Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Bantuan Hukum Cuma-Cuma Bagi Pencari Keadilan Tidak Mampu Dalam Perkara Perdata (Studi: Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK “Persada” di Peradilan Umum)

(1)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN BANTUAN

HUKUM CUMA-CUMA BAGI PENCARI KEADILAN TIDAK

MAMPU DALAM PERKARA PERDATA

(STUDI: POS BANTUAN HUKUM YAYASAN LBH-PK “PERSADA” DI PERADILAN UMUM)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

CONNY LAURENNY PASARIBU 110200291

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN BANTUAN HUKUM CUMA-CUMA BAGI PENCARI KEADILAN TIDAK MAMPU DALAM

PERKARA PERDATA

(STUDI: POS BANTUAN HUKUM YAYASAN LBH-PK “PERSADA” DI PERADILAN UMUM)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

CONNY LAURENNY PASARIBU 110200291

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr.Hasim Purba,S.H., M.Hum NIP.196603031985081001

Pembimbing I Pembimbing II

M.Hayat,S.H Malem Ginting,S.H.,M.Hum NIP.195008081980021002 NIP.196707151983031002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

3

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

NAMA : CONNY LAURENNY PASARIBU

NIM : 110200291

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN

JUDUL SKRIPSI :TINJAUAN YURIDIS TERHADAP BANTUAN HUKUM CUMA-CUMA BAGI PENCARI KEADILAN TIDAK MAMPU DALAM PERKARA PERDATA (STUDI: POS BANTUAN HUKUM YAYASAN LBH-PK “PERSADA” DI PERADILAN UMUM) Dengan ini menyatakan :

1. Skripsi yang saya tulis adalah benar tidak merupakan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

3. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, Juli 2015

Conny Laurenny P 110200291


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur, penulis panjatkan kepada Bapa di surga, Tuhan Yesus Kristus serta Roh kudus.Syukur untuk setiap rencana-Mu dan Rancangan-Mu yang mulia, atas anugrah dan penyertaan yang tiada hentinya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tulisan dalam bentuk skripsi ini.Trimakasih atas hikmat dan kebijaksanaan yang diberikan.

Skripsi penulis berjudul :“Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan

Bantuan Hukum Cuma-Cuma Bagi Pencari Keadilan Tidak Mampu dalam Perkara Perdata (Studi:Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK

“PERSADA” di Peradilan Umum Medam)”. Isinya membahas tentang bagaimana penerapan bantuan hokum Cuma-Cuma dalam perkara perdata di Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK “PERSADA” di Peradilan Umum Medan berdasarkan Undang-Undang Nomoe 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum..

Dalam proses penulisan skripsi ini, Penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya terkhusus kepada Orang Tua Penulis yang telah senantiasa memberikan dukung dan nasihat kepada penulis. penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya, kepada :

1. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Syafraddin Hasibuan, S.H., M.H DFM., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(5)

4. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

5. Bapak Dr. Hasim Purba, S,H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakutas Hukum Universitas Sumatera Utara

6. Ibu Rabiatul, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Perdata Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Kekhususan Perdata BW Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. M.Hayat,S.H. Selaku Dosen Pembimbing I

9. Malem Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II.

10. Hemat Tarigan S.H., M.Hum selaku Dosen Penasehat Akademik Penulis. 11. Dosen serta staf administrasi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 12. Sahabat dan saudara penulis yang telah mendukung penulis pada penulisan

skripsi.

13. Seluruh keluarga dekat maupun jauh yang telah mendoakan dan memberi semangat pada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.


(6)

14. Seluruh teman kampus tercinta yang namanya tidak bisa disebutkan satu-satu, teman seperjuangan yang selalu membantu, dan menyemangati. Sampai jumpa di kesuksesan kita. Amin

15. Para abang dan kakak serta bapak yang bekerja di Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK “PERSADA”

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan.Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan.Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.Terima kasih.

Medan, Juli 2015 Penulis

Conny Laurenny P 110200291


(7)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...i

Daftar Isi...v

Abstract...viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1

B. Perumusan Masalah...8

C. Tujuan Penulisan...9

D. Manfaat Penulisan...9

E. Metode Penelitian.... ...10

F. Keaslian Penulisan...13

G. Sistematika Penulisan...14

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP BANTUAN HUKUM CUMA-CUMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO.16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM A. Pengertian Bantuan Hukum Cuma-Cuma...16

B. Asas Dan Tujuan Dalam Bantuan Hukum Cuma-Cuma...22

C. Hak Dan Kewajiban Dalam Pemberian Bantuan Hukum Cuma-Cuma...28

D. Landasan Teori Bantuan Hukum Cuma-Cuma ...33

BAB III PERKEMBANGAN BANTUAN HUKUM CUMA-CUMA DI INDONESIA A. Sejarah Bantuan Hukum Cuma-Cuma Di Indonesia ...45

B. Penerapan Bantuan Hukum Cuma-Cuma Dalam Perkara Perdata Di Peradilan Umum...49

1. Prosedur Pemberian Bantuan Hukum Cuma-Cuma Dalam Perkara Perdata... ...49

2. Bentuk-Bentuk Pelayanan Bantuan Hukum Cuma-Cuma Dalam Perkara Perdata. ...56

3. Syarat Untuk Mendapatkan Bantuan Hukum Cuma-Cuma Dalam Perkara Perdata...64

C. Garis Kemiskinan Dan Pemberian Bantuan Hukum Cuma-Cuma Di Kota Medan...68

D. Kelemahan Dan Kelebihan Pelaksanaaan Pemberian Bantuan Hukum Cuma-Cuma Terhadap Pencari Keadilan Tidak Mampu...76


(8)

BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN BANTUAN HUKUM CUMA-CUMA BAGI PENCARI KEADILAN TIDAK MAMPU DALAM PERKARA PERDATA MELALUI POS BANTUAN HUKUM LBH-PK “PERSADA” DI PERADILAN UMUM MEDAN

A. Gambaran Umum Tentang Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK

“PERSADA” Pada Peradilan Umum Medan...81 B. Penerapan Bantuan Hukum Cuma- Cuma Di Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK “PERSADA” Pada Peradilan Umum Di Medan...88 C. Persyaratan Dan Tata Cara Memperoleh Bantuan Hukum Cuma-Cuma Di Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK “PERSADA” Medan...89 D. Hambatan-Hambatan Dalam Pemberian Bantuan Hukum Cuma-Cuma Pada Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK “PERSADA” Di Peradilan Umum Medan...92

1. Bentuk-Bentuk Hambatan Dalam Pmberian Bantuan Hukum Cuma-Cuma Pada Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK

“PERSADA” Peradilan Umum Di Medan...93 2. Penyelesaian Atas Hambatan-Hambatan Dalam Pemberian

Bantuan Hukum Cuma-Cuma Pada Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK “PERSADA” Peradilan Umum

Di Medan...95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan...98 B. Saran...99


(9)

ABSTRAK

Muhammad Hayat* Malem Ginting** Conny Laurenny Pasaribu***

Setiap manusia sejak dilahirkan di dunia memiliki hak-hak yang melekat pada diri masing-masing yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Namun, sistem yang bersifat timpang dan cacat moral terkadang menjadi hantu terhadap keadilan bagi golongan lemah dan tidak mampu. Pihak yang berkuasa memiliki keadilannya tersendiri yang dengan mudahnya diperoleh dengan uang dan kekuasaan sedangkan masyarakat sebagai pencari keadilan yang tidak mampu hanya dapat menerima setiap ketidakadilan yang dihadapkan kepadanya dengan pasrah terlebih lagi apabila berhadapan dengan perkara perdata yang konon memerlukan biaya yang sangat besar dalam proses litigasinya. Oleh sebab itu, pemberian bantuan hukum cuma-cuma terhadap pencari keadilan yang tidak mampu sangat mutlak dibutuhkan dalam setiap-setiap perkara yang tidak dapat ditanganinya sendiri.

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah mengenai penerapan terhadap bantuan hukum cuma-cuma bagi pencari keadilan yang tidak mampu dalam perkara perdata, pesyaratan dan tata cara memperoleh bantuan hukum cuma-cuma, dan hambatan yang dihadapi dalam memperoleh bantuan hukum cuma-cuma pada Pos Bantuan Hukum LBH-PK “PERSADA”. Metode yang dipergunakan dalam penelitian skripsi ini adalah metode yang bersifat yuridis normatif, yaitu metode gabungan yang bersifat normatif dalam meneliti peraturan-peraturan yang berkaitan dengan bantuan hukum cuma-cuma., serta metode yang bersifat empiris, yaitu metode penelitian yang menggunakan pengalaman atau keadaan yang terjadi di dalam masyarakat dengan pelaksanaan bantuan hukum cuma-cuma terkhususnya dalam implementasinya yang dikhususkan dalam perkara perdata

Perkembangan undang-undang mengenai pemberian bantuan hukum cuma-cuma di Indonesia merupakan peningkatan yang sangat baik dalam sistem konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, perkembangan tersebut akan sia-sia dan tidak memilik arti apabila tidak diterapkan dengan maksimal dan sepenuh hati. Negara seharusnya memberi perhatian lebih lagi terhadap praktik pemberian bantuan hukum cuma-cuma tersebut sehingga Peraturan Perundang-undangan mengenai bantuan hukum cuma-cuma tidak sekedar pencitraan saja melainkan alat untuk menegakkan keadilan.

