Sub sistem manajemen data dasar dan malaria
Sub sistem manajemen data geografis peta
SIG
Sub sistem analisis spasial dan pemanggilan daerah
Grafik Tabel
Peta
Gambar 8 Kerangka umum SIG
jaringan hidrologi sungai dan anak sungai, jaringan Wilayah Kerja Puskesmas WKP
dan kontur digambarkan sebagai garis. Sedangkan batas desa, batas kecamatan, dan
batas kabupaten digambarkan sebagai poligon.
Data lingkungan seperti bentang wilayah, hidrologi, penggunaan lahan, pola
perlindungan tanah land cover dan jaringan jalan raya juga termasuk dalam data geografis.
Data lingkungan tersebut digunakan dalam pengambilan keputusan untuk mempelajari
pola penyebaran spasial malaria. Sedangkan peta jaringan jalan raya digunakan untuk
menilai pemberian pelayanan kesehatan dalam kegiatan surveilens dan penanggulangan
malaria. 2.4.6.3. Subsistem Analisis dan
Pemanggilan Data
Sub sistem analisis dan pemanggilan data merupakan subsistem yang berperan penting
untuk meningkatkan kemampuan pengguna, terutama dalam kegiatan pengambilan
keputusan. Sub sistem ini berperan dalam output SIG Malaria. Hal ini disebabkan oleh
cakupan subsistem sebagian besar berupa karakteristik SIG, seperti visualisasi, query
pemanggilan data atribut dan spasial, klasifikasi, operasi hitung, operasi tumpang
susun dan fungsi lingkungan.
Ketiga subsistem SIG Malaria saling berkorelasi menghasilkan tampilan Output
berupa grafik, peta, dan tabel. Subsistem manajemen data dasar populasi dan malaria
serta subsistem data geografis mempengaruhi hasil yang akan dikeluarkan oleh subsistem
analisis dan pemanggilan data. Keterkaitan antar ketiga subsistem tersebut ditunjukan
pada Gambar 8. 2.5. Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh merupakan salah satu teknik dalam SIG untuk mengumpulkan
informasi dari jarak tertentu Aronoff, 1991 dalam Prahasta, 2001. Pernyataan “dari jarak
tertentu” secara umum menggambarkan bahwa tidak ada kontak langsung dengan
informasi yang ingin diperoleh tadi. Penginderaan jauh
memanfaatkan berbagai perangkat seperti kamera, radiometer, penyiam scanner, atau
sensor seperti satelit. 2.5.1. Klasifikasi Citra
Citra penginderaan jauh dianalisis secara digital untuk mendapatkan informasi tematik.
Klasifikasi multispektral adalah suatu metode yang digunakan untuk mengekstrak informasi,
terutama informasi penutup lahan. Klasifikasi multispektral menggunakan pendekatan
kuantitatif dan mengurangi subyektifitas pada kegiatan interpretasi. Metode klasifikasi
multispektral dapat menggunakan algoritma- algoritma berikut : 1 Klasifikasi Tegas
Hard Classifier, 2 Klasifikasi Samar Soft Classifier, dan 3 Klasifikasi Hibrid Jensen,
1996 dalam Prahasta 2001. Algoritma Klasifikasi Tegas pada umumnya terbagi
menjadi dua kelompok besar yaitu Klasifikasi Terbimbing Supervised Classification dan
Klasifikasi Tak Terbimbing Unsupervised Classification.
