Asal mula penamaan setan
B. Asal mula penamaan setan
Setan adalah karakter buruk atau jahat yang melekat di dalam diri mahluk dari jenis jin dan manusia, setan dari jenis jin pada mulanya adalah sebutan bagi iblis yang enggan bersujud kepada Nabi Adam as. Allah berfirman:
50 Lihat: Qs. Al-A'r ā f 7 : 11-13
"Dan ingatlah ketika kami berfirman kepada para malaikat: sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin maka dia mendurhakai perintah Tuhannya. Pantaskah kamu menjadikan dia dan keturunannya sebagai pemimpin selain Aku, padahal mereka adalah musuhmu? Sangat buruklah iblis itu sebagai pengganti Allah bagi orang yang zhalim" (Q.s al-Kahfi 18 : 50)
Kata " ﺲﯿ ﻠﺑإ " pertama kali muncul dalam kisah penciptaan Adam, di mana Allah memerintahkan kepada para malaikat untuk bersujud kepada
Adam. Seluruh malaikat bersujud kecuali sosok mahluk yang Allah sebut sebagai Iblis. Jadi Iblis sesungguhnya adalah mahluk pembangkang yang menolak perintah Allah dengan sombong. Selanjutnya nama iblis disebut dengan setan oleh karena iblis memiliki karakter yang buruk dan jahat sebagaimana setan yang selalu ingin menjerumuskan manusia dengan bisikan- bisikan jahatnya, sebagaimana firman Allah swt. pada Qs. Thaha 20 : 120 :
"Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata, "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohoh khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?". (Q.s. Thaha 20:120)
Nama setan yang digunakan untuk menyebutkan iblis juga dijumpai dalam ayat-ayat yang lainnya, seperti pada Qs. al-Baqarah 2 : 36, Qs. Al-A`raf 7 : 20 dan 27.
Kata " ﺲﯿ ﻠﺑإ " itu berasal dari kata " ﺲ ﻠﺑأ " yang mengandung
makna putus asa. Dalam al-Qur'an akar kata ini disebutkan sebanyak 11 kali dalam 9 surat 51 yaitu:
1. Al-Baqarah 2 : 34.
2. Al-A`rāf 7 : 11
3. Al-Hijr 15 : 31
4. Al-Hijr 15 : 32
5. Al-Isrā' 17 : 61
6. Al-Kahfi 18 : 50
7. Tāhā 20 : 116
8. Asy-Syu`arā' 26 : 95
9. Saba` 34 : 20
1 Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Mu`jam al-Mufahros li Alf ā zhi al-Qur' ā n al-Kar ī m, (Lebanon: Dār al-Fikr, 1981 M/1401 H), cet. 2, h. 134. Lihat juga: Ali Audah, Konkordasi al-Qur'an:
Panduan Kata dalam Mencari Ayat Al-Qur`an, (Bandung: Mizan, 1997), cet. 2 h. 613-614
10. Shād 38 : 74
11. Shād 38 : 75
Semua ayat-ayat di atas menyebutkan kata Iblis dalam hal pembakangannya untuk bersujud kepada manusia yang diciptakan oleh Allah, yaitu Nabi Adam as. Dan penulis akan jelaskan lebih lanjut tentang makna iblis dalam al-Qur`an di dalam bab tiga ini.
