Sebaran Daerah Endemis Malaria di Kabupaten Sukabumi

serta jumlah curah hujan tiap minggu pada minggu ke t. Sedangkan β s t merupakan koefisien dari PDL of weather pada waktu ke t.

4.5.4. Integrasi Model Spasial

Pengintegrasian model spasial bertujuan untuk menghasilkan informasi spasial kasus positif malaria berdasarkan parameter– parameter lingkungan dan unsur cuaca di Kabupaten Sukabumi.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Klasifikasi Penutupan Lahan LandUsed Kabupaten Sukabumi

Klasifikasi penutupan lahan Kabupaten Sukabumi menggunakan citra LANDSAT TMETM+. Klasifikasi tersebut dilakukan secara terbimbing Supervised Classification. Sistem klasifikasi mengunakan perbandingan penggunaan lahan LandUsed di beberapa kecamatan di Kabupaten Sukabumi Edisi I- Tahun 1999 dan Edisi I- Tahun 2000. Kelas yang dihasilkan dari Supervised Classification adalah kelas spektral yang mencerminkan penampakan penutupan lahan LandCover yang ditangkap pada tanggal akusisi peta. Kelas spektral tersebut dibagi atas 11 kelas yaitu; hutan, perkebunan, pemukiman, lahan terbuka, tegalan, semak belukar, sungai, sawah tadah hujan, sawah irigasi, awan dan bayangan awan. Kelas awan dan bayangan awan diklasifikasi kembali supervised classification menggunakan peta rupa bumi di beberapa kecamatan di Kabupaten Sukabumi. Hasil klasifikasi penggunaan lahan Kabupaten Sukabumi pada penelitian ini di bagi atas 9 kelas. Pembagian klasifikasi penutupan lahan tersebut adalah hutan, perkebunan, pemukiman, lahan terbuka, tegalan, semak belukar, sawah tadah hujan, sawah irigasi dan sungai. Penyebaran klasifikasi penutupan lahan Kabupaten Sukabumi ditunjukan pada Gambar 16. Klasifikasi penutupan lahan di Kabupaten Sukabumi dapat memaparkan keadaan tempat perindukan dan habitat nyamuk vektor malaria. Hutan merupakan habitat asli vektor malaria sedangkan sawah, laguna dan sungai merupakan tempat perindukan nyamuk. Sebagian besar tempat perindukan nyamuk menyebar di sebelah barat Kabupaten Sukabumi. Laguna di dekat pantai, hutan; sebagian besar berada di Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kecamatan Cikakak, Kecamatan Caringin, Kecamatan Ciemas dan Kecamatan Ciracap. Kondisi penutupan lahan tersebut mendukung penyebaran kasus malaria di Kabupaten Sukabumi Lampiran 1. Luasan penutupan lahan Kabupaten Sukabumi sebagian besar berupa hutan dan perkebunan. Sedangkan luasan sungai merupakan luasan penutupan lahan terkecil di Kabupaten Sukabumi. Luasan penutupan lahan tersebut ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5 Klasifikasi Penutupan Lahan Kabupaten Sukabumi Tahun 2005 Penutupan Lahan Luas ha Hutan 126199.79 Tegalan 51131.72 Lahan Terbuka 47181.41 Pemukiman 32293.71 Perkebunan 92461.75 Sawah Tadah Hujan Irigasi 27812.59 Semak Belukar 35157.68 Sungai 8530.18 Total 420768.84 5.2. Sebaran Daerah Endemis Malaria dan Interaksi Kasus Positif Malaria terhadap Lingkungan

