Pendidikan untuk perempuan 1). Pendidikan sebagai Tuntutan

b. Pendidikan untuk perempuan 1). Pendidikan sebagai Tuntutan

Pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Hidup tumbuhnya anak-anak terletak di luar kecakapan atau kehendak kaum pendidik. Anak-anak itu sebagai makhluk, sebagai manusia, sebagai benda hidup, tentu saja hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri. kekuatan kodrati yang ada pada anak-anak ialah segala kekuatan di dalam hidup batin dan hidup lahir anak-anak itu yang ada karena kodrat (Rahardjo, 2009).

Tujuan pendidikan selama periode kolonial Belanda memang tidak pernah diwujudkan, Rifa’i menyimpulkan mengenai tujuan dari pendidikan yang diberikan pemerintah kolonial bahwa tujuan pendidikan antara lain untuk memenuhi keperluan tenaga buruh kasar kaum modal Belanda, sebagian ada yang dilatih dan dididik untuk menjadi tenaga administrasi, tenaga teknik, tenaga pertanian, dan pekerjaan lain yang dianggap pekerja- pekerja kelas dua atau kelas tiga (2011).

Sistem pendidikan suatu bangsa akan berhasil mendidik para warganya apabila sistem tersebut berdasarkan budaya bangsanya. Sistem

commit to user

Belanda jelas telah merusak jiwa rakyat serta budaya bangsa Indonesia. Ki Hajar Dewantara berusaha untuk menggantikan sistem pendidikan kolonial dengan sistem pendidikan yang berdasarkan kultur sendiri dengan mengutamakan kepentingan rakyat (Hariyadi, 1985).

Pendidikan yang ditanamkan oleh Ki Hajar sebenarnya menekankan pada aspek humanisme, sisi sosial kemanusiaan bahwa pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan, bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran dan tubuh anak, sehingga terbentuknya kesempurnaan hidup yang selaras dan serasi dengan dunianya (Rahardjo, 2009).

Manusia hidup di bumi ini tentulah harus mempunyai pedoman hidup agar kehidupan dapat berjalan lancar dan seimbang, begitu pula dengan Ki Hajar Dewantara. Ajaran hidup Ki Hajar Dewantara yang dapat kita ambil sebagai pedoman hidup merupakan pedoman atau petunjuk operasional- praktis, diantaranya bisa disebut Tringa, Tri pantangan, Wasita Rini. Ajaran Ki Hajar yang berwujud fatwa antara lain: “Hak diri untuk menuntut salam bahagia”, “salam bahagia diri tidak boleh menyalahi damainya masyarakat”, “Neng-Ning-Nung-Nang” (Suratman, 1989).

Kata terakhir yang Ki Hajar Dewantara tinggalkan sebelum wafat yaitu kata “Aanvaarding”. Kata bahasa Belanda yang berarti “Kesediaan menerima dengan tabah dan ikhlas”. “Aanvaarding” adalah salah satu asas hidup Ki Hajar Dewantara yang beliau taati secara konsisten. Sikap “Aanvaarding” ini bukan sikap “nrimo” dalam arti menerima nasib secara “nglokro” (tanpa kehendak untuk menghadapinya secara aktif-kreatif), secara pasif-apatis- masa bodoh karena malas atau putus asa, melainkan mau menerima kenyataan hidup tanpa rasa khawatir, cemas, takut, getun, dan kecewa agar bisa menanggapinya secara aktif dan kreatif dengan pikiran yang kritis dan obyektif (Sinar Harapan, 1975).

Mendidik pada dasarnya adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak, sehingga sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat, mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang

commit to user

dianggap merampas hak anak, yang dipakai sebagai alat pendidikan adalah pemeliharaan dengan sebesar perhatian untuk mendapat tumbuhnya hidup anak, lahir dan batin menurut kodratnya sendiri (Hariyadi, 1985).

Pandangan Ki Hajar Dewantara yang dilandasi eksistensi manusia, ialah sebagai individu dan makhluk sosial, maka semua ajaran Ki Hajar Dewantara selalu bermuara kepada manusia dan kepentingan kehidupan manusia bersama. Ajaran tersebut memang sesuai sekali dengan kedudukannya sebagai wahana untuk mencapai tujuan akhir Tamansiswa, yaitu terciptanya masyarakat tertib-damai dan salam-bahagia (Suratman, 1989).

2). Menurut Ki Hajar Dewantara

Masalah perempuan itu adalah masalah yang penting, hal yang paling penting dan tidak boleh dipungkiri atau dilupakan ialah “kodratnya” perempuan. Inilah keadaan yang nyata, yang hak dan sebenarnya harus menjadi petunjuk jalan untuk semua orang. Sebenarnya hidup perempuan itu mengandung lambang kesempurnaan hidup manusia di dunia. Pada zaman sekarang, perempuan di dunia Barat berusaha mendapatkan hak persamaan dengan laki-laki. Cita-cita yang dikejar oleh kaum perempuan itu memang sudah semestinya, akan tetapi pergerakan untuk mendapatkan “persamaan” lama-lama menimbulkan keadaan yang tidak cocok dengan kodratnya perempuan (Dewantara, 1967).

