Gender tersebut pada dasarnya hanya pandangan eksternal yang telah terpola secara khusus, jadi berbias subjektif sifatnya, sehingga hidup yang mereka jalani tidak
terlepas dari streotipe yang mereka terima. Secara umum streotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu dan celakanya streotipe selalu merugikan
dan menimbulkan ketidakadilan Fakih, 1996 : 16 Superiotas pria atas wanita bisa di runut mulai dari jaman penciptaan Adam dan
Hawa, jaman filosofi yunani kuno sampai jaman modern. Pria dan wanita tidak hanya dianggap sebagai makhluk yang berbeda, tapi juga sebagai seks yang berlawanan. Sebuah
pertemuan antara dunia pria dan wanita adalah “ pertemuan seks ” the battle of the sexes. Pria dan wanita dipolarisasikan dalam kebudayaan sebagai “berlawanan” dan “
tidak sama”.
2.5. Proses Sosialisasi
Peter Berger dalam Sunarto, 1998:27, menyebutkan ada perbedaan penting antara manusia disaat lahirnya manusia merupakan makhluk yang tak berdaya karena
dilengkapi oleh naluri yang relatif tidak lengkap. Oleh karena itu manusia kemudian mengembangkan kebudayaan untuk mengisi kekosongan yang tidak diisi dengan naluri.
Kebudayaan itu berdasarkan atas kebiasaan dan keseluruhan kebiasaan itu, -ekonomi, kekeluargaan, pendidikan, agama, politik, dan sebagainya-, harus dipelajari oleh setiap
anggota baru suatu masyarakat melalui suatu proses yang dinamakan dengan sosialisasi socialization.
Sosialisasi dapat berjalan karena ada agen atau perantara penyampai sosialisasi tersebut. Dikarenakan banyaknya kebiasaan didalam masyarakat yang harus dikuasai oleh
Universitas Sumatera Utara
seorang individu, maka agen sosialisasi juga mempunyai banyak bentuk dan varian, walaupun agen sosialisasi yang utama dan pertama bagi seseorang adalah keluarga,
karena keluarga adalah tempat mula-mula seseorang mengenal kehidupan disekitarnya. Akan tetapi keluarga mempunyai banyak keterbatasan, sehingga sang individu perlu
untuk mengenal kebiasaan tersebut melalui perantara agen sosialisasi lainnya. Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia.
Dalam kaitan inilah para ahli berbicara mengenai bentuk-bentuk proses sosialisasi seperti sosialisasi setelah masa kanak-kanak socialization after childhood, pendidikan
sepanjang hidup life-long education, atau pendidikan berkesinambungan continuing education. Light dalam Sunarto,1998:35, mengemukakan bahwa setelah sosialisasi
dini yang dinamakan dengan sosialisasi primer primary socialization kita akan menjumpai socialization sekunder secondary socialization. Berger dan Luckman
mendefenisikan socialization primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil, melalui mana ia menjadi anggota masyarakat, sedangkan sosialisasi
sekunder didefenisikan sebagai proses berikutnya yang memperkenalkan individu yang telah disosialisasikan kedalam sektor baru dari dunia obyektif.
Lewat proses sosialisasi warga masyarakat akan saling mengetahui peranan masing-masing dalam masyarakat dan karenanya kemudian dapat bertingkah laku sesuai
peranan sosial masing-masing itu, tepat sebagaimana diharapkan oleh norma-norma sosial yang ada; dan selanjutnya mereka-mereka akan dapat saling menyerasikan serta
menyesuaikan tingkah laku masing-masing sewaktu melakukan interaksi-interaksi sosial.
Universitas Sumatera Utara
Aktivitas melaksanakan sosialisasi dikerjakan oleh individu-individu tertentu, yang sadar atau tidak dalam hal ini bekerja “mewakili” masyarakat. Mereka ini bisa
dibedakan menjadi dua, yaitu: 1.
Individu-individu yang mempunyai wibawa, patut dihormati, dan kekuasaan yang superior atas individu-individu yang disosialisasikan. Misalnya; ayah, ibu,
guru, atasan, pemimpin dan sebagainya. Sehingga sosialisasi macam ini disebut “sosialisasi otoriter”
2. Individu-individu yang mempunyai kedudukan sederajat atau kurang lebih
sederajat dengan individu-individu yang tengah disosialisasikan. Misalnya; saudara sebaya, kawan sepermainan, kawan sekelas, dan sebagainya. Sehingga
sosialisasi macam ini disebut “sosialisasi ekualitas” . Sosialisasi sendiri mempunyai pola-pola yang khas, yaitu:
1. Sosialisasi represi repressive socialization, yaitu menekankan pada penggunaan
hukuman terhadap kesalahan. 2.
Sosialisasi partisipasi participatory socialization, yaitu dimana individu diberi imbalan manakala berperilaku baik dan sebaliknya, dimana hukuman dan imbalan
bersifat simbolis; individu diberi kebebasan, penekanan lebih kepada interaksi.
Vembriarto menyimpulkan bahwa sosialisasi: • Proses sosialisasi adalah proses belajar, yaitu proses akomodasi dengan mana
individu menahan, mengubah impuls-impuls dalam dirinya dan mengambil cara hidup atau kebudayaan masyarakatnya.
Universitas Sumatera Utara
• Dalam proses sosialisasi itu individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide, pola- pola, nilai dan tingkah laku, dan standar tingkah laku dalam masyarakat dimana ia
hidup. • Semua sifat dan kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi itu disusun
dan dikembangkan sebagai suatu kesatuan sistem dalam diri pribadinya. Khairuddin,1998:63
Bahwa proses sosialisasi individu mempunyai fase-fase tertentu, mulai dari fase sosialisasi dalam rumah tangga sampai pada masyarakat luas.
Tujuan dari sosialisasi: 1.
Memberikan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan bagi kehidupan seseorang kelak dimasyarakat.
2. Memampukan orang berkomunikasi secara efektif dan mengembangkan
kemampuannya untuk menulis dan berbicara. 3.
Mengajarkan pengendalian fungsi organis melalui pelatihan mawas diri yang tepat bagi seseorang.
4. Membiarkan tiap-tiap individu dengan nilai-nilai kepercayaan pokok yang ada
dalam masyarakat. Cohen, 1983:103 Manusia hidup didunia selalu berkelompok. Karena tidak satupun manusia yang
dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Kehidupan kelompok manusia secara bersama disebut sebagai suatu kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat
itu sendiri manusia menciptakan suatu sistem yang dapat menjamin berlangsungnya kehidupan masyarakat tersebut. Sistem kehidupan dimaksud adalah sistem nilai dan
Universitas Sumatera Utara
norma-norma kehidupan untuk mengatur kehidupan untuk mengatur kehidupan masyarakatnya.
Dalam sebuah lembaga atau institusi keberadaan nilai dan norma-norma adalah mutlak adanya. Hal ini berfungsi sebagai penjamin eksistensi kehidupan kelompok.
Namun lebih jauh yang perlu dikaji adalah bagaimana melestarikan nilai-nilai tersebut pada generasi berikutnya atau kepada para keturunan mereka dimasa yang akan datang.
Proses inilah yang disebut sebagai sosialisasi nilai-nilai dalam masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN