Zarkasi Al Maut Dalam Al Quran (kajian Tafsir Tematik)

AL-MAUT DALAM AL-QUR’AN

Kajian Tafsir Tematik

Disajikan oleh:

ZARKASI

NIM: 01.2.00.1.05.01.0149

Sekolah Pascasarjana Konsentrasi Tafsir Hadis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta 1428 H / 2008 M

AL-MAUT DALAM AL-QUR’AN

Kajian Tafsir Tematik

Tesis

Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Magister

Di Bawah Bimbingan:

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA Dr. A. Wahib Mu’thi

Sekolah Pascasarjana Konsentrasi Tafsir Hadis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta 1428 H / 2008 M

PERSEMBAHAN

Untuk Ruh Bapak saya H. Afifi … yang senantiasa berdoa pada masa akhir hayatnya; “Ya Allah, ringankanlah sakaratul maut bagiku, jadikan akhir hidupku khusnul khatimah dan tidak menjadi beban bagi istri dan anak-anakku.”

Kami bersyukur kepada Allah yang telah mengabulkan doanya, sehingga kematian telah menjemputnya menjelang shalat shubuh dalam keadaan tersimpuh di atas sajadah usai menalaksanakan shalat malam. Saat

itu kami sekeluarga masih menikmati santap sahur pada hari keenam bulan Ramadhan 1423 H.

Bapak seorang yang tidak takut akan kematian, akan tetapi beliau selalu mencemaskan sakaratul maut yang akan dihadapinya, Allah telah memperkenankan permohonannya …. Dan karena itulah, saya memilih judul tesis ini dengan “Kematian”, semoga pahala penulisannya diterima dan disampaikan kepada Bapak di alam kubur.

“Ya Allah, hapuslah segala dosa dan kesalahan bapak, lindungilah beliau dari fitnah kubur dan azab neraka. Ya Allah, lapangkanlah kuburnya, tempatkanlah beliau di rumah yang lebih baik dari rumahnya di dunia, kumpulkanlah beliau bersama keluarga yang lebih baik dari keluarganya di dunia, masukkanlah beliau ke dalam golongan abrar, shiddiqin, syuhada, dan shalihin, mereka sebaik-baik teman.”

“Ya Allah, mandikan dan sucikan beliau dengan air, embun dan kesejukan air, bimbinglah beliau saat menjawab pertanyaan, dan jadikanlah beliau sebagai pewaris surga na’im”. Amin

Ya Allah, terimalah amal ini dan jadikanlah sebagai amal yang tulus semata- mata untuk-Mu yang Maha Mulia. Amin

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Tesis dengan judul AL-MAUT DALAM AL-QUR’AN; Kajian Tafsir Tematik, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 7 Januari 2008. Tesis ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 2 (S2) pada Konsentrasi Tafsir Hadis.

Jakarta, 7 Januari 2008

Sidang Munaqasyah Tim Penguji,

Prof. Dr. Hamdani Anwar,MA Dr. Fuad Jabali, MA Tgl.

Tgl.

Dr. Yusuf Rahman, MA Tgl.

Pembimbing,

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA Dr. A. Wahib Mu’thi Tgl.

Tgl.

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. yang telah menciptaka seluruh makhluk, dan menetapkan kematian bagi mereka. Pujian yang layak bagi keagungan dzat-Nya dan terkandung di dalamnya kebaikan dan keberkahan. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kami Muhammad SAW, pembawa petunjuk dan agama yang hak, rahmat bagi semesta alam, dan semoga terlimpah juga kepada keluarga dan sahabatnya.

Karya ini hanyalah setitik ilmu yang dianugerahkan Allah kepada hamba-Nya yang dha’if ini untuk menyelesaikan studi S2 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga karya tulis ini bukan sumbangan terakhir penulis dalam khazanah ilmiah Islam di Indonesia ini. Kupersembahkan karya ini untuk ibunda tercinta, Hj. Zahro binti H. Ilyas yang selalu lekat dalam hati penulis. Kasih sayangnya begitu besar dan istimewa kepada penulis sebagai putra terakhir. Semoga Allah SWT mengampuni segala kesalahan dan dosanya, semoga Allah selalu menyayanginya sebagaimana Ibunda telah menyayangiku di waktu kecil. Beliaulah yang senantiasa mendukung penulis dengan doa-doanya, bahkan tidak sedikit beliau mengkhatamkan al-Qur’an sebagai tawassul kepada Allah memohon untuk kesuksesan dan kebahagian penulis.

Terima kasih tak terhingga juga kepada istriku tersayang, Umi Hani, S.ThI, yang senantiasa memberikan motifasi, membantu tenaga dan pikiran untuk tercapainya cita-cita penulis. Disela-sela waktu senggangnya dalam mendidik buah hati kami, An-Najmuts Tsaqib Ahmad Hamdah Afifi dan Muhammad Jiddan Aqila Hamdah Afifi, serta di saat istirahat mengajar di Madina Islamic School, Tebet, dia sempatkan untuk mengetik dan Terima kasih tak terhingga juga kepada istriku tersayang, Umi Hani, S.ThI, yang senantiasa memberikan motifasi, membantu tenaga dan pikiran untuk tercapainya cita-cita penulis. Disela-sela waktu senggangnya dalam mendidik buah hati kami, An-Najmuts Tsaqib Ahmad Hamdah Afifi dan Muhammad Jiddan Aqila Hamdah Afifi, serta di saat istirahat mengajar di Madina Islamic School, Tebet, dia sempatkan untuk mengetik dan

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Guru dan Pembimbing ruhani, KH. Abdul Qadir Umar Basyir, Ponpes Darul Furqon Kudus, karena kepadanya penulis menghafal al-Qur’an dan kepadanya juga

penulis selalu mengkonsultasikan semua masalah dan meminta dukungan doa. Semoga Allah memberikan umur panjang kepadanya untuk khidmat bagi agama dan ummat. Amin.

Penulis sangat beruntung dan bersyukur kepada Allah yang telah mempermudah proses studi, karena secara materi/ finansial, penulis memperoleh beasiswa dari lembaga maupun perorangan. Kepada Bapak

H. Sudomo yang telah membiayai semester I, II, dan III, penulis sangat berterima kasih karena sungguh pertemuan di dunia maya yang menjadi awal silaturahim. Semoga Allah menerima taubatnya dan menerima segala kebaikannya. Juga kepada Bapak Ir. H. Herman Zaini Latief, Komisaris PT. Karma Yudha yang meneruskan pembiayaan semester berikutnya, semoga Allah menerima amalnya dan memberkati rizkinya.

