HASIL DAN PEMBAHASAN Kepada Dr. dr. Sarma N Lumbanraja, SpOGK selaku pembimbing

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan dengan memeriksa blok parafin jaringan mioma uteri dan jaringan miometrium normal berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi di Departemen Patologi Anatomi RSUP. H. Adam Malik Medan, dengan memilih secara acak sederhana dari blok parafin yang tersedia dari tahun 2011 sampai tahun 2014, sehingga diperoleh 30 blok parafin yang memenuhi kriteria penelitian pada masing- masing kelompok. Tabel 4.1 Distribusi frekuensi mioma dan miometrium normal berdasarkan karakteristik Parameter Mioma Miometrium normal n n Usia tahun • ≤ 40 • 40 6 24 20 80 8 22 26.7 73.3 Indeks Massa Tubuh kgm 2 • Underweight 18.5 • Normoweight 18.5-24.9 • Overweight 25-29.9 • Obese 30 13 12 5 43.3 40 16.7 3 18 7 2 10 60 23.3 6.7 Paritas • Nullipara • 1 • 2 – 3 • ≥ 4 8 4 12 6 26.7 13.3 40 20 6 4 9 11 20 13.3 30 36.7 Berdasarkan karakteristik usia seperti yang terlihat pada tabel 4.1, pada kelompok kasus mioma uteri dan kelompok kontrol non mioma, yang terbanyak adalah kelompok usia 40 tahun. Pada kelompok mioma 80 penderitanya berusia 40 tahun, dengan rerata usia 44.8 ± 6.68 tahun, dan 73.3 penderita miometrium normal berusia 40 tahun Universitas Sumatera Utara dengan rerata usia 45.2 ± 7.38 tahun. Namun dari hasil uji t menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok berdasarkan karakteristik usia p = 0.84. Ada beberapa alasan yang mendasari peningkatan jumlah mioma uteri yang terdiagnosis pada usia 40 tahun, antara lain karena peningkatan pertumbuhan atau peningkatan gejala yang dirasakan dari mioma yang telah ada jauh sebelum gejala tersebut dirasakan oleh penderita. Selain itu, pada usia ini kesediaan penderita untuk datang ke pusat pelayanan kesehatan untuk menjalani prosedur pembedahan ginekologi lebih besar sehingga mioma uteri ini terdiagnosis. Kepustakaan menunjukkan bahwa puncak insidensi mioma uteri berada pada dekade keempat, dan akan menurun setelah menopause. 3,7 Hal ini sesuai dengan penelitian Barbosa 2012 yang menemukan bahwa mioma uteri kebanyakan terjadi antara usia 40 dan 59 tahun 45.4. 39 Gowri dkk 2013 dalam penelitiannya mendapatkan bahwa dari 259 pasien mioma uteri, paling banyak pada rentang usia 41 – 50 tahun sebanyak 127 kasus 49, sementara usia 51 – 60 sebanyak 13 kasus 5.1. 40 Sedangkan dari penelitian Ofori dkk 2012 prevalensi tertinggi kasus mioma uteri ditemukan pada wanita berusia 30-39 tahun 43.1, dan penelitian oleh Olotu dkk 2008 menemukan bahwa terdapat 51.9 kasus mioma uteri pada rentang usia 26 – 35 tahun, dan 44.6 pada rentang usia 36 – 45 tahun. 41,42 Hasil penelitian ini juga sesuai dengan Zimmermann dkk 2012 yang menyatakan bahwa usia rerata penderita mioma uteri 40.4 ± 6.9 tahun, dimana lebih tua 8 tahun daripada pasien Universitas Sumatera Utara bukan mioma uteri rerata usia 32.4 ± 9.6 tahun, p 0.001, serta penelitan oleh Wibowo 2013, Ginting dkk 2012 serta He dkk 2013 yang menemukan penderita mioma yang berusia 40 tahun adalah 75.4, 78.9 dan 83.6. 6,43,44,45 Penelitian oleh Chen dkk 2001 mendapatkan bahwa faktor risiko mioma uteri pada wanita kulit putih adalah usia 40 – 44 tahun OR=6.3; 95 CI; 3.5 - 11.6 dan faktor risiko meningkat sesuai dengan pertambahan usia pada wanita afrika – amerika usia 40 – 44 tahun, OR = 27.5; 95 CI; 5.6 - 83.6. 46 Dari segi karakteristik Indeks Massa Tubuh IMT, penelitian ini menunjukkan bahwa pada kelompok kasus dan kontrol IMT yang paling banyak dijumpai adalah normoweight IMT 18.5 – 14.9 yang terdapat pada 13 kasus 43.3 dan 18 kasus 60, tetapi terdapat kecendrungan kasus mioma uteri meningkat pada IMT yang lebih tinggi, dengan jumlah kumulatif pada IMT overweight dan obese adalah sebanyak 17 kasus 56.7. Dari tinjauan literatur menunjukkan bahwa status obesitas meningkatkan resiko terjadinya mioma uteri sebesar 18 setiap peningkatan berat badan 10 kg dan terdapat peningkatan resiko mioma uteri sebanyak 2.3 kali pada wanita dengan IMT diatas kuartil. 