dapat termasuk harga jual, proyek dan keuntungan, kenaikan penjualan, penuruan kecelakaan kerja, peningkatan sikap kerja yang baik, turnover dan ketidakhadiran
karyawan semakin rendah, atau kenaikan produksi. Pada tahap ini, penulis hanya mengamati pada aspek peningkatan sikap
kerja dan kenaikan produktivitas. Perubahan yang terjadi setelah subjek mendapatkan pelatihan adalah sikap kerja yang semakin baik yang dilakukan oleh
subjek ketika melakukan pekerjaan sehari-harinya. Ketika burnout subjek menurun, maka hambatan yang dialami subjek juga berkurang, sehingga
produktivitas subjek juga meningkat. Hal ini akan berpengaruh terhadap profit yang didapatkan oleh perusahaan.
Kelemahan dalam penelitian ini adalah peneliti kurang dapat mengobservasi sikap kerja setiap karyawan sebagai efek dari pelatihan dalam
jangka waktu tertentu. Peneliti hanya mengukur burnout karyawan setelah mendapatkan pelatihan dengan skala dan mengetahui efeknya hanya dari Focus
Group Discussion FGD setelah pelatihan selesai. Peneliti kurang mengamati perubahan yang terjadi pada karyawan yang mendapatkan pelatihan ketika
karyawan melakukan pekerjaannya disaat jam kerja berlangsung secara penuh.
4.6 Pembahasan
Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat burnout kelompok eksperimen sebelum dan sesudah pelatihan bekerja dengan hati p:
0,008 dan ada perbedaan tingkat burnout antara kelompok eksperimen dan kontrol sesudah pelatihan bekerja dengan hati p: 0,010. Artinya, setelah
mengikuti pelatihan bekerja dengan hati, kelompok eksperimen menunjukkan
penurunan tingkat burnout, sedangkan kelompok kontrol tidak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelatihan bekerja dengan hati efektif untuk menurunkan
tingkat burnout. Hasil penelitian ini dapat mendukung beberapa penelitian sebelumnya
yang menyebutkan bahwa pelatihan dapat mengubah aspek afektif, kognitif, maupun psikomotorik dari seseorang. Topik pelatihan yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah pelatihan bekerja dengan hati. Pelatihan ini merupakan pelatihan yang materinya didasarkan berdasarkan aspek kecerdasan emosional,
kecerdasan spiritual, dilengkapi dengan relaksasi. Tujuannya adalah untuk merubah aspek afektif dan kognitif dari karyawan yang mengalami burnout
tingkat rendah agar tidak berlanjut ke tingkat burnout lebih tinggi sehingga tingkat burnoutnya menurun.
Burnout dapat terjadi akibat stres yang berkepanjangan yang dirasakan oleh seseorang yang bekerja dalam suatu perusahaan tertentu. Sumber-sumber
yang dapat memicu karyawan mengalami burnout diantaranya berasal dari faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal seperti tekanan pekerjaan, dukungan
sosial yang rendah, karakteristik pekerjaan yang membuat karyawan merasa mempunyai beban kerja yang berat, serta imbalan yang dirasa tidak mencukupi.
Sedangkan faktor internal diantaranya usia dimana umumnya karyawan yang berusia kurang dari 40 tahun mempunyai harapan yang lebih tinggi dan
kenyataannya tidak sesusai. Status pernikahan juga berpengaruh, karyawan yang lajang rentan mengalami burnout. Selain itu, tingkat pendidikan dan masa kerja
dapat menjadi sumber burnout, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan dan
semakin lama masa kerja karyawan akan menimbulkan kecenderungan burnout pada individu.
