1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia:
“Kehendak rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kehendak ini harus dinyatakan dalam pemilu yang teratur dan sungguh-sungguh yang diselenggarakan
bagi seluruh anggota masyarakat dan dilaksanakan melalui pemungutan suara yang rahasia atau prosedur pemungutan suara serupa lainnya.”
Salah satu agenda rutin bagi negara yang mengklaim dirinya adalah Negara demokrasi ialah menyelenggarakan Pemilihan Umum. Pemilihan umum
dilaksanakan untuk memilih wakil-wakil rakyat dengan tujuan agar wakil-wakil rakyat tersebut dapat menyalurkan atau mengaspirasikan suara rakyat. Suatu
pemilihan umum yang terlaksana dengan aman, tepat waktu dan tingginya tingkat keikutsertaan partisipasi masyarakat dalam memberikan suara merupakan suatu
keberhasilan dalam pemilu. Dalam Pemilu yang Bebas dan Adil: Hukum Internasional dan Prakteknya,
Profesor Goodwin-Gill menyatakan bahwa: “Pengalaman dan praktek kenegaraan mutakhir memastikan pentingnya
pengawasan proses pemilu… [dan] pelembagaan tanggung jawab penerapannya oleh pejabat-pejabat pemilu yang tidak memihak…”
“Pelembagaan yang efektif dari hak-hak dasar pemilu dan politik mewajibkan negara untuk…
- membentuk sistem pemilu yang tepat,
- menerapkan kewajiban internasional mengenai hak individu, [dan]…
Universitas Sumatera Utara
2 membentuk sebuah mekanisme manajemen pemilihan legislatif yang netral
danatau berimbang yang efektif.” Penjelasan diatas mengisyaratkan perlunya suatu Negara untuk membentuk
suatu manajemen pemilihan umum, karena keberhasilan suatu pemilihan umum sangat di tentukan oleh kematangan penyelenggaranya.
Adanya penyelenggara pemilihan umum dimaksudkan agar proses pemilu itu sendiri berjalan dengan baik dan lancar sesuai dengan yang diinginkan.
Bagi orang-orang atau organisasi yang memang terjun untuk mengamati pemilihan umum di berbagai Negara, suatu pemilihan umum harus di cermati tidak
hanya bagian luarnya saja, tetapi bagian dalam depth consideration dari pemilu itu yaitu manajemen pemilihan umum. Dan setiap Negara mempunyai penyelenggara
pemilu. Sebagai Negara serumpun dan sama-sama menerapkan sistem demokrasi dalam pemerintahannya, Indonesia dan Malaysia masing-masing mempunyai
lembaga yang menyelenggarakan pemilihan umum. Di Indonesia penyelenggara pemilihan umum ialah Komisi Pemilihan Umum KPU, sedangkan penyelenggara
pemilihan umum di Malaysia ialah Suruhanjaya Pilihan Raya SPR. Pemilihan Umum di Indonesia dan Pilihan Raya di Malaysia merupakan
momen penting bagi kedua Negara untuk mengetahui arah dan tujuan Negara itu selanjutnya. Karena itu di butuhkan suatu penyelenggara pemilu yang memiliki
manajemen dan administrasi yang baik. KPU dan SPR adalah institusilembaga
yang diwujudkan oleh undang-undang untuk menjalankan pengurusan pemilihan umum election management and administration.
Secara umum, pemilihan umum di Indonesia pada tahun 2004 dapat dikatakan berhasil pelaksanaanya. Hal tersebut dinyatakan oleh para pengamat
Universitas Sumatera Utara
3 pemilu baik dalam maupun luar negeri. Namun tidak berarti kinerja KPU dalam
Pemilu 2004 sama berhasilnya dengan pemilu itu sendiri. Misi pemantauan pemilihan umum Uni Eropa di Indonesia 2004 menilai bahwa Pemilu 2004
mengalami kemajuan dibandingkan Pemilu 1999 maupun yang sebelumnya, terutama dalam hal kampanye partai-partai politik, yang tahun ini berjalan relatif
damai. Pemantau juga menilai KPU berhasil mempertahankan sikap netralnya terhadap partai-partai politik. Ini akibat perubahan susunan anggota komisi itu pada
1999. Namun demikian KPU dinilai masih kurang berhasil dalam hal mempersiapkan pemilu, terutama dalam hal pengadaan dan distribusi logistik.