Ada dua pendapat tentang siapa sebenarnya Iblis. Pertama; bahwa Iblis adalah merupakan golongan dari bangsa jin. Kedua; Iblis merupakan golongan dari malaikat, tetapi ia membangkang terhadap perintah Allah sehingga dijatuhkan derajatnya. Perbedaan pendapat tersebut berkisar pada penafsiran kata istitsnā' yaitu " ﹼﻻﺇ " yang terdapat dalam setiap ayat-ayat
tersebut. 52
52 Dalam kaedah bahasa Arab, kata " ﹼﻻﺇ " dapat berfungsi sebagai istisn ā ' muttashil dalam arti
sesuatu yang dikecualikan merupakan bagian dari kelompok atau jenis yang sama dengan sebelumnya. Sebagai missal, apabila kita berkata: " ﺪﻤﺣأ ﻻإ ﺬﯿﻣﻼﺘﻟا ﺮ ﻀﺣ ", maka kata " ﹼﻻﺇ " dalam kalimat
tersebut diterjemahkan dengan "kecuali", karena Ahmad termasuk mahasiswa. Lebih lengkapnya pernyataan tersebut diterjemahkan dengan "semua mahasiswa hadir kecuali Ahmad". Di samping itu kata " ﹼﻻﺇ " dapat juga berfungsi sebagai istisn ā ' munqathi` dalam arti bahwa sesuatu yang dikecualikan
tidak termasuk bagian dari kelompok atau jenis sebelumnya. Misalnya, jika kita berkata: " ذﺎﺘﺳﻷا ﻻإ ﺬﯿﻣﻼﺘﻟا ﺮﻀﺣ " maka dalam keadaan demikian, kata " ﹼﻻﺇ " tidak diterjemahkan dengan
"kecuali", melainkan dengan "tetapi". Pernyataan tersebut lebih tepat diterjemahkan dengan "semua mahasiswa hadir tetapi dosen tidak (hadir)", dosen disini tidak termasuk kelompok mahasiswa. Lihat: Musthafā Galayani, J ā mi` ad-Dur ū s al-'Arabiyah , (Beirut: Mansyūrat al-Maktabah al-Ashriyah, 1985), cet. II, jilid 3, h. 127-137
Pendapat yang mengatakan bahwa Iblis adalah dari golongan
malaikat didasarkan pada penafsiran bahwa kata " ﹼﻻﺇ " dalam kalimat " ﺱﻴﻠﺒﺇ ﹼﻻﺇ "
berarti kecuali. Karena kata pengecualian pada hakekatnya meniscayakan jenis yang sama dengan yang dikecualikan. Ini menunjukkan bahwa Iblis merupakan golongan dari bangsa malaikat.
Pendapat ini di antaranya dikemukakan oleh ulama terkemuka yaitu Ibn Abbas, Ibn Mas`ud, Ibn Jarir ath-Thabari, Ar-Razi, M. Rasyid Ridha
dan ulama-ulama lainnya. Menurut mereka, kata " ﻥﺠﻟﺍ" dalam ayat yang
menyebutkan bahwa Iblis merupakan golongan jin, tidak dipahami sebagai mahluk dengan wujud tersendiri. Akan tetapi kata " ﻥﺠﻟﺍ" dalam ayat tersebut
harus dipahami sebagai makna dari ketertutupan atau ketersembunyian. Maka
53 dengan demikian kata " ﻥﺠﻟﺍ" sebenarnya juga mencakup malaikat.
Bahkan dalam tafsir al-Manār, M. Rasyid Ridha menekankan bahwa tidak ada satupun dalil yang menunjukkan adanya pembeda antara jin dengan malaikat. Jin merupakan salah satu tipe dari kelompok yang ada di
53 Abdullāh Ibn Muhammad Ibn Mahmūd an-Nafsy, Tafs ī r an-Nafsy, (Beirut: Dar Ihya' al- Kutub al-Arabiyah, tt.), h. 40. Lihat juga: Ibn Jarīr ath-Thabari, J ā mi` al-Bay ā nF ī Tafs ī r Ā y ā t al-
Qur` ā n, (Mesir: Al-Hilabiy, 1954), Jilid 1. h. 224 Qur` ā n, (Mesir: Al-Hilabiy, 1954), Jilid 1. h. 224
"Dan mereka adakan (hubungan) nasab antara Allah dan jin. Dan sesungguhnya jin mengetahui bahwa mereka benar-benar akan diseret (ke
neraka)". (Q.s. Ash-Shaffat 37 : 158)
Ayat ini turun berkenaan dengan sanggahan dan ancaman terhadap kepercayaan kaum musyrikin bahwa malaikat adalah berkelamin perempuan
dan merupakan anak-anak Allah. 54 Pendapat yang mengatakan bahwa Iblis adalah bukan dari golongan malaikat didasarkan pada penafsiran bahwa kata
" ﹼﻻﺇ " merupakan istitsnā' munqathi` yang harus diartikan "tetapi" bukan
"kecuali". Menurut penulis, cukup jelas bahwa Iblis adalah dari golongan jin, karena secara tegas al-Qur'an surat al-Kahfi 18:50 menyatakan hal itu. Kemudian diperjelas lagi di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam shahihnya dari Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda:
