KEPAILITAN PADA PERUSAHAAN ASURANSI

a Harus ada sejumlah risiko sejenis yang diasuransikan b Harus ada kemungkinan untuk menghitung adanya peluang terhadap kemungkinan terjadinya kerugian; c Terjadinya kerugian harus secara kebetulan; d Ada kepentingan yang harus dilindungi; e Kemungkinan kerugian tidak boleh merupakan suatu bencana dan kerugian yang timbul. Mekanisme Jasa Asuransi dilakukan atas dasar suatu prosedur dan tatanan yang telah ditentukanberdasarkan ketentuanperundangan yang berlaku. 140 Pengajuan penuntutan jasa pertanggungan atas risiko yang diasuransikan dilakukan melalui prosedur dan mekanisme yang telah ditentukan melalui tata cara yang diberlakukan. 141

C. KEPAILITAN PADA PERUSAHAAN ASURANSI

Sebagaimana halnya dengan bank dan perusahaan efek, Undang- undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang juga membedakan perusahaan asuransi, reasuransi, dana pensiun dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik dengan debitor lainnya. Jika debitornya perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik, maka permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. Adanya perlakuan berbeda dari debitor lain ini karena Limited, Fifth Edition, 1980, hal. 4 140 Djoko Prakoso dan I Gde Ketut Murtika, Hukum Asuransi Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hal. 35 141 H. Van Barneveld, et.al, Pengetahuan Umum Asuransi, Bharata Karya Aksara, Jakarta, 1980 lembaga ini mengelola dana masyarakat umum. Hal ini juga dilakukan demi untuk melindungi kepentingan masyarakat sehingga tidak semua orang bisa mempailitkan lembaga-lembaga tersebut 142 . Sesuai dengan ketentuan Pasal 17 Undang-undang No. 2 tahun 1992, dalam hal tindakan pemberian peringatan dan pembatasan kegiatan usaha tidak berhasil dilakukan, Menteri Keuangan melakukan pencabutan ijin usaha perusahaan perasuransian tersebut. Dalam hal, Menteri Keuangan mencabut ijin usaha perusahaan perasuransian, sesuai Pasal 20 Undang-undang No. 2 Tahun 1992 dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam peraturan Kepailitan beik Undang-undang yang lama yaitu Undang-undang No. 4 Tahun 1998 maupun Undang-undang yang baru yaitu Undang-undang No. 37 Tahun 2004. Menteri Keuangan berdasarkan kepentingan umum dapat memintakan kepada Pengadilan Niaga agar perusahaan yang bersangkutan dinyatakan pailit. Berdasarkan ketentuan Pasal 20 Undang-undang No.2 Tahun 1992 terlihat bahwa otoritas untuk mempailitkan perusahaan asuransi ke Pengadilan Niaga hanya diberikan oleh undang-undang No. 2 tahun 1992 kepada Menteri Keuangan. Dalam hal perusahaan asuransi tersebut diajukan permohonan pailit, kekayaan perusahaan asuransi tersebut perlu dilindungi agar para pemegang polis tetap dapat memperoleh haknya secara proporsional. Untuk melindungi kepentingan para pemegang polis tersebut, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk meminta Pengadilan 142 Nating Imran, Peranan dan Tanggungjawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit,2005. Hal. 37. Niaga agar perusahaan asuransi yang bersangkutan dinyatakan pailit sehingga harta kekayaan perusahaan tidak dipergunakan untuk kepentingan pengurusan atau pemilik perusahaan tanpa mengindahkan kepentingan para pemegang polis. Dari ketentuan di atas, terlihat bahwa Undang-undang No. 2 tahun 1992 memberikan perlindungan kepada pemegang polis dengan medudukkan para pemegang polis dengan kedudukan yang utama dan lebih tinggi preferen dari kreditor lainnya. Selain itu, dalam kepailitan perusahaan perasuransian, Meteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mencegah berlangsungnya kegiatan yang tidak sah dari perusahaan perasuransian yang telah dicabut ijin usahanya tersebut dari kemungkinan terjadinya kerugian yang lebih luas pada masyarakat 143 .

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 Tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menentukan Bahwa Hanya Menteri Keuangan Yang Berwenang Mengajukan Kepailitan Pada Perusahaan Asuransi. 143 Bagus Irawan,…Op.Cit.