Dzikir dan doa
D. Dzikir dan doa
Dzikir adalah menyebut, mengucapkan, mengagungkan dan menyucikan asma Allah. 20 Al-Alusy menjelaskan bahwa dzikir mempunyai
beberapa pengertian, di antaranya adalah: pertama, at-Takbīr yaitu
19 Hadis ini diriwayatkan oleh An-Nasa'i dan dishahihkan oleh al-Albani, lihat: Al-Hafizh al-
Mundziri, At-Targhb wa at-Tarh ī b , (Beirut: Dar al-Fikr, 1990), jilid. 1, h. 6.
20 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), cet. 4, h. 448.
mengagungkan Allah dengan seruan Allāhu Akbar yang dapat mengobarkan semangat perjuangan. Kedua, dzikir artinya berdoa memohon pertolongan dan keselamatan atas musuh. Ketiga, berdzikir artinya mengingat Allah dan
menancapkan dalam hati keyakinan akan datangnya pertolongan dari Allah. 21 Orang yang selalu mengingat Allah atau berdzikir akan diberikan
pertolongan oleh Allah dan tidak akan pernah dikuasai oleh setan. Setan hanya
dapat menguasai orang-orang yang lalai dan jauh dari mengingat Allah. Sebagaimana Allah berfirman:
"Dan barang siapa berpaling dari pengajaran Allah Yang Maha Pengasih (Al- Qur'an), Kami biarkan setan menyesatkannya dan menjadi teman karibnya. Dan sungguh mereka (setan-setan itu) benar-benar menghalang-halangi mereka dari jalan yang benar, sedang mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk". (Q.s Az-Zukhruf 43 : 36-37)
Ditegaskan pula dalam ayat yang lain:
21 Syihāb ad-Dīn as-Sayyid Mahmud Ibn `Abdullah Ibn Mahmud Al-Alūsiy, R ū h al-Ma` ā n ī f ī Tafs ī r al-Qur ā an al-`Azh ī m , (Beirut: Dār Ihyā' at-Turāts al-`Arabi, t. th), jilid. 10, h. 13
"Setan telah menguasai mereka, lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah". (Q.s Al-Mujadalah 58 : 19)
Menurut penulis ingat kepada Allah (dzikir) menjadikan hati menjadi jernih dan terasa tentram. Kejernihan dan ketenangan hati akan
membuat seseorang mampu untuk mawas diri terhadap tindak laku, tidak mudah menuruti hawa nafsu. Sesungguhnya setan tidak berkutik ketika kita dapat menahan hawa nafsu untuk tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela yang dapat merendahkan martabat manusia itu sendiri.
Diibaratkan orang yang berdzikir itu adalah orang yang membentengi diri dari kejaran hawa nafsu yang digunakan setan sebagai perangkap untuk menjebak manusia agar jatuh ke dalam perbuatan yang rendah dan hina. Rasulullah SAW bersabda:
"Allah telah memerintah Yahya bin Zakariya dengan lima perkara yang harus dilaksanakan olehnya dan menyerukan Bani Israil untuk bersama-sama melaksanakannya, lima perkara tersebut adalah tauhid, shala, puasa, dan sedekah, kemudian Rasul berkata, dan aku perintahkan kepada kalian untuk selalu mengingat Allah SWT, karena perumpamaan orang yang selalu mengingat Allah ibarat seorang laki-laki yang dikejar musuhnya sampai ke sebuah benteng, kemudian ia berlindung dalam benteng tersebut. Demikian pula dengan seorang hamba, ia tidak dapat membentengi dirinya dari
gangguan setan kecuali dengan mengingat Allah (dzikrullah)". 22
Dzikir adalah makanan spiritual untuk menyehatkan ruhani agar mempunyai kekuatan untuk melawan setan dalam mengendalikan hawa nafsu. Sedangkan kelalaian adalah penyakit yang dijadikan senjata oleh setan dalam menguasai hawa nafsu. Semakin banyak intensitas dalam berdzikir, semakin
tinggi pula kwalitas spiritual untuk membangun kekuatan ruhani. 23 Sebaliknya, semakin banyak tingkat kelalaian seseorang maka semakin lemah pertahanan
ruhani kita dan semakin mudah setan dalam menyesatkan manusia untuk memperturutkan hawa nafsu.