Selanjutnya, kepada jama’ah haji KBIH Baitul Ihsan angkatan ke-3 tahun 2005-2006, yang telah banyak membantu penulis, tidak hanya dalam proses studi, tapi juga bantuan kepada keluarga, semoga Allah menjadikan bagi mereka haji yang mabrur, sa’i yang diterima, dosa yang diampuni dan perniagaan yang tak pernah merugi. Juga kepada Lembaga Zakat BAZIS DKI Jakarta dan Rumah Zakat Bank Indonesia (RAZBI) yang telah memberikan Selanjutnya, kepada jama’ah haji KBIH Baitul Ihsan angkatan ke-3 tahun 2005-2006, yang telah banyak membantu penulis, tidak hanya dalam proses studi, tapi juga bantuan kepada keluarga, semoga Allah menjadikan bagi mereka haji yang mabrur, sa’i yang diterima, dosa yang diampuni dan perniagaan yang tak pernah merugi. Juga kepada Lembaga Zakat BAZIS DKI Jakarta dan Rumah Zakat Bank Indonesia (RAZBI) yang telah memberikan

Tak lupa juga saya sampaikan terima kasih kepada pimpinan civitas akademika Universitas Islam Negeri Jakarta, Prof. DR. Komaruddin Hidayat, MA, selaku Rektor UIN dan Prof. DR. Azyumardi Azra, MA, selaku Direktur Pascasarjana UIN dan semua dosen yang telah memberikan ilmunya dengan penuh keikhlasan kepada saya. Secara khusus saya ucapkan terima kasih

juga kepada Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA dan Dr. A. Wahib Mu’thi, yang telah membimbing dan memberikan masukan, sehingga tesis ini layak untuk diajukan ke sidang ujian tesis, semoga Allah merahmati keduanya dan memberikan umur panjang yang bermanfaat bagi kejayaan umat.

Juga kepada Manajemen Masjid Baitul Ihsan Bank Indonesia yang telah memfasilitasi untuk menyelesaikan tesis ini sehingga penulis dapat secara insten memanfaatkan ruangan dan buku-buku Perpustakaan Masjid berikut komputernya. Juga kepada jama’ah dan teman-teman sejawat di sekretariat Masjid Baitul Ihsan yang turut berdoa.

Hanya kepada Allah saya mohon agar kiranya mereka yang telah membantu saya dalam penulisan tesis ini diberikan balasan yang terbaik, di dunia maupun di akherat. Amin ya Robb al-‘Âlamîn.

PEDOMAN TRANSLITERASI

ARAB

LATIN

ARAB

LATIN

dl ب

‘ (apostrof)

th ت

zh ث

‘ (petik satu) ج

ts

gh ح

kh

dz

sy

sh

ah (waqaf)

لا

al-(ta’rif)

Untuk tanda panjang

â (a panjang), contoh: ُﻚِﻟﺎَﻤﻟا : al-Mâliku

ْي

î (i panjang), contoh: ُﻢْﯿِﺣﱠﺮﻟا : al-Rahîmu

ْو û (u panjang), contoh: ُرْﻮُﻔَﻐْﻟا : al-Ghafŭru

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

“Cukuplah kematian itu sebagai nasehat” , !!! Ê !! !! !! Ê !! !! ƒ!! Ê ! !! !!!!

Ungkapan Rasulullah SAW ini sangat tepat dan bermanfaat bagi mereka yang memahami arti sebuah kematian, namun bagi mereka yang tidak memahaminya, maka seribu kali menyaksikan peristiwa kematian, tidaklah akan berguna dan tidak cukup sebagai nasehat baginya. Pemahaman terhadap arti kematian akan membawa kepada kesadaran dan pemahaman akan arti kehidupan, baik sebelum atau setelah kematian.

Secara umum dapat dikatakan bahwa pembicaraan tentang kematian bukan sesuatu yang menyenangkan. Naluri manusia bahkan ingin hidup seribu tahun (QS. al-Baqarah, 2: 96). Banyak faktor yang membuat seseorang enggan mati. Antara lain sebagai berikut; merasa belum puas dengan kehidupannya yang sudah dilalui, tidak mengetahui apa yang akan dihadapinya setelah kematian, menduga bahwa yang dimiliki sekarang lebih baik dari yang akan didapati nanti, membayangkan betapa sulit dan pedih pengalaman mati dan sesudah mati, khawatir memikirkan dan prihatin terhadap keluarga yang ditinggalkan, dan tidak mengetahui makna hidup dan mati, sehingga semuanya merasa cemas dan takut menghadapi kematian.

1 Abû Bakr Ahmad ibn al-Husain al-Baihaqî, Syu’ab al-Îmân, (Bairut, Dâr al-Kutub al- ‘Ilmiyyah, 1990), juz 7, bab al-Zuhd wa Qashr al-Amal, h.353

Kematian merupakan suatu hal yang dekat dengan manusia, kedekatan itu tercermin dari sikap dan perasaan setiap individu bahwa dirinya pasti akan mengalami kematian, begitu dekatnya dengan manusia sampai-sampai sebagian manusia menganggap kematian adalah hal biasa dan alamiah yang setiap makhluk hidup pasti mengalaminya. Kematian yang menimpa manusia bagi mereka adalah laksana kematian yang menimpa hewan, tumbuhan dan makhluk lainnya.

Hal ini sangat wajar, karena belum pernah terjadi seorang yang mati,

kemudian bangun kembali untuk menceritakan pengalamannya selama di alam kematian. Sebagaimana ‘Amr ibn ‘Âsh berwasiat kepada anaknya: ”Sungguh belum pernah seorang pun kembali kepada kita setelah kematiannya untuk bercerita tentang perjalanan mati ini, tetapi kelak apabila kematian menjemputku, ingatkan diriku untuk menerangkan sifat dan

keadaan kematian kepada kalian. 2 Anggapan seperti inilah yang membuat

manusia lengah mempersiapkan bekal untuk kehidupan setelah mati.

Al-Qur`ân menamai kematian antara lain dengan al-yaqîn (keyakinan), “Sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu al-yaqîn (QS. al-Hijr: 99). Kematian adalah keyakinan, karena ia merupakan sesuatu yang pasti, tidak disertai secuil keraguan pun. Jika ditanyakan kepada seseorang tentang kehadiran al-maut, tidak seorang pun meragukannya. Setiap saat kematian terlihat, walau banyak pula orang yang lengah menyangkut kedatangannya.

Sebaliknya perubahan sosial yang begitu drastis, menciptakan babak baru yang semakin menghimpit ekonomi, dan memperparah kehidupan sosial dan psikologi masyarakat. Hal ini mendorong sebagian anggota masyarakat melakukan jalan pintas dengan memutus kehidupannya dengan

2 Sayyid al-Jamîlî, Sakarât al-Maut, (Bairut: Dâr maktabah wa al-Hilâl, 2001) cet. 1, hal.11 2 Sayyid al-Jamîlî, Sakarât al-Maut, (Bairut: Dâr maktabah wa al-Hilâl, 2001) cet. 1, hal.11

Hal lain yang juga masih terkait dengan kematian yang disengaja adalah euthanasia. 4 Dalam era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang medik, kehidupan seorang pasien bisa diperpanjang dan hal ini seringkali membuat para dokter dihadapkan pada sebuah dilema untuk memberikan bantuan tersebut apa tidak, dan jika sudah terlanjur diberikan bolehkah untuk dihentikan. Penghentian pertolongan tersebut merupakan salah satu bentuk euthanasia.