54 M. Rasyid Ridha, Tafs ī r al-Qur' ā n al-Kar ī m, (Beirut: Dār al-Fikr, tt.), cet.1, Jilid 1, h. 265.
"Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api dan Adam diciptakan dari apa yang telah dijelaskan kepada kalian." 55
Hadis ini jelas mempertegas asal kejadian malaikat, jin dan manusia. Dan sekaligus menunjukkan bahwa jin bukan termasuk dari jenis
malaikat. 56 Penulis perpendapat bahwa iblis atau setan termasuk jenis jin akan tetapi jin yang berarti setan atau iblis dalam konsepsi al-Qur'an itu bukanlah
mahluk yang ada di luar diri manusia. Hal ini bisa dilacak dalam memahami ayat-ayat al-Qur'an yang berkaitan dengan jin, setan atau iblis terutama yang berkaitan tentang kisah Nabi Adam dan istrinya dalam surat Al-Baqarah 2 :34-
37 dan juga dalam surat Al-A`raf 7 : 18-24. Urutan kisah yang diceritakan dalam ayat tersebut awalnya para malaikat dan juga iblis diperintah oleh Allah untuk bersujud (tunduk) kepada Nabi Adam, semua bersujud kecuali iblis. Sejak itulah iblis menjadi makhluk yang hina dan terusir dari surga. Setelah iblis dikeluarkan, Nabi Adam dan istrinya diizinkan oleh Allah untuk makan apa saja yang mereka kehendaki,
55 HR. Muslim, Imām Muslim, Shah ī h Muslim , (Riyādh: Dār Ihyā' at-Tūrāts al-`Arabi, t. th), jilid 4 h. 284. Dalam tesis ini tidak mentakhrij hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim,
karena hadis yang diriwayatkan oleh keduanya menurut mayoritas ulama hadis tidak diragukan kesahihannya.
56 Lihat pembahasan ini dalam Tafs ī r ath-Thabari , jilid 1, h. 294-295. dan lihat juga Ibnu Katsīr, Tafsir al-Qur' ā n al-`Azh ī m, (Kairo: al-Mathba`ah al-Fanniyyah, t.th.), jilid 2, h. 89-90.
tapi ada satu larangan bagi keduanya yaitu mendekati pohon terlarang, yang disebut dalam al-Qur'an "syajarah".
Kemudian iblis yang sudah berada di luar surga itu membisikkan pikiran jahat kepada keduanya. Dan pada ayat berikutnya iblis dinyatakan dengan kata setan. Itu berarti bahwa iblis adalah setan, dan setan itu adalah jin. Setan itu mengalir mengikuti aliran darah manusia, berarti ia bukan di luar diri
manusia tetapi ada di dalam diri manusia. Jin inilah yang bisa berubah menjadi setan ketika ia berperilaku jahat dan membangkang perintah Allah swt. sebagaimana pembangkangan yang dilakukan oleh Iblis atas perintah Allah untuk sujud kepada Nabi Adam as. Dan Iblis ini sesungguhnya adalah setan, sehingga dalam beberapa ayat menunjukkan bahwa Iblis disebut pula dengan setan.
Ketika setan menolak untuk sujud kepada Adam, ia menjelaskan alasannya sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur'an Surat al-A`raf ayat
12, yang berbunyi:
"(Allah) berfirman, "Apakah yang menghalangimu sehingga kamu tidak bersujud (kepada Adam)ketika Aku menyuruhmu?" Iblis menjawab, "Aku lebih "(Allah) berfirman, "Apakah yang menghalangimu sehingga kamu tidak bersujud (kepada Adam)ketika Aku menyuruhmu?" Iblis menjawab, "Aku lebih
Maksudnya Iblis ingin mengatakan, "Aku yang lebih berhak atas sujudnya Adam kepadaku, tapi mengapa justru aku yang harus sujud kepadanya?, padahal asal penciptaannya lebih rendah dariku". Setan (Iblis) menyombongkan diri dengan asal penciptaannya. Ia menggunakan analogi
yang salah yang bertentangan dengan nash yang jelas dari Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Sementara Ibnu al-Qayyim mengungkapkan pendapatnya sebagai
berikut:
1. Sifat api adalah merusak dan menghancurkan apa saja yang mengenainya, berbeda dengan tanah.
2. Sifat api ringan, panas dan kacau, sedangkan sifat tanah tetap dan tenang.
3. Tanah mengandung rizki dan makanan bagi mahluk hidup, sedangkan api tidak .
4. Tanah dan segala sesuatu yang terkandung di dalamnya sangat dibutuhkan oleh hewan dan tumbuh-tumbuhan, sedangkan api tidak dibutuhkan secara langsung olehnya.