21 Hal ini sejalan dengan suatu penelitian retrospektif oleh Parker 2007 yang menemukan bahwa mioma uteri akan meningkat 21 pada setiap 10 kg peningkatan berat badan dan kondisi yang sama juga dilaporkan pada wanita dengan IMT 30 kgm 2 . 47 Studi oleh Ofori dkk 2012 dari 216 kasus mioma uteri mendapatkan sebanyak 37 80 dan 45.4 98 Universitas Sumatera Utara adalah overweight dan obese. 37 Sedangkan penelitian oleh Barbosa 2012 menemukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara IMT dan prevalensi mioma uteri, karena wanita yang overweight IMT 24.9 mempunyai prevalensi yang lebih tinggi, dan IMT secara bermakna meningkatkan resiko mioma uteri pada wanita premenopause, dan tidak pada wanita paska memopause OR=1.2 ; 95 CI : 1.0 – 1.4. 39,45 Dari tabel 4.1 juga dapat dilihat distribusi dari karakteristik paritas antara kelompok kasus dan kontrol. Pada kelompok kasus yang terbanyak adalah multipara yaitu 12 kasus 40 dan yang paling sedikit adalah primipara yaitu 4 kasus 13.3. Sedangkan pada kelompok kontrol yang yang terbanyak adalah grandemultipara yaitu 11 kasus 36.7 dan yang paling sedikit adalah primipara yaitu 4 kasus 13.3. Hasil ini bertentangan dengan literatur yang mengatakan bahwa resiko terjadinya mioma uteri menurun dengan peningkatan paritas. Nulliparitas merupakan faktor resiko untuk terjadinya mioma uteri karena keterpaparan oleh unopposed estrogen dalam jangka waktu yang lama, sedangkan dengan adanya kehamilan akan mengurangi waktu paparan terhadap unopposed estrogen. 7 Namun hasil penelitian ini sejalan dengan studi retrospektif oleh Gowri dkk 2013 yang melibatkan 259 pasien mioma uteri dan mendapatkan bahwa sebanyak 246 kasus 94.9 adalah multipara dan yang paling sedikit adalah nullipara sebanyak 3 kasus 1.3. 40 Ibrar dkk 2010 juga mendapatkan hal yang sama dari 140 kasus mioma uteri di Rumah Sakit Fuaji Foundation Pakistan, yang Universitas Sumatera Utara mendapatkan bahwa mayoritas pasien adalah multipara sebanyak 108 kasus 77.14, sedangkan 32 kasus 22.86 adalah primipara, dengan paritas rata-rata adalah 5. 48 Sementara Ginting dkk 2012 dari 152 pasien mioma uteri di RSUD dr Pirngadi Medan menemukan sebanyak 45.2 47 kasus pada multipara, dan paling sedikit pada primipara dengan 14 kasus 13.4. 6 Tabel 4.2 Distribusi jenis mioma Jenis mioma n Subserosa 7 23.3 Intramural 15 50 Submukosa 8 26.7 Total 30 100.0 Dari tabel 4.2 diatas dapat dilihat distribusi jenis mioma uteri pada kelompok kasus. Jenis mioma uteri intramural merupakan jenis yang paling banyak yaitu 50 kasus, kemudian diikuti dengan mioma submukosa 26.7 dan mioma subserosa sebanyak 23.3. Dari literatur diketahui bahwa jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural 54, diikuti dengan jenis subserosum 48.2, dan jenis submukosum 6.1. 26 Sementara pada penelitian ini mendapatkan jenis yang terbanyak adalah mioma intramural 50 kasus, jenis submukosa 8 kasus 26.7 dan jenis subserosa pada 7 kasus 23.3. Hasil ini sejalan dengan penelitian oleh Ginting dkk 2012 yang mendapatkan jenis mioma yang terbanyak adalah jenis intramural pada 35 kasus 41.9, submukosa 32 kasus 37.2 dan subserosa 28 kasus 32.6, tetapi sedikit berbeda dengan studi oleh Gowri dkk 2013 yang Universitas Sumatera Utara mendapatkan 124 kasus 48 adalah jenis mioma intramural, 41 kasus 16 mioma subserosa, dan 8 kasus 3 mioma submukosa. 6, 40 Dari hasil perhitungan nilai Kappa untuk skor eskpresi reseptor estrogen adalah sebesar 0.91, p = 0.000 dan untuk skor eskpresi reseptor progesteron adalah sebesar 0.81, p = 0.000, yang menunjukkan tingkat kesamaan dalam menilai ekspresi reseptor estrogen dan reseptor progesteron diantara observer adalah tinggi 0.75 sehingga penilaian skor ekspresi reseptor tersebut dapat digunakan dari salah satu observer untuk analisa lanjutan dari data. Tabel 4.3 Perbedaan rerata skor ekspresi RE dan RP pada mioma dan miometrium normal Ekspresi Kelompok penelitian Nilai p Mioma Miometrium normal X ± SD X ± SD RE 5.83 ± 1.14 3.93 ± 1.59 0.000 RP 6.50 ± 1.43 4.27 ± 1.94 0.000 Uji t tidak berpasangan p 0.05 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh kelompok kasus mengeskpresikan reseptor estrogen dengan rerata skor 5.83 ± 1.14 dan