Menurut Maslach dkk. 2001 dalam Schultz Schultz 1994: 371 memandang burnout sebagai suatu sindrom psikologis yang terdiri dari tiga
gejala, yaitu: kelelahan emosional ditandai dengan perasaan lelah, mudah marah, mudah tersinggung, sikap bermusuhan terhadap orang lain, dan kurang kendali
diri. Kelelahan mental depersonalisasi, perilaku yang muncul adalah memperlakukan orang lain secara kasar, sikap sinis terhadap orang lain, tidak
berperasaan, kurang perhatian dan juga kurang sensitif terhadap kebutuhan orang lain. Reduced Sense of Personal Accomplishment Penghargaan terhadap diri
sendiri yang rendah, merupakan penilaian diri yang negatif dalam kaitannya dengan pekerjaan, antara lain muncul perasaan tidak efektif atau tidak kompeten
dalam pekerjaan, menarik diri dari kontak sosial, merasa tidak berdaya dalam pekerjaan.
Setelah mengikuti pelatihan bekerja dengan hati, karyawan yang mengalami burnout tingkat rendah mengalami penurunan keluhan dari gejala-
gejala pada aspek burnout itu sendiri sehingga burnout yang dialami karyawan tersebut menurun. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan bekerja dengan hati
memiliki pengaruh yang positif pada gejala-gejala burnout. Artinya, setelah subjek mengikuti pelatihan bekerja dengan hati, gejala-gejala yang dialami pada
subjek yaitu kelelahan emosional, kelelahan mental depersonalisasi, dan penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah yang subjek alami menjadi
berkurang atau tidak sama sekali merasakan hal tersebut. Hal ini sesuai dengan
manfaat dari pelatihan bekerja dengan hati yang telah dirancang sendiri oleh peneliti sebelumnya yaitu meningkatkan kecerdasan spiritual yang fungsinya
dalam konteks ini adalah mengubah cara pandang konsep bekerja dan rezeki sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhan. Meningkatkan kecerdasan emosional
sehingga karyawan dapat mengelola emosinya ketika ada masalah-masalah pekerjaan. Dan melalui relaksasi, dapat mengurangi ketegangan otot dan keluhan
fisik, meningkatkan performa kerja dan sosial serta keterampilan fisik, mengatasi kelelahan emosi dan mental, meningkatkan harga diri dan percaya diri, serta
meningkatkan hubungan interpersonal.
Berikut bagan yang menggambarkan kefektifan pelatihan bekerja dengan hati untuk menurunkan burnout karyawan:
Penyebab Burnout:
3.
Faktor eksternal
e.
Tekanan pekerjaan
f.
Dukungan sosial
g.
Karakteristik pekerjaan
h. Imbalan yang diberikan
tidak mencukupi
4.
Faktor internal
g. Karakteristikkepribadian
h. Harga diri
i.
Usia
j.
Jenis kelamin
k.
Status pernikahan
l. Tingkat pendidikan dan
masa kerja BURNOUT
Gejala-gejala Burnout:
4. Kelelahan fisik:
e. Sakit kepala
f. Mual
g. Sulit tidur
h. Nafsu makan
berkurang 5.
Kelelahan emosional: f.
Depresi g.
Merasa terperangkap dalam tugasnya
h. Mudah marah
i. Mudah tersinggung
j. Perasaan tidak berdaya
6. Depersonalisasi:
g. Memperlakukan orang
lain secara kasar h.
Sikap sinis terhadap orang lain
i. Tidak berperasaan
j. Kurang perhatian
k. Sikap curiga terhadap
orang lain l.
Kurang sensitif terhadap kebutuhan
orang lain 5.
Penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah:
d. Perasaan tidak efektif
dalam bekerja e.
Menarik diri
dari kontak sosial
f. Merasa tidak berdaya
dalam pekerjaan
PELATIHAN BEKERJA
DENGAN HATI
Manfaat Pelatihan Bekerja den
gan Hati
Aspek kecerdasan spiritual: Mengubah cara pandang
konsep bekerja dan rezeki sebagai bagian dari ibadah
kepada Tuhan.
Aspek kecerdasan emosional: f.
Mengenali emosi diri g.
Mengelola emosi diri h.
Memotivasi diri i.
Mengenali emosi orang lain j.
Menjalin hubungan Relaksasi: Mengurangi
ketegangan otot dan keluhan fisik, meningkatkan performa
kerja dan sosial serta keterampilan fisik, mengatasi
kelelahan emosi dan mental, meningkatkan harga diri dan
percaya diri, meningkatkan hubungan interpersonal.
BURNOUT KARYAWAN MENURUN
Aplikasi:
Materi, simulasi, permainan,
perenungan, sharing, latihan
relaksasi.
Gambar 4.18. Pengaruh Pelatihan Bekerja terhadap Burnout
Pelatihan bekerja dengan hati bertujuan untuk menurunkan burnout karyawan Cakra Semarang TV, dengan metode-metode pelatihan seperti sharing,
permainan, renungan, pemberian materi, relaksasi. Materi-materi dalam pelatihan disesuaikan dengan aspek-aspek dari burnout yaitu kelelahan emosional,
kelelahan mental depersonalisasi, dan penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah. Gejala-gejala yang dialami karyawan tersebut ditangani dengan materi-
materi pelatihan yang didasarkan pada aspek kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, dan relaksasi. Khusus materi relaksasi diberikan dengan tujuan untuk
mengatasi kelelahan fisik seperti pusing, gangguan tidur dan keluhan fisik lainnya.
Subjek yang mengalami burnout mengikuti pelatihan bekerja dengan hati selama enam hari dalam seminggu. Setiap hari subjek mengikuti pelatihan yang
terbagi menjadi dua sesi yaitu sebelum bekerja dan sesudah bekerja. Tempat yang digunakan untuk pelatihan ini adalah studio dalam dan ruang serba guna Cakra
Semarang TV. Sebagian besar subjek mengikuti materi pelatihan secara penuh, dan ketika subjek pada waktu tertentu tidak bisa mengikuti pelatihan, maka
trainer bertanggung jawab kepada subjek tersebut untuk dapat memberikan materi pelatihan secara khusus.
Pada pertemuan pertama, sebelum materi pelatihan diberikan, selain para peserta berkenalan dengan trainer, trainer juga mengadakan focus group
discussion FGD. Pada saat ini, trainer bertanya kepada masing-masing peserta terkait dengan keluhan-keluhan yang dialami oleh peserta yang terkait dengan
gejala-gejala burnout secara spesifik. Trainer dan peserta lain dapat menanggapi
atau menyebutkan keluhan-keluhan yang dialami oleh peserta tersebut. FGD ini bertujuan untuk mengetahui gejala-gejala yang sebenarnya yang dialami oleh
masing-masing peserta yang mengalami burnout. Sehingga, trainer akan lebih mudah dalam upaya untuk menurunkan burnout peserta sesuai dengan keluhan
masing-masing. Perubahan pelatihan yang dirasakan oleh peserta juga dapat diketahui pada FGD yang dilakukan pada pertemuan terakhir.
Hasil FGD yang dilakukan sebelum pelatihan berlangsung yaitu ternyata faktor penyebab yang dapat menyebabkan subjek mengalami burnout diantaranya
adalah tekanan dari atasan, kurangnya dukungan dari atasan dan rekan kerja, deadline tugas, penghargaan dari atasan yang kurang, beban kerja yang dirasa
berat, dan bentuk kerja yang monoton. Karyawan dalam melakukan pekerjaan pokok sehari-harinya sering mendapat tugas tambahan langsung dari atasan sesuai
bidangnya masing-masing, namun atasan menginginkan tugas itu selesai dengan cepat dan sesuai harapan atasan, namun ketika hasil mempunyai kekurangan,
atasan tidak memaklumi dan cenderung memberi tekanan. Ketika karyawan mengalami hambatan tertentu, baik rekan kerja dan atasan pun kurang dapat
memberikan dukungan untuk membantu atau memotivasi karyawan tersebut. Selain itu, ketika karyawan berhasil dalam menyelesaikan pekerjaan tertentu,
atasan kurang dapat memberikan penghargaan terhadap karyawan tersebut. Selain itu, karyawan juga merasa beban kerja tambahan yang diberikan dari atasan
terlalu berat jika ditambahkan dengan tugas pokoknya, padahal imbalan yang diberikan tetap sama. Bentuk kerja yang monoton juga dirasakan sebagian
karyawan yang bekerja di dalam ruangan yang setiap hari harus bekerja di depan komputer dan bertemu dengan rekan kerja yang sama.