Persoalan euthanasia merupakan sebuah persoalan dilematis. Selain hukum, praktik euthanasia tentu saja berbenturan dengan nilai-nilai etika dan moral yang menjunjung tinggi harkat dan martabat kehidupan manusia. Adanya indikasi-indikasi, baik medis maupun ekonomis tidak secara otomatis melegitimasi praktik euthanasia, mengingat euthanasia berhadapan dengan faham nilai yang menyangkut hak dan kewajiban menghormati dan

3 Fadila Putra, Perilaku Bunuh Diri Akibat Lemahnya Pembangunan Berbasis Komunitas, dalam Jurnal Keluarga Untuk Hidup Lebih Indah, (Jakarta: Yayasan Keluarga Indonesia, 2007),

Vol.1, Nomor 1, hal. 58 4 Pengertian euthanasia ialah tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja

tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negative, dan biasanya tindakan ini dilakukan oleh kalangan medis. Sehingga dengan hal demikian akan muncul yang namanya euthanasia aktif dan euthanasia pasif. Setiawan Budi Utomo, Fiqih Aktual Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), h. 176-177 tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negative, dan biasanya tindakan ini dilakukan oleh kalangan medis. Sehingga dengan hal demikian akan muncul yang namanya euthanasia aktif dan euthanasia pasif. Setiawan Budi Utomo, Fiqih Aktual Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), h. 176-177

Sementara itu, pengembaraan manusia mencari bermula dari kematian yang dialami jenisnya terus berlanjut, bahkan sampai kini pun, manusia belum menemukan jawaban yang tuntas. Apa yang ditemukan lebih banyak berupa khayalan dan dugaan, baik jalan yang ditempuh dengan jalan filsafat, ilmu dan teknologi, maupun takhayul dan dongeng. Akal manusia hingga kini belum puas. Begitu dia menyimpulkan sesuatu yang

dianggapnya jawaban benar, tak lama kemudian ia sadar bahwa yang ditemukannya cuma fatamorgana. 5

Kematian adalah perkara ghaib, tidak memiliki pendahuluan- pendahuluan yang bisa dikenali atau ditentukan batasnya yang mungkin untuk disepakati secara ilmiah maupun tradisi. Semua penyakit atau insiden yang menjadi padanya sebab kematian hanyalah sekedar ragam kondisi yang kadang terjadi padanya kematian ataupun tidak. Berapa banyak insiden yang mengerikan yang mengakibatkan sejumlah orang meninggal dunia padanya, atau tidak meninggal dunia dalam peristiwa yang sama. Seseorang terjatuh dari tingkat paling tinggi pada salah satu bangunan bertingkat namun tidak meninggal dunia. Bahkan pesawat terbang jatuh atau terbakar di udara ternyata di antara para penumpangnya ada yang selamat. Kenapa demikian? Inilah misteri yang belum terpecahkan hingga sekarang.

Misteri lain yang belum terjawab oleh ilmu manusia adalah persoalan ruh. Manusia merupakan jasad hidup yang berdenyut padanya kehidupan ruh berdasarkan perintah Allah SWT dan hanya diketahui oleh-Nya. Ruhlah

5 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), cet.ke-1, vol. 13, hal. 295, Perjalanan Menuju Keabadian; Kematian, Surga dan

Ayat-ayat Tahlil, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), cet III, hal.10 Ayat-ayat Tahlil, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), cet III, hal.10

pengabdian kepada Pencipta yang telah menciptakannya. Itulah manusia yang diciptakan Allah SWT dari air dan tanah, yang ditebarkan-Nya padanya kehidupan, dan kemudian Allah membentuknya. Setelah sempurna penciptaan dan pembentukannya, maka Allah meniupkan ruh dari “ruh-Nya”, hingga kemudian tercipta sosok “makhluk lain” yang unik, yang diberi wewenang menjadi khalifah di muka

bumi. 6 Kematian yang dialami manusia merupakan perpisahan jasad dengan ruh yang Allah telah tiupkan padanya, sehingga kematian di luar jangkauan akal dan pengetahuan manusia, maka al-Qur`ân menggambarkan kejadian ini untuk manusia bahwa Allah membuka tabir penglihatan manusia saat akan mati; “Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan darimu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.” (QS. Qâf: 22).

Al-Qur`ân telah memberikan petunjuk bagi manusia, agar mereka menyadari diri dan hakekat keberadaan mereka di pentas bumi ini. Juga, agar mereka tidak terlena dengan kehidupan ini, sehingga mereka tidak menduga bahwa hidup mereka hanya dimulai dengan kelahiran dan berakhir dengan kematian. Memahami perjalanan kematian akan mengajarkan kepada insan yang muslim agar terus berbuat amal saleh dalam segala hal, baik untuk kemaslahatan dirinya ataupun dengan kehidupan sosialnya. Semuanya diaplikasikan dalam bentuk amal perbuatannya, tadabburnya, dan pikirannya.

6 QS. al-Mu’minûn: 12-14

Informasi tentang kematian dan hal-hal yang berhubungan dengannya telah Allah paparkan di dalam Kitab Suci-Nya Al-Qur’ân. Salah satu di antara sekian banyak cara yang dapat membantu kepada petunjuk Al-Qur’ân adalah penafsiran maudlû’î / Tafsir Tematik (penafsiran menurut suatu tema/subyek/obyek tertentu). Penafsiran semacam ini mengutamakan mendapatkan jawaban Al-Qur’ân terhadap suatu masalah. Oleh karena itu, dengan segala kekurangan dan kelemahan penulis serta dengan memohon taufiq dan hidayah Allah SWT, penulis melalui metode Tafsir Tematik

memilih al-maut (Kematian) sebagai pembahasan tesis, dengan judul al-Maut Dalam Al-Qur`ân. Memang secara fakta, kajian tentang al-maut sudah banyak dikaji. Namun penulis melihat bahwa belum ada suatu kajian yang bersifat tafsîr maudhû’î yang mengupas tentang permasalahan ini secara concern. Artinya bagaimana al-Qur`ân berbicara tentang al-maut secara tematik ayat-per ayat belum penulis temukan. Pembahasan ini menurut pandangan penulis sangat relevan bukan saja untuk membuka wawasan al-maut dalam perspektif al- Qur’ân, tetapi juga memberikan petunjuk bagaimana menghadapi al-maut dan menggapai kesudahan umur yang baik (husnul khâtimah).

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Berdasarkan pada pokok pemikiran yang telah diungkapkan dalam latar belakang di atas, maka permasalahan yang muncul dapat dirumuskan sebagai berikut; Bagaimana konsep al-maut dalam al-Qur’an? Dari masalah pokok ini akan dibahas beberapa sub masalah; yakni,

1. Apa pengertian al-maut dalam perspektif al-Qur’an, dan pengertiannya menurut bahasa dan kedokteran?

2. Bagaimanakah wawasan al-Qur’an sekitar permasalahan al-maut ?

3. Bagaimana tuntunan Al-Quran dalam menyikapi al-maut?

Disini penulis hanya membatasi masalah pada ayat-ayat yang memuat

dan menggunakan istilah al-maut (! !!!), al-waf â t ( ةﺎ ﻓﻮﻟا ) dan al-ims â k ( كﺎﺴ ﻣﻻا ).

