Komisi Yudisial Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia

BAB III KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL SEBAGAI SUATU LEMBAGA

KOMISI NAMUN BUKAN LEMBAGA KEKUASAAN KEHAKIMAN

A. Komisi Yudisial Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia

Dinamika ketatanegaraan di Inonesia semakin berkembang seiring dengan dilakukannya perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi Negara Republik Indonesia.Secara teoritis suatu konstitusi dapat diubah dalam rangka penyempurnaan. 78 Reformasi konstitusi dipandang menjadi kebutuhan dan agenda yang harus dilakukan secara fundamental.Hal ini mengingat, adanya beberapa aspek kelemahan yang terdapat secara fundamental.Hal ini mengingat, ada beberapa asapek kelemahan yang terdapat dalam UUD 1945.Kelemahan-kelemahan tersebut menjadi penyebab Upaya penyempurnaan atas kekurangan yang terdapat dalam suatu konstitusi, menurut K.C Wheare dapat dilakukan melalui formal amandement, constitusional convention, ataupun judicial interpretation.Oleh karena itu penyempurnaan terhadap UUD 1945 melalui agenda perubahan diharapkan mampu mengawal proses transisi dari era otoritarianisme menuju era demokrasi konstitusional. 78 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid I, Jakarta: Konstitusi Press, 2006, hlm.320 58 Universitas Sumatera Utara tidak demokrasinya negara Indonesia selama menggunakan UUD 1945. Mahfud MD 79 1. UUD 1945 membangun sistem politik yang executive heavy dengan memberi posisi yang sangat besar kepada kekuasaan presiden tampa adanya mekanisme checks and balances yang memadai. menyebutkan kelemahan-kelemahan tersebut diantaranya: 2. UUD 1945 terlalu banyak member atribusi dan delegasi kewenangan kepada Presiden untuk mengatur lahi hal-hal penting dengan UU maupun dengan Peraturan Pemerintah. 3. UUD 1945 memuat beberapa pasal yang ambigu atau multitafsir sehingga bisa ditafsirkan dengan bermacam-macam tafsir, tetapi tafsir yang harus diterima adalah tafsir yang dibuat oleh Presiden. 4. UUD 1945 lebih mengutamakan semangat penyelenggara negara dari pada sistemnya. Perubahan UUD 1945 1999-2002 telah membawa semangat baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, baik dalam pelembagaan kekuasaan legislatif, eksekutif, maupun yudisial kekuasaan kehakiman. Dalam sistem kekuasaan kehakiman yudisial di samping Mahkamah Agung MA dan badan-badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara, telah muncul lembaga baru yaitu Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial sebagai implikasi adanya perubahan terhadap UUD 1945. Pembentukan Komisi Yudisial mendapat legitimasi yuridis-konstitusional melalui ketentuan Pasal 24B Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Artinya, Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang mendapatkan kewenangan bersumberkan dari konstitusi constitutionally based 79 Moh. Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Edisi Revisi, Jakarta: Rineka Cipta, 2001, hlm.155-157 Universitas Sumatera Utara power.Kewenangan Komisi Yudisial bersumber konstitusi adalah mengusulkan pengangkatan hakim agung, dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Apabila merujuk hal ini maka posisi hukum legalitas Komisi Yudisial pada dasarnya cukup kuat karena diatur dalam konstitusi. Secara sosiologis pembentukan Komisi Yudisial dikuatkan dengan dukungan publik sejak awal apabila menurut proses penyusunan amandemen aturan dalam konstitusi maupun penyusunan draft hingga pengesahan undang-undang Komisi Yudisial yang dikawal oleh masyarakat sipil secara luas. Meskipun, seperti kita ketahui bahwa pembentukan undang-undang adalah ranah pemerntah dan parlemen dimana yang keduanya terutama parlemen kental dengan nuansa politik dan kepentingan sehingga Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial disahkan tidak maksimal. Sayangnya lagi Undang-Undang yang sudah lemah ini semakin dilemahkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan agar Undang-undang Komisi Yudisial dan beberapa pasal yang terkait terutama mengenai Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi direvisi bersamaan. Faktanya, hanya Undang-Undang Mahkamah Agung yang dibahas dan disahkan dahulu. Perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial mengalami penundaan pembahasan hingga berganti anggota DPR dari periode 2004- 2009 ke periode 2009-2014. Antara negara satu dengan negara lain tidak selalu sama dalam mengaplikasikan gagasan pembentukan Komisi Yudisial. Fungsi, struktur organisasi Universitas Sumatera Utara dan penamaan lembaga tersebut tidak selalu sama antara satu dengan lainnya. 80 a Lemahnya monitoring secara intensif terhadap kekuasaan kehakiman, karena monitoring hanya dilakukan secara internal saja; Di beberapa negara, Komisi Yudisial mucul sebagai akibat dari salah satu atau lebih dari lima hal sebagai berikut: b Tidak adanya lembaga yang menjadi penghubung antara kekuasaan pemerintah executive power dalam hal ini Depertemen Kehakiman- dan kekuasaan kehakiman judicial power; c Kekuasaan kehakiman dianggap tidak mempunyai efesiensi dan efektifitas yang memadai dalam menjalankan tugas apabila masih disibukkan dengan persoalan-persoalan teknis non-hukum; d Tidak adanya konsistensi putusan lembaga peradilan, karena setiap putusan kurang memperoleh penilaian dan pengawasan yang ketat dari sebuah lembaga khusus. e Pola rekruitmen hakim selama ini dianggap terlalu biasa dengan masalah politik, karena lembaga yang mengusulkan dan merekrutnya adalah lembaga-lembaga politik, yaitu presiden atau parlemen. Di beberapa negara yang mengenal lembaga Komisi Yudisial dalam struktur ketatanegaraannya, salah satu atau lima dari hal di atas dapat ditemukan, karena pada umumnya persoalan yang dihadapi oleh berbagai lembaga peradilan di seluruh dunia berkaitan dengan kurang atau tidak berjalannya monitoring terhadap lembaga peradilan, tidak hanya lembaga penghubung antara kekuasaan kehakiman dan pemerintah, kekuasaan kehakiman terlalu disibukkan dengan persoalan-persoalan teknis non-hukum, buruknya kualitas dan konsistensi putusan dan perekrutan hakim selalu dipolitisasi oleh lembaga politik. Keberadaan Komisi Yudisial di dalam struktur kekuasaan kehakiman suatu negara adalah untuk keluar dari latar belakang permasalahan kurang atau tidak 80 Voermans,op.cit.,143 Universitas Sumatera Utara berjalannya monitoring terhadap lembaga peradilan, tidak adanya lembaga penghubung antara kekuasaan kehakiman dan kekuasaan pemerintah, kekuasaan kehakiman terlalu disibukkan dengan persoalan-persoalan non-hukum, buruknya kualitas dan konsisitensi putusan, dan perekrutan hakim selalu dipolitisasi oleh lembaga-lembaga politik. Kehadiran Komisi Yudisial diidealkan akan mampu mengatasi persoalan-persoalan tersebut dengan cara melakukan monitoring secara intensif terhadap lembaga peradilan, menjadi perantara mediator antara lembaga peradilan dengan Depertemen Kehakiman, meningkatkan efesiensi dan efektivitas lembaga peradilan dalam banyak aspek, menjaga kualitas dan konsistensi putusan lembaga peradilan, dan meminimalisasi terjadinya politisasi terhadap rekrutmen hakim.

B. Dasar Hukum Komisi Yudisial di Indonesia