*Dosen Pembimbing I **Dosen Pembimbing II

***Mahasiswi

Kata kunci: Penerapan Bantuan Hukum Cuma-Cuma, Perkara Perdata, Pos Bantuan Hukum.


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut HAM) adalah suatu hak yang melekat dan berhubungan erat dengan diri manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Secara alamiah hak tersebut terbentuk oleh karena keberadaannya sebagai manusia sehingga hak asasi manusia tersebut merupakan hak yg dilindungi secara Internasional yaitu melalui Declaration of Human Rights: seperti hak untuk hidup, hak kemerdekaan, hak untuk memiliki, dan hak untuk mengeluarkan pendapat. Karakteristik dari HAM bersifat universal (tidak diskriminatif sehingga berlaku sama untuk semua Negara), indisible (tidak dapat dipilah-pilah), dan interdependent (adanya saling ketergantungan antara satu sama lain secara internasional). HAM juga merupakan salah satu tolak ukur dari tingkat kesuksesan sistem demokrasi disuatu Negara sehingga secara global suatu kehidupan berbangsa dan bernegara dikatakan demokrasi apabila telah memenuhi unsur demokrasi berupa: (a) adanya check and balance dalam ketatanegaraan; (b) adanya free and election; (c) adanya good governance; (d) adanya civil supremacy; (e) adanya kebebasan pers; (f) adanya keberadaan masyarakat madani; (g) adanya promosi dan perlindungan HAM; (h) adanya Kekuasaan Kehakiman yang merdeka.


(11)

Salah satu unsur tersebut, yaitu promosi dan perlindungan HAM merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat dan tidak mungkin dihindari. Dalam perkembangan Ketatanegaraan Negara Indonesia, jaminan terhadap HAM ditegaskan secara eksplisit dalam undang-undang. Hal tersebut merupakan hal yang patut disyukuri sebab dengan adanya jaminan HAM dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD Tahun 1945) tercipta tantangan bagi bangsa Indonesia pada saat ini dan masa depan untuk mewujudkan jaminan HAM tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, jangan sampai terjadi jaminan HAM dalam Konstitusi hanya sebatas Normatif belaka, yang bertolak belakang dengan praktik empiriknya. Jika ini yang terjadi berarti cita-cita the living constitution belum tercapai di Negara Indonesia. Sebab, kesesuaian antara muatan Normatif Konstitusi dengan wujud empiriknya merupakan ciri bahwa telah terbangun the living constitution.1 Sebab dengan tercapainya the living constitution maka tercapailah cita-cita dari Bangsa Indonesia.

Indonesia sebagai Negara Hukum yang telah terbentuk dari tahun 1945 dapat diibaratkan sebagai rumah yang belum selesai dengan benar. Negara Indonesia merupakan Negara yang dapat diibaratkan sebuah rumah yang membahagiakan penghuninya, namun bagaimana sebuah rumah bisa bahagia apabila terdapat perbedaan dalam proses keadilan itu sendiri para pendiri Republik Indonesian sepakat untuk membentuk Negara Republik Indonesia yang berdasarkan hukum (rechtsstaat) dan bukan Negara kekuasaan

1

Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia , (Jakarta: Kencana Prenada,2012) hal.8.


(12)

(machtsstaat). Maka diyakini cita-cita dari Indonesia adalah agar terciptanya keadilan yang dilindungi oleh hukum.

Hak manusia dilanggar ketika Pemerintah membuat Negara menjadi majikannya, ketimbang menjadi pelayan warga negaranya. Indonesia telah mengalami Reformasi Konstitusi dimana pengakuan terhadap HAM, terkait persamaan di hadapan hukum telah diatur dalam UUD Tahun 1945 Amandemen II yang memberikan jaminan terhadap; pengakuan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama terhadap setiap orang2. Oleh sebab itu Konstitusi menjamin hak setiap warga Negara dalam mendapat perlakuan yang sama di hadapan hukum, termasuk hak untuk mengakses keadilan melalui pemberian bantuan hukum sebagai perwujudan terhadap keadilan.

Sistem Peradilan yang sangat birokratis, mahal, rumit dan hanya dimengerti oleh kalangan tertentu saja, mengakibatkan tidak semua orang mendapatkan askses dan perlakuan yang sama pada saat berhadapan dengan hukum terutama bagi masyarakat miskin. Orang kaya dan Penguasa dengan mudah mengakses dan mendapatkan keadilan, melalui tangan-tangan Advokat Profesional yang disewanya. Tidak demikian halnya kelompok masyarakat tidak mampu, yang tidak memiliki pengetahuan akan hukum dan tidak mampu melakukan perbuatan serta tidak mampu untuk membayar Advokat. Dapat terlihat jelas bahwa hal tersebut menyebabkan kemustahilan untuk memperoleh perlakuan yang sama di hadapan hukum dan mempersulit akses

2


(13)

untuk memperoleh keadilan yang nyata dalam pelaksanaannya. Selain itu adanya permasalahan terhadap tidak adanya perluasaan akses yang sama bagi setiap warga negara untuk mendapatkan perlakuan yang sama di muka hukum, meskipun terdapat jargon yang menyatakan keadilan harus bersifat universal.

Adalah omong kosong bicara mengenai equality before law dalam situasi sosial-ekonomi yang tidak sama.3Selama hukum berpihak ke struktur atas maka selama itu pula sia-sia untuk penegakan mengenai HAM, karena hukum yang demikian itu tak memenuhi HAM yang dimiliki oleh rakyat miskin. Malah andai hukum itu tidak berpihak sekalipun jika kita berada dalam Negara yang jurang antara si kaya dengan si miskin itu cukup tajam maka tidak mungkin kita berbicara mengenai HAM. Hal tersebut dapat terlihat dari praktik selama ini yang menunjukkan bahwa uluran tangan untuk membantu masyarakat miskin mengakses keadilan amat sangat tidak memadai bahkan boleh dikatakan diabaikan.

Kedudukan masyarakat yang tidak mampu sering kali menjadi alasan dari terjadinya ketidakadilan sehingga diperlakukan secara tidak adil, disiksa, dihukum, dan diperlakukan secara tidak manusiawi bahkan direndahkan martabatnya sebagai manusia. Sering kali sistem yang ada di masyarakat tidak memungkinkan bagi masyarakat yang tidak mampu untuk berbicara secara terbuka dan memperoleh keadilan secara transparan terhadap suatu masalah apalagi dalam persoalan memperoleh hak.

3


(14)

Telah menjadi rahasia umum bahwa seseorang yang mampu membayar Advokat kelas satu akan mendapat harapan sukses yang lebih besar dibandingkan dengan seorang yang hanya mampu membayar seorang Pokrol Bambu. Seorang yang mampu membayar Dokter Spesialis akan mempunyai harapan lebih besar dari seorang yang hanya mampu membayar seorang Matri biasa.4 Bantuan hukum salah satu bentuk upaya untuk mengisi HAM terutama bagi lapisan termiskin masyarakat sebagai pihak yang tidak mampu sering menerima bentuk-bentuk ketidakadilan hukum secara nyata. Dalam medan berpikir seperti inilah kita harus memandang gerakan bantuan hukum dalam upaya perjuangan penegakan HAM bagi masyarakat tidak mampu mutlak diperlukan.

Dalam proses penegakan bantuan hukum ini peran Negara harus diperluas. Negara tidak hanya berperan sebagai regulator, lebih dari itu negara harus bertindak sebagai aktor dan fasilitator. Perlu dibentuk undang-undang bantuan hukum yang memperluas akses pemberian bantuan hukum sehingga masyarakat tidak mampu dapat dengan mudah mengakses bantuan hukum tersebut, sebab pada kenyataannya hukum malah sering menjadi hal yang paling ditakuti oleh mereka yang tidak mampu baik secara finansial maupun pengetahuan. Hukum yang seharusnya menjadi pihak yang netral bagi para pencari keadilan telah dianggap bersifat diskriminatif dan hanya memihak kepada mereka yang memiliki uang dan berkuasa.

4

T. Mulya Lubis (Buku I), Bantuan Hukum dan Kemiskinan struktural, (Jakarta :LP3ES,1986) , hal.10.


(15)

Program bantuan hukum di Negara-Negara berkembang pada umumnya mengambil arti dan tujuan yang sama seperti di Barat, yang pada dasarnya terdiri dari dua bagian, yaitu : pertama, bahwa bantuan hukum yang efektif adalah merupakan syarat yang esensial untuk berjalannya fungsi maupun integritas Peradilan dengan baik; kedua, bahwa bantuan hukum merupakan tuntutan dari rasa peri-kemanusiaan.5 Dengan demikian, diharapkan bantuan hukum di Indonesia dapat memberikan pelayanan bantuan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu dengan mendidik masyarakat dalam arti seluas-luasnya dengan maksud menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran akan adanya hak-hak yang mereka miliki sebagai subjek hukum dan bantuan hukum yang aktif mengadakan pembaharuan dan perbaikan dalam pelaksanaannya di segala bidang.

