b. Sebagai bahan informasi bagi semua kalangan yang berkaitan dengan
penegakan dan pengembangan ilmu hukum. c.
Sebagai bahan kajian bagi kalangan akademis untuk menambah wawasan dalam bidang ilmu hukum, khsususnya yang berkaitan dengan Komisi
Yudisial.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pengamatan serta penelusuran kepustakaan yang dilakukan, penelitian yang mengangkat judul tentang “tinjauan kritis kedudukan dan
kewenangan komisi yudisial RI pasca amandemen UUD 1945” ini belum pernah dilakukan baik dalam judul maupun permasalahan yang sama. Sehingga penelitian ini
dapat dikategorikan sebagai penelitian yang baru dan keasliannya dapat di pertanggungjawabkan, karena dilakukan dengan nuansa keilmuan, kejujuran,
rasional, objektif dan terbuka serta dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan akademis.
F. Kerangka Teori dan Konsepsional
1. Kerangka Teori
Secara konseptual teori yang dipergunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian tesis ini dan dapat dijadikan acuan dalam membahas Tinjauan Kritis
kedudukan dan kewenagan Komisi Yudisial RI Pasca Amandemen UUD 1945 adalah dengan menggunakan pendekatan teori “negara berdasarkan atas hukum” sebagai
Universitas Sumatera Utara
grand theory yang didukung oleh teori konstitusi dan teori demokrasi atau kedaulatan rakyat.
Paham negara hukum berakar pada keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang baik dan adil. Menurut Franz Magnis-Suseno,
8
Jika dirujuk kebelakang, paham negara hukum sebetulnya merupakan konsep yang sudah lama menjadi discourse para ahli.Plato mengemukakan konsep
nomoiyang dapat dianggap sebagai cikal bakal pemikiran tentang negara hukum.Sedangkan Aristoteles mengemukakan ide negara hukum yang dikaitkan
dengan arti negara dalam perumusannya masih terkait pada polis.Bagi Aristoteles yang memerintah dalam negara hukum bukanlah manusia, melainkan pikiran yang
adil dan kesusilaan yang menentukan baik buruknya suatu hukum. terdapat dua unsur dalam paham negara hukum. Pertama, hubungan antara
memerintah dan yang diperintah tidak berdasarkan kekuasaan, tetapi berdasarkan norma yang objektif juga mengikat pihak yang memerintah. Kedua, norma yang
objektif itu, hukum, memenuhi syarat bukan hanya secara formal, melainkan dapat dipertahankan berhadapan dengan idea hukum.
9
Seorang sarjana dari jerman F.J Stahl mengemukakan empat unsur dari negara hukum, yakni:
8
Franz Magnis-Suseno, 1999, Etika Politik Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Jakarta: PT Gramedia Pustaka, hal,295.
9
M. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1990, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi HTN UI dan Sinar Bakti, hal. 142.
Universitas Sumatera Utara
1. Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia
2. Adanya pembagian kekuasaan;
3. Pemerintah haruslah berdasarkan peraturan-peraturan hukum; dan
4. Adanya peradilan administrasi.
10
Konsep negara hukum di Eropa yang dikenal dengan Rule Of Law yang sangat
terkenal karena uraian A.V. Dicey dalam bukunya yang berjudul law and constitution
1952. Dalam bukunya tersebut Dicey menyatakan bahwa unsur-unsur Rule of Law mencakup:
1. Supremasi aturan-aturan hukum. Tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang
dalam arti bahwa seseorang boleh dihukum jika melanggar hukum. 2.
Kedudukan yang sama di hadapan hukum. Dalil ini berlaku, baik bagi mereka rakyat kebanyakan meupun pejabat.
3. Terjadinya hak asasi menusia oleh undang-undang serta keputusan-keputusan
pengadilan.
11
Jimly Asshiddqie
12
1. Adanya jaminan persamaan dan kesejahteraan dalam kehidupan bersama;
menyebutkan bahwa paling tidak ada sebelas prinsip pokok
yang terkandung dalam negara hukum yang demokratis, yakni:
2. Adanya pengakuan dan penghormatan terhadap perbedaan atau pluralitas;
3. Adanya atruran yang mengikat dan dijadikan sumber rujukan bersama;
4. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa berdasarkan mekanisme aturan yang
ditaati bersama itu; 5.
Adanya pengakuan dan penghormatan terhadap HAM;
10
Hasan Zaini Z., 1974, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung: Alumni,hal. 155.
11
Miriam Budiarjo, 1992, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta:Gramedia:Pustaka Utama, hal.58.
12
Jimly Asshiddgie. 2005, Hukum Tata Negara dalam Pilar-Pilar Demokrasi, Jakarta: Konpress, hal. 229-300.
Universitas Sumatera Utara
6. Adanya pembatasan kekuasaan melalui mekanisme pemisahan dan pembagian
kekuasaan disertai mekanisme penyelesaian sengketa ketatanegaraan antara lembaga negara, baik secara vertical maupun horizontal;
7. Adanya peradilan yang bersifat independen dan tidak memihak dengan
kewibawaan putusan tertinggi atas dasar keadilan dan kebenaran; 8.
Adanya lembaga peradilan yang dibentuk khusus untuk menjamin keadilan bagi warga negara yang dirugikan akiabat putusan atau kebijkan pemerintah;
9. Adanya mekanisme judicial review oleh lembaga peradilan menghadap norma-
norma ketentuan legislatif, baik yang ditetapkan oleh lembaga legislative maupun eksekutif; dan
10. Dibuatnya konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang mengatur jaminan
pelaksaan prinsip-prinsip diatas. 11.
Adanya pengakuan terhadap asas legalitas atau due process of law dalam keseluruhan sistem penyelenggaraan negara.
Konstitusi menurut makna katanya berarti “ dasar susunan badan politik” yang bernama negara. Konstitusi menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan
suatu negara, yaitu berupa peraturan kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah negara.
13
K.C Wheare F.B.E seperti dikutip Juniarto mengatakan:
Istilah constitution pada umumnya dipergunakan untuk menunjuk kepada seluluruh peraturan mengenai ketatanegaraan suatu negara yang secara
keseluruhan akan menggambarkan sistem ketatanegaraan tersebut terbagi dua golongan, yaitu peraturan berderajat legal law dan berderajat nonlegal
extralegal.
14
Berdasarkan pendapat diatas, maka pada dasarnya peraturan-peraturan konstitusi ada yang tertulis sebagai keputusan badan yang berwenang, berupa UUD
atau UU dan ada yang tidak tertulis yang berupa usage, understanding, custums atau convention.
13
Samidjo, Ilmu Negara, Bandung : Armico. Hlm. 297
14
Juniarto, Selayang Pandang Sumber-sumber Hukum Tata Negara di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 22.
Universitas Sumatera Utara
Berkaitan dengan keberadaan konstitusi dalam suatu negara Lord Bryce
15
1. Adanya keinginan aggota warga negara untuk menjamin hak-haknya yang
mungkin terancam dan sekaligus membatasi tindakan-tindakan penguasa; ,
mencatat empat motif timbulnya konstitusi:
2. Adanya keinginan dari pihak yang diperintah atau yang memerintah dengan
harapan untuk memjamin rakyatnya dengan menentukan bebtuk suatu sistem ketatanegaraan tertentu;
3. Adanya keinginan dari pembentuk negara yang baru untuk menjamin tata cara
penyelenggaaraan ketatanegaraan; 4.
Adanya keinginan untuk menjamin kerjasama yang efektif antar negara bagian. Berdasarkan pendapat Lord Bryce tersebut, maka paham konstitusi memiliki
makna bahwa pemerintahan berdasarkan atas hukum dasar konstitusi.Tidak berdasarkan kekuasaan belaka absolutisme.Konskuensi logis dari diterimanya
paham konstitusi atau pemerintahan berdasarkan undang-undang dasar, berarti bahwa dalam pemerintahan negara presiden selaku eksekutif memegang kekuasaan
pemerintah menurut UUD, presiden berhak mengajukan undang-undang kepada lembaga perwakilan rakyat.Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk
menjalankan undang-undang.Dengan prinsip ini Presiden hanya mengeluarkan peraturan, kalau ini mempunyai landasan pada UUD, atau merupakan penerusan dari
padanya.
16
15
Ibid. hlm. 40-41
16
Ibid.,hlm.7
Universitas Sumatera Utara
Paham konstitusionalisme menurut C.H Mellwain
17
1. hukum yang menjadi “pembatas” bagi kemungkinan kesewenang-wenangan
kekuasaan; dalam bukunya yang
berjudul Ancient and Modern, menghendaki eksistensi dua elemen penting sekaligus:
2. akuntabilitas politik sepenuhnya dari pemerintah government kepada yang
diperintah governed. Melalui sistem konstitusi dalam pemerintahan inilah akan melahirkan
kesamaan hak dan kewajiban warga negara serta perlindungan di dalam hukum dan pemerintahan, karena pemerintah penguasa dalam menerapkan aturan merujuk pada
aturan dasar yang berlaku konstitusi bukan kekuasaan yang dimiliki. Istilah ini dikenal dengan pengakuan akan kedaulatan rakyat.
Dengan demikian dapat dikenali, bahwa konstitualisme, minimal mencakup dua hal yang sangat esensial
18
1. Konsep negara hukum haruslah mengatasi kekuasaan pemerintah yang berarti pula bahwa hukum harus mengontrol dan mengendalikan;
, yaitu:
2. Konsepsi hak-hak sipil warga negara yang menggariskan adanya kebebasan warga negara di bawah jaminan konstitusi sekaligus adanya pembatasan
kekuasaan negara yang dasar legitimasinya hanya dapat diperoleh dari konstitusi.
17
Jika diperinci lebih jauh, dua hal tersebut menghasilkan gagasan-gagasan lanjutan seperti kedaulatan rakyat demokrasi, konstitusi sebagai hukum dasar, pemerintahan berdasarkan undang-
undang, prosedur yang terlembaga bagi akuntabilitas pemerintah, dan last but not least jaminan perlindungan HAM warga negara. A. Ahsin Thohari, “Jalan Terjal Konstitusionalisme Indonesia,”
Jurnal Konstitusi, Mahkamah Konstitusi RI Vol. 1 No.1.Juli 2004, hlm. 158
18
K.C Wheare dalam Bambang Heryanto, “Refleksi Politik Hukum Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonsia”, Yuridika, Volume 17, No.4, Juli 2004, hlm.158
Universitas Sumatera Utara
Pengertian demokrasi secara harfiah identik dengan makna kedaulatan rakyat yang berarti pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah. Kemudian
secara prinsipil, demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang menginzinkan rakyatnya untuk mengambil bagian penting dalam proses pemerintahan. Demokrasi
adalah keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat
berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan rakyat.
Menyikapi hal ini Sri Soemantri mengutip pendapat E.Barkermengatakan :
Dilihat dari kata-katanya demokrasi adalah pemerintahan rakyat, yang kemudian diartikan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Meskipun kelihatan sederhana, akan tetapi sampain sekarang adalah sukar untuk membeikan batasan yang dapat diterima semua pihak. Hal ini
disebabkan pengertian demokrasi tersebut telah dan akan mengalami perkembangan.
19
Dengan demikian makna demokrasi sebagai dasar hidup bermasyarakat dan bernegara mengandung pengertian bahwa rakyatlah yang memberikan ketentuan
dalam masalah-masalah mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan negara, karena kebijakan tersebut akan menentukan kehidupan rakyat. Dengan kata
lain bahwa, negara yang menganut sistem demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauanrakyat.
Menurut Moh. Mahfud MD
20
19
Sri Soemantri, Perbandingan Hukum Tatanegara, Bandung: Alumni, 1971.hlm.23
, ada dua alasan dipilihnya demokrasi sebagai sistem bermasyarakat dan bernegara. Pertama, hampir semua negara di dunia ini telah
20
Moh, Mahfud MD., Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, Yogyakarta: Gamma Media, 1999.h.5
Universitas Sumatera Utara
menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamental; kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk
menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya. Setidaknya ada tiga nilai ideal yang mendukung demokrasi sebagai suatu
gagasan kehidupan yaitu kemerdekaan freedom, persamaan, equality, dan keadilan justice.Ide-ide tersebut direalisasikan melalui perwujudan simbol-simbol dan
hakekat dari nilai-nilai dasar demokrasi yaitu sungguh-sungguh mewakili atau diangkat dari kenyataan hidup yang sepadan dengan nilai-nilai itu sendiri.
21
2. Kerangka Konsepsional
Untuk menghindari perbedaan pengertian terhadap istilah yang dipergunakan
dalam penelitian ini, berikut ini adalah konsepsi dan definisi operasional dari istilah-
istilah tersebut.Khusus untuk pengertian kewenangan dalam penelitian ini di uraikan dengan cukup rinci, sedangkan istilah-istilah lainnya hanya disebutkan definisi
operasionalnya karena diuraikan lebih jelas dalam pembahasan permasalahan yang diangkat.
Agar terdapat persamaan persepsi dalam membaca rencana penelitian ini, maka dipandang perlu untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan konsp-konsep
di bawah ini:
21
Muhadjir Darwin, “Demokrsi Politik Sudah Saatnya”, Jakarta, h.3
Universitas Sumatera Utara
A. Komisi
Komisi negara sering disebut dalam beberapa istilah berbeda, misalnya di Amerika Serikat di kenal saebagai administrative agencies. Menurut Michael R
Asimow, komisi negara adalah: units of government created by statute to carry out specific tasks in implementing the statute. Most administrative agencies fall in the
executive branch, but some important agencies are independent.
22
Komisi negara independen adalah organ negara state organs yang diidealkan independen dan
karenanya berada di luar kekuasaan eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, namun justru mempunyai fungsi campur dari ketiganya.
23
Dalam bahasa Funk dan Seamon komisi independen itu tidak jarang mempunyai kekuasaan “quasi legislative” dan
“quasi judicial”.
24
Sesuai dengan defenisi komisi negara independen di atas, di Indonesia saat ini ada 13 independent regulatory agencies.Evaluasi atas komisi negara di tanah air
paling tidak perlu menyoroti tiga hal, yaitu: 1 problema eksistensinya yang mulai menginflasi; 2 efektifitas fungsi, 3 serta urgensi restrukturisasi komisi negara
tersebut.
25
22
Michael R Asimow, Administrative Law 2002hlm.1.
23
Jimly Asshiddigie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD Tahun 1945, Makalah dalam seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, Denpasar 14-18 Juli 2003
24
William F. Funk dan Richard H. Seamon, Administrative Law: ExamplesExplanations 2001 hlm.23-24.
25
Denny Indrayana, Komisi Negara Independen Evaluasi Kekinian dan Tantangan Masa Depan, Majalah Hukum Nasional: DEPKUMHAM RI. Hlm.77.
Universitas Sumatera Utara
B. Kedudukan
Menurut Philipus M. Hadjhon, makna kedudukan suatu lembaga negara dapat
dilihat dari dua sisi, yaitu: pertama, kedudukan diartikan sebagai suatu posisi yaitu posisi lembaga negara dibandingkan dengan lembaga-lembaga negara lain. Kedua,
kedudukan lembaga negara diartikan sebagai posisi yang didasarkan pada fungsi utamanya.
