Asas Keseimbangan Asas Kelangsungan Usaha Asas Keadilan Asas Integrasi

KUHPerdata. Jadi Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata merupakan dasar hukum dari kepailitan. Dalam peraturan perundangan yang lama yakni dalam Ferordening vaillissements FV maupun UU No 4 Tahun 1998 tentang kepailitan tidak diatur secara khusus, namun pada UU No 37 Tahun 2004 yaitu Undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dalam penjelasannya menyebutkan bahwa keberadaan Undang-undang ini mendasarkan pada sejumlah asas-asas kepailitan, yakni : 60

1. Asas Keseimbangan

Undang-undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan dari asas keseimbangan, yaitu di satu pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh Debitor yang tidak jujur, di lain pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditor yang tidak beritikad baik.

2. Asas Kelangsungan Usaha

Dalam Undang-undang ini, terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan Debitor yang prospektif tetap dilangsungkan.

3. Asas Keadilan

Dalam kepailitan asas keadilan mengandung pengertian, bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Kesewenang-wenangan pihak penagih yang 60 Mutiara Hikmah, Aspek-Aspek Hukum Perdata Internasional, dalam Perkara-Perkara Kepailitan, Pt. Refika Aditama, Bandung, 2007, hal. 25-26 mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap Debitor, dengan tidak mempedulikan Kreditor lainnya.