Bantuan hukum bersifat membela kepentingan dari para pencari keadilan yang terlepas dari bagaimana latar belakang, etnisitas, asal-usul, keturunan, warna kulit, ideologi, keyakinan politik, kaya ataupun miskin, agama, dan kelompok dari pencari keadilan itu sendiri. Oleh sebab itu urgensi dari bantuan hukum oleh para penegak hukum agar selayaknya memberikan bantuan kepada pencari keadilan yang tidak mampu atau pun orang miskin yang tidak mengerti hukum dengan harapan agar tidak terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak dari pihak yang tidak mampu tersebut.

Pemberian bantuan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu seharusnya dapat dilaksanakan secara efektif apabila Lembaga Bantuan

5

Adnan Buyung Nasution (Buku I), Bantuan Hukum Di Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 2006), hal.5.


(16)

Hukum dapat membangun kesadaran hukum masyarakat untuk menyadari hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sebagai manusia yang terhormat yang menyadari harkat dan martabatnya sebagai subjek hukum. Para pemberi bantuan hukum juga harus menjelaskan tentang adanya jalan-jalan hukum dan upaya upaya hukum yang dapat ditemukan dalam Lembaga Bantuan Hukum yang telah menyediakan fasilitas dan jasa tersebut. Dengan demikian akan muncul keberanian pada masyarakat yang tidak mampu tersebut untuk menggunakan hak-hak yang mereka miliki secara sah dan memanfaatkan jalan dan upaya-upaya hukum yang tersedia. Oleh karena hal tersebut peran dari Lembaga Bantuan Hukum sangat besar dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat tidak mampu dalam memberikan pengetahuan yang luas, dan juga menumbuhkan keberanian dan kepercayan bagi mereka yang memerlukan bantuan.

Permasalahan pemberian bantuan hukum bagi masyarakat yang tidak mampu di Indonesia bukan semata-mata hanya masalah hukum saja melainkan juga masalah kompleks lainnya seperti menyangkut aspek-aspek permasalahan ekonomi, sosial dan politik. Pemerintah menduduki peran penting dalam mengatur agar pembangunan dalam negeri ditujukan kepada aspek-aspek yang menyangkut kebutuhan dari masyarakat tidak mampu yang memilih banyak ketidakmampuan, yang memerlukan pertolongan dari tangan-tangan menarik mereka dari kebodohan dan keterbelakangan, penindasan, kesewenang-wenangan, keterasingan dan keadaan tersisih dalam mendapatkan keadilan dan mempertahankan kembali martabat kemanusiaannya.


(17)

B. PERUMUSAN MASALAH

Pada pelaksanaannya program pemberian bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu telah berlangsung sejak tahun 1980 hingga sekarang. Dari pelaksanaannya, terlihat bahwa penerapan bantuan hukum cuma-cuma masih mengalami banyak kelemahan.

Adapun arah kebijaksanaan dari pada program bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu tidak hanya memberdayakan keberadaan dalam persamaan hukum bagi setiap lapisan dari masyarakat namun juga memiliki tujuan agar meningkatnya kesadaran dan kepatuhan hukum dalam masyarakat, dengan bentuk perlindungan hak yang telah disediakan oleh Negara dalam membela kepentingan hukum masyarakat tidak mampu tersebut di hadapan Pengadilan.

Adapun perumusan masalah yang dapat saya angkat dalam penulisan skripsi ini antara lain adalah:

1. Bagaimana penerapan terhadap pemberian bantuan hukum cuma-cuma bagi pencari keadilan tidak mampu dalam perkara perdata melalui Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK “PERSADA” di Peradilan Umum Medan?

2. Bagaimana persyaratan dan tata cara memperoleh bantuan hukum cuma-cuma pada Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK


(18)

3. Hambatan-hambatan apa yang dihadapi dalam memperoleh bantuan hukum cuma-cuma pada Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK

“PERSADA” di Peradilan Umum Medan serta bagaimana penyelesaian terhadap hambatan tersebut?

C. TUJUAN PENULISAN

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi yang berjudul

“Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Bantuan Hukum Cuma-cuma Bagi Pencari Keadilan Tidak Mampu dalam Perkara Perdata (Studi: Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK “PERSADA” Di Medan)” ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan terhadap pemberian bantuan hukum cuma-cuma bagi pencari keadilan tidak mampu dalam perkara Perdata melalui Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK “PERSADA” di Peradilan Umum Medan.

2. Untuk mengetahui persyaratan dan tata cara memperoleh bantuan hukum cuma-cuma di Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK

“PERSADA” di Peradilan Umum Medan.

3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam memperoleh bantuan hukum cuma-cuma pada Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK “PERSADA” di Peradilan Umum Medan cara penyelesaiannya.


(19)

D. MANFAAT PENULISAN

1. Secara teoritis

Sebagai pemenuhan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini diharapkan bermanfaat dalam penyebaran ilmu pengetahuan dalam penerapan pelaksanaan bantuan hukum cuma-cuma terhadap para pencari keadilan terutama dalam bidang Hukum Perdata.

2. Secara praktis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat terutama kepada masyarakat yang tidak menyadari ataupun mengetahui bahwa mereka memiliki hak atas keadilan, seperti kepada masyarakat yang tidak mampu baik dalam pengetahuan dan ekonomi agar dapat memperjuangkan hak mereka terkhususnya penulis akan membahas dalam penyelesaian perkara dalam bidang Perdata.

E. METODE PENELITIAN

1. Metode penelitian yang digunakan

Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini bersifat Yuridis Normatif, dimana bantuan hukum cuma-cuma sebagai implementasi dari Pasal 237, Pasal 238 dan Pasal 239 Herzien Inlandsch Reglement

(selanjutnya disebut HIR) atau Pasal 273, Pasal 274 dan Pasal 275 Rechtsreglement Buitengewesten (selanjutnya disebut RBg) atau


(20)

undang-undang lainnya yang berkaitan. Penulis juga menggunakan metode yang bersifat Empiris , yaitu penelitian yang menggunakakan pengalaman atau keadaan yang terjadi di dalam masyarakat dalam kaitannya dengan pelaksanaan bantuan hukum cuma-cuma di Indonesia terkhususnya di Kota Medan pada Pos bantuan Hukum (selanjutnya disebut Posbakum) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum LBH-PK “PERSADA”, serta melalui serta dengan menggunakan buku-buku, majalah-majalah hukum, artikel dan bahan hukum lainnya yang berkaitan dengan judul skripsi penulis.

2. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh penulis menggunakan jenis penelitian komparatif dimana penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan teori dari pentingnya diterapkan pelaksanaan bantuan hukum cuma-cuma dalam bidang perdata yang ditinjau dari Undang-Undang Bantuan Hukum dan bagaimana pelaksanaannya di lapangan.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian dari skripsi ini dilakukan di Posbakum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum LBH-PK “PERSADA” di Kota Medan dan di lokasi yang dapat menyempurnakan kelengkappan data skripsi.

4. Sumber data


(21)

a. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan dengan media seperti: wawancara terhadap Ketua Posbakum Yayasan LBH-PK “PERSADA” dan para Penasihat Hukum yang berada di tempat tersebut dan para Penasihat Hukum yang berada di Lembaga Bantuan Hukum di Medan maupun Lembaga Bantuan Hukum lain yang dapat mendukung proses penulisan skripsi. b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari kepustakaan yang

berupa:

1) Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni:

a) Norma/kaidah dasar, yaitu Pembukaan dari UUD Tahun 1945;

b) Peraturan dasar, yaitu Batang Tubuh UUD Tahun 1945; c) Peraturan Perundang-undangan Nasional yang

berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti hasil penelitian, dan sebagainya yang menunjang keberhasilan dari penulisan skripsi ini.

3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan penunjang yang mencakup bahan-bahan yang memberikan informasi dan


(22)

petunjuk beserta penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; kamus, ensiklopedia, dan sebagainya

5. Metode Pengumpulan Data

Penulis melakukan metode pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dengan cara:

a. Library research (Kepustakaan) yaitu dengan mengadakan berbagai penelitian data data yang dibutuhkan yang diperoleh melalui literatur, catatan-catatan serta majalah-majalah yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini untuk memperkuat fakta dari penelitian.

b. Field research (Penelitian Lapangan) yaitu dengan melakukan interaksi langsung ke lapangan atau sumbernya yang penulis lakukan dengan cara: wawancara yang penulis lakukan terhadap Ketua Posbakum Yayasan LBH-PK “PERSADA” mengenai mekanisme penerapan bantuan hukum cuma-cuma terhadap pencari keadilan tidak mampu di Kota Medan yang akan menjadi topik dari penulisan skripsi.