5.2.1. Sebaran Daerah Endemis Malaria di Kabupaten Sukabumi

Daerah Sukabumi merupakan daerah endemis malaria www.depkes.go.id. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan Kabupaten Sukabumi yang cocok untuk perindukan dan perkembangbiakan nyamuk Anopheles sp. Ada 4 jenis Anopheles yang hidup di daerah Sukabumi yaitu Anopheles sundaicus yang hidup di daerah lagunatepi pantai, Anopheles aconicus yang hidup di daerah gunung, Anophles maculatus yang hidup di sawah, dan Anopheles barbirostis yang hidup di hutan Tabel 1.. Pola penyebaran nyamuk Anopheles tidak merata di Kabupaten Sukabumi. Sebagian besar penyebaran nyamuk tersebut terkonsentrasi di daerah pesisir pantai dan persawahan, seperti Desa Kertajaya, Kecamatan Simpenan dan Desa Langkapjaya, Kecamatan Lengkong. Desa Kertajaya, Kecamatan Simpenan merupakan daerah endemis malaria yang terletak di wilayah pantai. Di desa tersebut banyak terdapat laguna di tepi pantai; sebagai tempat 34 Gambar 16 Klasifikasi penggunaan lahan Kabupaten Sukabumi. perindukan vektor Anopheles Sundaicus. Sedangkan di Desa Langkapjaya, Kecamatan Lengkong terdapat banyak kubangan air di wilayah pegunungan sebagai tempat perindukan vektor Anopheles Maculatus www.depkes.go.id. Sebaran nyamuk Anopheles dan daerah endemis malaria Kabupaten Sukabumi ditunjukan pada Gambar 17. dan Gambar 18. Luasan penutupan lahan di kawasan endemis malaria Kabupaten Sukabumi sebagian besar merupakan sungai 52.14. Kawasan ini menyebar di Kecamatan Pelabuhan Ratu. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa tempat perindukan nyamuk Anopheles umumnya berpusat di kecamatan tersebut. Sawah merupakan luasan yang terkecil di kawasan endemis malaria. Penyebaran sawah di Kabupaten Sukabumi sebagian besar berpusat di sebelah utara Kabupaten Sukabumi. Luasan penggunaan lahan di daerah endemis Kabupaten Sukabumi dapat dilihat secara terperinci pada Tabel 6. Tabel 6 Klasifikasi Penutupan Lahan LandUsed di Daerah Endemis Malaria Kabupaten Sukabumi Penutupan Lahan Luas ha Persentase Hutan 30593.28 24.24 Tegalan 10475.79 20.49 Lahan Terbuka 14038.12 29.75 Pemukiman 8901.71 27.56 Perkebunan 26141.30 28.27 Sawah 3716.25 3.34 Sawah Irigasi 803.53 0.72 Semak Belukar 12031.73 34.22 Sungai 4447.60 52.14 Total 111149.31 5.2.2. Interaksi Kasus Positif Malaria terhadap Lingkungan Lingkungan mempengaruhi pola penyebaran kasus malaria di Kabupaten Sukabumi. Interaksi lingkungan tersebut menggunakan persamaan matematis sebagai berikut: .. .........................…...…9 dengan ................................10 dengan y BSv sebagai luas perindukan nyamuk Anopheles sp. di desa v. p, q, r merupakan luas tempat perindukan nyamuk di sungai, sawah tadah hujan dan sawah irigasi di desa v. Sedangkan f δ i , f δ j dan f δ k sebagai luas tempat perindukan nyamuk i, j dan k pada jelajah terbang nyamuk buffer tempat perindukan nyamuk ω 1 = 1mil, ω 2 = 2mil, ω 3 = 3mil. Luas pemukiman penduduk secara matematis dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut: ...............................................11 Dengan ........................12 dimana Y SDv sebagai luas pemukiman penduduk di desa v Ha. gs i , gs j dan gs k menyatakan luas pemukiman penduduk di buffer perindukan nyamuk ω 1 = 1mil, ω 2 = 2mil, ω 3 = 3mil. Sedangkan kerapatan kasus dinyatakan sebagai berikut: ....................................13 dengan Z KSv sebagai kerapatan kasus positif malaria di desa v jiwaHa dan x KSv sebagai jumlah kasus positif malaria jiwa di tiap desa. Sebaran daerah pemukiman pada buffer daerah perindukan 1-3 mil ω 1 , ω 2 dan ω3 ditunjukkan pada Gambar 19., Gambar 20., dan Gambar 21. Sedangkan hasil overlay kasus positif malaria tiap desa terhadap luas pemukiman penduduk serta luas perindukan dan habitat nyamuk, didapat korelasi masing- masing sebesar 64,6 dan 15,9, seperti ditunjukan oleh Gambar 22 a. Luasan pemukiman di daerah perindukan nyamuk signifikan menggambarkan hubungan kerapatan kasus positif malaria tiap desa perindukan . Hal tersebut diduga adanya jarak yang dekat antara tempat perindukan nyamuk dengan pemukiman penduduk. Penduduk yang tinggal di daerah perindukan nyamuk akan mudah terserang malaria. Kontak langsung penduduk terhadap vektor nyamuk di daerah perindukan relatif sering terjadi. Kondisi tersebut dapat meningkatkan jumlah penderita malaria di desa perindukan nyamuk tersebut. 