2.5.2. Klasifikasi Terbimbing Supervised
Classification
Klasifikasi Terbimbing menggunakan pengetahuan yang telah didapatkan
sebelumnya yang dapat berasal dari hasil ekstraksi informasiinterpretasi foto udara,
peta dan lain-lain. Pengetahuan ini akan digunakan untuk mengidentifikasi piksel-
piksel contoh dan menetapkan kelas ciri yang bersesuaian. Parameter-parameter statistika
dari contoh kelas digunakan untuk mengkelaskan ciri yang mirip dari sebuah
piksel, seperti pencarian daerah yang homogen dan memiliki kisaran variabilitas
yang baik. Estimasi ciri kelas umumnya menggunakan klasifikasi Bayes Maximum
Likelihood dengan asumsi distribusi normal normal class distribution dan vektor rataan
kelas dan matriks kovarian harus dihitung Schowengerdt, 1983. Swain 1978
menyatakan bahwa untuk mendapatkan statistik kelas yang memenuhi syarat, piksel
contoh yang diperlukan berkisar antara 10 – 100, dengan notasi vektor pengukuran sebagai
berikut: X
c
= [BV
ij1
, BV
ij2
, …, BV
ijk
] .......................1 dengan BVijk menyatakan nilai piksel
brightness value untuk piksel ke-i,j dan pada band ke-k. Selanjutnya akan didapatkan pula
vektor pengukuran rataan untuk setiap kelas sebagai berikut:
M
c
= [µ
c1
, µ
c2
, …, µ
ck
] ..................................2 dengan µ
ck
merepresentasikan nilai rataan dari data yang diperoleh untuk kelas c pada band
k. Selain itu bisa didapatkan pula matrik kovarian pada setiap kelas c sebagai berikut:
dengan Cov
ckl
adalah kovarian dari kelas c dari band k sampai l.
Aturan keputusan dalam algoritma Bayes Maximum Likelihood merupakan penentu
penggolongan setiap piksel ke dalam kelas yang bersesuaian dengan menempatkan piksel
berdasar kemiripan atau kemungkinan yang paling tinggi. Hal ini mengasumsikan bahwa
statistik dari data training set untuk setiap kelas dan setiap band menyebar secara normal
Gaussian. Aturan keputusan pada algoritma ini dapat dinotasikan sebagai berikut:
X ada dalam kelas c, jika dan hanya jika: P
c
≥ P
i
, i adalah kelas ke-1, 2, …, m P
c
= { -0.5log
e
[detV
c
]} – [0.5X-M
c T
V
c -1
X- M
c
] .............................................................3 dengan detVc adalah determinan dari
matriks kovarian Vc. Persamaan 3. mengasumsikan bahwa
setiap kelas memiliki kemungkinan kejadian yang sama pada permukaan bumi. Kejadian
pada data penginderaan jauh menunjukkan bahwa ada kemungkinan kejadian yang tinggi
bagi suatu kelas daripada kelas yang lain. Sebagai ilustrasi, bila kelas air mendominasi
suatu citra, maka dapat diharapkan bahwa akan semakin banyak piksel yang akan
dikelaskan sebagai air. Dengan demikian, dimungkinkan untuk memasukkan informasi a
priori pada pengambilan keputusan dalam klasifikasi. Pemasukan informasi ini dapat
dilakukan dengan pembobotan setiap kelas c dengan kemungkinan a priori a
c
sehingga: X ada dalam kelas c, jika dan hanya jika:
P
c
a
c
≥ P
i
a
i
, i adalah kelas ke-1, 2, …, m P
c
a
c
= log
e
a
c
- { -0.5log
e
[detV
c
]} – [0.5X-M
c T
V
c -1
X-M
c
]...............................4
2.6. Weather Monitoring Model
Weather Monitoring Model [WMM] yang dikembangkan oleh Risdiyanto 2001,
merupakan model untuk memonitor kondisi cuaca harian. WMM mengintegrasikan model
numerik sebagai model mekanistik dan model spasial sehingga menghasilkan sebuah
informasi spasial cuaca. WMM dapat memberikan informasi data-data cuaca seperti
temperature udara, tekanan udara, kecepatan dan arah angin, radiasi matahari, dan estimasi
kandungan uap air. WMM juga dapat digunakan untuk membangkitkan data cuaca
harian. 2.7. Artikel dan Jurnal Malaria Secara
Spasial dan Statiktik
Penelitian mengenai prediksi malaria secara spasial dan statistik telah banyak
dilakukan. Penelitian tersebut menyangkut berbagai aspek seperti aspek biologi, aspek
ekologi dari parasit dan vektor malaria maupun manusia. Sejumlah penelitian
mengenai spasial dan statistik malaria yang telah dipublikasikan, dapat dilihat secara
terperinci pada tabel 4.
Tabel 4 Artikel Jurnal Malaria Secara Spasial Dan Statistik
Penulis Features
Metodologi Bourna et al.,
1997 Prediksi zona risiko malaria.
Hubungan El Nino terhadap outbreak kasus malaria.
Luo, 2001 Penentuan pola penyebaran
kasus klinis malaria. Integrasi SIG.
Srivastava, 2001 Prediksi habitat vektor malaria.