F. KEASLIAN PENULISAN

Dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan yang diperoleh penulis selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara maka skripsi ini sebagai sebuah karya tulis ilmiah penulis buat sebagai salah satu pemenuhan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum, sehingga telah menjadi


(23)

sebuah keharusan bahwa skripsi ini ditulis oleh penulis berdasarkan hasil dari buah pikiran penulis sendiri yang benar-benar asli tanpa adanya tindakan peniruan dari karya orang lain. Penulis juga menjelaskan bahwa skripsi yang berjudul Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Bantuan Hukum Cuma-Cuma Bagi Pencari Keadilan Tidak Mampu Dalam Perkara Perdata Melalui Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK PERSADADi Peradilan Umum Medan belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun skripsi yang ditulis oleh penulis ini agar lebih tersistematika akan terbagi dalam 5 (lima) bab dan dibagi lagi dalam sub bagian yang sesuai dengan kepentingan pembahasan, yaitu

Bab I : PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini penulis akan menuliskan secara singkat latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II :TINJAUAN UMUM TERHADAP BANTUAN HUKUM CUMA-CUMA DALAM UNDANG-UNDANG NO.16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM


(24)

Dalam bab ini diuraikan mengenai bagaimana tinjauan umum terhadap pelaksanaan bantuan hukum cuma-cuma yang berdasarkan pada Undang-Undang No.16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.

Bab III :PERKEMBANGAN BANTUAN HUKUM CUMA-CUMA DI INDONESIA

Dalam bab ini diuraikan mengenai bagaimana perkembangan bantuan hukum cuma-cuma yang diuraikan dalam beberapa sub bagian mengenai sejarah bantuan hukum cuma-cuma, penerapan bantuan hukum cuma-cuma dalam perkara perdata di Peradilan Umum, garis kemiskinan dan pemberian bantuan hukum cuma-cuma di Kota Medan, dan kekuatan dan kelebihan pelaksanaan pemberian bantuan hukum cuma-cuma terhadap pencari keadilan yang tidak mampu.

Bab IV: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN BANTUAN HUKUM CUMA-CUMA BAGI PENCARI KEADILAN TIDAK MAMPU DALAM PERKARA PERDATA MELALUI POS BANTUAN HUKUM YAYASAN LBH-PK “PERSADA” DI PERADILAN UMUM MEDAN

Bab ini sebagai inti dari penulisan skripsi ini membahas mengenai tinjauan terhadap penerapan bantuan hukum cuma-cuma bagi pencari keadilan tidak mampu dalam perkara Perdata Melalui Posbakum Yayasan LBH-PK “PERSADA” Di Peradilan Umum Medan.


(25)

Bab V: KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab terakhir dari skripsi ini penulis akan memaparkan kesimpulan mengenai permasalah yang telah dibahas sebelumnya dan memberikan saran-saran yang diharapkan berguna bagi pembaca.


(26)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP BANTUAN HUKUM CUMA-CUMA MENURUT UNDANG-UNDANG N0.16 TAHUN 2011

TENTANG BANTUAN HUKUM

A. Pengertian Bantuan Hukum Cuma-cuma

Istilah bantuan hukum telah lama dikenal sejak zaman Romawi yang pada saat itu dikenal dengan nama Patron. Istilah Patron berasal dari kata Patronus. Patronus adalah seorang tokoh masyarakat pada zaman itu yang dipercayai dan dihargai oleh masyarakat sebagai tempat pengaduan dan meminta pertolongan dalam segala bidang, baik dalam soal ekonomi, perkawinan, sosial dan lain-lain. Kemudian pada zaman Abad Pertengahan, istilah bantuan hukum dikenal dengan nama charitas, yaitu suatu dorongan bagi manusia untuk berlomba-lomba memberikan derma dan bantuan.

Sejak dulu secara konvensional di Negara Indonesia bantuan hukum diartikan sebagai bantuan yang diberikan oleh seorang Pembela/Pengacara terhadap klien-kliennya baik dalam perkara Perdata maupun dalam perkara Pidana di muka Persidangan.6

Istilah bantuan hukum itu sendiri dipergunakan sebagai terjemahan dari dua istilah yang berbeda yaitu “legal aid” dan “legal assistance”.7

6

Abdurahman, Beberapa Aspek tentang Bantuan Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1980), hal.13.

7

http://www.academia.edu/7235503/PERAN_LEMBAGA_BANTUAN_HUKUM_PER GURUAN_TINGGI_DALAM_PEMBERIAN_PELAYANAN_KONSULTASI_DAN_BANTUA N_HUKUM_KASUS_PIDANA_Studi_Terhadap_Aspek_Normatif-Empiris_di_Surakarta, diakses pada tanggal 6 Mei 2015.


(27)

Legal Aid biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pengertian bantuan hukum dalam arti sempit berupa pemberian jasa-jasa di bidang hukum kepada seorang yang terlibat dalam suatu perkara secara cuma-cuma/gratis khususnya bagi mereka yang kurang mampu. Legal Assistance dipergunakan untuk menunjukkan pengertian bantuan hukum oleh para Advokat yang

mempergunakan honorarium. Disamping istilah “Legal Aid” dan “Legal Assistance” dikenal pula adanya istilah “Legal Service” yang kurang tepat

kalau diterjemahkan dengan bantuan hukum yang diartikan sebagai pelayanan hukum.8

Karena istilah “legal service” tersebut kurang tepat untuk digunakan maka istilah tersebut jarang digunakan dalam pembahasan-pembahasan mengenai bantuan hukum.

Kata bantuan secara teknis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti pertolongan yang berupa bantuan modal, tenaga ahli, sedangkan hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh Penguasa atau Pemerintah, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat. Hukum dari perspektif Hukum Acara Perdata dapat diartikan sebagai aturan untuk melaksanakan dan mempertahankan Hukum Perdata Materil atau Hukum Perdata Formil. Dari uraian tersebut dapat kita peroleh kesimpulan bahwa bantuan hukum merupakan sebuah bantuan diberikan oeh tenaga ahli, dalam hal ini ialah Advokat, dalam proses penegakan hukum guna mempertahankan hukum materil atau hukum formil.

Pada Pasal 7 ayat (4) UUD Sementara Tahun 1950 menyebutkan bahwa setiap orang berhak mendapat bantuan hukum yang sungguh dari Hakim-Hakim yang ditentukan untuk hal itu, melawan perbuatan yang berlawanan dengan hak-hak dasar yang diperkenankan kepadanya menurut hukum. Dalam

8


(28)

hal itu, bantuan hukum diartikan sebagai sebuah pertolongan yang diberikan oleh Hakim terhadap seorang tertuduh atau para pihak dalam suatu perkara atau sengketa yang sedang diadilinya. Defenisi mengenai bantuan hukum disebutkan dalam Pasal 22 Undang-Undang No.18 Tahun 2003 Tentang Advokat (selanjutnya disebut sebagai UU Advokat), yang menyebutkan bahwa bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Advokat kepada secara cuma-cuma kepada klien yang tidak mampu.9

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma, bantuan hukum Cuma-Cuma adalah jasa hukum yang diberikan Advokat tanpa menerima pembayaran honorium meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak mampu.10

Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum (selanjutnya disebut Undang-Undang Bantuan Hukum), yang dimaksud dengan bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.11 Defenisi tersebut sebelumnya belum mendapat kejelasan disebabkan pada awal kemerdekaan hingga diundangkannya undang-undang mengenai bantuan hukum, belum ada kejelasan mengenai pengaturan dan pengertian dari bantuan hukum itu sendiri.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum, bantuan hukum didefenisikan sebagai jasa hukum yang

9

Pasal 22 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.

10

Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Cuma-Cuma.

11


(29)

diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum.12 Beberapa pendapat dan rumusan yang pernah dibuat tentang bantuan hukum;

“The International Legal Aid, The legal aid work is on accepted plan under which the services of the of the legal profession are made available to ensure that no one is deprived of the right to receive legal advice or, where necessary legal representation before the courts or tribunals, especially by reason of his or her lock of financial resources” 13

(Terjemahan bebas: Bantuan Hukum Internasional, tugas bantuan hukum adalah dalam rencana yang diterima di mana layanan dari profesi hukum yang dibuat tersedia untuk memastikan bahwa tidak ada seorangpun yang dirampas hak untuk menerima nasihat hukum atau, di mana perwakilan hukum diperlukan sebelum Pengadilan atau pada proses pengadilan, terutama dengan alasan terbatasnya keuangan).

“The Legal Aid Act Inggris 1974, it gives persons of moderate desposible income and capital assistances and legal proceedings and domestic proceedings before justices and also legal aid and advice in non litigions matters.”14

(Terjemahan bebas: Undang-Undang Bantuan Hukum Inggris tahun 1974, memberikan orang dengan pendapatan terbatas dan bantuan modal dan proses hukum dan proses domestik terhadap keadilan dan bantuan hukum dan nasihat dalam permasalahan yang bersifat non litigasi).

12

Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum.

13

David Spencer Hallmark, Legal Aid, The Rule Of Legal Aid In Developing Countries, Paper Lawasia (Jakarta:Conference,1973).

14

Soerjono Soekanto, Beberapa Masalah Yang Harus Diteliti Dalam Penyelenggaraan Bantuan Hukum, (Bandung :Sinar Harapan, 1978), Hal. 76.


