Faktor Proses Pembelajaran Hasil Wawancara

89 “Orang tua siswa kurang ada kerjasama dengan guru, dan lebih menyerahkan seluruh proses belajar siswa pada sekolah dan guru. Serta sering tidak mengikuti saran guru untuk meningkatkan kemampuan anaknya. Sering ada siswa yang sudah tidak mampu dibelajarkan di sekolah inklusi, namun pihak orang tua tidak mau jika anaknya dirujuk ke SDLB. Padahal anak itu butuh penanganan khusus yang hanya bisa ditangani di SDLB. Kami guru sekolah inklusi kan tidak seperti guru SDLB yang memang sudah dapat pendidikan mengenai ABK.” Wawancara, GK V 8 Faktor penghambat guru dalam pembelajaran membaca puisi yang terdapat pada siswa yakni kemampuan siswa dan latar belakang orang tua siswa.

5.1.3 Faktor Proses Pembelajaran

Proses pembelajaran merupakan hal penting dalam penyampaian materi. Apabila proses pembelajaran berjalan dengan baik, maka materi dapat diterima siswa dengan baik pula. Selain faktor guru dan faktor siswa, peneliti memperoleh data bahwa proses pembelajaran juga merupakan salah satu faktor penting untuk mengetahui hambatan yang terjadi dalam penyampaian materi membaca puisi. Proses pembelajaran yang tepat tentunya akan membantu guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Proses pembelajaran membaca puisi di ketiga sekolah inklusif tersebut menggunakan metode demonstrasi, yakni setiap anak maju ke depan untuk membaca teks puisi. Salah satu faktor penghambat pembelajaran membaca puisi berdasarkan wawancara dengan guru kelas V yakni kurangnya kesiapan siswa dalam menjalani pembelajaran tersebut. Siswa kurang memiliki kesiapan, misalnya guru menyuruh siswa pada pertemuan sebelumnya untuk menyiapkan satu buah puisi yang akan digunakan pada pertemuan yang selanjutnya. Namun, 90 siswa lupa atau sengaja tidak membawa teks puisi yang dikehendaki oleh guru kelas, karena tidak mau membaca puisi di hadapan teman-temannya. Hal tersebut tentunya menghambat proses pembelajaran membaca puisi. Berikut data wawancara GK V 8. “Faktor penghambat pelaksanaan pembelajaran membaca puisi, yaitu kesiapan dan keberanian anak yang masih kurang dalam praktek maju ke depan kelas, serta kadang ABK juga mengganggu jalannya pembelajaran.” Wawancara, GK V 8 Selain kurang kesiapan, siswa juga kurang berani dan percaya diri membaca puisi di hadapan siswa lainnya. Sebagian siswa berkebutuhan khusus ada yang berani membaca puisi di hadapan siswa lainnya. Namun, tidak jarang yang merasa malu dan memilih untuk diam di tempat duduknya walaupun sudah dipanggil dan dibujuk berkali-kali. “Pembelajaran puisi kemarin, dari pribadi anak sendiri mereka merasa malu dilihat guru dan temannya, makanya harus diberi penguatan. Ada ABK yang rasa percaya dirinya tinggi juga walaupun dia tidak bisa baca tetap maju ke depan kelas. Tetapi tidak jarang anak yang ngga mau maju. Ya karena faktor malu itu, kurang percaya diri.” Wawancara, GK V 2 Siswa yang tidak mau membaca puisi di hadapan siswa lainnya di SD Kalinyamat Kulon 3 dan SD Pekauman 8, daftar penilaian membaca puisi siswa dibiarkan kosong. Namun, untuk guru SD Slerok 2 siswa tetap disuruh membaca puisi ketika jam kosong, jam istirahat, atau pada saat sekolah selesai, sehingga guru tetap memperoleh nilai membaca puisi siswa. Guru kelas memberikan kesempatan kepada siswanya sesuai wawancara GK V 2 berikut. “Caranya dengan memberikan motivasi-motivasi agar anak tidak malu, agar rasa percaya diri anak tumbuh. Sehingga dapat mengekspresikan diri dengan baik dan maksimal. Seperti kemarin 91 yang anda lihat saat pembelajaran, ada anak yang tidak mau maju, saya tetap usahakan di lain waktu atau pulang sekolah walaupun tidak dilihat teman-temannya. Jadi, dia tetap dapat nilai membaca puisi.” Wawancara, GK V 2 Berdasarkan wawancara dengan guru kelas diketahui bahwa nilai tidak mempengaruhi naik kelas atau tinggal kelas pada siswa berkebutuhan khusus. Semua siswa berkebutuhan khusus naik kelas, kecuali siswa tersebut tidak berangkat maksimal selama 2 minggu. Hal ini disebabkan usia ABK. Siswa naik kelas berdasarkan usianya, selama siswa berkebutuhan khusus mengikuti peraturan maka akan tetap naik kelas. “Anak ABK naik kelas berdasarkan umur, mereka diharuskan naik kelas dengan melihat usia. Kecuali jika anak tersebut tidak pernah berangkat lebih dari dua minggu dapat dikatakan anak tersebut tidak akan n aik walaupun dia ABK. Jadi, harus menaati peraturan.” Wawancara, GK V 8 5.2Hasil Observasi Observasi dilakukan dengan cara mengamati semua gejala yang muncul secara langsung bedasarkan fakta yang ada. Hasil observasi memiliki hubungan dengan hasil wawancara, hal ini bisa saja memiliki kesamaan atau perbedaan. Dengan melakukan observasi maka akan menerapkan teknik triangulasi data. Triangulasi data berfungsi untuk mengetahui keabsahan data, sehingga menemukan fokus penelitian. Gejala umum yang muncul secara kasat mata dapat digeneralisasi kepada semua SD penyelenggara pendidikan inklusif, misalnya kesulitan yang sama ketika guru mengajar siswa berkebutuhan khusus. Akan tetapi, ketika diadakan pengamatan lebih lanjut akan muncul faktor yang berbeda-beda dari masing- 92 masing SD Inklusi, misalnya dari cara guru mengajar atau metode yang digunakan. Peneliti berusaha mendalami apa saja faktor yang mempengaruhi gejala umum tersebut melalui observasi.

5.2.1 Observasi Guru