Proses pengadaan logistik itu terlalu terpusat dan kurang direncanakan dengan baik. Akibatnya tenggat waktu pengiriman alat kelengkapan pemilu sebagaimana
diamanatkan Undang-Undang gagal terpenuhi. NORDEM juga menyampaikan hal yang hampir senada dengan
menyebutkan bahwa walaupun secara umum KPU Pemilu 2004 dapat menyelesaikan tugas dengan cukup baik dalam waktu yang relatif singkat KPU
juga dikritik karena dinilai terlalu tersentralisasi dan kurang memiliki perencanaan yang efektif.
Banyaknya rancangan peraturan untuk pemilihan umum presidensial yang belum di selesaikan menunjukkan manajemen yang buruk di lembaga
penyelenggara pemilihan umum itu. Tumpukan rancangan pengaturan yang belum di tetapkan mencerminkan adanya ketidakjelasan pembagian kerja antar anggota
KPU.
1
1
Kompas, 17 Mei 2004
Universitas Sumatera Utara
4 Sistem Pilihan Raya yang diamalkan di Malaysia tidak jauh berbeda dengan
Indonesia. Pilihan raya di Malaysia di selenggarakan untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di Parlemen Dewan Rakyat dan Dewan Undangan
Negeri. Dalam Pilihan Raya 2004 kemarin, secara keseluruhan berjalan lancar tanpa gejolak
yang berarti. SPR bisa dinilai cukup berhasil menyediakan kertas suara, mendistribusikannya ke 13 negara bagian dengan persiapan yang kurang dari tiga
minggu saja, sejak PM Abdullah Badawi membubarkan Parlemen pada 3 Maret 2006. SPR juga mempersiapkan kompleks pemungutan suara, yang umumnya
berupa bangunan sekolah serta gedung pertemuan. Tetapi tidak sedikit kekurangan yang terjadi, SPR baik di pusat maupun di
berbagai negara bagian sebenarnya masih sibuk menghitung suara, padahal pemilu sudah sehari lewat. Kesalahan lainnya terletak pada cetakan kertas suara yang
menyebabkan dampak negatif kepada pemilih. Sebagai contoh pemilih dibingungkan dengan kertas suara yang tertera dengan nama kandidat dari Partai
Islam se-Malaysia PAS Idris Ahmad tetapi logo yang menyertainya adalah gambar Partai Keadilan. Ini adalah kesalahan teknis yang cukup besar karena akan
berdampak negatif kepada pemilih. Selain itu pemilih di beberapa distrik kebingungan untuk memberikan suara karena nama-nama mereka tidak terdaftar di
daftar pemilih SPR. Itu terjadi karena menjelang pemilu ada perubahan format kertas suara. Hal ini menyebabkan SPR dianggap tidak professional, bahkan
pimpinan SPR diminta untuk mengundurkan diri
2
.
2
Kompas, 27 Maret 2004
Universitas Sumatera Utara
5 Memang tidak dapat dipungkiri bahwa elemen penting dalam pengurusan
suatu pemilihan umum yang bebas dan adil seperti yang ada di Indonesia dan Malaysia adalah sebuah lembaga penyelenggara pemilu. Kekuatan dan kekuasaan
yang dimiliki oleh lembaga penyelenggara pemilu dengan kebebasan yang luas untuk menyelenggarakan segala fungsinya akan mencerminkan tahap integritas
pemilu demokratis yang dijalankan. Seluruh legitimasi dan akseptabilitas setiap pemilu akan tergantung banyak faktor, namun integritas lembaga penyelenggara
pemilu merupakan salah satu faktor terpenting. Masyarakat akan mengukur legitimasi sebuah pemilu berdasarkan integritas aktual administrasi dan integritas
yang tampak dari proses pemilu itu sendiri. Karena itu, para calon, partai-partai politik, dan para pengamat pemilu akan memberikan perhatian seksama pada cara
administarsi pemilu menjalankan tugasnya
3
. KPU dan SPR secara organisasional memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Penulis berkeinginan untuk membandingkan kedua lembaga pemilihan umum di kedua negara ini. Bagaimana aspek organisasional KPU dan
SPR, yaitu struktur organisasi dan keanggotaan kedua lembaga tersebut. Karena aspek-aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja mereka dalam
menyelenggarakan tugas besarnya. Sebagai pembatasan masalah, pembahasan hanya dilakukan pada KPU dan SPR tingkat pusat. Dengan latar belakang
demikian, maka penyusun tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Perbandingan Kelembagaan Penyelenggara Pemilihan Umum 2004 di Indonesia dan Kelembagaan Penyelenggara Pilihan Raya 2004 di Malaysia”.
3
International IDEA ‘Kode Etik Administrasi Pemilu’
Universitas Sumatera Utara
6
B. Perumusan Masalah