Ayat-ayat yang mengandung pengertian maut, namun tidak secara tekstual menggunakan istilah-istilah tersebut, bukan termasuk pokok pembahasan dalam tesis ini, tetapi hanya pendukung dan pelengkap saja.

Pembahasan juga tidak banyak memaparkan kehidupan setelah maut, baik di alam barzakh, kebangkitan maupun kehidupan akhirat. Penulis menjelaskannya hanya dalam konteks bahwa maut bukanlah ahir kehidupan,

tetapi hanya pintu masuk ke dalam kehidupan selanjutnya.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan bahwa kematian yang Allah ciptakan bukan hanya sekedar untuk menakut-nakuti manusia akan berakhirnya kehidupan mereka di dunia ini, melainkan dapat juga menjadi motivasi untuk berbuat kebaikan dan meraih kesuksesan di kehidupan dunia dan akhirat, karena ayat-ayat yang membicarakan tentang kematian dapat mengantarkan pembacanya kepada tauhid dan kesadaran akan kehidupan setelah mati.

Disamping itu, tujuan yang tak kalah pentingnya dari tujuan di atas adalah menggali petunjuk dan tuntunan al-Qur’an untuk mengggapai husnul khâtimah (ahir kehidupan yang baik) dan menghindari s ŭul khâtimah (ahir kehidupan yang jelek).

Penelitian ini akan sangat berguna sebagai pedoman aplikatif menghadapi kematian sesuai petunjuk al-Qur’an, karena setiap ayat yang dibahas dalam penelitian ini tersusun secara tematik.

D. Kajian Pustaka

Beberapa buku yang membahas tentang kematian cukup banyak, di antaranya;

1. Sayyid Salamah al-Saqqa, Asrâr al-maut wa al-Hayât wa al-Rûh wa al-Jasad, edisi Indonesia dengan judul Menguak Rahasia Kehidupan, Kematian, Ruh, dan Jasad,, diterjemahkan oleh Saefuddin Zuhri, (Jakarta: Cendekia Sentra Muslim, 2006), Cet.I

2. Muhammad ibn Ahmad ibn Bakr ibn Farrâj al-Anshârî al-Khazraj al-

Andalûsî al-Qurtûbî, al-Tadzkirah fî Ahwâl al-Mautâ wa Umûr al-Âkhirah, edisi Indonesia dengan judul Rahasia Kematian, Alam Akhirat dan Kiamat, diterjemahkan oleh Abdur Rosyad Shiddiq, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2004, Cet.II

3. Komaruddin Hidayat, Psikologi Kematian; Mengubah Ketakutan Menjadi Optimisme , (Bandung: Hikmah, 2005), cet. II

4. al-Sayyid al-Jamîlî, Sakarât al-maut, (Beirut; Dâr wa Maktabah al-Hilâl, 2001), Cet.I

5. Mâhir Ahmad al-Shûfî, al-maut wa ‘Alam al-Barzakh, (Beirut: al-Maktabah al-‘Ashriyyah, 2004)

6. M. Quraish Shiahab, Perjalanan Menuju Keabadian; Kematian, Surga dan Ayat-ayat Tahlil, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), Menjemput Maut Bekal Perjalanan menuju Allah SWT, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), cet. III

7. ‘Ali Muhammad Lagha, Rihlah al-maut; Hikmah al-maut wa atsaruhâ fî I’tidâl al-Hayâh al-Islâmiyyah , (Beirut: Muassasah al-Risâlah, 1989), Cet. I

8. Khawaja Muhammad Islam, The Spectacle of Death, (Delhi: Adam Publisher & Distributors, 1992) Cet.V. edisi Indonesia dengan judul Mati 8. Khawaja Muhammad Islam, The Spectacle of Death, (Delhi: Adam Publisher & Distributors, 1992) Cet.V. edisi Indonesia dengan judul Mati

9. ‘Umar Sulaimân al-Asyqar, al-Yaum al-Âkhir, al-Qiyâmah al-Shughrâ wa ‘Alâmah al-Qiyâmah al-Kubrâ, ( Dâr al-Nafâis, Maktabah al-Falâh), edisi Indonesia dengan judul Kiamat Sughra, Misteri di Balik Kematian diterjemahkan oleh Abdul Majid Alimin, (Solo: Era Intermedia, 2005), Cet.I

10. Abû al-Faraj Abdurrahmân ibn al-Shâlih Syihâbuddîn Ahmad ibn Rajab,

Ahwâl al-Qubûr wa Ahwâl Ahliha Ilâ al-Nusyûr , (Beirut: Dâr al-Kutub al- ‘Ilmiyyah, 1985), Cet.I. edisi Indonesia dengan judul Kehidupan Alam Kubur , diterjemahkan oleh Wawan Djunaedi S, S.Ag, (Jakarta: Pustaka Azam, 2001), Cet.III

11. Jamâluddîn Abû al-Faraj Ibn al-Jauzî al-Qurasyî al-Taimî al-Bakrî al- Baghdâdî al-Hanbalî al-Wa’îdz, al-Tsabât ‘Inda al-Mamât, (Beirut: Dâr al- Kutub al-‘Ilmiyyah, 1986), cet.I. edisi Indonesia dengan judul Tegar Menghadapi Ajal , diterjemahkan oleh Wawan Djunaedi S,S.Ag (Jakarta: Pustaka Azam, 2001), Cet.II

12. Ibrâhîm Muhammad al-Jamâl, al-Hayât ba’da al-maut, (Beirut: Dâr al- Kitâb al-Arabiy, 1404 H)

13. Al-Ghazâlî, Remembrance of Death and The Afterlife, berdasarkan edisi Inggris dengan Pendahuluan dan Catatan oleh T.J. Winter, (Cambridge,UK: The Islamic Text Society, 1989), edisi Indonesia dengan judul Metode Menjemput Maut; Perspektif Sufistik, diterjemahkan oleh Ahsin Muhammad, (Bandung: Mizan, 2001), cet. IX

14. Ibn al-Qayyim al-Jauziyah, Al-Rûh li Ibn al-Qayyim, (Beirut: Dâr al- Qalam, 1403H), cet.II, edisi Indonesia dengan judul Roh, diterjemahkan oleh Kathur Suhardi, (Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2005), cet. XVI

15. ‘Aidh ibn Abdullâh al-Qarnî, Wa Jâ`at Sakrat al-maut bi al-Haqq, (Beirut: Dâr Ibn Hazm, 2000), Cet. I

16. Saefulloh Muhammad Satori, Mengungkap Tabir Kematian, (Jakarta: Progres, 2005), Cet. I

Sayyid Salamah al-Saqqa dalam buku pertama telah menjelaskan

rahasia kematian dengan panjang lebar, terutama proses kematian setelah berpisahnya ruh dengan jasad dari sudut pandang ilmu kedokteran. Sebelumnya ia menjelaskan rasasia kehidupan sel dan kelangsungan Gen manusia dari zaman ke zaman, meski nenek moyang mereka telah tiada. Buku ini merupakan salah satu rujukan bagi penulis ketika menjelaskan ayat- ayat kematian dalam perspektif kedokteran.