22 HR. Sulaiman Ibn Dāud Ath-Thayalisi, Musnad Ab ū D ā ud Ath-Thayalisi , (Beirut: Dār al-
Ma`rifah, t.th), jilid. 1 h. 159. Lihat juga dalam Musnad Ahmad Ibn Hambal, (Mesir: Dār al-Ma`ārif, 1974), jilid. 4, h. 202. dan Sunan At-Tirm ī dzi , (Mesir: Al-Hilabi, t. th), jilid 5, h. 148-149, ia mengatakan hadis ini hasan shahih gharib. Al-Hakim mengatakan hadis ini shahih sesuai dengan syarat Al-Bukhari dan Muslim, dan telah disepakati oleh Adz-Dzahabi, lihat: Muhammad al-Hakim an- Naisabūri, Al-Mustadrak `Ala as-Shah ī hain, (Beirut: Dār al-Fikr, 1398 H), jilid. 1, h. 421-422.
23 Lihat: Annemarie Schimmel, Mystical Dimension of Islam, Terj: Sapardi Djoko Damono dkk, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986), cet. 1, h. 171-173.
Oleh karena itulah Allah memerintahkan manusia untuk selalu berdzikir dengan sebanyak-banyaknya dalam berbagai situasi dan kondisi tidak dibatasi oleh ruang, waktu dan keadaan. Sebagaimana firman Allah SWT:
"Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah dengat mengingat (namaNya) sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepadaNya pada waktu pagi dan petang". (Q.s Al-Ahzab 33 : 41-42)
kemudian ditegaskan lagi pada ayat yang lainnya:
"Dan ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara pada waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lengah". (Q.s Al-A`raf 7 : 205)
Dan dijelaskan lagi pada ayat yang lain:
"Apabila kamu telah menyelesaikan shalatmu, ingatlah kepada Allah ketika kamu berdiri, pada waktu duduk, dan ketika berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka laksanakanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sungguh, shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya bagi orang- orang yang beriman." (Q.s An-Nisa' 4 : 103)
Melazimkan berdzikir dan membiasakan berdzikir adalah cara yang sangat efektif untuk melumpuhkan kekuatan setan. Seorang mukmin harus senantiasa berdzikir kepada Allah sebanyak-banyaknya, karena orang
yang sedikit dzikirnya adalah termasuk golongan orang-orang munafik. 24 Sedangkan orang munafik adalah sangat dekat dengan setan. Allah SWT
berfirman:
"Sesungguhnya orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah-lah yang menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka lakukan dengan malas. Mereka bermaksud riya' (ingin dipuji) dihadapan manusia. Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali". (Q.s An-Nisa' 4 : 142)
24 Lihat: Habīb 'Abdullāh Haddād, An-Nash ā 'ih ad-D ī niyyah wa al-Wash ā y ā al- Ĭ m ā niyyah, (Surabaya: Dār Ihyā' al-Kutub al-`arabiyyah Indonesia, t.th), h. 115
Dzikir yang dimaksud oleh penulis di sini bukan dzikir yang hanya terbatas pada ritual saja akan tetapi lebih dari sekedar hal-hal yang bersifat ritualistik, yaitu dzikir yang bermakna nilai-nilai spiritual yang menjadi bagian ideal dari ibadah transenden kepada Allah. Kalau hanya formalitas ritual
belaka, maka itu tidak cukup sebagai wujud keagamaan yang benar. 25 Dan tidak banyak berpengaruh terhadap kekuatan ruhani (mental) seseorang.
Dengan berdzikir diharapkan mampu membentuk kesadaran akan keMahakuasaan Allah dan pencerahan pribadi dan juga mampu membangkitkan semangat saling tolong menolong, kasih sayang, peduli kepada yang lemah, senantiasa memiliki keberpihakan kepada kepentingan bersama. Dzikir harus mampu mendorong energi pribadi pada transformasi sosial, sehingga makna dzikir tidak hanya sebagai sikap teologi statis tetapi
lebih bermakna kepada teologi transformatif. 26 Dengan kata lain dzikir yang mampu untuk menyelamatkan kita dari tipu daya setan adalah dzikir yang
diekspresikan dalam bentuk moralitas tindak laku sesorang kepada Allah sebagai mahluk individual dan kepada manusia pada umumnya sebagai mahluk sosial.