Ki Hajar Dewantara menekankan pentingnya pendidikan bagi anak- anak perempuan. Ki Hajar melihat perempuan sebagai sosok yang memiliki pengaruh besar dalam pendidikan. Menurut Ki Hajar laki-laki dan perempuan adalah dua makhluk yang tarik menarik. Keduanya sama-sama mempunyai ketertarikan pada lawan jenis. Oleh karena itu. Laki-laki dan perempuan harus dipisah dalam kelas ketika mereka memasuki masa berahi atau masa pubertas, akan tetapi itu bukan bentuk diskriminasi perlakuan terhadap perempuan (Rahardjo, 2009).

commit to user

beradaptasi jika dengan guru perempuan daripada laki-laki, seperti diungkapkan Ki Hajar Dewantara (1967) yaitu, “Anak-anak kecil masih sangat membutuhkan hubungan batin dengan ibu, oleh karena itu anak-anak lebih tertarik pada guru perempuan. Sebenarnya untuk memenuhi kemauan dan keinginan anak, untuk memelihara tubuh anak, memang perempuan lebih pandai daripada guru laki-laki” (hlm. 239).

Pengaruh perempuan berkuasa untuk mendidik keutamaan, karena besarnya pengaruh perempuan pada barang dan tempat sekelilingnya yaitu untuk mensucikan dan menghaluskan suasana (Ki Hajar Dewantara, 1967).

Ki Hajar Dewantara dalam artikel yang ditulisnya yaitu “Chodrat Perempuan”, mengutarakan ketidaksetujuan pada jenis persamaan hak perempuan yang berkembang di Eropa. Menurut Ki Hajar persamaan hak hendaknya tidak melupakan kodrat perempuan yang berbeda dengan laki-laki baik fisik maupun psikologis (Rahardjo, 2009).

Sebenarnya soal perempaun itu tidak boleh dipandang dari satu sudut, menurut satu aliran, karena hidup perempuan itu tidak lebih dan tidak kurang ialah soal hidup kemanusiaan sepenuhnya, ialah soal keadaban. Dalam soal keturunan (dimana orang perempuan menjadi pemangku) jelas meruapakan soal yang sangat penting, maka dengan sendirinya soal perempuan itu menjadi sangat penting selama kita memandang perempuan sebagai pemangku- turunan (Ki Hajar Dewantara, 1967).

Ki Hajar menganggap bahwa guru perempuan adalah guru yang tepat untuk dijadikan pendidik bagi anak-anak karena ikatan emosional anak dengan ibu lebih kuat daripada anak dengan bapak. Oleh karena itu lebih mudah mendidik anak pada usia dini melalui guru perempuan daripada guru laki-laki (Rahardjo, 2009

commit to user

Dokumen yang terkait

1. No. Responden: 2. Nama : 3. Umur : 4. Kelas : - Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri Tentang Dismenorea dan Tindakan Dalam Penanganan Dismenorea di SMP Swasta Kualuh Kabupaten Labuhan Batu Utara Tahun 2015

0 0 22

Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri Tentang Dismenorea dan Tindakan Dalam Penanganan Dismenorea di SMP Swasta Kualuh Kabupaten Labuhan Batu Utara Tahun 2015

0 1 16

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri Tentang Dismenorea dan Tindakan Dalam Penanganan Dismenorea di SMP Swasta Kualuh Kabupaten Labuhan Batu Utara Tahun 2015

0 1 10

BAB II PROFIL PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat dan Kegiatan Operasional Perusahaan ` 2.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan PT Perkebunan Nusantara II (persero) Kebun Sampali berkedudukan di pasar - Efisiensi Pengelolaan Dana Dalam Rangka Meningkatkan Rentabilita

0 1 15

BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Perusahaan - Analisis Pinjaman Polis di AJB Bumiputera 1912 Kantor Wilayah Medan

0 1 27

BAB II BALAI WILAYAH SUNGAI SUMATERA II DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT A. Sejarah Ringkas 1. Kementerian Pekerjaan Umum - Pengendalian Internal Penerimaan Dan Pengeluaran Kas Pada Balai Wilayah Sungai S

0 0 30

BAB II PT PERKEBUNAN NUSANTARA III (PERSERO) MEDAN A. Sejarah Ringkas - Sistem Informasi Akuntansi Pada PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan

0 1 31

BAB II DINAS PERHUBUNGAN KOTA MEDAN A. Sejarah Ringkas - Sistem Akuntansi Penerimaan dan Pengeluaran Kas Pada Dinas Perhubungan Kota Medan

0 0 26

BAB II PROFIL INSTANSI A. Sejarah Singkat PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk - Peranan Kepimimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT.Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk Kcu Universitas Sumatera Utara.

0 0 11

PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan judul : Perbedaan Tingkat Depresi pada M ahasiswi S1 yang Sudah Menikah dan Belum Menikah di Unversitas Sebelas Maret Surakarta

0 1 46