Pendekatan SIG dan model algoritma parameter ekologi dan intergrasi
penyebaran nyamuk Anopheles dirus. Srivastava, 2003
Penentuan habitat vektor malaria.
Arithmetic Overlay dari unsur-unsur lingkungan.
Zhou et al., 2003
Persamaan kasus malaria. Model statistik berdasarkan hubungan
iklim terhadap kasus malaria.
Penulis Features
Metodologi Levine et al.,
2004 Prediksi distribusi ekologi dan
geografi vektor malaria. Model genetik algoritma parasit malaria.
Omumbo et al., 2004
Persamaan regresi antara trasmisi malaria, parasit malaria
dan iklim. Analisis MARA Fuzzy Climate Suitability
Index dan model statistk berdasarkan data kasus malaria.
Paul et al., 2004 Interpretasi trasmisi malaria
berdasarkan parasit malaria, vektor malaria dan outbreak
malaria. Model statistik antar parasit dan vektor
malaria. Smith and
McKenzie, 2004 Persamaan dinamik malaria
berdasarkan parasit, vektor malaria dan manusia.
Model statistik hubungan antara parasit, vektor malaria dan manusia.
Teklehaimanot et al., 2004
Prediksi pola kasus malaria berdasarkan mekanisme biologi
parasit malaria. Regresi Poisson dengan PDL
Polynomial Distribusi Lag model dari unsur cuaca.
Teklehaimanot et al., 2004
Prediksi kasus epidemik berdasarkan parasit malaria.
Regresi Poisson dengan PDL Polynomial Distribusi Lag model dari
unsur cuaca. Briet et al., 2005
Peta penyebaran malaria sebelum dan setelah tsunami.
Analisis kasus malaria sebelum dan setelah tsunami.
Chen et al., 2005
Identifikasi Anopheles arabiensis dan transmisi.
Penentuan tempat perindukan nyamuk dan kasus malaria.
Hulden et al., 2005
Zona epidemik malaria. Analisis API Annual Parasite
Incidence Malaria. Kopec et al.,
2005 Early Warning System Malaria
EWSM berbasis curah hujan. Monitoring Online curah hujan di daerah
epidemik malaria. Krishnamoorthy,
et al., 2005 Penentuan zona risiko malaria
dan perubahan lahan. Survei kasus dan analisis perubahan
lahan sebelum dan setelah tsunami. Mushinzimana,
et al., 2005 Penentuan tempat nyamuk
Anopheles sp. Perbandingan LandCover dari citra
LANDSAT ETM 7+, IKONOS, dan Aerial Photo.
Wibowo, 2005 Early Warming System Malaria
EWMS. Integrasi SIG dan kegiatan surveilens
Keterangan: : data diurutkan berdasarkan tahun artikel jurnal malaria
Sumber: www.malariajournal.com dan www.pnas.com
III. KEADAAN UMUM KABUPATEN SUKABUMI
3.1. Kondisi Geografis
Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Barat.
Kabupaten Sukabumi terletak pada batas meridian 6
43-7 29 Lintang Selatan dan
106 49-107
00 Bujur Timur. Kabupaten Sukabumi berjarak tempuh 120 km dari
ibukota negara dan 95 km dari ibukota provinsi Jawa Barat.
Wilayah Kabupaten Sukabumi merupakan wilayah kabupaten terluas di Jawa–Bali,
sekaligus sebagai salah satu kabupaten tertinggal di Jawa Barat. Luas wilayah
administratif Kabupaten Sukabumi adalah 41280 km
2
atau 412799.54 ha. Secara fisik wilayah dibatasi oleh 60 daratan dan 40
lautan dengan batas wilayah sebagai berikut: • Sebelah utara berbatasan dengan
Kabupaten Bogor • Sebelah selatan berbatasan dengan
Samudera Hindia • Sebelah barat berbatasan dengan
Kabupaten Lebak, Provinsi Banten dan Samudera Hindia
• Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur [www.bappeda-
sukabumi.go.id]
3.2. Topografi
Secara topografis profil rupa bumi Kabupaten Sukabumi umumnya
bergelombang di bagian selatan dan bergunung di bagian utara dan wilayah bagian
tengah. Kabupaten Sukabumi berada pada ketinggian berkisar antara 0–2960 meter di