Hadi Awang, ketua oposisi
PAS, gagal untuk mempertahankan kursi parlemennya. Partai oposisi lainnya yaitu Partai Keadilan, gagal untuk mempertahankan
empat dari lima kursinya. Sesudah penghitungan ulangi sebanyak lima kali, ketua partai Datin Deri Wan Azizah Wan Ismail isteri mantan wakil perdana menteri
Datuk seri Anwar Ibrahim, mempertahankan kursinya dengan mayoritas sebanyak 590 suara.
Partai Tindakan Demokratik DAP, partai oposisi ketiga yang jatuh dalam Pilihan Raya 1999, memperbaiki prestasinya dengan pemilihan kembali ketua Lim
Kiat Siang serta wakilnya Karpal Singh. DAP memenangi 12 kursi dan memperoleh kembali kepemimpinan oposisi yang resmi dalam parlemen Negara daripada PAS.
Universitas Sumatera Utara
45
Tabel 5Keputusan Pilihanraya 21 Maret 2004 Dewan Rakyat Partai Jumlah
suara Persen Jumlah
Kursi +-
National Front Barisan Nasional: 4,420,452
63.9 198
+51
United Malays National Organization Pertubuhan Kebangsaan Melayu Bersatu, UMNO
2,483,249 35.9 109
+38 Malaysian Chinese Association Persatuan
China Malaysia, MCA 1,074,230 15.5
31 +2 Malaysian Indian Congress Kongres India Se-
Malaysia, MIC 221,546 3.2
9 +2 Malaysian Peoples Movement Party Parti
Gerakan Rakyat Malaysia, Gerakan 257,763 3.7 10 +4
United Traditional Bumiputera Party Parti Pesaka Bumiputera Bersatu, PBB
383,664 5.5 11 +55
Sarawak United Peoples Party Parti Rakyat Bersatu Sarawak, SUPP
6 Sarawak United Peoples Party Parti Rakyat
Bersatu Sarawak, SUPP 6
Sarawak Progressive Democratic Party Parti Demokratik Progresif Sarawak, SAPP
4 United Sabah Party Parti Bersatu Sabah, PBS
4 United Pasokmomogun Kadazandusun Murut
Organisation Pertubuhan Pasok Momogun Kadazandusun Bersatu, UPKO
4 Sabah Progressive Party Parti Maju Sabah,
SAPP 2
United Sabah Peoples Party Parti Bersatu Rakyat Sabah
1 Peoples Progressive Party Parti Progresif
Penduduk Malaysia, PPP 1
Liberal Democratic Party Parti Liberal Demokratik, LDP
-
Democratic Action Party Parti Tindakan Demokratik, DAP
687,340 9.9 12 +2 Alternative Front Barisan Alternatif coalition:
1,668,998 24.1
8 -24
Islamic Party of Malaysia Parti Islam SeMalaysia, PAS
1,051,480 15.2 7 -20
Peoples Justice Party Parti Keadilan Rakyat, PKR
617,518 8.9 1 -4
Non partisans and others 139,438
2.1 1
-2 Jumlah Suara Sah
6,916,138 100,00 219
+26 Sumber: The Star, Kuala Lumpur
Pilihan Raya untuk Dewan Undangan Negeri bagi semua negeri kecuali Sarawak juga diadakan pada 22 Maret 2004. Barisan Nasional menang dengan
mayoritas suara terbanyak di semua negeri kecuali Kelantan. Walaupun terdapat laporan-laporan awal yang berbeda, PAS dapat mempertahankan kuasanya di negeri
Kelantan dengan mayoritas yang kecil sebanyak 3 kursi, yaitu 24 kursi PAS
Universitas Sumatera Utara
46 berbanding 21 kursi Barisan Nasional. Barisan Nasional memperoleh kembali
kekuasanya di negeri Terengganu yang dikalahkan oleh PAS pada tahun 1999. Datuk Seri Abdul Hadi Awang, ketua oposisi PAS, berhasil mempertahankan kursi
di negerinya.
E.5. Kelembagaan Penyelenggara Pemilihan Umum 2004 Indonesia
Satu tahun setelah penyelenggaraan pemilihan umum Pemilu tahun 1999, pemerintah bersama DPR mengeluarkan UU No 4 Tahun 2000 tentang Perubahan
Atas UU No 3 Tahun 1999 tentang Pemilu. Pokok isi dari UU No. 42000 adalah adanya perubahan penting, yaitu bahwa penyelenggaraan pemilihan umum tahun
2004 dilaksanakan oleh sebuah Komisi Pemilihan Umum KPU yang independen dan nonpartisan. KPU di tingkat adalah badan penyelenggaraan pemilihan umum
yang independent dan non partisan yang berkedudukan di Ibukota Negara. Keanggotaan KPU terdiri atas 11 orang yang diangkat dengan keputusan Presiden
setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, KPU didukung oleh Sekretariat Jenderal KPU.
E.6. Kelembagaan Penyelenggara Pilihan Raya 2004 Malaysia
Kelembagaan Penyelenggara Pilihan Raya 2004 di Malaysia ialah Suruhanjaya Pilihan Raya SPR. Dibentuk pada tanggal 4 September 1957,
berdasarkan Perkara 114 dalam Perlembagaan Negara untuk mengadakan pilihan raya bagi Dewan Rakyat dan Dewan Undangan Negeri di Malaysia. Dengan dasar
yang bebas daripada Badan Eksekutif dan untuk memelihara, menyelia, dan
Universitas Sumatera Utara
47 mengekalkan proses demokrasi di negara ini melalui pilihan raya yang bebas dan
adil. SPR terdiri dari tujuh anggota, yaitu seorang Ketua, seorang wakil ketua,
serta lima orang anggota yang dilantik oleh Seri Paduka Baginda Yang di-Pertuan Agong setelah berunding dengan Majlis Raja-Raja. Untuk menjalankan fungsinya
serta melaksanakan keputusan-keputusan nya, maka sebuah Urus Setia Sekretariat di bentuk. Urus Setia ini, yang diketuai oleh seorang Sekretaris yang merupakan
Ketua Pegawai Pentadbir, mempunyai 14 cabang di setiap negeri di Malaysia, dengan masing-masing diketuai oleh seorang Pengarah Pilihan Raya Negeri.
Anggota-anggota cabang pilihan raya negeri, bersama-sama dengan Ketua Pegawai Pentadbir, dilantik oleh Perkhidmatan Awam Malaysia.
F. Defenisi Konsep