5. Jika bibit tumbuhan diletakkan di tanah, maka tanah itu akan mengeluarkan hasil yang berlipat ganda dari bibit tumbuhan tersebut. Sedangkan api, jika 5. Jika bibit tumbuhan diletakkan di tanah, maka tanah itu akan mengeluarkan hasil yang berlipat ganda dari bibit tumbuhan tersebut. Sedangkan api, jika
6. Api tidak bisa berdiri sendiri, tetapi membutuhkan tempat dimana api tersebut menyala. Sedangkan tanah tidak membutuhkan tempat.
7. Api membutuhkan tanah, sedangkan tanah tidak membutuhkan api karena api memerlukan tempat yang ada di atas tanah.
8. Materi penciptaan Iblis adalah dari nyala api, sesuatu yang lemah dan mudah dipermainkan oleh angin. Materi penciptaan manusia adalah tanah, sesuatu yang kuat dan tidak mudah dipermainkan oleh angin.
9. Allah menyebutkan di dalam al-Qur'an berbagai manfaat tanah dan mendorong kepada manusia untuk memikirkannya dan merenungkan ayat- ayat dan keajaiban yang ada di dalamnya. Namun untuk api, Allah tidak menyebutkannya melainkan dalam konteks ancaman dan siksa, kecuali hanya di beberapa ayat saja.
10. Dalam banyak ayat, Allah menyebutkan bahwa tanah mengandung banyak keberkahan, berbeda dengan api yang tidak disebutkan keberkahannya.
11. Tanah adalah tempat rumah-rumah ibadah untuk menyebut nama Allah, seandainya hanya ada baitullāh (Masjid al-Harām) di muka bumi ini, maka itu sudah cukup sebagai kehormatan bagi tanah.
12. Tujuan diciptakan api adalah untuk melayani kebutuhan tanah, jika tanah membutuhkan api, tanah akan memanggilnya. Jika tidak maka tanah akan meninggalkannya .
13. Bumi terdiri dari dua unsur. Pertama, air yang diciptakan Allah sebagai sumber kehidupan bagi mahluk hidup. Kedua, tanah yang diciptakan Allah
sebagai tempat penyimpanan berbagai manfaat dan kenikmatan. 57
Kemudian seandainya kita menerima asumsi yang salah dari Iblis yang mengaku bahwa api itu lebih baik dari tanah, tidak berarti apa yang diciptakan dari api itu lebih baik dari yang diciptakan dari tanah. Sebab penilaian itu terletak pada kesempurnaan akhir penciptaan, bukan terletak kepada materinya yang kurang sempurna, sebagaimana Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling baik, walaupun berasal dari
tanah yang hina dan kotor. 58 Menurut penulis bahwa cerita perdebatan antara iblis dan manusia
itu sesungguhnya hanya sebagai gambaran metaforis terhadap keunikan manusia yang diciptakan oleh Allah. Manusia disamping unsur penciptaannya adalah tanah juga ada entitas-entitas yang bersemayam dalam diri manusia. Yaitu sebuah entitas yang melahirkan energi atau kekuatan negatif yang
57 Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Bad ā i` al-Faw ā 'id , (Beirut: Dār al-Kutub al-Arabi, t.th), jilid. 4, h. 139-141
58 Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Bad ā i` al-Faw ā 'id , h. 142.
berusaha menundukkan manusia untuk memperturutkan hawa nafsunya yang disebut dengan jin, dan entitas yang melahirkan energi atau kekuatan positif yang terus menerus mendorong manusia untuk tetap berada di dalam jalan yang diridhoi oleh Allah yang disebut dengan malaikat. Kemudian dalam
bahasa Rosulullah keduanya disebut sebagai qarin. 59 Jadi yang dimaksud dengan jin yang berarti setan bukanlah jin mahluk halus yang berada di luar
diri manusia, tetapi ia adalah entitas yang ada dalam diri manusia. Lebih jelasnya lihat bab II dari tesis ini.