Buku kedua al-Tadzkîrah fî Ahwâl al-mautâ wa Umûr al-Âkhirah karya Imam al-Qurtûbî membahas rahasia kematian, alam akhirat dan kiamat berdasarkan Al-Qur`ân, Hadits dan Atsar. Sebagai pakar tafsir, beliau mampu mengetengahkan tema-tema kematian yang didukung ayat-ayat, beliau juga mampu memperkuat bahasanya dengan hadits dan atsar dengan panjang lebar, sehingga buku tersebut lebih banyak merujuk kepada hadits dari pada kepada Al-Qur`ân.

Buku ketiga, Psikologi Kematian; Mengubah Ketakutan Menjadi Optimisme karya Komaruddin Hidayat memberikan harapan dan optimisme dalam menghadapi kematian yang oleh sebagian manusia menjadi ‘momok’ yang menakutkan. Dengan pendekatan psikologi, beliau mampu menggugah jiwa yang takut menjadi lebih tegar dalam menghadapi kematian yang pasti Buku ketiga, Psikologi Kematian; Mengubah Ketakutan Menjadi Optimisme karya Komaruddin Hidayat memberikan harapan dan optimisme dalam menghadapi kematian yang oleh sebagian manusia menjadi ‘momok’ yang menakutkan. Dengan pendekatan psikologi, beliau mampu menggugah jiwa yang takut menjadi lebih tegar dalam menghadapi kematian yang pasti

Buku keempat, Sakarât al-maut karya al-Sayyid al-Jamîlî menjelaskan dua pembahasan, pertama; proses sakaratul maut, yaitu saat malaikat diperintahkan mencabut nyawa hamba dan kedua; pembahasan taubat

sebagai jalan menuju husnul khatimah. Kajian buku yang sangat singkat ini, sebagaimana pendahulunya al-Qurtûbî, banyak merujuk kepada hadis dan atsar.

Buku kelima al-maut wa ‘Alam al-Barzakh karya Mâhir Ahmad al-Shûfî, adalah buku yang sangat relevan dengan kajian penulis, karena dalam pembahasannya banyak merujuk lepada al-Qur’an, namun ia banyak mengangkat pembahasan tentang kehidupan setelah mati. Berbeda dengan kajian penulis yang dibatasi pada pembahasan proses kematian dan tuntunan menghadapi kematian.

Buku keenam dan ketujuh, Menjemput al-maut, Bekal Perjalanan Menuju Allah SWT, dan Perjalanan Menuju Keabadian; Kematian, Surga dan Ayat-ayat Tahlil karya Muhammad Quraish Shihab membahas tentang kematian dan bekal menuju kehidupan setelah mati. Pembahasannya cukup memadai, namun kedua buku itu tidak ditulis menurut metode tafsir maudhû`î. Pembahasan beliau tentang kematian berdasarkan metode tafsir maudhû`î dipaparkan dalam bukunya Wawasan Al-Qur`ân, namun sangat terbatas sehingg belum membicarakan tentang kematian secara menyeluruh. Dalam tesis ini, penulis mencoba meneruskan pembahasan Quraish Shihab, Buku keenam dan ketujuh, Menjemput al-maut, Bekal Perjalanan Menuju Allah SWT, dan Perjalanan Menuju Keabadian; Kematian, Surga dan Ayat-ayat Tahlil karya Muhammad Quraish Shihab membahas tentang kematian dan bekal menuju kehidupan setelah mati. Pembahasannya cukup memadai, namun kedua buku itu tidak ditulis menurut metode tafsir maudhû`î. Pembahasan beliau tentang kematian berdasarkan metode tafsir maudhû`î dipaparkan dalam bukunya Wawasan Al-Qur`ân, namun sangat terbatas sehingg belum membicarakan tentang kematian secara menyeluruh. Dalam tesis ini, penulis mencoba meneruskan pembahasan Quraish Shihab,

Beberapa buku yang membahas tentang kematian cukup banyak, namun sebagaimana yang penulis kemukakan sebelumnya, sistem pembahasan, pemetaan mereka tentang ayat-ayat kematian secara tematik sepanjang pengetahuan penulis masih sangat terbatas.

E. Metodologi Penelitian

1. Metode Pengumpulan data

Tesis ini ditulis dengan menggunakan metode penelitian kajian kepustakaan (Library Research); yaitu mencari dan mengumpulkan berbagai literatur yang relevan. Data-data primer seperti buku-buku tafsir dan data-data sekunder seperti tulisan-tulisan yang berkaitan dengan al- maut baik itu berupa artikel, buku atau thesis. Adapun sumber-sumber utama penelitian ini adalah :

a. AL-Qur’ân dan Terjemahannya yang diterbitkan oleh Khâdim al- Haramain al-Syarîfain Fahd ‘Abd al-‘Azîz al-Sa’ûd, Madinah al- Munawwarah, bekerjasama dan disyahkan oleh Departemen Agama republik Indonesia

b. Kitab-kitab tafsir baik yang klasik maupun kontemporer; Dalam hal ini penulis lebih banyak merujuk kepada tafsir al-Mishbah karya M. Quraish Shihab dengan pertimbangan bahwa al-Mishbah merupakan tafsir kontemporer -yang menurut hemat penulis- sangat representatif mengangkat kondisi dan masalah kekinian. Namun demikian ia mampu memaparkan pendapat ulama tafsir klasik dengan seimbang, sehingga mampu menjaga keshalehan warisan b. Kitab-kitab tafsir baik yang klasik maupun kontemporer; Dalam hal ini penulis lebih banyak merujuk kepada tafsir al-Mishbah karya M. Quraish Shihab dengan pertimbangan bahwa al-Mishbah merupakan tafsir kontemporer -yang menurut hemat penulis- sangat representatif mengangkat kondisi dan masalah kekinian. Namun demikian ia mampu memaparkan pendapat ulama tafsir klasik dengan seimbang, sehingga mampu menjaga keshalehan warisan

c. Kamus bahasa Arab Lisân al-‘Arab karya Ibn Manzhûr (1232-1311 H)

d. Kamus bahasa Arab Mu`jam Alfâzh al-Qur`ân karya Abû al-Qâsim Abû al-Husayn bin Muhammad al-Râghib al-Ashfahâni (w. 502 H).

e. Kamus bahasa Arab Mu’jam Maqâyîs al-Lughah karya Abî al- Hussain Ahmad bin Fâris.

f. Al-Mu`jam al-Mufahras li Alfâzh al-Qur`ân al-Karîm karya Muhammad Fu’âd Abd al-Bâqî.

2. Metode Pembahasan

Metode pembahasan dalam tesis ini adalah “deskriptif analitis”, yaitu mendiskripsikan data-data yang ada, baik data-data primer maupun sekunder, kemudian menganalisanya secara proporsional. Metode pembahasan yang digunakan merupakan ilmiah analisis. Yaitu menggunakan langkah tersusun agar dapat mencapai pengungkapan hakekat dan kejelasannya, dengan cara membagi masing-masing menurut bagian-bagiannya dan mengembalikan sesuatu ke unsur pembentukannya.