Faktor-faktor penyebab di atas yang dirasakan oleh sebagian besar subjek menyebabkan gejala-gejala burnout yang dialami oleh subjek. Gejala-gejala yang
dirasakan oleh subjek diantaranya yaitu subjek merasa cepat bosan dan jenuh, mudah marah, cenderung sensitif, cenderung emosional, mengalami gangguan
tidur, stres yang berlarut-larut, ketegangan pada otot, pusing, mudah capek, takut kepada atasan yang berlebihan, merasa tertekan, hubungan dengan orang lain
terganggu, kurang dapat menghargai orang lain, diri sendiri dan pekerjaan, serta merasa disalahkan oleh atasan maupun rekan kerja.
Hasil FGD setelah subjek mengikuti pelatihan selama seminggu, terdapat perubahan positif yang dirasakan oleh subjek. Perubahan positif yang dirasakan
subjek adalah dampak kelelahan emosional yang didalamnya juga terdapat gejala fisik seperti mudah capek, ketegangan pada organ tubuh tertentu, pusing, dan
gangguan tidur seperti insomnia sudah berkurang. Subjek merasa lebih relaks dan lebih tenang dalam melakukan pekerjaan di kantor maupun beraktivitas di luar
kantor. Subjek juga merasakan hubungan dengan rekan kerja semakin baik, hal itu ditandai dengan kerja sama antar karyawan yang lebih baik. Perasaan subjek yang
sensitif dan mudah marah juga sudah berkurang setelah mengikuti pelatihan ini. Hal itu dikarenakan subjek telah dapat mengelola emosinya dalam menghadapi
masalah-masalah pekerjaan di kantor. Setelah mengikuti pelatihan bekerja dengan hati, subjek lebih dapat menghargai dirinya sendiri, rekan kerja, dan pekerjaannya.
Selain itu, subjek merasa lebih percaya diri dan setelah mengikuti pelatihan ini,
subjek merasa memiliki sikap ikhlas, sabar, dan syukur dalam menjalankan tugas sehari-hari.
Secara garis besar, metode yang digunakan dalam pelatihan ini adalah permainan, sharing, materi, dan relaksasi. Sebelum trainer memberikan materi
dan sharing, peserta diajak untuk bermain games sebagai simulasi mengenai materi yang akan dibahas sesuai dengan aspek dari burnout yang akan ditangani.
Setelah itu sharing, peserta menyampaikan masalah-masalah pekerjaan yang dilaminya. Kemudian, trainer memberikan materi sekaligus menanggapi dan
memberikan saran kepada peserta sebagai bentuk upaya untuk mengatasi masalah dan keluhan-keluhan yang dapat menyebabkan burnout. Pada akhir hari, peserta
diajak relaksasi untuk mengurangi ketegangan dan mengendurkan otot-otot yang tegang setelah bekerja.
Pada tiga hari pertama, yaitu hari Senin, Selasa, Rabu, trainer fokus pada materi untuk mengatasi keluhan-keluhan peserta yang terkait dengan aspek
kelelahan emosional dan kelelahan fisik. Gejala dari kelelahan emosional yaitu perasaan lelah, mudah marah, mudah tersinggung, sikap bermusuhan terhadap
orang lain, dan kurang kendali diri. Kemudian, gejala dari kelelahan fisik seperti sakit kepala, mual, sulit tidur, dan kurang nafsu makan. Sedangkan pada tiga hari
berikutnya, yaitu hari Kamis, Jum
kebutuhan orang lain. Sedangkan aspek penghargaan terhadap diri sendiri, perilaku yang muncul adalah penilaian diri yang negatif dalam kaitannya dengan
pekerjaan, antara lain muncul perasaan tidak efektif atau tidak kompeten dalam pekerjaan, menarik diri dari kontak sosial, merasa tidak berdaya dalam pekerjaan.
