Media dan Gaya hidup

Mark Simpson adalah seorang penulis dan pengamat lifestyle asal Inggris, pada tahun 1994, pertama kali mengedepankan hadirnya para pria metroseksual di tengah masyarakat. Menurut Simpson metroseksual adalah sosok pria muda berpenampilan dendi yang sangat perduli dengan penampilan, tertarik pada fesyen dan berani menonjolkan sisi femininimnya, senang memanjakan diri dan menjadi pusat perhatian dan bahkan menikmatinya. http.www.republika.co.idsuplemencetak.details.asp+- diakses tanggal 28 April 2004

2.3. Media dan Gaya hidup

Dalam masyarakat modern, semua manusia adalah performer. Setiap orang diminta untuk bisa memainkan dan mengontrol peranan mereka sendiri. Gaya pakaian, dandanan rambut, segala macam asesoris yang menempel, selera musik, atau pilihan- pilihan kegiatan yang dilakukan, adalah bagian dari pertunjukan identitas dan kepribadian diri. Kita bisa memilih tipe-tipe kepribadian yang kita inginkan lewat contoh-contoh kepribadian yang banyak beredar di sekitar kita bintang film, bintang iklan, penyanyi, model, bermacam-macam tipe kelompok yang ada atau kita bisa menciptakan sendiri gaya kepribadian yang unik, yang berbeda, bahkan jika perlu yang belum pernah digunakan oleh orang lain. Dewasa ini masyarakat modern telah mengalami ketidaksadaran massal akan terjadinya transformasi yang menyebabkan pembentukan kembali diri dan perumusan kembali makna kehidupan akibat munculnya realitas semu. Mc Luhan yang pertama kali melihat munculnya realitas semu ini Mc Luhan melihat perkembangan media massa telah memungkinkan umat manusia hidup dalam dunia yang disebutnya “desa global”, dunia Universitas Sumatera Utara tak lebih besar dari sebuah layar kaca atau sebuah disket. Karena dapat disiarkannya kembali segala bentuk informasi melalui media tersebu Ibrahim, Idi subandy.1997:191 Media informasi telah mempengaruhi cara pandang mereka mengenai gaya hidup yang harus mereka jadikan pedoman dalam mengekpresikan diri, yang dianggap nilai- nilai barat, mengandung nilai-nilai moderen sehingga banyak ditiru oleh pria metroseksual, nilai timur bergeser menjadi gaya hidup barat. Kapitalisme melalui media informasi membentuk dan mengembangkan suatu gaya yang ideal menurut mereka melalui media dan instrumen komunikasi. Misalnya mereka menciptakan busana yang sedang trend, pasar musik, asesoris, film, dan pergaulan yang ideal sebagai budaya massa. Dengan perkembangan teknologi informasi seperti media televisi, internet, media cetak seperti majalah, memudahkan masuknya gaya hidup global. Demam gaya hidup global tampak menyentuh kehidupan para pria. Mereka mengoleksi simbol-simbol status western seperti memakai sepatu Nike, celana jeans, minum Coca-cola, makan di Mc’d. Serta menjadikan gaya hidup Amerika sebagai sarana mengekspresikan diri Susanto, AB, 2001;84 Gaya hidup yang dianut oleh masyarakat pada saat ini cenderung hanya mengikuti trend yang berlaku, sehingga bisa dikatakan gaya hidup yang dianut bersifat homogen dan tidak variatif. Dalam konteks ini tindakan yang di lakukan seorang individu bukanlah murni tindakan objektifnya akan tetapi termotivasi oleh unsur-unsur yang ada di luar individu, sehingga apa yang sedang berlaku umum disekitarnya, itulah yang menjadi dasar tindakannya. Kapitalisme bisa menjadi pihak yang bertanggung jawab atas hal ini. Karena kapitalisme selalu mencari cara untuk mengakumulasi kapitalnya, dan pencarian Universitas Sumatera Utara atas market atau pasar akan selalu di lakukan. Konsumerisme dan hedonisme yang di sebarkan kapitalisme global lewat berbagai cara, seakan-akan sudah mendarah daging bagi masyarakat. Trend pria metroseksual yang kemudian di fasilitasi dengan kemunculan Pusat kebugaran, Salon, SPA dan majalah khusus pria -Misal For Him Magazine FHM, Male Emporium ME, Mens Health- menjadi menarik untuk dicermati dalam masyarakat consumer saat ini, karena fenomena ini merupakan salah satu contoh “rasionalitas masyarakat modern” untuk membelanjakan uangnya. Diciptakan dengan sengaja “created needs” oleh pihak kapitalis yang berfungsi sebagai “desiring machine”. Kapitalisme menurut Marx merupakan sistem sosio-ekonomi yang dibangun untuk mencari keuntungan yang didapat dari proses produksi atau melalui mode of production tertentu. Komoditi menurut Marx disebut sebagai social hieroglyphic. Komoditi baginya tidak hanya dilihat sebagai benda, tetapi tersembunyi hubungan sosial. Sifat komoditi ini mengaburkan persepsi orang tentang realitas kapitalis, yang oleh Marx disebut the fetishism of commodities. Artinya, suatu komoditi dapat ditukarkan seolah- olah hanya karena fisiknya, padahal nilai tukar suatu komoditi justru terletak pada adanya hubungan sosial dengan tenaga kerja yang terkandung di dalamnya. Melalui konsep fetihism ini dipahami bahwa suatu komoditi mengandung dan membungkus persoalan kapitalisme Mansour Fakih, 2001. Kapitalisme menganggap semua barang itu komoditi, artinya barang bernilai hanya sejauh ia mempunyai nilai tukar dan dapat ditukarkan dalam tindakan tukar menukar. Jadi dalam komoditi yang hanya mempunyai nilai tukar itu manusia diasingkan Universitas Sumatera Utara dari pekerjaannya yang khas. Komoditi adalah tempat keterasingan manusia dari pekerjaannya Sindhunata, 1983.

2.4. Konsep Gender