26
Dengan makna kedudukan dari dua sisi tersebut ketetapan MPR No.VIMPR1973 junto Ketetapan MPR No. IIIMPR1978 membedakan dua
kelompok Lembaga UUD 1945, yaitu lembaga tinggi negara, MPR dan lembaga Tinggi Negara yang terdiri atas: Presiden, DPA, DPR, BPK, dan Mahkamah Agung.
Namun berdasarkan ketentuan UUD 1945 pasca Amandemen tidak lagi dikenal pembagian dalam kelompok Lembaga Negara dan Lembaga Tinggi Negara pola
Ketetapan MPR No VI MPR 1973 juntoKetetapan MPR No.III MPR 1978.
27
Susunan Komisi Yudisial adalah stuktur organisasi Komisi Yudisial yang
telah tersusun yang menyangkut siding paripurna, ketuawakil ketua, sub-sub komisi, sekretariat jendral, biro-biro dan bagian-bagian.
28
26
Philipus M. Hadjon, 1996, Lembaga Tertinggi dan Lembaga-Lembaga Tinggi Negara Menurut UUD 1945, Surabaya: Bina Ilmu,1992, h.x
Dalam hal ini juga menyangkut fungsi, tugas, kewajiban, dan wewenag Komisi Yudisial.
27
Philipus M. Hadjon, 2004, Ibid
28
Tim Penyusun Kamus Pustaka Bahasa,op.cit.,hlm.1112
Universitas Sumatera Utara
Kedudukan KomisiYudisial
adalah kedudukannya dalam struktur ketatanegaraan dan juga tempat kedudukan Komisi Yudisial.
29
Dalam konteks ini yang menjadi pernyataan adalah apakah Komisi Yudisial termasuk dalam kekuasaan
kehakiman atau tidak dan apakah Komisi Yudisial termasuk ke dalam alat-alat kelengkapan Negara dalam struktur ketatanegaraan atau tidak.Pelembagaan Komisi
Yudisial adalah perbuatan melembagakan atau mengorganiasasikan
30
C. Kewenangan dan Tugas Komisi Yudisial
Komisi Yudisial yang menyangkut susunan dan kedudukannya dan menyangkut sidang
paripurna, ketuawakil ketua, sub-sub komisi, sekretariat jendral, biro-biro dan bagian-bagian selain itu, juga menyangkut fungsi, tugas, kewajiban dan wewenang
Komisi Yudisial.
Kata kewenangan berasal dari kata dasar wewenang yang berarti hak dan kekuasaan untuk membuat keputusan yang memiliki akibat hukum setelah
dikeluarkan keputusan tersebut.
31
29
Pengertian ini diadaptasi dari pengerian kata “kedudukan” dalam ibid., hlm.278
Dalam pasal 24B Undang-Undang Dasar 1945 digunakan istilah “wewenang” untuk menunjuk fungsi yang harus dilakukan oleh
komisi yudisial.Penggunaan istilah “wewenang” menurut Tim Penyusun Naska Akademis Rancangan Undang-Undang Komisi Yudisial versi Mahkamah Agung
30
Pengertian ini diadaptasi dari pengertian kata “lembaga”, “melembagakan”, “pelembagaan” dalam ibid., hlm.653-654.
31
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,1998, hlm.1011.
Universitas Sumatera Utara
32
Dalam Undang-Undang Komisi Yudisial digunakan istilah wewenang dan tugas
, tidak dijabarkan tentang fungsi Komisi Yudisial.Ada pendapat yang mengatakan bahwa wewenang bevoegdheid mengandung pengertian tugas
plicthendan hak rechten. Menurut Bagir Manan,
kurang tepat karena kata kewenangan biasanya diartikan sebagai hak-hak yang dimiliki seseorang atau suatu badan untuk menjalankan tugasnya. Sementara fungsi
Komisi Yudisial dibentuk dan tugas menunjukkan hal-hal apa yang wajib dilakukan oleh suatu lembaga guna mencapai fungsi yang diharapkan.
33
G. Metode Penelitian