Bertakwa kepada Allah

B. Bertakwa kepada Allah

Takwa adalah perisai yang membentengi diri kita dari azab Allah SWT, yaitu dengan senantiasa berkomitmen untuk melaksanakan semua

11 perintah Allah dan meneguhkan hati untuk menjauhi semua larangan-Nya.

Orang yang bertakwa kepada Allah akan dapat mengendalikan hawa nafsunya. Dan seandainya dia terpedaya oleh bisikan setan untuk melakukan perbuatan dosa maka dia akan segera ingat, sadar dan kembali kepada Allah. Sebagaimana Allah SWT berfirman:

"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa apabila mereka dibayang-bayangi pikiran jahat (berbuat dosa) dari setan, mereka pun segera ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat (kesalahan-kesalahannya)". (Q.s Al-A`raf 7 : 201)

11 Ibn Jarīr ath-Thabari, J ā mi` al-Bay ā nF ī Tafs ī r Ā y ā t al-Qur` ā n, (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), Jilid 1. h. 232-234. Lihat juga dalam tafsir Ibnu Katsir, jilid 1, h. 40-41

Taqwa merupakan refleksi dari keimanan, iman bersumber dari hati. Sedangkan hati diibaratkan seperti ruang kaca yang ada pelita di dalamnya. Ketika dinding kaca kotor maka tidak dapat menerima pantulan cahaya. Begitu juga ketika hati kita kotor, tentu cahaya Ilahi tak akan bisa masuk kedalamnya. Perhatikan firman Allah sebagai berikut:

"Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu). Dan sungguh rugi orang yang mengotorinya". (Q.s Asy-Syams 91 : 9-10)

Yang dimaksud dengan menyucikan jiwa di sini adalah terdapatnya cahaya iman di dalam hati yaitu terpancarnya nur ma`rifat. 12

Dengan kata lain penulis mmahami bahwa orang yang membersihkan hatinya dari kotoran dan noda itulah orang yang dapat menerima cahaya Ilahi, sehingga dapat melihat kebaikan dan kebenaran kemudian mengikutinya dalam bentuk amal saleh dan jauh dari bisikan-bisikan jahat yang dihembuskan oleh setan.

Orang yang selalu membersihkan hatinya dari akhlak yang tidak terpuji dan menghiasinya dengan akhlak yang terpuji, mereka itulah orang- orang yang mampu menerjemahkan keimanannya untuk mencapai derajat

12 Al-Ghazali, Ihya' Ulumuddin, jilid 3, h. 47 12 Al-Ghazali, Ihya' Ulumuddin, jilid 3, h. 47

"Sungguh, setan itu tidak akan berpengaruh terhadap orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhan. Pengaruhnya hanyalah terhadap orang yang menjadikannya pemimpin dan terhadap orang yang mempersekutukannya dengan Allah". (Q.s An-Nahl 16 : 99-100)

Ayat di atas menjelaskan bahwa orang yang tidak terpengaruh oleh setan adalah orang yang beriman dan juga bertawakkal kepada Allah. Tawakkal adalah berserah diri kepada Allah SWT dalam segala hal disertai usaha atau ikhtiar. Tawakkal adalah suatu sikap penyerahan diri dengan meyakini akan adanya pemeliharaan Allah dalam kehidupan setelah kita melakukan usaha yang maksimal untuk menggapai suatu tujuan, di mana tertancapnya keyakinan dalam hati tersebut akan membuat hubungan manusia

dengan Allah sangat kuat. 13 Tawakkal kepada Allah adalah inti dari

13 Muhammad Al-Ghazali, Al-Janib al-`Athifi min al-Isl ā m: Bahts f ī al-Khuluq wa as-Sul ū k wa at-Tasawwuf, (Iskandariyah: Dār al-Da'wah, 1990), cet. 1, h. 273 13 Muhammad Al-Ghazali, Al-Janib al-`Athifi min al-Isl ā m: Bahts f ī al-Khuluq wa as-Sul ū k wa at-Tasawwuf, (Iskandariyah: Dār al-Da'wah, 1990), cet. 1, h. 273

Namun betapapun kuat keimanan dan ketakwaan seseorang, kesalahan dan kekhilafan itu pasti akan terjadi dalam diri manusia. Akan tetapi orang yang benar-benar bertaqwa ketika melakukan kesalahan segera ia kembali kepada Allah dengan bertaubat, sehingga dapat mencegah gangguan

setan dalam dirinya agar memperoleh keberuntungan di sisi Allah SWT, sebagaimana firmanNya:

"Dan bertaubatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman agar kamu beruntung". (Q.s An-Nur 24 : 31)