Perubahan yang terjadi pada aspek kelelahan fisik lebih dikarenakan oleh relaksasi yang mereka ikuti selama pelatihan yaitu sebanyak lima kali. Menurut
Prawitasari,dkk 2003, 144, relaksasi dapat dipakai untuk mengurangi keluhan fisik seseorang. Kelelahan, aktivitas mental, dan atau latihan fisik yang tertunda
dapat diatasi lebih cepat dengan menggunakan keterampilan relaksasi. Masalah- masalah yang berhubungan dengan stres seperti hipertensi, sakit kepala, insomnia,
dan keluhan fisik lainnya dapat dikurangi atau diobati dengan relaksasi Prawitasari,dkk 2003: 142. Setiap kali relaksasi berlangsung selama kurang
lebih 20 menit. Selain peserta mempraktekkan dalam pelatihan, peserta juga dapat berlatih sendiri di rumah atau di luar pelatihan dengan teknik-teknik yang telah
diajarkan, sehingga manfaat dari relaksasi dapat dirasakan untuk mengurangi ketegangan otot.
Gejala-gejala kelelahan emosional yang ada pada diri karyawan dapat berkurang setelah mereka mendapatkan materi
“how to manage our emotion?” memahami tentang hati pada pertemuan kedua. Selain itu materi
“how to manage spiritual quotient in work?
” menggunakan pikiran dan hati untuk mengelola spiritual quotient pada pertemuan ketiga juga berpengaruh untuk
mengubah aspek kelelahan emosional. Sebelum peserta mendapat materi ini, mereka dilibatkan untuk sharing terlebih dahulu mengenai gejala-gejala kelelahan
emosional apa saja yang dialami dan apa saja penyebabnya. Sehingga trainer dapat membantu menangani gejala peserta sesuai dengan kondisi masing-masing
peserta. Menurut Siswanto 2007: 178, sharing dalam hal ini bisa membantu individu untuk mencapai katarsis, yaitu membantu individu untuk melepaskan
emosi yang selama ini terpendam sehingga tekanan-tekanan yang diakibatkan oleh emosi tersebut bisa dikurangi bahkan dihilangkan. Kadang, individu yang
berhasil melepaskan emosi yang selama ini ditahannya, memungkinkan individu itu sendiri untuk mendapatkan jalan keluar dari persoalan yang selama ini
dihadapi. Perubahan pada aspek depersonalisasi atau kelelahan mental terjadi
karena peserta diberikan materi
di masa lalu yang berkaitan dengan emosi maupun perasaan serupa. Ini akan membantu individu untuk mengerti sebab perilakunya dan kemudian
memunculkan perilaku baru yang lebih baik. Aspek penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah dapat diubah dengan
berbagai materi dalam pelatihan diantaranya materi
Bekerja dengan hati merupakan bekerja dengan bingkai nilai-nilai spiritual yang tentu akan berbeda dengan bekerja demi kepentingan materi duniawi semata.
Nilai-nilai spiritual akan memotivasi seseorang untuk bekerja dengan ikhlas, sungguh-sungguh, dan melakukan yang terbaik karena bertanggung jawab atas
keimanannya Saleh, 2009: 1. Hati nurani atau kalbu digunakan sebagai alat pertimbangan yang utama dalam menentukan sikap dan perilaku di dunia kerja.