4. Asas Integrasi

Asas Integrasi dalam Undang-undnag ini mengandung pengertian bahwa sistem hukum formil dan hukum materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional. Menurut Sutan Remy Syahdeni, suatu Undang-undang Kepailitan seyogianya memuat asas-asas sebagai berikut 61 : 1. Undang-Undang Kepailitan harus dapat mendorong kegairahan investasi asing, mendorong pasar modal, dan memudahkan perusahaan Indonesia memperoleh kredit luar negeri; 2. Undang-undang kepailitan harus memberikan perlindungan yang seimbang bagi kreditor dan Debitor; 3. Putusan pernyataan pailit seyogianya berdasarkan persetujuan para kreditor mayoritas; 4. Permohonan pernyataan pailit seyogianya hanya dapat diajukan terhadap Debitor yang insolven yaitu tidak membayar utang- utangnya kepada kreditor mayoritas; 5. Sejak dimulainya pengajuan permohonan pernyataan pailit seyogianya diberlakukakan keadaan diam Standstill atau stay; 6. Undang-undang Kepailitan harus mengakui hak separatis dari kreditor pemegang hak jaminan; 61 Sutan Remy, Op.Cit, Hal.42-61. 7. Permohonan pernyataan pailit harus diputuskan dalam waktu yang tidak berlarut-larut; 8. Proses Kepailitan harus terbuka untuk umum; 9. Pengurus perusahaan yang karena kesalahannya mengakibatkan perusahaan dinayatakan pailit harus bertanggung jawab secara pribadi; 10. Undang-undang Kepailitan seyogianya memungkinkan utang debitor diupayakan direstrukrisasi terlebih dahulu sebelum diajukan permohonan pernyataan pailit; 11. Undang-undang Kepailitan harus mengkriminalisasi kecurangan menyangkut kepailitan debitor. Sebagaimana dikutip oleh Jordan et al. dari buku The Early History of Bankruptcy Law,yang ditulis oleh Louis E.Levinthal, yang tujuan utama dari hukum kepailtan digambarkan sebagai berikut : 62 All bankruptcy law, however, no matter when or where devised and anacted, has at least two general objects in view. It aims, first, to secure and equitable division of the insolvent debtor’s property among all his creditors, and, in the second place, to prevent on the part of the insolvent debtor conduct detrimental to in the interest of his creditors. In other words, bankruptcy law seeks to protect the creditors, first, from one another and secondly, from their debtor. A third object, the protection of the honest debtor from his creditors, by mean of the discharge, is sought to be attained in some of the systems of bankruptcy, but this is by no means a fundamental feature of the law. Dari hal yang dikemukakan di atas itu dapat diketahui tujuan-tujuan dari hukum kepailitan bankruptcy law, adalah : 62 Sutan Remy, Op. cit., hal. 38, bandingkan dengan Robert L.Jordan,;Warren, William D,; Bussel, Daniel J.Bankruptcy,Newyork:foundation Press,1999, hal. 17 1. Untuk menjamin pembagian yang sama terhadap harta kekayaan Debitor di antara para Kreditornya; 2. Mencegah agar Debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para Kreditor; 3. Memberikan perlindungan kepada Debitor yang beritikad baik dari pada Kreditornya, dengan cara memperoleh pembebasan utang. Menurut Radin, dalam bukunya The Nature Of Bankruptcy, sebagaimana dikutip oleh Jordan et.al., tujuan semua Undang-Undang Kepailitan adalah untuk memberikan suatu forum kolektif untuk memilah hak-hak dari beberapa penagih terhadap aset seorang debitor yang tidak cukup nilainya. Warren dalam bukunya bankruptcy policy yang dikutip oleh Epstein et.al mengemukakan sebagai berikut: 63 “In bankruptcy, with an inadequate pie to divide and the looming discharge of unpaid debts, the disputes center on who is entitled to shares of the debtor’s assets and how these shares are to be divided. Distribution among creditors is no incidental to other concerns; it is the center of the bankruptcy scheme”. Berkenaan dengan pendapat Radin dan Warren tersebut, Jordan et.al mengemukakan bahwa baik Radin maupun Warren berpendapat bahwa inti dari hukum kepailitan bankruptcy law baik dahulu maupun sekarang adalah “a debt collection system” sekalipun bankruptcy bukan satu-satunya “debt collection system”. 64 Menurut Remy Sjahdeini tujuan-tujuan dari hukum kepailitan adalah: 63 Sutan Remy, ibid, hal. 38. 64 Sutan Remy, ibid, hal. 38. 1. Melindungi para Kreditor Konkuren untuk memperoleh hak mereka sehubungan dengan berlakunya asas jaminan, bahwa “semua harta kekayaan Debitor baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang telah ada maupun yang baru aka nada di kemudian hari menjadi jaminan bagi perikatan Debitor, yaitu dengan cara memberikan fasilitas dan prosedur untuk mereka dapat memenuhi tagihan-tagihannya terhadap Debitor. Menurut hukum Indonesia , asas jaminan tersebut dijamin oleh Pasal 1131 KUH Perdata. Hukum kepailitan menghindarkan terjadinya saling rebut diantara para Kreditor terhadap harta Debitor berkenaan dengan asas jaminan tersebut. Tanpa adanya Undang-Undang Kepailitan, maka akan terjadi kreditor yang lebih kuat akan mendapatkan bagian yang lebih banyak daripada kreditor yang lemah; 2. Menjamin agar pembagian harta kekayaan Debitor diantara para Kreditor sesuai dengan asas pari passu membagi secara proporsional harta kekayaan Debitor kepada para Kreditor Konkuren atau unsecured creditors berdasarkan perimbangan besarnya tagihan masing-masing Kreditor tersebut. Dalam hukum Indonesia asas pari passu dijamin oleh Pasal 1132 KUH Perdata. 3. Mencegah agar Debitor tidak melakukan perbuatan –perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para Kreditor. Dengan dinyatakan seorang Debitor pailit, maka Debitor menjadi tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengurus dan memindahtangankan harta kekayaannya yang dengan putusan pailit itu status hukum dari harta kekayaan Debitor menjadi harta pailit. 4. Pada hukum kepailitan Amerika Serikat, hukum kepailitan memberikan perlindungan kepada Debitor yang beritikad baik dari para Kreditornya dengan cara memperoleh pembebasan utang. Menurut hukum kepailitan Amerika Serikat, seorang Debitor perorangan individual debtor akan dibebaskan dari utang-utangnya setelah selesainya tindakan pemberesan atau likuidasi terhadap harta kekayaannya. Sekalipun nilai harta kekayaannya setelah dilikuidasi atau dijual oleh Likuidator tidak cukup untuk melunasi seluruh utang-utangnya kepada para Kreditornya, tetapi Debitor tersebut tidak lagi diwajibkan untuk melunasi utang-utang tersebut.

3. Syarat-syarat Kepailitan