83
5.1.1 Faktor Guru
Berdasarkan simpulan hasil wawancara, faktor penghambat dari guru dalam pembelajaran membaca puisi untuk siswa kelas V pada siswa berkebutuhan
khusus menjadi salah satu faktor utama. Guru mengalami hambatan ketika mengajar siswa berkebutuhan khusus. Berdasarkan hasil wawancara, ketiga guru
kelas mengakui bahwa mereka kurang optimal dalam melaksanakan pembelajaran. Hal ini dikarenakan pendidikan mereka pada dasarnya bukan dari
pendidikan yang dikhususkan untuk mengajar siswa berkebutuhan khusus. Ketiga guru kelas V tersebut merupakan lulusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Tetapi
hal tersebut tidak menjadi penghalang untuk tetap mengajar kelas dengan sistem inklusif. Guru SD terutama guru kelas, dituntut untuk bisa mengajarkan hampir
semua mata pelajaran terutama pembelajaran bahasa Indonesia yang merupakan mata pelajaran dasar.
Faktor penghambat dari guru tidak hanya dari guru kelas, melainkan juga kurang adanya hubungan yang baik dan teratur antara guru kelas dengan Guru
Pembimbing Khusus GPK. GPK hadir di sekolah inklusi 2 kali dalam seminggu untuk memberi bimbingan atau pembelajaran khusus untuk seluruh siswa
berkebutuhan khusus. Waktu pelaksanaan 2 kali dalam seminggu dirasa kurang intensif untuk membimbing siswa berkebutuhan khusus agar dapat mengikuti
pembelajaran bersama siswa reguler atau siswa normal yang lain. Berikut wawancara GK V 2 dan GK V 8.
“Peran GPK sekedar membantu anak-anak ABK saja. Menurut saya kurang maksimal juga, karena seminggu hanya datang 2 kali, gurunya
juga cuma 2 padahal anak ABK ada 23. Intensitas pertemuan juga
kurang.” Wawancara, GK V 2
84 “Peran GPK tidak terasa manfaatnya karena hanya hadir 2 hari dalam
satu minggu, itupun kalau selalu hadir. Sering mereka tidak datang ke SD karena ada keperluan atau kesibukan lain. Pembelajaran yang
diberikan guru kunjung juga sama seperti guru mengajar setiap harinya, jadi tidak begitu berpengaruh dalam membantu proses
pembelajaran.” Wawancara, GK V 8
Hubungan yang terjalin antara guru kelas dan guru pembimbing khusus yang kurang harmonis, dirasakan juga oleh guru pembimbing khusus. Kesulitan
dalam mengajar anak berkebutuhan khusus membuat masing-masing pihak merasa terbebani, karena pada dasarnya anak berkebutuhan khusus seharusnya
ditangani secara tepat dan intensif oleh guru atau tenaga ahli secara rutin. Menurut pandangan guru pembimbing khusus, mereka juga merasa ada beban sendiri
mengajar di sekolah inklusif yang hanya bisa hadir 2 kali dalam seminggu. Hal ini ditunjukkan dengan wawancara GPK 2 sebagai berikut.
“Kesulitan saya, misal saya mengajarkan anak membaca tetapi anak tidak dapat membaca berarti saya merasa gagal padahal anaknya yang
memang tidak bisa membaca. Misalnya Widi kelas V, tapi cara mebacanya masih dieja kaya kelas 1. Sedangkan guru kelasnya,
mungkin cuma perasaan saya guru kelasnya menuntut saya agar siswanya bisa membaca, tapi mugkin ini cuma perasaan saya. Padahal
anak ABK tidak bisa disamakan dengan anak normal. Saya jadi meras
a beban mental karena saya merasa ini tanggung jawab saya.” Wawancara, GPK 2
Penghambat lain dari faktor guru, selain merasa bukan guru ahli dalam mengajar siswa berkebutuhan khusus, guru juga tidak memiliki minat untuk
mengajar siswa berkebutuhan khusus. Hal tersebut dikarenakan siswa berkebutuhan khusus membutuhkan penangan khusus, sedangkan guru merasa
sudah cukup lelah mengajar siswa reguler. Penuturan wawancara GK V 8 sebagai berikut.
85 “ABK di sini bermacam-macam. Di kelas ada anak tuna grahita,
sedangkan jika gurunya tidak memperhatikan dan tidak menangani maka anak lari-lari. Teman-teman yang lain diganggu, terus juga
ganggu proses pembelajaran. Sedangkan yang tuna rungu-wicara tidak bisa diganggu sedikit saja, nanti marah atau nangis. Anak reguler juga
butuh diperhatikan.” Wawancara, GK V 8
Dari faktor guru sendiri lebih dominan pada kurangnya keahlian guru dalam mengajar siswa berkebutuhan khusus. Guru kelas yang ada hanya lulusan
pendidikan guru sekolah dasar bukan lulusan ahli untuk menangani siswa berkebutuhan khusus. Selain itu, guru kelas kurang minat dan semangat dalam
mengajar siswa berkebutuhan khusus yang perlu penanganan khusus dan membutuhkan banyak kesabaran. Hubungan guru kelas dengan guru pembimbing
khususpun kurang terjalin dengan baik.
5.1.2 Faktor Siswa