Terapi Pengobatan dari Penguasaan Setan

E. Terapi Pengobatan dari Penguasaan Setan

Manusia tidak lepas dari kesalahan, besar atau kecil, disadari maupun tanpa sengaja. Apalagi jika setan telah menguasai jiwa, maka hawa

nafsu akan memainkan peranan dalam hati. Saat itulah manusia mempunyai kecenderungan yang kuat untuk melakukan perbuatan tercela yang merendahkan kemuliaannya di sisi Allah swt.

Sering kali manusia tidak menyadari bahwa sesungguhnya ia telah jauh tersesat dari jalan Allah, bergelimang dengan noda dan dosa. Bahkan banyak orang-orang yang merasa terhormat padahal ia selalu berbuat maksiat, melakukan dosa kepada Allah dan juga manusia.

Meskipun manusia terjebak dalam perangkap dan penguasaan setan, sehingga banyak melakukan kemaksiatan dan juga dosa yang menumpuk, namun bukan berarti tak ada lagi pintu atau cara untuk memperbaiki citra diri dan segera lepas dari kungkungan hawa nafsu. Betapapun menggunungnya suatu kesalahan dan dosa sehingga mengendap menjadi penyakit dalam hati, namun pintu rahmat Allah swt. selalu terbuka, dan ampunan-Nya yang dapat membersihkan segala noda dan dosa selalu Meskipun manusia terjebak dalam perangkap dan penguasaan setan, sehingga banyak melakukan kemaksiatan dan juga dosa yang menumpuk, namun bukan berarti tak ada lagi pintu atau cara untuk memperbaiki citra diri dan segera lepas dari kungkungan hawa nafsu. Betapapun menggunungnya suatu kesalahan dan dosa sehingga mengendap menjadi penyakit dalam hati, namun pintu rahmat Allah swt. selalu terbuka, dan ampunan-Nya yang dapat membersihkan segala noda dan dosa selalu

Taubat secara bahasa (etimology) berasal dari kata ﺏﻭـﺘﻴ ـ ﺏﺎـﺘ bermakna kembali. Sedangkan secara istilah (terminology) berarti

meninggalkan kemaksiatan untuk kembali menuju taat kepada Allah swt. dengan cara mengakui segala kesalahan yang telah dilakukan, menyesal,

meninggalkan perbuatan dosa, tidak mengulanginya dan berusaha untuk memperbaikinya dengan banyak melakukan ketaatan dan amal saleh. 31

Kesalahan itu pasti akan terjadi pada setiap diri manusia, tetapi seorang muslim harus segera kembali kepada Allah dengan bertaubat, sehingga dapat terlepas dari gangguan dan penguasaan setan dalam dirinya. Orang yang bertaubat dengan sesungguhnya akan mendapatkan kebahagian, yaitu terbebas dari keinginan hawa nafsu yang menyengsarakan. Allah swt. berfirman:

"Dan bertaubat kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman agar kamu beruntung." (Qs. An-Nur 24 : 31)

31 Al-Ghazali, At-Taubah ila Allah wa Mukaffirat adz-Dzunub, (Kairo: Maktabah al-Qur`an, 1996), h. 22-23. lihat juga: Muhammad Ibn Shalih al-Utsaimin, Riyadh as-Shalihin, jilid. 1, h. 70-89.

dan juga Salim Ibn Id al-Hilali, At-Taubah an-Nashuha, (Yordania: Al-Maktabah al-Islamiyyah, 1413 H), cet. III, h. 1-5

Dan juga firman Allah swt.:

"Dan hendaklah kamu meminta ampunan kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya, niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu sampai waktu yang telah ditentukan. Dan Dia akan memberikan karunia-Nya

kepada setiap orang yang berbuat baik. Dan jika kamu berpaling, maka sungguh, aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang besar (Kiamat)." (Qs. Hud 11 : 3)

Dan juga firman Allah swt.:

"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak "Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak

Dengan bertaubat, seseorang akan dapat membersihkan hatinya kembali dari noda dan dosa yang mengotorinya. Sebab dosa dan kotoran dalam hati jika tidak segera dibersihkan akan menjadi berkarat dan sulit untuk

dihilangkan. Jadi kembali kepada kebaikan atau jalan yang lurus setelah terjerumus dalam kejahatan dan penguasaan setan adalah sebuah keniscayaan dan kebutuhan bagi orang yang menginginkan keselamatan dan kebahagian dunia dan akhirat.

Jalan taubat ini telah dicontohkan oleh Nabi Adam as., ketika setan menggelincirkannya dan mengajaknya melakukan kesalahan kepada Allah swt. Nabi Adam telah mengembalikan citra dirinya di hadapan Allah swt. dengan

cara bertaubat yang sesungguhnya, 32 yaitu menyesali dengan sepenuh hati dan jiwa atas kesalahan yang telah dilakukan, kemudian secara konsisten kembali

kepada jalan ketaatan yang diridhai oleh Allah swt. Tidak ada manusia yang tidak pernah melakukan kesalahan. Namun sebaik-baik orang yang telah melakukan kesalahan adalah orang yang

32 Lihat: Qs. Al-Baqarah 2 : 36-37 32 Lihat: Qs. Al-Baqarah 2 : 36-37

"Setiap anak Adam pasti melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka yang mau segera bertaubat." 33

Adapun kaitannya dengan perbuatan dosa, adakalanya dosa itu

berhubungan dengan hak Allah dan adakalanya juga berhubungan dengan hak makhluk (manusia). Jika dosa itu berhubungan langsung dengan hak Allah, maka hal ini cukup diselesaikan antara pelaku dosa dan Allah, yaitu dengan meminta ampunan-Nya. Adapun jika dosa tersebut berhubungan dengan hak manusia, maka orang yang bertaubat harus menyelesaikan urusannya dengan orang yang bersangkutan. Kalau memang ada sesuatu hak orang lain berupa barang dan harta benda harus segera dikembalikan dan meminta maaf kepada

orang yang telah dizhaliminya. 34 Taubat yang sungguh-sungguh atau dalam istilah populernya

adalah taubat nashuha haruslah dilakukan dengan syarat-syarat sebagai berikut:

33 HR. Ahmad. Lihat: Al-Musnad li Im ā m Ahmad Ibn Hanbal, (Beirut: Dar al-Fikr, t. th), j. 3, h. 29, Sunan At-Tirmidzi, jilid. 4, h. 659, Sunan Ibn Majah, jilid. 2, h. 1420, dan Al-Albani menilainya

sebagai hadis hasan dalam kitab Shahih al-Jami` ash-Shaghir, jilid. 4, h. 171, no. 4391

34 Al-Ghazali, At-Taubah ila Allah wa Mukaffirat adz-Dzunub, h. 75-76 34 Al-Ghazali, At-Taubah ila Allah wa Mukaffirat adz-Dzunub, h. 75-76

"Dan taubat itu tidaklah (diterima Allah) dari mereka yang melakukan kejahatan hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) dia mengatakan, "Saya benar-benar bertaubat sekarang." Dan tidak (pula diterima taubat) dari orang-orang yang meninggal sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu Kami sediakan azab yang pedih." (Qs. An-Nisa` 4 : 18)

b. Ikhlas, taubat yang diterima adalah taubat yang didasari dengan keikhlasan, semata-mata karena Allah swt., bukan karena riya` atau karena tujuan-tujuan yang bersifat materi. Sebagaimana firman Allah:

"Kecuali orang-orang yang bertaubat dan memperbaiki diri dan berpegang teguh pada agama Allah dan dengan tulus ikhlas (menjalankan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu bersama-sama orang-orang yang "Kecuali orang-orang yang bertaubat dan memperbaiki diri dan berpegang teguh pada agama Allah dan dengan tulus ikhlas (menjalankan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu bersama-sama orang-orang yang

c. Mengakui dosa dengan penuh penyesalan, orang yang bertaubat harus mengetahui dan mengakui kesalahannya, kemudian menunjukkan sikap penuh dengan penyesalan yang mendalam atas segala perbuatan keliru yang telah dilakukan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

"Penyesalan adalah taubat." 35

d. Istiqamah setelah bertaubat, yaitu konsisten dan teguh pendirian dalam melaksanakan ketaatan dan amal shaleh, serta dengan sungguh-sungguh meninggalkan dan menjauhi kesalahan, dosa, dan kemaksiatan pada masa lalu. Seorang yang istiqamah tidak akan mengulangi kesalahan yang sama, bahkan selalu berhati-hati terhadap dosa-dosa yang lain yang belum pernah dilakukannya. Sebagaimana firman Allah swt.:

"Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan juga orang yang telah taubat beserta

35 HR. Ibn Majah. Lihat: Muhammad Ibn Yazid al-Qazwaini, Sunan Ibn Majah, (Kairo: Dar al-Fikr, t.th), jilid. 2, no. 4252, Imam Ahmad, jilid. 3, h. 30, no. 3568, hadis ini dishahihkan oleh Al-

Albani sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim. Lihat: Shahih al-Jami` ash-Shaghir, jilid. 4, h. 175, no. 6678 Albani sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim. Lihat: Shahih al-Jami` ash-Shaghir, jilid. 4, h. 175, no. 6678

e. Melakukan perbaikan setelah taubat, yaitu orang yang bertaubat haruslah menghapus masa lalunya dengan mengganti lembaran baru yang diisi amal perbuatan yang baik. Sebagaimana firman Allah swt.:

"Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah, "Salamun alaikum (selamat sejahtera untuk kamu)." Tuhanmu telah menetapkan sifat kasih sayang pada diri- Nya, yaitu barang siapa berbuat kejahatan di antara kamu karena kebodohan, kemudian dia bertaubat setelah itu dan memperbaiki diri, maka Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang." (Qs. Al-An`am 6 : 54)

Orang yang bertaubat itu harus mengembalikan citra dirinya dihadapan Allah dan juga manusia dengan menegakkan keshalehan individu maupun keshalehan sosial. Yang dimaksud dengan keshalehan individu adalah keshalehan yang didasarkan kepada jalinan harmoni antara seorang hamba dengan Tuhannya. Sedangkan yang dimaksud dengan keshalehan sosial adalah suatu amal perbuatan baik yang dapat memberikan nilai manfaat dalam komunitas sosial. Seperti berinfak, Orang yang bertaubat itu harus mengembalikan citra dirinya dihadapan Allah dan juga manusia dengan menegakkan keshalehan individu maupun keshalehan sosial. Yang dimaksud dengan keshalehan individu adalah keshalehan yang didasarkan kepada jalinan harmoni antara seorang hamba dengan Tuhannya. Sedangkan yang dimaksud dengan keshalehan sosial adalah suatu amal perbuatan baik yang dapat memberikan nilai manfaat dalam komunitas sosial. Seperti berinfak,

f. Masa bertaubat adalah sebelum nafas berada di kerongkongan (sakaratul maut). Artinya pintu taubat itu selalu terbuka selagi ajal belum menjemput kita. Begitu luasnya kesempatan yang diberikan oleh Allah,

namun begitu seorang pendosa haruslah sesegera mungkin untuk bertaubat kepada Allah mengingat bahwa kematian itu adalah sesuatu yang misteri, tidak ada yang mengetahui kapan datangnya kecuali Allah swt. Oleh karenanya, sebelum didatangi oleh kematian, maka haruslah segera bertaubat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:

"Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba, sebelum nafasnya berada di kerongkongan." 36

Hal yang perlu diingat adalah bahwa Allah Maha Melihat lagi Maha Mengetahui. Allah mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi dan yang disembunyikan dalam hati. Meski tidak seorangpun melihat apa yang ada

36 HR. At-Tirmidzi. Lihat: At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, (Mesir: Al-Hilabi, t.th), jilid. 4, h. 660, no. 3537. Hadis ini dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami` ash-Shaghir, jilid. 4, h.

155, no. 1899.

di dalam hati, tetapi Allah Maha Melihat. Artinya, bahwa seorang yang bertaubat harus berterus terang kepada diri sendiri dan kepada Allah atas segala perbuatan dosa yang pernah dilakukannya dengan sejujur-jujurnya, dan mempunyai keinginan yang kuat untuk berubah terdorong dari dalam dirinya, bukan karena terpaksa.

Setelah seorang pendosa termotivasi dari dalam dirinya dan

dengan kesadaran penuh ingin kembali ke jalan yang lurus, maka haruslah senantiasa berhati-hati dan waspada. Jangan sampai terlintas dalam hati untuk melakukan perbuatan dosa, baik dosa yang besar maupun yang kecil, karena hal itu akan menjadi penghalang dalam mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Kemudian berkomitmen untuk meninggalkan tempat-tempat kemaksiatan dan menjauhi teman-teman yang berperilaku buruk agar tidak tergoda untuk kembali ke jalan yang sesat. Demikian juga, berusaha menjauhi gaya hidup materialistic dan hedonistic, agar tidak tergoda melakukan perbuatan yang sewenang-wenang untuk kepentingan hawa nafsunya.

Taubat sangat membutuhkan kejujuran untuk meninggalkan segala perbuatan dosa, karena taubat yang hanya dilakukan sebagai komoditas kepentingan hawa nafsunya, maka tidak akan mempunyai arti apa-apa. Di sini Taubat sangat membutuhkan kejujuran untuk meninggalkan segala perbuatan dosa, karena taubat yang hanya dilakukan sebagai komoditas kepentingan hawa nafsunya, maka tidak akan mempunyai arti apa-apa. Di sini