25 Lihat: Nurcholish Majid, Masalah Simbol dan Simbolisme dalam Ekspresi Keagamaan, (Jakarta: Paramadina, 1995), h. 454
26 Lihat: Maksun, Ritualisme Membentuk Kesalehan Struktural, (Jakarta: Media Indonesia, 1997), h. 6-7.
Sedangkan doa adalah memohon sesuatu kepada Allah. Termasuk memohon kepada Allah agar terhindar dari godaan setan. Barang siapa berdoa kepada Allah maka Allah akan mengabulkannya. Perhatikanlah firman Allah SWT berikut ini:
"Dan Tuhanmu berfirman: Berdoalah kepadaKu, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina." (Q.s Al-Mu'min 40 : 60)
Rasulullah SAW pernah berdoa kepada Allah agar terhindar dari kejahatan setan. Diriwayatkan oleh Abu Daud RA dari Abu al-Azhar al- Anmari, bahwa Rasulullah SAW ketika beranjak ke tempat tidurnya di malam hari beliau mengucapkan:
"Dengan menyebut nama Allah aku meletakkan tubuhku. Ya Allah, ampunilah dosaku, usirlah setanku, bebaskanlah ketergantunganku dan jadikanlah aku
dikelilingi para malaikat yang tinggi". 27
27 Sulaiman Ibn Asy`ast As-Sazastani, Sunan Ab ū D ā ud , jilid. 4, h. 313, Imam an-Nawawi mengatakan hadis ini sanadnya adalah hasan, lihat: Yahya Ibn Syarifuddin An-Nawawi, Al-Adzkār
min Kalāmi Sayyid al-Abrār, (Beirut: Dār al-Fikr, 1404 H) h. 77
Doa adalah senjata bagi orang yang beriman, 28 oleh karena itu senjata hendaklah digunakan untuk keperluan yang baik dan untuk menjaga
keselamatan dirinya, dalam hal ini adalah agar terhindar dari kejahatan setan. Pada hakekatnya doa adalah sarana komunikasi makhluk kepada Sang Khaliq untuk menjalin keakraban. Dalam istilah sufi disebut sebagai bahasa kerinduan
kepada sang kekasih. 29 Artinya hakekat doa bukanlah terkabul atau tidaknya
doa itu, tetapi doa adalah membuka komunikasi dengan Sang Khaliq dan memelihara kontinuitas komunikasi tersebut. Berdoa berarti mengorientasikan diri kepada Allah asal dan tujuan hidup manusia dan seluruh alam. Doa erat
kaitannya dengan keinsafan menyeluruh akan makna dan tujuan hidup. 30 Dengan demikian menurut penulis, bahwa doa yang memiliki
kekuatan untuk melumpuhkan setan adalah doa yang dipanjatkan kepada Allah dengan segenap penjiwaan terhadap doa tersebut dengan intensitas dan keintiman komunikasi kepada-Nya, kemudian dimanifestasikan dalam kesungguhan untuk mencapai tujuan hidup yang diridhai oleh Allah swt.
Ini berarti, seseorang yang berdoa harus mengimplementasikan makna doa tersebut dalam kerangka ikhtiar atau usaha yang sungguh-sungguh.
28 Lihat: Habīb 'Abdullāh Haddād, An-Nash ā 'ih ad-D ī niyyah wa al-Wash ā y ā al- Ĭ m ā niyyah, h. 124
29 Lihat: Annemarie Schimmel, Mystical Dimension of Islam, Terj: Sapardi Djoko Damono dkk, h. 159-160.
30 Nurcholish Majid, Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan Relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah , (Jakarta: Paramadina, 1995), h. 199
Karena wujud dari kesanggupan seseorang dalam berusaha itu merupakan separuh dari dikabulkannya doa. Harus ada harmoni antara usaha sebagai sunnatullah dan doa sebagai rahmat atau cinta kasih Allah kepada hamba-Nya.