Sumber data dari penelitian ini adalah ayat-ayat al-Qur`ân. Oleh karena itu pendekatan yang dipilih adalah pendekatan ilmu tafsir. Ilmu tafsir mengenal beberapa corak atau metode penafsiran yang masing- masing mempunyai ciri khas. Hingga saat ini, sekurang-kurangnya ada empat macam metode utama dalam penafsiran al-Qur`ân, yaitu metode Sumber data dari penelitian ini adalah ayat-ayat al-Qur`ân. Oleh karena itu pendekatan yang dipilih adalah pendekatan ilmu tafsir. Ilmu tafsir mengenal beberapa corak atau metode penafsiran yang masing- masing mempunyai ciri khas. Hingga saat ini, sekurang-kurangnya ada empat macam metode utama dalam penafsiran al-Qur`ân, yaitu metode

tersebut. Langkah-langkah yang ditempuh dalam tafsir mawdhû`î. adalah sebagai berikut :

1. Menetapkan al-maut sebagai tema

2. Mengumpulkan ayat-ayat al-Qur`ân yang menyebut term al-maut.

3. Merumuskan makna al-maut dari ayat-ayat tersebut dengan mencari tafsir pada ayat-ayat yang lain atau dari munasabahnya dengan ayat sebelum dan sesudahnya, dalam hal ini disebut tafsir al-Qur`ân dengan al-Qur`ân.

7 ‘Abd al-Hayy al-Farmaw î , al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Mawdhû`î: Dirâsât Manhâjiyyah

Mawdhû`iyyah, (Kairo: Maktabah Jumhûriyyah Mishriyyah, 1977), cet. Kedua, h. 23 8 Setiap metode memiliki kelebihan dan kelemahan, tetapi perkembangan metodologi tafsir

menunjukkan adanya usaha yang dilakukan secara terus menerus untuk memahami pesan al-Qur`ân. Metode tahlîlî memusatkan usahanya pada membedah masalah pada setiap ayat, sehingga perhatiannya kurang dalam merumuskan gagasan umum al-Qur`ân. Metode tafsir muqarîn (perbandingan) menyibukkan diri pada mencari perbedaan dan persamaan yang ada pada satu ayat dengan ayat yang lain atau antara ayat dengan hadits, kurang memperhatikan kepada petunjuk- petunjuk yang terkandung didalamnya. Metode yang baru muncul akhir abad ke- 20 dan disponsori oleh ulama-ulama al-Azhar dipandang sebagai metode yang dapat menghindari kelemahan dari metode-metode sebelumnya, mempunyai kelebihan tertentu dalam mencari gagasan al-Qur`ân tentang tema-tema tertentu, karena metode ini memusatkan perhatiannya pada pendapat al-Qur`ân tentang berbagai problem hidup disertai dengan jawaban-jawabannya sehingga kesimpulannya mudah dipahami. Metode ini juga sekaligus dapat menghapus kesan seakan-akan ada pertentangan dalam al- Qur`ân, karena semua ayat yang menyinggung tema yang diteliti dihadirkan untuk kemudian dicarikanjawabannya. Lihat Shihab, Membumikan al-Qur`ân, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Penerbit Mizan, 1992), cet. Ke- 2, h.111-20.

4. Bila dibutuhkan, penulis mencari keterangan pada hadits-hadits Nabi yang mendukung penafsiran suatu ayat.

5. Penulis membandingkan penafsiran itu dengan penafsiran yang telah dilakukan oleh para mufassir terdahulu dan tidak menutup penafsiran-penafsiran dari para ulama zaman sekarang.

6. Penulis memberi analisa dan kesimpulan terhadap penafsiran ayat- ayat tersebut.

3. Sistem Penulisan

Acuan umum penulisan tesis disesuaikan dengan buku Panduan

Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah tahun ajaran 2007.

F. Sistimatika Penulisan

Untuk memperjelas pembahasan tesis ini, selanjutnya penulis memaparkan rencana sistematika penulisan yang akan dijabarkan berikut ini: BAB I : pendahuluan yang memuat tentang latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan dan kegunaan penulisan, kajian pustaka, , metodologi penulisan, serta sistematika penulisan.

BAB II : pengertian al-maut atau mati sangat beragam, tergantung konteks pembicaraannya, baik dalam bahasa Indonesia, Arab maupun dalam al-Qur`ân, untuk itu dalam bab ini diuraikan tentang pengertian al-maut menurut istilah kebahasaan, dan kapan suatu jiwa dinyatakan mati menurut ilmu kedokteran serta dijelaskan pula tentang term-term al-maut dalam al- Qur`ân.

BAB III : wawasan al-maut dalam al-Qur`ân, yakni suatu uraian tentang hikmah penciptaan al-maut dan prosesnya bagi setiap jiwa, serta hal- hal yang terkait dengan al-maut. Lengkapnya, bab ini mencakup tentang BAB III : wawasan al-maut dalam al-Qur`ân, yakni suatu uraian tentang hikmah penciptaan al-maut dan prosesnya bagi setiap jiwa, serta hal- hal yang terkait dengan al-maut. Lengkapnya, bab ini mencakup tentang

BAB IV : tuntunan al-Qur`ân dalam menyikapi al-maut; yakni suatu uraian tematik dengan mengambil pokok bahasan ayat-ayat yang memuat kata al-maut dan kata jadiannya. Bab ini dibagi menjadi dua sub, yakni menggapai khusnul khatimah dan mengetahui amalan yang menyebabkan

su’ul khatimah . BAB V : yaitu bab penutup, penulis menarik kesimpulan dari isi tesis

ini secara keseluruhan sebagai penegasan terhadap permasalahan yang dikemukakan serta memberikan saran-saran dan diakhiri dengan daftar pustaka.

BAB II PENGERTIAN DAN TERM-TERM AL-MAUT

A. Pengertian al-Maut Menurut Kebahasaan

Sebelum menggali petunjuk al-Qur`ân tentang kematian, dan untuk memahami makna kematian yang Allah telah tetapkan bagi makhluk-Nya, diperlukan pemahaman tentang arti kematian menurut bahasa dan ilmu kedokteran.

Kehidupan dan kematian bertentangan seperti pertentangan cahaya dan kegelapan, dingin dan panas. Karena itu kamus-kamus bahasa Arab mendefinisikan salah satu dari keduanya dengan lawan kata bagi yang lain. Pengertian al-maut atau mawatan atau muwat menurut bahasa Arab, berasal dari kata !!!!!º !! !!! ! º ! !! !º ! yang berarti lawan kata dari hayat (hidup). Sedangkan menurut al-Azhari dari al-Laitsi; bahwa al-maut merupakan makhluk Allah SWT. Sibawih mengelompokkan al-maut ke dalam fi’il mu’tal

yang aslinya adalah !! Ê !!! menurut wazan !! !!ƒ!!!!!! Ê 1 !!!!

Al-maut merupakan bentuk mashdar dari !!º !!!!! !!!! !! dan menurut al-Jauhari dari al-Farra’; bentuk fa’il dari al-maut adalah !!! º !!!!!!!! !!!!!!! !!! berarti orang yang telah mati atau yang akan mati sebagaimana firman Allah

SWT: !! !!!!!!!!!! !!!!Ê !!!!!! !!!!!!! !!Ê ! dan bentuk jama’-nya ! !!!!!!!! !!!!!!!!! !!!!!!!! !!!!! .