36 Gambar 17 Peta sebaran desa perindukan Anopheles sp. di Kabupaten Sukabumi. 37 Gambar 18 Peta sebaran desa endemis Kabupaten Sukabumi. 38 Gambar 19 Peta sebaran daerah pemukiman kasus malaria di daerah perindukan Nyamuk Anopheles pada jelajah terbang 1 mil. 39 Gambar 20 Peta sebaran daerah pemukiman kasus malaria di daerah perindukan Nyamuk Anopheles pada jelajah terbang 2 mil. 40 Gambar 21 Peta sebaran daerah pemukiman kasus malaria di daerah perindukan Nyamuk Anopheles pada jelajah terbang 3 mil. Pengaruh luas perindukan nyamuk tidak signifikan mempengaruhi kerapatan kasus positif malaria di desa perindukan. Kondisi ini menunjukkan bahwa luas perindukan nyamuk tidak mampu memberikan hubungan linear terhadap kerapatan kasus positif malaria tiap desa. Hal tersebut disebabkan oleh luas perindukan tanpa memperhatikan luas pemukiman penduduk; sebagai host parasit malaria dan sumber darah vektor malaria, tidak memberikan hubungan yang nyata terhadap jumlah kasus ataupun kerapatan kasus malaria di desa tersebut. Jelajah jarak terbang nyamuk di Kabupaten Sukabumi mempengaruhi luas perindukan dan habitat nyamuk. Jelajah nyamuk 3 mil memiliki luas perindukan dan habitat nyamuk paling besar dibandingkan dengan luas perindukan dan habitat dengan jelajah nyamuk 1 mil dan 2 mil. Luas pemukiman pada jelajah nyamuk 3 mil, juga paling besar dibandingkan luas pemukiman pada jelajah 1 mil dan 2 mil. Kondisi tersebut menyebabkan hubungan luas pemukiman terhadap kepadatan kasus tiap desa perindukan semakin kecil atau menjadi tidak signifikan dengan bertambahnya jelajah nyamuk. Kontak langsung antara vektor malaria terhadap penduduk semakin berkurang atau jarang terjadi. Kondisi tersebut mengindikasikan adanya penurunkan jumlah penderita malaria di desa perindukan berdasarkan karakteristik lingkungan. Peningkatan luas pemukiman di desa perindukan juga mengindikasi semakin tingginya faktor sosial-ekonomi dan migrasi mempengaruhi penyebaran kasus positif malaria. Kondisi tersebut menyebabkan hubungan luas pemukiman terhadap kasus malaria di desa perindukan semakin tidak nyata R 2 semakin kecil pada penambahan jelajahjarak terbang vektor malaria. Faktor sosial-ekonomi dan migrasi penduduk diduga memberikan pengaruh dominan terhadap penyebaran kasus positif malaria setiap penambahan jelajah nyamuk. Hubungan linier faktor lingkungan luas pemukiman penduduk dan luas perindukan nyamuk terhadap kerapatan kasus positif malaria di desa perindukan vektor malaria pada masing- masing jelajah nyamuk ditunjukkan oleh Gambar 22. y = 0.0007x R 2 = 0.1594 y = 0.003x R 2 = 0.6466 2 4 6 8 10 12 14 16 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 Luas ha Ke r a patan Kas u s jiw a ha Perindukan Pemukiman Linear Perindukan Linear Pemukiman a y = 0.0003x R 2 = 0.2929 y = 0.0017x R 2 = 0.0289 1 2 3 4 5 6 7 2000 4000 6000 8000 10000 12000 Luas ha K e pa da ta n K a s us ji w a ha Perindukan Pemukiman Linear Perindukan Linear Pemukiman b y = 0.0004x R 2 = 0.2175 y = 0.0018x R 2 = -0.0842 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2000 4000 6000 8000 10000 12000 Luas ha K e pa da ta n K a su s ji w a h a Perindukan Pemukiman Linear Perindukan Linear Pemukiman c Gambar 22 Hubungan kerapatan kasus terhadap luasan perindukan dan pemukiman tiap desa perindukan dengan jelajah nyamuk a 1 Mil, b 2 Mil dan c 3 Mil.

5.3. Model Spasial untuk Memprediksi Penyebaran Malaria