reseptor progesteron dan dengan rerata skor 6.50 ± 1.43, serta sebagian besar kelompok kontrol mengekspresikan reseptor estrogen dan reseptor progesteron pada 28 dan 27 pasien, dengan rerata skor adalah 3.93 ± 1.59 dan 4.27 ± 1.94. Nilai p pada tabel diatas adalah hasil perkalian dari nilai p untuk hipotesa dua arah dimana nilainya adalah 0.00 yang menunjukkan bahwa ada perbedaan rerata ekspresi RE dan RP pada mioma dan miometrium normal. Dengan demikian ekspresi reseptor Universitas Sumatera Utara estrogen dan progesteron lebih tinggi pada mioma uteri daripada miometrium normal. Tabel 4.4 Perbedaan rerata skor ekspresi RE dan RP pada mioma berdasarkan jenis mioma Ekspresi Jenis Mioma Uteri Nilai p Subserosa Intramural Submukosa X ± SD X ± SD X ± SD RE 6.43 ± 1.39 5.67 ± 1.11 5.63 ± 0.91 0.301 RP 7.00 ± 1.00 6.07 ± 1.71 6.88 ± 0.99 0.257 Uji Anova Dari tabel 4.4 diatas dapat dilihat skor ekspresi reseptor estrogen dan reseptor progesteron berdasarkan jenis mioma uteri. Rerata skor ekspresi reseptor estrogen pada mioma jenis subserosa adalah 6.43 ± 1.39, mioma intramural 5.67 ± 1.11 dan mioma submukosa adalah 5.63 ± 0.91. Namun, dari uji perbedaan One-Way Anova tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara jenis mioma p = 0.301. Begitu juga halnya dengan reseptor progesteron, rerata skor ekspresi reseptor progesteron pada mioma jenis subserosa adalah 7.00 ± 1.00, mioma intramural 6.07 ± 1.71 dan mioma submukosa adalah 5.88 ± 0.99, dan dari uji perbedaan One-Way Anova juga tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara jenis mioma p = 0.257. Dari kepustakaan diketahui bahwa pertumbuhan mioma uteri sangat bergantung dari hormon steroid ovarium yaitu estrogen dan progesteron, dimana insidensinya meningkat pada usia repoduktif dan akan menyusut setelah menopause. 10 Pengaruh hormon steroid ini dalam perkembangan mioma dimediasi oleh ligannya masing-masing yaitu reseptor estrogen dan reseptor progesteron, dimana pengaruh estrogen Universitas Sumatera Utara akan meningkatkan kadar reseptor estrogen dan reseptor progesteron, dan progesteron akan menurunkan kadar reseptor estrogen pada miometrium. 12,13 Pada penelitian ini terdapat perbedaan yang bermakna dari ekspresi reseptor estrogen dan reseptor progesteron antara jaringan mioma uteri dan miometrium normal dengan rerata skor ekspresi reseptor estrogen adalah 5.83 ± 1.14 dan rerata skor ekspresi resptor progesteron adalah 6.50 ± 1.43. Hal ini sejalan dengan penelitian Lee dkk 2010, dan Asada dkk 2008. 49,50 Penelitian oleh Yin dkk 2007 yang menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kadar bcl-2 yang lebih tinggi pada mioma uteri dimana terdapat korelasi yang tinggi secara bermakna antara kadar mRNA bcl-2 dengan kadar mRNA reseptor progesteron. 51 Penelitian Hermon dkk 2008 dan Garget 2002 mendapatkan bahwa ekspresi reseptor estrogen α lebih tinggi pada mioma daripada miometrium. 32,52 Penelitian oleh Kim dkk 2014 mengenai ekspresi reseptor estrogen α dan reseptor progesteron pada mioma uteri yang sensitif dan resisten setelah terapi GnRH agonis. Pada studi ini ekspresi reseptor estrogen α sedikit lebih tinggi pada kelompok yang resisten dari pada kelompok yang sensitif, tetapi tidak bermakna secara statistik, namun terdapat korelasi positif yang diamati anta ra ekspresi reseptor estrogen α dan perubahan pada volume uterus. Sementara reseptor progesteron lebih rendah secara bermakna pada kelompok yang sensitif 1.4 ± 0.6 vs 1.6 ± 0.7, p=0.23, yang menunjukkan terdapat hubungan antara Universitas Sumatera Utara perubahan volume uterus setelah terapi GnRH agonis dengan ekspresi dari reseptor progesteron. 36 Penelitian oleh Wango dkk 2002 yang melakukan identifikasi terhadap kadar estrogen, progesteron, resptor estrogen dan reseptor progesteron dari 20 pasien mioma uteri dan menemukan bahwa kadar reseptor estrogen dan reseptor progesteron lebih tinggi pada mioma dibandingkan dengan miometrium normal, namun, kadar estrogen dan progesteron lebih tinggi pada miometrium normal dibandingkan dengan jaringan mioma. 14 Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN