Tabel 2 Pengaruh Suhu Udara Rata-Rata Terhadap Siklus Nyamuk Anopheles sp. dan Siklus Sporogoni Parasit Plasmodium sp. serta Pengaruhnya Terhadap Jumlah Luasan
Perindukan Menjadi Kejadian Kasus Malaria
Faktor Cuaca Fase dan Durasi Siklus Nyamuk Anopheles sp. dan Siklus Sporogony
Parasit Plasmodium sp. yang Dipengaruhi Oleh Faktor Cuaca Luasan Perindukan nyamuk ----------------Æ Kasus Malaria
Siklus Nyamuk Anopheles sp.
Siklus Sporogony parasit Plasmodium sp.
Suhu Udara Rata-Rata
LarvaÆDewasa hari
Gigitan PertamaÆ infeksi hari
Periode Inkubasi di dalam Tubuh Manusia
16 °C
17 °C
18 °C
20 °C
22 °C
30 °C
35 °C
39C 40
°C 47
37 31
23 18
10
7,9 6,7
6,5 111
56 28
19 7,9
5,8 4,8
4,8 4,8
10-16 hari
Sumber: Teklehaimot et al., 2004
2.3.2. Kelembaban Udara
Kelembaban udara dapat mempengaruhi longevity umur nyamuk. Sistem pernafasan
nyamuk menggunakan pipa-pipa udara yang disebut trachea dengan lubang-lubang dinding
yang disebut spiracle. Pada waktu kelembaban rendah, spiracle terbuka lebar
tanpa ada mekanisme pengaturnya sehingga menyebabkan penguapan air dari dalam tubuh
nyamuk Suroso, 2001. Penambahan kelembaban udara di laboratoruim
menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap populasi nyamuk, tetapi
kondisi tersebut tidak signifikan di alam Saleh, 2002. Kisaran kelembaban udara
dipengaruhi oleh suhu udara. Namun jelas bagi serangga, kelembaban udara yang
optimum untuk perkembangan adalah 73 - 100 Sunjaya, 1970, Andrewartha Birch
1974 dalam Koesmaryono, 1999.
2.3.3. Curah Hujan
Frekuensi curah hujan yang moderat dengan penyinaran yang relatif panjang
menambah habitat nyamuk. Luasan habitat nyamuk tiap species Anopheles bervariasi. Hal
tersebut dipengaruhi oleh jumlah dan frekuensi hari hujan, keadaan geografi, dan
sifat fisik lahan. Curah hujan yang terus berkurang pada lahan pertanian akan
menciptakan kondisi lagoon dan tambak menjadi payau sehingga menciptakan habitat
bagi Anopheles sundaicus Sukowati, 2004.
2.3.4. Radiasi
Radiasi mempengaruhi secara langsung perkembangan dan umur serangga. Inframerah
dengan panjang gelombang 760 µm–3.10
5
µm memberikan efek pemanasan optimum untuk
perkembangan serangga. Sedangkan ultra violet
dengan panjang
gelombang 0.1 µm- 400 µm memberikan efek mematikan
Koesmaryono, 1999. Cahaya tampak 400 µm - 760 µm
mempengaruhi fototropisme dan fotoperioditas serangga. Fotoperioditas
lamanya terang dan gelap – panjang hari mempengaruhi aktifitas serangga. Kegiatan
mengigit nyamuk aktif sepanjang malam mulai pukul 18.00 – 06.00 dan puncak
mengigit terjadi pada pukul 24.00–01.00 Marsaulina, 2002.
2.3.5. Angin
Angin tidak memberikan pengaruh langsung terhadap pertumbuhan dan
perkembangan serangga. Angin memberikan peranan yang besar dalam pola penyebaran
serangga Koesmaryono, 1999.
2.3.6. Topografi
Pola penyebaran malaria terhadap ketinggian suatu tempat mempunyai
hubungan yang erat. Pola penyebaran tersebut semakin luas terjadi pada wilayah yang berada
pada ketinggian dibawah 1000 mdpl dan semakin sedikit atau tidak ditemukan pada
ketinggian diatas 1000 mdpl. Hal ini disebabkan oleh perilaku nyamuk Anopheles
sp. yang senang hidup di dataran rendah www.depkes.go.id. Kisaran ketinggian
tempat perindukan nyamuk Anopheles juga relatif berubah. Hal tersebut disebabkan oleh
perubahan suhu udara pada masing-masing ketinggian Srivastava et al., 2003.
2.4. Sistem Informasi Geografis SIG 2.4.1. Konsep Dasar dan Pengertian SIG
Sistem informasi geografis pada hakekatnya merupakan sebuah rangkaian
kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran situasi muka bumi atau informasi
tentang ruang muka bumi yang diperlukan untuk dapat menjawab atau menyelesaikan
masalah yang terdapat dalam ruang muka bumi yang bersangkutan. SIG mampu
mengintegrasikan deskripsi lokasi dengan karakteristik fenomena yang ditemukan pada
suatu lokasi sehingga dapat mendukung dalam pengambilan keputusan spasial. Kegiatan
tersebut meliputi pengumpulan, penataan, pengolahan, penganalisaan, dan penyajian
datafakta spasial yang ada atau terdapat dalam ruang muka bumi tertentu Prahasta,
2001.
Menurut ESRI 1996 dalam Prahasta 2001, SIG merupakan kumpulan yang
terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan data
personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, meng-update,
memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang
bereferensi geografi. 2.4.2. Subsistem SIG
Subsistem-subsistem yang terdapat dalam SIG adalah:
• Data Input; data input merupakan
subsistem yang bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan data
spasial dan data atribut dari berbagai sumber. Subsistem ini bertanggung jawab
dalam mengkonversi atau mentransformasikan format data asli
menjadi format yang digunakan dalam SIG Gistut, 1994 dalam Prahasta, 2001.
• Data Output; data output merupakan
subsistem yang berfungsi untuk menampilkan atau mengeluarkan keluaran
seluruh atau sebagian basisdata, baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy
seperti tabel, grafik dan peta Demers, 1997 dalam Prahasta, 2001.
• Data Management; data menagement
berfungsi untuk mengorganisasikan data spasial dan data atribut ke dalam sebuah
basisdata sehingga mudah untuk dipanggil, di-update maupun di-edit Aronoff, 1989
dalam Prahasta, 2001.
• Data Manipulation dan Analysis;
subsistem ini berfungsi untuk menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan
oleh SIG. Subsistem ini juga dapat melakukan manipulasi dan pemodelan data
untuk menghasilkan informasi yang diiginkan Demers, 1997 dalam Prahasta,
2001.
Uraian jenis masukan, proses, dan jenis keluaran dari keempat subsistem tersebut,
dapat ditunjukkan seperti Gambar 2.
Gambar 2 Uraian subsistem-subsistem SIG.
Sumber: Prahasta, 2001
DATA INPUT
Tabel Laporan
Pengukuran Lapangan
Data Digital Peta Tematik,
Topografi, dll Citra Satelit, Foto
Udara, dll Storage
database
Input Retrieval
Processing Output
Peta Tabel
Laporan Informasi
Digital Softcopy
DATA MANAGEMENT DAN MANIPULATION
OUTPUT