Bentuk muannats dan mudzakkar memiliki satu bentuk, hal ini menurut al-

Zajjâj seperti firman Allah SWT: !!º !!!!!! ! !!!!! º ƒ! !!!!Ê !º Ê !!!! Ê !!! !!Ê ! tidak dikatakan !!º !!!!! . 2

Pengertian al-maut sangat beragam sebagaimana diterangkan di atas, al-maut juga dapat digunakan untuk hal-hal yang memberatkan seperti; kefakiran,

1 Muhammad ibn Mukram ibn Manzhûr al-Afriqî al-Mishrî, Lisân al-‘Arab, (Bairut: Dâr Shâdir, tt), jilid 6, h. 4294

2 Ibn Manzhûr, Lisân al-‘Arab, h. 4295 2 Ibn Manzhûr, Lisân al-‘Arab, h. 4295

pertama kali berma’shiat kepada Allah SWT. 3 Ibn Zakariyyâ mengartikan kata al-maut secara bahasa sebagai

“Hilangnya kekuatan dari sesuatu, dan hilang itu berarti mati; lawan katanya adalah hidup (hayy). Ia mendasari pengertian kepada kandungan makna sebuah hadist : “Siapa yang memakan (buah) dari kayu yang tidak baik ini, jangan dekati masjid kami. Jika terpaksa juga memakannya, maka kekuatannya hendaknya dimatikan (dihilangkan)..” 4

Al-Jurjânî memberikan pengertian al-maut dalam Ta’rîfat -nya dengan; memaksa dan memalingkan hawa nafsu dari semua keinginannya, maka barangsiapa yang mematikan hawa nafsunya maka sungguh ia telah hidup

dengan petunjuk Allah SWT. 5 Lebih lanjut al-maut dibagi menjadi 4 macam, sebagai berikut:

a. Al-maut al-Abyadh; adalah lapar, karena lapar menerangi batin, dan memutihkan wajah hati, barangsiapa mati perutnya maka hidup kecerdasannya.

b. Al-maut al-Ahmar; adalah memalingkan keinginan nafsu

c. Al-maut al-Ahdhar; berpakaian dengan baju tambalan yang tak berharga, karena hidupnya penuh dengan sifat qanâ’ah (merasa cukup dengan apa yang dikaruniakan Allah SWT)

3 Ibn Manzhûr, Lisân al-‘Arab, h. 4296 4 Abû Husain Ahmad ibn Fâris ibn Zakariyyâ, Mu’jam al-Maqâyîs fî al-Lughah, Baerut: Dâr

al-Fikr, 1994), h. 968 5 Muhammad ibn ‘Alî al-Jurjânî, Kit â b al-Ta’rîfât, (Bairut: Dâr al-Kitâb al-‘Arabî, 1996), Cet.

III, hal. 304 III, hal. 304

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, maut atau mati berasal dari akar bahasa Arab. Kata ini diartikan dengan mati yang berarti: sudah hilang nyawanya, tidak hidup lagi, tidak bernyawa, tidak berair; sumur itu sudah mati, tidak berasa lagi; kulit ini mati, dan banyak lagi pengertian mati dalam

bahasa Indonesia. 7 Kata Mati merupakan lawan dari hidup yang berati: masih terus ada, bergerak, dan bekerja sebagaimana mestinya. 8 Dalam Ensiklopedi Islam disebutkan bahwa maut atau mati adalah; Terpisahnya roh dari zat, psike dari fisik, jiwa dari badan, atau yang ghaib dari yang nyata; keluarnya roh dari badan atau jasmani. 9

Banyak pengertian tentang hakekat mati, menurut kepercayaan orang atau menurut ilmu pengetahuan, a.l.: 1). Menurut orang yang tidak beragama, mati berarti akhir hidup, dan tak ada kelangsungannya setelah mati. 2). Menurut orang yang beragama, mati berarti permulaan hidup baru yang kekal. 3). Bagi ilmu kedokteran, mati adalah jika keadaan manusia atau binatang, alat badannya itu tidak dapat menjalankan fungsinya lagi. Tanda mati menurut ilmu kedokteran, ialah lemban mayat (hypostace) yang terjadi karena turun sebagian badan yang paling rendah dan membeku disana, kaku mayat (rigor mortis). Jika pasien tidak kedengaran bernafas lagi dan

6 Al-Jurjânî, Kitâb al-Ta’rîfat, hal. 304 7 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka. 1988). h. 638

8 Departemen Pendidikan..., Kamus Besar..., h. 350 9 Dewan Penyusun Redaksi, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 1993),

cet.I, jilid 3, h.211 cet.I, jilid 3, h.211

Pengertian kebahasaan ini tidak sepenuhnya sama dengan pengertian kedokteran maupun menurut penggunaan al-Qur’ân. Ini didasari atas asumsi bahwa ruang lingkup pengertian maut lebih luas dari sekedar pemaknaan tekstual, Tesa ini dapat dibuktikan jika penggunaan term maut dalam al- Qur’ân dikaji dan dianalisa dengan seksama.

B. Pengertian al-Maut Menurut Kedokteran

Menurut standar tradisional, seorang manusia dikatakan mati apabila jantung dan paru-parunya berhenti berfungsi. Dalam beberapa kasus, kegagalan jantung dan paru-paru didahului oleh adanya kehilangan kesadaran secara permanen. Namun jarak antara dua kejadian ini bisa berjam-jam

tradisional hanya memperhitungkan yang sampai berhari-hari saja. 11 Saat ini lima puluh negara bagian Amerika dan distrik Colombia mengikuti Uniform Determination of Death Act (UDDA) atau Undang- Undang Keseragaman Penetapan Kematian dalam mengakui whole-brain

10 Mochtar Efendy, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, (Universitas Sriwijaya, Palembang: cet. I, buku-3), hal. 390

11 David DeGrazia, “Biology, Consciousness, and the Definition of Death” dalam Death and Dying, Thomas A. Shannon, (USA: Rowman & Littlefield Publishers, Inc, 2004), h. 1 11 David DeGrazia, “Biology, Consciousness, and the Definition of Death” dalam Death and Dying, Thomas A. Shannon, (USA: Rowman & Littlefield Publishers, Inc, 2004), h. 1

sehingga pernapasan dan detak jantung dipertahankan oleh alat bantu buatan, pasien tersebut telah memenuhi kriteria standar kematian otak secara keseluruhan. 12

Charles Culver dan Bernard Gert telah membantu mendefinisikan kematian dalam perspektif biologis adalah sebagai “kegagalan permanen fungsi organisme secara keseluruhan.” Frase “organisme secara keseluruhan” tidak berarti secara literal sebagai keseluruhan organ (karena kehilangan lengan atau limpa misalnya, tidak berarti mati); ia merujuk pada fungsi integratif kebanyakan atau semua sub sistem yang penting. Secara kasar, inilah arti utama “kematian” dilihat dari perspektif biologis. 13

Para ilmuwan dalam bidang kedokteran telah mampu menyelam di kedalaman sel, menyaksikan banyak sekali detail-detail sel hidup, memberikan gambaran untuk kita banyak hal yang terjadi di dalam inti sel hidup dan di dalam materi cytoplasm yang mengitari sel, berupa proses- proses pembangunan, penghancuran, pelepasan energi, penyimpanan energi, kosumsi untuk pembakaran dan tata cara selamat dari meteri-materi

12 DeGrazia, Biology, Consciousness…, h.1 13 DeGrazia, Biology, Consciousness…, h. 2 12 DeGrazia, Biology, Consciousness…, h.1 13 DeGrazia, Biology, Consciousness…, h. 2

Allah SWT. 14 Pembahasan kematian juga merupakan hal yang belum dapat digapai oleh ilmu pengetahuan. Dan memang sangat mustahil sekali, sebab hal ini adalah kajian yang tidak bisa dijangkau akal dan tidak tunduk kepada eksperimen. Ketika raga kehilangan ragam manifestasi kehidupan dari perasaan, respon serta gerakan, dan berhentinya organ-organnya dari fungsinya secara otomatis, saat itulah dapat dipastikan berlakunya penetapan kematiannya oleh kalangan dokter, demikian menurut Sayyid Salamah al-Saqqa. 15

Untuk meyakinkan terjadi kematian, biasanya para dokter berpegang pada beberapa tanda yang menandakan terhentinya berbagai aktifitas beberapa organ tubuh. Di antaranya adalah: berhentinya detak jantung dan aliran darah yang ditandai dengan hilangnya denyut nadi. Begitu pula dengan denyut jantung yang apabila terjadi dan dipotong salah satu urat nadi, maka darah tidak akan memancar darinya, karena tidak adanya aliran darah atau darahnya hanya akan mengalir setetes demi setetes saja tanpa pancaran. Adapun terhentinya organ pernafasan dari fungsinya dapat dikenali melalui terhentinya gerakan nafas secara penuh, sekiranya tidak

14 Sayyid Salamah al-Saqqâ, Asrâr al-Maut wa al-Hayât wa al-Rûh wa al-Jasad, edisi Indonesia dengan judul Menguak Rahasia Kehidupan, Kematian, Ruh, dan Jasad,, diterjemahkan oleh

Saefuddin Zuhri, (Jakarta: Cendekia Sentra Muslim, 2006), Cet.I, hal.100 15 al-Saqqâ, Asrâr al-Maut ..., h. 234 Saefuddin Zuhri, (Jakarta: Cendekia Sentra Muslim, 2006), Cet.I, hal.100 15 al-Saqqâ, Asrâr al-Maut ..., h. 234

Sementara terhentinya aktivitas organ saraf dan otot menampakkan ciri-ciri berbeda lainnya guna memastikan tidak adanya lagi respon tubuh terhadap berbagai rangsangan, baik secara sadar atau refleks. Pupil mata melebar dan tidak terpengaruh oleh cahaya dan seluruh otot pun mengendor. Dengan itu kerutan muka akan menjadi tersembunyi, pelipis mengempis, rahang bawah akan menganga, kedua mata tetap terbuka dan kehilangan rasa hingga tidak berkedip saat didekatkan benda apapun atau hingga disentuh bola mata atau korneanya dengan jari. Kornea mata menjadi gelap, seluruh otot tubuh menjadi lunak saat ditekan dan tidak ada pantulan darinya. Ketika kedua mata ditekan, tempat yang disentuh menjadi lunak

dan bentuk organ-organ mata berubah saat ditekan. 16 Sedang suhu tubuh yang bisa diukur melalui anus pada kondisi

demikian mulai menurun setelah kematian datang. Penurunan itu terus berlanjut dalam standar tertentu yang ikut berpengaruh padanya beberapa faktor yang banyak, diantaranya: tingkat panas tubuh mayit sebelum kematiannya, suhu udara serta apa yang ada di sekitar mayit berupa selimut dan lain-lain, postur tubuh mayit secara fisik, umurnya dan sebagainya. Pada

16 al-Saqqâ, Asrâr al-Maut ..., h. 235 16 al-Saqqâ, Asrâr al-Maut ..., h. 235

disamping beberapa tanda dan isyarat-isyarat yang lain. 17 Setelah kematiannya, jasad tidak akan tetap pada kondisinya semula, tetapi akan melalui beberapa tahap perubahan secara gradual hingga berakhir menjadi tanah.

Konsep mati dari segi kedokteran tampaknya mempunyai beberapa

18 nama. Nama-nama tersebut antara lain ‘mati sosial’, 19 ‘mati murni, dan ‘mati tenang’. Penamaan-penamaan tersebut diberikan berdasarkan keadaan

atau penyebab (proses) 20 kematian itu. Nama mati sosial diberikan kepada seseorang yang sebenarnya masih hidup, namun karena yang bersangkutan

tidak mampu lagi mecerna keadaan lingkungannya, maka disebutlah sebagai

17 al-Saqqâ, Asrâr al-Maut..., h. 234-236 18 Guno Semekto dalam Majalah Panji Masyarakat “Membunuh Pasien Menjelang Sekarat”,

(Jakarta: Yayasan Nurul Islam, No.612, tgl.21-31 Mei 1989), h. 19

19 H. Subki Abdul kadir dalam Majalah Panji Masyarakat...., h.21 20 Dalam dunia kedokteran dikenal tiga proses penyebab jenis kematian, diantaranya adalah;

pertama, kematian otak (brain death), yaitu berhentinya fungsi otak, atau bila terjadi kematian batang otak (MBO), yang telah dibuktikan hasil diagnosis dan beberapa tes yang dilakukan terhadap pasien. Kedua, kematian klinis, yaitu bila jantung, fungsi nafas dan sirkulasinya telah berhenti secara pasti. Dan ketiga, adalah kematian sel, yaitu proses kematian terakhir dari seluruh organ tubuh manusia. Dari identitas kematian, maka dalam hal ini yang disebut dengan kematian dalam ajaran Islam adalah kematian secara klinis. Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve), h.1153. Berhentinya suatu kehidupan, berakhirnya semua aktivitas kehidupan, penghentian kesadaran indrawi, hasrat, dan semua jenis gerak kematian adalah pemisahan jiwa dari tubuh, dan pada tumbuh-tumbuhan dan binatang, peristiwa kematian menyebabkan jiwa lenyap, karena jiwa tidak bisa ada tanpa tubuh. Sedangkan pada manusia, jiwa rohaninya memasuki eksistensi imortal. Lihat Save M Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: LPKN, 2000), h.480.

orang mati. Nama mati murni diberikan kepada seseorang yang meninggal dunia dan kematiannya itu dipandang wajar tanpa campur tangan orang lain termasuk dokter.

Adapun mati tenang diberikan kepada seseorang yang mati atau meninggal karena kesengajaan. Kematian seperti itu biasanya disebut sebagai the mercy killing yaitu suatu pembunuhan karena belas kasihan. Pembunuhan itu sendiri dalam bidang kedokteran disebut sebagai euthanasia. 21