Setelah subjek mengikuti pelatihan bekerja dengan hati selama seminggu, subjek merasakan banyak perubahan positif yang dialaminya. Perubahan positif
tersebut diantaranya yaitu keluhan fisik subjek seperti pusing, mudah capek, sulit tidur sudah mulai berkurang. Subjek sudah dapat merasa lebih tenang, relaks, dan
ketegangan berkurang. Hubungan dengan orang lain pun juga semakin membaik. Sekarang, subjek lebih dapat menghargai orang lain dan pekerjaannya walaupun
masih ada rekan kerja yang bermasalah dengannya. Subjek sudah dapat mengelola emosinya dengan baik. Ketika ada masalah, subjek cenderung tidak mudah marah,
tidak sensitif dan berusaha memahami masalahnya. Yang terpenting adalah, subjek sudah dapat lebih menghargai diri sendiri dan pekerjaannya sekarang dan
masa yang akan datang. Subjek lebih memaknai pekerjaannya sebagai ibadah dan merupakan pemberian atau rezeki dari Tuhan. Sehingga saat ini, subjek lebih
merasa sabar, ikhlas, dan bersyukur dengan pekerjaannya. Perubahan positif yang telah dirasakan oleh para subjek sudah sesuai
dengan manfaat pelatihan bekerja dengan hati yang pada dasarnya yaitu setelah mengikuti pelatihan ini, diharapkan subjek dapat lebih menghargai dan memaknai
pekerjaannya sebagai bentuk ibadah kepada Tuhan, dapat mengelola emosinya
ketika ada masalah-masalah pekerjaan, dan melalui relaksasi subjek dapat mengurangi ketegangan otot serta keluhan-keluhan fisik lainnya. Ketika
perubahan positif tersebut dirasakan subjek, maka burnout yang dialami subjek dapat menurun sehingga subjek akan menikmati dan menjalankan pekerjaannya
dengan baik. Beberapa hal pokok yang mendukung pelatihan ini dapat menurunkan
burnout karyawan Cakra Semarang TV yaitu pertama pelatihan bekerja dengan hati atau pelatihan sejenis ini belum pernah didapat atau diikuti oleh subjek
sebelumnya. Sehingga menurut subjek meteri dalam pelatihan ini merupakan hal yang baru dan menarik untuk diterima oleh subjek. Kedua, pada dasarnya subjek
menyadari bahwa subjek memang membutuhkan suatu upaya untuk menurunkan stres kerja mereka yang dapat menyebabkan burnout sehingga subjek berharap
dengan upaya tersebut burnout subjek dapat berkurang. Dan pelatihan bekerja dengan hati ini dianggap oleh subjek dapat memberikan manfaat kepada subjek
setelah subjek mengikutinya selama seminggu. Pelatihan ini tidaklah luput dari kelemahan dan kekurangan meski sudah
dilakukan pengendalian, ruangan yang sedang digunakan untuk pelatihan terkadang terganggu oleh suara-suara bising dari luar, suhu udara yang panas
terkadang juga berpengaruh terhadap kenyamanan peserta. Hal ini sedikit mengganggu konsentrasi peserta dalam menerima materi pelatihan yang diberikan
oleh trainer. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penurunan
tingkat burnout yang terjadi pada kelompok eksperimen adalah benar-benar
kerena perlakuan yang diberikan yaitu pelatihan bekerja dengan hati. Penelitian ini dilakukan sesuai dengan berbagai penelitian sebelumnya yang mempunyai
bidang kajian yang sama dan metode yang digunakan dalam pelatihan bekerja dengan hati ini merupakan salah satu bentuk dari Stress Management Program,
karena terjadinya burnout disebabkan oleh stres yang berlarut-larut. Menurut Greenberg dan Baron 1995: 272, salah satu pendekatan populer yang secara
langsung melatih karyawan untuk mengurangi efek yang membahayakan dari stres salah satunya burnout adalah dengan Stress Management Program. Upaya
tersebut secara sistematis biasa didesain oleh organisasi untuk mengurangi atau mencegah stres beserta efeknya. Teknik-teknik yang biasa digunakan adalah
meditasi, relaksasi, dan lifestyle management, dan lain-lain. Jadi, berdasarkan teori tersebut, pelatihan bekerja dengan hati merupakan salah satu bentuk Stress
Management Program yang tujuannya untuk menurunkan efek dari stres yaitu burnout. Hasil yang didapatkan setelah subjek mengikuti pelatihan ini adalah
tingkat burnout yang dialami subjek memang menurun. Hasil penelitian ini diharapkan dapat lebih memperkaya pembahasan dan pengetahuan mengenai
pelatihan dengan topik pelatihan bekerja dengan hati atau yang sejenisnya untuk menurunkan tingkat burnout seseorang.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pelatihan bekerja dengan hati efektif untuk menurunkan burnout karyawan Cakra Semarang TV. Hasil atau manfaat yang
dicapai oleh subjek akan dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya keberlanjutan dan keteraturan pelatihan semacam ini yang dilakukan di kantor
agar permasalahan-permasalahan karyawan dapat diatasi melalui pelatihan yang terstruktur seperti pelatihan bekerja dengan hati.
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan