Kalor dan Pengaruhnya pada Zat Miskonsepsi Siswa pada Materi Kalor

a. Pengelingan Menyambung dua pelat dengan menggunakan paku khusus dengan proses khusus disebut mengeling. Contohnya pada pembuatan badan kapal laut. b. Keping bimetal Dua keping logam yang mempunyai koefisien muai panjang berbeda dikeling menjadi satu disebut keping bimetal. Keping bimetal peka terhadap perubahan suhu. Jika keping bimetal dipanaskan, maka akan melengkung ke arah logam yang angka koefisien muai panjangnya kecil. Bila didinginkan, keping bimetal akan melengkung ke arah logam yang angka koefisien muai panjangnya besar. Perbedaan pemuaian ini dipakai sebagai termostat. Termostat adalah alat yang berfungsi ganda sebagai saklar otomatis dan sebagai pengatur suhu. c. Pemasangan bingkai roda logam pada pedati dan kereta api Roda pedati dan roda kereta api memiliki ukuran lebih kecil daripada ukuran bingkainya. Untuk dapat memasang roda logam tersebut , maka dengan cara pemanasan. Hal ini mengakibatkan roda logam akan mengalami pemuaian. Kemudian roda logam tersebut dipasang pada bingkainya, setelah dingin roda akan menyusut dan terpasang pada bingkainya dengan kuat.

2.9.4 Kalor dan Pengaruhnya pada Zat

Kalor adalah suatu bentuk energi yang secara alamiah dapat berpindah dari benda yang suhunya tinggi menuju suhu yang lebih rendah saat bersinggungan. Kalor juga dapat berpindah dari suhu rendah ke suhu yang lebih tinggi jika dibantu dengan alat yaitu mesin pendingin. Besarnya kalor Q yang diperlukan oleh suatu benda sebanding dengan massa benda m, bergantung pada kalor jenis c, dan sebanding dengan kenaikan suhu kalor yang diperlukan untuk mengubah 1 kg zat cair menjadi uap seluruhnya pada titik didihnya disebut kalor uap U. Besarnya kalor uap dapat dirumuskan: m Q U = atau U m Q ´ = Keterangan: Q = kalor yang diserapdilepaskan joule m = massa zat kg U = kalor uap joulekg Banyaknya kalor yang diperlukan untuk mengubah satu satuan massa zat padat menjadi cair pada titik leburnya disebut kalor lebur L. Besarnya kalor lebur dapat dirumuskan sebagai berikut. m Q L = atau L m Q ´ = Keterangan: Q = kalor yang diserapdilepas joule L = kalor lebur joule kilogram m = massa zat kg.

2.9.5 Miskonsepsi Siswa pada Materi Kalor

Banyak siswa memiliki pengertian bahwa suatu benda yang mempunyai suhu lebih tinggi selalu punya panas kalor yang lebih tinggi. Mereka menyamakan begitu saja pengertian suhu dengan panaskalor. Kerap kali mereka tidak membedakan antara suhu dan panas. Misalnya, sebuah besi dengan massa 10 gram dan suatu aluminium dengan massa 1 kg dipanaskan dari nol. Besi itu dipanaskan sampai 100 o C sedangkan aluminium dipanaskan sampai 10 o C. Banyak siswa secara otomatis mengatakan bahwa besi membutuhkan kalor lebih besar daripada aluminium, karena suhu akhirnya lebih tinggi daripada suhu akhir aluminium. Dalam perhitungan, mereka lupa mempertimbangkan massa dan kapasitas panas tiap-tiap benda. Suatu benda yang diberikan sejumlah kalor akan mengalami kenaikan suhu padahal ada yang namanya kalor laten, dimana benda hanya mengalami perubahan wujud tanpa mengalami kenaikan suhu. Selain itu, miskonsepsi lain yang dialami siswa bahwa gelas air pada suhu T°C, kalau dituangkan ke dalam dua gelas sehingga masing-masing gelas itu berisi air separuh gelas semula, maka suhu air di dalam kedua gelas itu sama, yakni separuh suhu semula, atau ½ T°C.

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Subjek Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 24 Semarang dengan alamat Jalan Pramuka 1 Gunung Pati Kabupaten Semarang. Subyek uji coba adalah siswa kelas VII tahun pelajaran 20102011 berjumlah 104 siswa, terdiri dari 3 kelas dan subyek verifikasi siswa kelas VIII tahun pelajaran 20112012 berjumlah 31 siswa.

3.2 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan tipe RD Research and Development. Penelitian ini mempunyai hasil akhir berupa produk, dalam hal ini produknya berupa seperangkat tes diagnosis kognitif, yang berupa: 1 kisi-kisi soal, 2 petunjuk pengerjaan, 3 soal-soal diagnosis kognitif materi pengukuran, konsep zat dan kalor, 4 kunci jawaban, 5 kunci jawaban miskonsepsi dan 6 cara menginterpretasikan hasil tes diagnosis kognitif. Penelitian ini juga menghasilkan karakteristik tes diagnosis kognitif pada pokok bahasan pengukuran, konsep zat dan kalor yang valid, serta mengetahui tingkat reliabilitas, daya beda, dan taraf kesukaran soal tersebut. Produk dari penelitian ini adalah tes diagnosis kognitif yang digunakan untuk mengidentifikasi kelemahan pemahaman siswa miskonsepsi dan salah aplikasi konsep pada pokok