(30)

“Roberto Conception (Attorney at Phillipine‟s Law), Legal Aid is the expression commonly used to refer to any form of legal service offered or rendered. It may consist of information imparted or opinion given on the rights, duties and responsibilities of a party under the law, in respect of particular situation, dispute, litigation or proceeding, which may be judicial, quasi judicial administrative or otherwise. It may, also, embrace the counselling or giving of advice on the steps or measures that may or should be taken to enforce or protect those right, to comply with said duties and to meet, allay or avoid the aforementioned responsibility. Then again, it may conclude the extention of legal representation to the party concerned in said dispute, litigation or proceeding. Legal aid may, even, go as far as direct financial assistance to defray all or part of the expenses of litigation, including attorney‟s fees and costs.”15

(Terjemahan bebas: Konsepsi Roberto (notaris dalam hukum Filipina), Bantuan Hukum adalah bentuk yang biasa digunakan untuk mengacu pada layanan hukum sehari-hari yang ditawarkan atau diberikan. Hal tersebut terdiri dari informasi yang disampaikan atau pendapat yang diberikan pada hak, tugas dan tanggung jawab partai di bawah hukum, dalam hal tertentu situasi, sengketa, litigasi atau proses, yang mungkin penyelesaiannya bersifat dilakukan di Peradilan, kuasi yudisial administratif atau sebaliknya. Mungkin juga termasuk konseling atau pemberian nasihat tentang langkah-langkah atau tindakan yang mungkin atau harus diambil untuk menegakkan atau melindungi hak mereka, untuk mematuhi tugas dan memenuhi, menghilangkan atau menghindari tanggung jawab tersebut. Terlebih lagi, sebagai perpanjangan perwakilan hukum kepada pihak kelompok di kata sengketa, litigasi atau proses. Bantuan hukum mungkin memberikan bantuan keuangan untuk membiayai seluruh atau sebagian dari biaya litigasi, termasuk biaya pengacara dan biaya lainnya).

“Lokakarya Bantuan Hukum, mengusulkan bahwa bantuan hukum diartikan sebagai pelayanan hukum yang diberikan kepada orang kurang mampu secara cuma-cuma. Pemberi bantuan Hukum adalah perseorangan baik sarjana hukum maupun pengacara-pengacara hukum serta badan-badan yang

mendapat izin.”16

“Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum, bantuan hukum adalah jasa memberi nasehat hukum di luar Pengadilan dan atau bertindak baik sebagai

15

Roberto Conception, A Survey Of Some Legal Aid Schemes In Asia and The Western Pacipic, (Law Asia Paper Conference Seoul, 1977), Hal.5.

16


(31)

pembela dari seorang yang tersangkut dalam perkara pidana maupun sebagai kuasa dalam perkara Perdata atau Tata Usaha Negara di muka Pengadilan.”

Defenisi dari hak bantuan hukum telah banyak dijamin dalam beberapa konvensi serta telah dikategorikan sebagai hak yang tidak dapat diganggu gugat, sebagai sebuah hak yang tidak dapat dikurangi oleh siapapun dan tidak dapat ditangguhkan dalam situasi apapun oleh siapapun. Maka dapat dikatakan bahwa bantuan hukum adalah hak asasi semua orang, yang bukan diberikan oleh Negara dan bukan belas kasihan dari Negara. Dikatakan bahwa hal ini sangat penting sebab seringkali bantuan hukum diartikan sebagai sebuah bentuk belas kasihan bagi mereka yang tidak mampu. Meskipun belum secara tegas dinyatakan di Indonesia bahwa hak atas bantuan hukum menjadi tanggung jawab dari Negara, namun prinsip persamaan di hadapan hukum dan Negara hukum menunjukkan bahwa hak bantuan hukum adalah Hak Konstitusional. Bahwa pemberian bantuan hukum bukanlah sekedar sikap dan tindakan kedermawanan tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kerangka upaya pembebasan masyarakat Indonesia dari setiap bentuk penindasan yang meniadakan rasa dan wujud kehadiran keadilan yang utuh, beradab dan berkeprikemanusiaan.17 Dari konsep tersebut dapat diperoleh penegasan bahwa sepantasnya Negara berkewajiban untuk menghargai, melindungi, dan memenuhi hak-hak dasar dari setiap manusia

.

17


(32)

B. Asas Dan Tujuan Dalam Pemberian Bantuan Hukum cuma-cuma 1. Asas Dalam Pemberian Bantuan Hukum Cuma-Cuma

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (selanjutnya disebut KEMENKUMHAM) sesuai dengan tugasnya dalam mengimplementasikan Undang-Undang Bantuan Hukum wajib menyusun dan menerapkan Standar Bantuan Hukum berdasarkan asas-asas pemberian bantuan hukum dan mengawasi dan memastikan penyelenggaraan bantuan hukum dan pemberian bantuan hukum tersebut dijalankan sesuai dengan asas dan tujuan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Bantuan Hukum ini.18 Hal tersebut bertujuan agar dengan dilaksanakannya bantuan hukum cuma-cuma tersebut yang berdasarkan asas-asas yang telah diatur di dalam Undang-Undang Bantuan Hukum maka terdapat pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dan peraturan yang konkrit dan bersifat abstrak.

Asas-asas yang menjadi landasan pemberian bantuan hukum Cuma-cuma yang diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Bantuan Hukum antara lain:

a. Keadilan

Sistem hukum Indonesia dan Undang-Undang Tahun 1945 menjamin adanya persamaan di hadapan hukum demikian pula dengan hak untuk didampingi Advokat dijamin sistem hukum Indonesia dalam pembelaan umum bagi orang miskin atau pro bono publico. Dalam

18


(33)

penjelasan Undang-Undang Bantuan Hukum dijelaskan bahwa asas keadilan adalah menempatkan hak dan kewajiban setiap orang secara proporsional, patut, benar, baik, dan tertib.

b. Persamaan Kedudukan Di Dalam Hukum

Indonesia sebagaimana di bagian lain di dunia khususnya di negara berkembang, mempunyai problem ketidakserasian sumber hukum antara yang kaya dan yang miskin. Hampir semua orang di Indonesia menganggap penggunaan jasa Advokat mahal dan mewah.19 Melalui asas ini, sebagaimana dijelaskan juga dalam penjelasan Undang-Undang Bantuan Hukum, bahwa setiap orang mempunyai hak dan diperlakukan sama di depan hukum serta kewajiban menjunjung tinggi hukum.

c. Keterbukaan

Salah satu contoh penerapan asas keterbukaan dapat dilihat dari pelaksanaan penyaluran dana dalam bantuan hukum cuma-cuma. Pada persyaratan perolehan dana yang dilakukan dengan reimbursement, yaitu dengan sistem pergantian dana yang dikeluarkan oleh pemberi bantuan hukum terlebih dahulu, apabila tidak memenuhi syarat maka tentu tidak akan dicairkan dana bantuan hukum tersebut, oleh sebab itu keterbukaan mengenai laporan mana yang ditolak dan apa alasan penolakannya memiliki potensi penyalahgunaan Anggaran Negara.

19

Frans Hendra Winarta (Buku I), Bantuan Hukum:Suatu Hak Asasi Manusia Bukan Belas Kasihan, (Jakarta: Gramedia, 2000), hal.81.


(34)

Asas keterbukaan dijelaskan dalam penjelasan Undang-Undang Bantuan Hukum juga mencakup dalam hal memberikan akses kepada masyarakat untuk memperoleh informasi secara lengkap, benar, jujur, dan tidak memihak dalam mendapatkan jaminan keadilan dalam mendapatkan jaminan keadilan atas dasar hak secara Konstitusional. d. Efisiensi

Dalam pelaksanaannya, asas efisiensi dijelaskan dalam penjelasan Undang-Undang Bantuan Hukum bahwa pada pelaksanaan bantuan hukum cuma-cuma memaksimalkan pemberian bantuan hukum melalui penggunaan sumber anggaran yang ada. Dengan melalui asas ini diharapkan proses pemberian dari bantuan hukum tersebut diberikan kepada orang yang tepat sehingga tepat sasaran.

e. Efektivitas

Salah satu kewajiban Advokat sebagai penegak hukum adalah memberikan jasa bantuan hukum terhadap pencari keadilan yang tidak mampu secara cuma-cuma. Maka Advokat sesuai dengan penjelasan asas efektifitas dalam Undang-Undang Bantuan Hukum bahwa Advokat adalah sebagai penentu dalam pencapaian tujuan pemberian bantuan hukum secara tepat.

f. Akuntabilitas

Asas akuntabilitas dijelaskan dalam penjelasan Undang-Undang Bantuan Hukum adalah setiap kegiatan dari hasil akhir dari kegiatan


(35)

penyelenggaraan Bantuan Hukum harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

2. Tujuan Dalam Pemberian Bantuan Hukum Cuma-cuma

Seorang yang kaya biasanya akrab dengan kekuasaan, dan pada saat yang bersamaan menerjemahkan kekuasaan dengan keadilan. Sejak dahulu kala kekuasaan selalu dekat dengan kekayaan, dan ini mengakibatkan banyak ketidakadilan. Padahal hukum itu harus selalu dekat dengan kemiskinan karena sering kali kemiskinan menjadikan pagar bagi masyarakat dalam memperoleh keadilan. Seorang yang miskin dalam harta seharusnya kaya dalam keadilan.20

Dengan alasan demikianlah dirasakan sangat penting keberadaan dari bantuan hukum tersebut, agar kiranya masyarakat sebagai pencari keadilan yang tidak mampu dapat memperoleh haknya dan merasakan keadilan yang kadang diabaikan oleh Negara karena kecenderungan yang disebutkan sebelumnya. Dalam Undang-Undang Bantuan Hukum dijabarkan bahwa Penyelenggaraan Bantuan Hukum bertujuan untuk: 21

a. menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk mendapatkan akses keadilan;

b. mewujudkan Hak Konstitusional segala warga Negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum;

c. menjamin kepastian Penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan

d. mewujudkan peradilan yang efektif, efisien dan dapat dipertanggungjawabkan.

Peranan Pemerintah dalam setiap rencana dan Program Bantuan Hukum dalam berpartisipasi dan mengawasi penegakan hak dan kewajiban setiap individu sesuai dengan aturan hukum sangat diperlukan sebagai bentuk pelaksanaan dari Undang-Undang Bantuan Hukum tersebut.

20

T. Mulya Lubis (Buku II), Bantuan Hukum, Sejarah dan Peranannya (Sebuah Studi Perbandingan), Dalam Lima Tahun Lembaga Bantuan Hukum,( Jakarta:LBH, 1976), hal. 34.

21


(36)

Negara telah selayaknya lebih memperhatikan pelaksanaan dari Program Bantuan Hukum ini sehingga tujuannya dapat tercapai dan setiap masyarakat dapat mencicipi keadilan dalam kehidupan mereka. Bantuan hukum betujuan untuk memberikan pertolongan dan menumbuhkan serta membina kesadaran dari masyarakat akan hak-hak nya sebagai subjek hukum dengan mengadakan pembaharuan hukum sesuai dengan perkembangan kebutuhan dari masyarakat sehingga tidak ketinggalan zaman dan jelas tujuannya.

Terdapat dua aspek dari tujuan bantuan hukum, yaitu:22 a. Aspek Kemanusiaan

Dalam aspek kemanusiaan, tujuan dari Program Bantuan Hukum adalah meringankan beban (biaya) hukum yang harus ditanggung oleh masyarakat tidak mampu didepan Pengadilan. Dengan demikian, ketika masyarakat tidak mampu berhadapan dengan proses hukum di Pengadilan, mereka tetap memperoleh kesempatan untuk memperoleh pembelaan dan perlindungan hukum.

b. Peningkatan Kesadaran Hukum

Dalam aspek kesadaran hukum, diharapkan bahwa program bantuan hukum akan memacu tingkat kesadaran hukum masyarakat ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Dengan demikian, apresiasi masyarakat terhadap hukum akan tampil melalui sikap dan perbuatan yang mencerminkan hak dan kewajiban secara hukum.

Pada dasarnya tujuan dari pemberian bantuan hukum cuma-cuma didasarkan atas tujuan amal. Dengan dilatarbelakangi oleh kegiatan amal tersebut, bantuan hukum diharapkan tujuan utamanya dapat memberikan kepada masyarakat yang tidak mampu kesempatan yang sama seperti yang dimiliki oleh setiap individu terlepas dari perbedaan agama, kekayaan,

22

http://www.pngresik.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=52:bantua n hukum&catid=41&itemid=72 , diakses pada tanggal 25 April 2015.


(37)

warna kulit, dan ras dalam usaha mereka dalam mencapai apa yang menjadi hak mereka melalui jalan hukum.

Menurut Daniel Panjaitan pada dasarnya pelaksanaan kewajiban memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma khususnya bagi kaum miskin dan buta hukum tersebut memiliki tujuan:23

a. Bagian dari pelaksanaan Hak-Hak Konstitusional sebagaimana yang diatur dan dijamin oleh UUD Tahun 1945 berikut amandemennya. Hak atas bantuan hukum merupakan salah satu dari hak asasi yang harus direkognisi dan dilindungi. Dengan mengacu kepada Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 termasuk ketentuan Pasal 28 Huruf D ayat (1) dan Pasal 28 Huruf I Ayat (1) UUD 1945 yang telah diamandemen tersebut maka hak atas bantuan hukum harus dipandang sebagai suatu lembaga yang wajib dimiliki dan hanya ada di dalam sistem Negara Hukum. Adanya prinsip hukum yang berdaulat (supremacy of law) dan adanya jaminan terhadap setiap orang yang diduga bersalah untuk mendapatkan proses Peradilan yang adil (fair trial) merupakan syarat yang harus dijamin secara absolut dalam negara hukum;

b. Bagian dari implementasi asas bahwa hukum berlaku bagi semua orang. Adanya keterbatasan pengertian dan pengetahuan hukum bagi individu yang buta hukum untuk memahami ketentuan yang tertulis dalam undang-undang maka diperlukan peran dan fungsi Advokat untuk memberikan penjelasan dan bantuan hukum;

c. Bagian dari upaya standarisasi pelaksanaan peran dan fungsi penegakan hukum dari Advokat.

Dalam pelaksanaannya, kewajiban memberikan bantuan hukum cuma-cuma tersebut bertujuan mempertahankan nilai-nilai yang menjadi latar belakang seseorang itu membutuhkan bantuan hukum, yaitu persamaan hak di hadapan hukum, hukum yang dimaksudkan adalah hukum yang bersifat buta tidak melihat perbedaan antara kaya dan miskin maupun antara yang memiliki kekuasaan atau tidak memiliki kekuasaan. Tujuan itu

23

http://www.academia.edu/3626309/KEWAJIBAN_PEMBERIAN_BANTUAN_HUKU M_OLEH_ADVOKAT_DALAM_KEDUDUKANNYA_SEBAGAI_OFFICIUM_NOBILE_ME GA_, diakses pada tanggal 26 April 2015.


(38)

menjadikan bantuan hukum menjadi salah satu cara menuju masyarakat yang berkeadilan sosial dimana terjadi pemerataan yang tidak hanya difokuskan dalam bidang ekonomi tetapi juga di bidang hukum dan keadilan.

C. Hak Dan Kewajiban Dalam Pemberian Bantuan Hukum Cuma-Cuma

Setiap pihak dalam penerapan bantuan hukum cuma-cuma tidak dapat terlepas dari adanya hak dan kewajiban yang mana hak dan kewajiban tersebut telah diatur di dalam Undang-Undang Bantuan Hukum. Hak dan kewajiban inilah yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pemberian bantuan hukum cuma-cuma. Penulis akan mencoba menguraikan hak dan kewajiban dalam pemberian bantuan hukum cuma-cuma tersebut ditinjau dari segi Pemberi Bantuan Hukum dan Penerima Bantuan Hukum.

1. Hak Dan Kewajiban Pemberi Bantuan Hukum Cuma-Cuma

Terdapat dua model penting terkait penyelenggara program bantuan hukum, yaitu Model Kelembagaan dan Model Personal. Dalam Model Kelembagaan, lembaga yang sejauh ini menjadi patner kerjasama di beberapa daerah riset adalah universitas, dan lembaga atau organisasi penyedia bantuan hukum seperti LBH. Model kedua adalah Model Personal, yaitu dengan melibatkan individu dalam sebuah tim Advokat, atau melalui penunjukan personal oleh pemerintah.24

Setiap model dari penyelenggara program bantuan hukum tersebut, meskipun memiliki perbedaan proses dan unsur, tetap tidak terlepas dari adanya hak dan kewajiban.

24


(39)

a. Hak Pemberi Bantuan Hukum Cuma-Cuma

Pada penerapannya, pemberi bantuan hukum berhak untuk:

1) Melakukan rekrutmen terhadap Advokat, Paralegal, Dosen, dan mahasiswa Fakultas Hukum;

2) Melakukan pelayanan Bantuan Hukum;

3) Menyelenggarakan penyuluhan hukum, konsultasi hukum, dan program kegiatan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan bantuan hukum;

4) Menerima anggaran dari negara untuk melaksanakan bantuan hukum berdasarkan undang-undang

5) Mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang Pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

6) Mendapatkan informasi dan data lain dari pemerintah ataupun instansi lain, untuk kepentingan pembelaan perkara; dan

7) Mendapatkan jaminan perlindungan hukum, keamanan, dan keselamatan selama menjalankan pemberian bantuan hukum. Pemberi Bantuan Hukum berhak untuk memberi bantuan hukum. Sehingga, alokasi anggaran bantuan hukum langsung ditujukan kepada lembaga atau organisasi yang telah memenuhi syarat sebagai pelaksana tugas bantuan hukum, untuk melayani masyarakat miskin dan tidak mampu sebagai Penerima bantuan hukum.


(40)

b. Kewajiban Pemberi Bantuan Hukum Cuma-Cuma

Pemberi bantuan hukum tidak dituntut secara Perdata maupun Pidana dalam memberikan bantuan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang dilakukan dengan itikad baik di dalam maupun di luar sidang Pengadilan sesuai dengan Standar Bantuan Hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau Kode Etik Advokat.25

Dapat disimpulkan bahwa seorang yang terpanggil untuk menjalankan profesi hukum pada umumnya harus mempunyai budi yang luhur dan mulia, serta menjalankan profesi atas dasar kejujuran, serta bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Berikut dapat dijabarkan bahwa Pemberi Bantuan Hukum berkewajiban untuk:

1) Melaporkan kepada Menteri tentang program bantuan hukum; 2) Melaporkan setiap penggunaan Anggaran Negara yang

digunakan untuk pemberian bantuan hukum berdasarkan undang-undang;

3) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bantuan hukum bagi Advokat, Paralegal, Dosen, Mahasiswa Fakultas Hukum yang direkrut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9a Undang-Undang Bantuan Hukum

4) Menjaga kerahasiaan data, informasi, dan/atau keterangan yang diperoleh dari Penerima Bantuan Hukum berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang; dan

25


(41)

5) Memberikan bantuan hukum kepada Penerima Bantuan Hukum berdasarkan syarat dan tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini sampai perkaranya selesai, kecuali ada alasan yang sah secara hukum.

2. Hak Dan Kewajiban Penerima Bantuan Hukum

Berkaitan dengan kriteria pemohonnya, terdapat dua jenis Penerima Bantuan Hukum, yaitu masyarakat miskin dan masyarakat tidak mampu.

Penggunaan kriteria “masyarakat” miskin hanya mempertimbangkan kualifikasi ekonomi, sementara “masyarakat tidak mampu” apabila

membutuhkan bantuan hukum tidak memenuhi kualifikasi ekonomi tetap berhak mendapatkan bantuan hukum tanpa menimbulkan persoalan apakah Negara akan mengeluarkan biaya atau tidak.26 Dan setiap kriteria pemohon tersebut memiliki hak dan kewajiban yang melekat pada diri pemohon sebagai Penerima Bantuan Hukum.

a. Hak Penerima Bantuan Hukum

Penerima Bantuan Hukum adalah orang perseorangan atau sekelompok orang yang secara ekonomis tidak mampu dan memerlukan jasa hukum untuk menangani dan menyelesaikan masalah hukumnya.

Adapun hak-hak dari penerima bantuan hukum adalah:

1) Mendapatkan bantuan hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan tidak mencabut surat kuasa;

26


(42)

2) Mendapatkan bantuan hukum sesuai dengan standard bantuan hukum dan/atau Kode Etik Advokat; dan

3) Mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Seringkali pencari keadilan yang tidak mampu tidak mengetahui hak- haknya sebagai tersangka atau tergugat sehingga diperlakukan secara tidak adil, atau dihambat haknya untuk memperoleh Pendampingan dalam Proses Hukumoleh Advokat. Hal ini kembali ke asas dari penerapan bantuan hukum cuma-cuma yaitu adanya asas keterbukaan. Setiap individu di hadapan hukum berdasarkan asas keterbukaan wajib mengetahui hak-haknya.

Hak didampingi Advokat bukan berlaku di dalam Pengadilan saja melainkan juga di luar pengadilan. Hak individu untuk didampingi Advokat (access to legal counsel) merupakan sesuatu yang imperatif dalam rangka mencapai proses hukum yang adil.27

b. Kewajiban penerima bantuan hukum

Penerima Bantuan Hukum pada penerapan bantuan hukum wajib: 1) menyampaikan bukti, informasi, dan/atau keterangan perkara

secara benar kepada Pemberi Bantuan Hukum; 2) membantu kelancaran pemberian bantuan hukum.

27


(43)

Bukti yang dimaksud dalam hal ini adalah Penerima Bantuan Hukum wajib melampirkan surat keterangan miskin dari Lurah, Kepala Desa, atau Pejabat yang setingkat di tempat tinggal Pemohon Bantuan Hukum.

D. Landasan Teori Bantuan Hukum Cuma-Cuma

Dasar teori yang mendasari dilaksanakannya bantuan hukum cuma-cuma di Indonesia adalah sebagai bentuk penghormatan kepada HAM dengan cara pemberian kesempatan yang sama kepada masyarakat tidak mampu dalam usaha mereka untuk mencapai apa yang dikehendakinya melalui jalan hukum.

Paus Johanes XXII dalam suratnya yang terkenal secara tegas menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah suatu hak yang bukan diberi oleh masyarakat atau Negara. Hak asasi manusia menjadi milik manusia. Oleh karena itu, berlaku sampai Pemerintah, Negara atau Rezim Militer. Hak asasi manusia mengikuti kemana saja manusia pergi. Imigran tidak meninggalkan hak asasi manusianya di Negara asal mereka.28

Oleh sebab itu, Negara Hukum (rechtstaat) baru tercapai kalau ada pengakuan terhadap demokrasi dan HAM. Bantuan hukum ditujukan kepada orang miskin seperti telah dijelaskan sebelumnya, memiliki hubungan erat dengan equality before the law dan access to legal counsel

yang menjamin keadila bagi semua orang (justice for all). Dasar teori tersebut didukung dengan diberlakukannya produk perundang-undangan yang pernah dan masih berlaku di Indonesia, yang antara lain adalah:

28


(44)

1. Pasal 27 Ayat (1) UUD Tahun 1945

Pasal ini menegaskan bahwa setiap warga Negara memiliki posisi atau kedudukan yang sama di hadapapan dan di dalam hukum maka Pemerintah memiliki kewajiban untuk menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan dengan tanpa pengecualian.

2. Pasal 34 UUD Tahun 1945

Pada pasal ini ditegaskan bahwa fakir miskin dan anak terlantar merupakan tanggung jawab dari Negara sehingga bantuan hukum yan diberikan Negara terhadap fakir miskin merupakan kewajiban oleh Negara terhadap fakir miskin tersebut.

3. Reglement op de Rechterlijke Organisatie en Het Belied der Justitie (R.O) Stb.1874 No.23

R.O mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 Mei 1848 sebagai Peraturan yang mengatur tentang susunan Organisasi Peradilan dan beberapa kebijakan Peradilan pada masa itu yang didasarkan pada Pasal II Aturan Peralihan UUD Tahun 1945. Mengenai ketentuan bantuan hukum diatur secara khusus dalam Hoofdstuk (Bab) VI Pasal 185 s.d Pasal 192 dengan

judul “Van de Advocaten en Procureus” atau diartikan sebagai dari pengacara dan pokrol yang mengatur tentang Advokat dan Pengacara/Pokrol.

4. Herziene Inlandsch Reglement (HIR) (Stb.1941 No.44)

HIR (Stb.1941 No.44) merupakan hasil pembaharuan dari Inlandsch Reglement (IR) Stb.1848 No.16. Berlakunya peraturan ini didasarkan pada


(45)

ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD Tahun 1945. Pada Peraturan ini, mengenai bantuan hukum dalam sengketa Perdata masih merupakan ketentuan yang mengikat sifatnya. Pada Pasal 237 HIR/273 RBg juga diatur tentang barang siapa yang hendak berperkara baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat, tetapi tidak mampu menanggung biayanya, dapat memperoleh izin untuk berperkara dengan cuma-cuma.

5. Vertegenwoordiging van den Lande in Rechten (Stb.1922 No.533)

Peraturan vertegenwoordiging van den lande in rechten ini mengatur tentang tata cara bagaimana mewakili negara dimana Negara atau aparatur Negara bertindak di hadapan Pengadilan dalam keadaan sebagai penggugat maupun tergugat. Peraturan ini mayoritas mengatur ketentuan mengenai penyelesaian dalam bidang Perdata.

6. Regeling van De Bijstand En De Vertegenwordiging van Partijen In De Burgerlijke Zaken voor Landraden (Stb.1927 No.496)

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 21 Oktober 1927 sebagai Peraturan yang mengatur tentang bantuan hukum dan perwakilan para pihak dalam sengketa Perdata pada Pengadilan Negeri, yang pada pokoknya mengatur tentang bantuan hukum dari orang yang diberi kuasa dalam hal bertindak atas nama si pemberi kuasa di muka Pengadilan dalam perkara Perdata. Peraturan ini dibentuk dengan tujuan agar menanggulangi para Pokrol dan Pengacara terkususnya dalam bidang Perdata sebab dalam bidang hukum Pidana jarang sekali ada Pokrol pada masa tersebut.

7. Undang-Undang No.1 Tahun 1950 dan Undang-Undang No.13 Tahun 1965


(46)

Pada Undang-Undang No.1 Tahun 1950 tentang susunan, kekuasaan dan kewenangan Pengadilan Mahkamah Agung telah dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Undang-Undang No.13 Tahun 1965 tentang Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung. Undang-undang tersebut mengatur tentang masalah pengawasan terhadap para Advokat yang melakukan pelaksanaan pemberian bantuan hukum oleh Mahkamah Agung. 8. Undang-Undang No.14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang ini merupakan miles stone sejarah bantuan hukum dalam Pemerintahan Indonesia terutama Pemerintahan pada masa Orde Baru. Undang-Undang ini telah dicabut dan digantikan dengan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Pada Undang-Undang ini ditetapkan mengenai ketentuan-ketentuan pokok tentang bantuan hukum yang sifatnya jauh lebih luas dari pada yang termaktub dalam kitab HIR, sehingga memungkinkan diadakannya pemberian bantuan hukum secara meluas dan efektif di Negara kita. Berkaitan dengan bantuan hukum pada undang-undang ini diatur secara khusus dalam Bab VII Pasal 35 s.d Pasal 38.

9. Penetapan Presiden RI No.16 Tahun 1963 Tentang Pembentukan Mahkamah Militer Luar Biasa (MAHMILUB)

Penetapan ini kemudian ditingkatkan menjadi Undang-Undang No.5 Tahun 1969 Tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden Dan Peraturan Presiden sebagai undang-undang yang mengatur mengenai bantuan hukum


(47)

dalam pemeriksaan di MAHMILUB dalam Pasal 4. Penetapan ini lebih terfokus kepada bidang hukum Pidana.

10.Peraturan Menteri Kehakiman RI No.1 Tahun 1965 Tentang Pokrol

Peraturan ini dikeluarkan atas dasar pertimbangan bahwa sebelum Undang-Undang tentang bantuan hukum terbentuk pada taraf revolusi maka perlu diadakan penertiban dalam rangka pemberian bantuan hukum terutama oleh Pokrol, sehingga jelas bahwa diadakannya Peraturan ini hanyalah sebagai suatu tindakan sementara guna mengadakan penertiban pelaksanaan bantuan hukum di Negara Indonesia. Peraturan ini dikeluarkan dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman yang lama yaitu Undang No.19 Tahun 1964 yang telah diganti dengan Undang-Undang No.14 Tahun 1970.

11.Surat Edaran Direktur Jenderal Pembinaan Badan-Badan Peradilan Departemen Kehakiman Tanggal 12 Oktober 1974

Surat Edaran Direktur Pembinaan Badan-Badan Peradilan Departemen Kehakiman No.0466/Sek-DP/74 tanggal 12 Oktober 1974 mengatur tentang pemberian bantuan hukum kepada Biro Bantuan Hukum Fakultas Hukum Negeri. Ketentuan tersebut pada saat itu menjadi landasan bagi pelaksanaan bantuan hukum oleh Fakultas-Fakultas Hukum Negeri dan sebagai dasar daripada berdirinya Lembaga/Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum di berbagai Fakultas Hukum.


(48)

12.Keputusan Menteri Kehakiman No. M.02.UM.09.08 Tahun 1980 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Bantuan Hukum

Menteri Kehakiman memandang perlunya melaksanakan pemerataan bantuan hukum khususnya bagi mereka yang tidak mampu melalui badan Peradilan Umum. Ketentuan yang mengatur mengenai bantuan hukum terdapat dalam Pasal 1 s.d Pasal 8 pada keputusan ini. Peraturan ini mengatur bantuan hukum dalam perkara Pidana dan perkara Perdata pada hal pemerataan keadilan dan hak mendapatkan bantuan hukum.

13.Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat jo. Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Cuma-Cuma.

Sebagai salah satu Pemberi Bantuan Hukum, maka seorang Advokat wajib untuk memberikan bantuan hukum. Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 menegaskan bahwa Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada Pencari Keadilan yang tidak mampu. Selanjutnya untuk melaksanakan ketentuan Pasal 22 ayat (2), maka dibentuklah Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Cuma-Cuma. Dalam hal pemberian bantuan cuma-cuma terhadap suatu perkara-perkara yang dapat dimintakan bantuan hukum cuma-cuma meliputi perkara di bidang Pidana, Perdata, Tata Usaha Negara, dan Pidana Militer. Bantuan hukum secara cuma-cuma diberikan pula bagi perkara non litigasi (di luar Pengadilan).29

Undang-Undang ini disambut dengan suka cita sebagai suatu bentuk pengakuan akan eksistensi Advokat sebagai penegak hukum. Namun terdapat kegelisahan pada UU Advokat ini, dimana pada Pasal 31 diatur bahwa:“Setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi Advokat, tetapi

29 Chintia Wirawan, “

Implementasi Pemberian Bantuan Hukum Cuma-Cuma (Pro Bono Publico) Dalam Perkara Pidana Di Kota Medan Ditinjau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum (Studi Di Lembaga Bantuan Hukum Medan)”, Dalam Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum USU 2014.


(49)

bukan Advokat, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak

Rp.50.000.000,00.” Hal tersebut meresahkan karena menimbulkan diskriminasi para Pemberi Bantuan Hukum lainnya seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH), LBH kampus dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memberikan bantuan hukum khususnya kepada masyarakat tidak mampu.

Mahkamah Konstitusi kemudian mengeluarkan Putusan No.006/PUU-II/2004 yang dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2004, yang menetapkan bahwa Pasal 31 UU Advokat bertentangan dengan UUD Tahun 1945 sehingga tidak mempunyai hukum mengikat.30 Putusan ini menggambarkan bahwa bantuan hukum merupakan hak Konstitusional dan kewajiban bagi Negara untuk mewujudkannya sehingga membuka jalan bagi pekerja bantuan hukum yang tergabung dalam berbagai bentuk organisasi bantuan hukum memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak mampu

14.Undang-Undang No.4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Dalam Undang-Undang ini, terkandung asas Peradilan berbiaya ringan dan asas persamaan perlakuan terhadap pihak-pihak yang berperkara, yaitu:31

a. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang. (Pasal 5 ayat (1)).

b. Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan (Pasal 5 ayat (2)).

30

Mitra Hukum Edisi 2, (Jakarta: The Indonesian Legal Resource Center:2009), Hal.3.

31

http://www.pn-bangkalan.go.id/layanan-informasi.php?id=YmFudHVhbi1odWt1bQ==, diakses pada tanggal 5 Mei 2015.


(50)

c. Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum (Pasal 37).

Asas ini merupakan yang sangat baik apabila dilaksanakan dengan maksimal sebab tidak semua golongan masyarakat mampu untuk membayar biaya Advokat dan biaya administrasi Pengadilan.

15.Peraturan Pemerintah No.83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Cuma-Cuma

Pedoman atau tata cara untuk mendapatkan bantuan hukum diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 83 Tahun 2008, dimana dalam Pasal 4 dalam Peraturan Pemerintah tersebut dinyatakan untuk memperoleh bantuan hukum bagi masyarakat pencari keadilan mengajukan permohonan tertulis kepada Advokat atau Lembaga Bantuan Hukum.32

16.Undang-Undang No.16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum jo. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Lahirnya Undang-Undang ini merupakan pertama kalinya di sepanajang sejarah Indonesia bantuan hukum disusun dan dibuat dalam suatu tatanan yang teratur dan pasti hal ini diharapkan dapat mewujudkan keadilan dan persamaan kedudukan di hadapan hukum bagi rakyat miskin. Menurut peraturan ini yang mana disebutkan dalam Pasal 4, setiap orang yang tersangkut perkara berhak untuk mendapatkan bantuan hukum baik dalam

32

Parningotan Tua Marbun, “Pedoman atau tata cara untuk mendapatkan bantuan

hukum telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008, dimana dalam pasal (4) dalam Peraturan Pemerintah tersebut dinyatakan untuk memperoleh bantuan hukum bagi masyarakat pencari keadilan mengajukan permohonan tertulis kepada Advokat atau Lembaga


(51)

perkara Perdata, Pidana, maupun Tata Usaha Negara baik litigasi maupun non litigasi. Lewat peraturan ini juga, kedudukan Paralegal mendapatkan legitimasi formil dalam memberikan bantuan hukum kepada para pencari keadilan yang tidak mampu.

Pengaturan di tingkat Internasional terdapat dalam berbagai instrument Internasional seperti:33

a. World Conference on the Independence of Justice c.q Universal Declaration on the Independence of Justice yang berbunyi:

“ it‟s a necessary corollary of the concept of an independent bar that its members shall make their services available to all sectors of society so that no one maybe denied justice, and shall promote the cause of justice by protecting the human rights, economic, social and cultural, as well as civil and political, of individuals and groups;

Government shall be responsible for providing sufficient funding for legal service programmers for the poor;

“lawyers engaged legal service programmers and organization, which are financed wholy or in part from public funds, shall receive adequate renumeration and enjoy full guarantees of their professional independence in particular by:

1) The direction of such programmers or organizations being entrusted to an independent board composed mainly or entirely of members of the proffesion, with full control over is policies, budget and staff;

2) Recognition that, in serving the cause of justice, the lawyer‟s primary duty is towards his client, whom be must advices and represent in conformity with his professional conscience and judgement”.34

(Terjemahan bebas: Pada Konferensi tingkat dunia tentang peradilan yang independen berdasarkan Deklarasi Universal tentang independensi dari pengadilan yang berbunyi bahwa merupakan konsekuensi yang diperlukan dari konsep independen yang anggotanya akan membuat layanan mereka tersedia untuk semua golongan masyarakat sehingga tidak ada yang mengabaikan keadilan, dan akan

33

Frans Hendra Winarta (Buku II), Bantuan Hukum Di Indonesia Hak Untuk Di Dampingi Penasihat Hukum Bagi Semua Warga Negara, (Jakarta:Gramedia, 2011), Hal.40.

34

Universal Declaration On The Independence of Justice, World Conference On The Independence of Justice,(Montreal: CIJL Buletin, October 1983), hal.42.


(52)

meningkatkan keadilan dengan melindungi hak asasi manusia, ekonomi, sosial dan budaya, serta sipil dan politik, individu dan kelompok; Pemerintah bertanggung jawab untuk menyediakan dana yang cukup untuk program bantuan hukum bagi masyarakat miskin. Pengacara terlibat dalam program bantuan hukum dan organisasi, yang dibiayai seluruhnya atau sebagian dari dana publik akan menerima dukungan yang memadai dan menikmati kepastian penuh kemandirian profesional mereka khususnya dengan: Arah pelaksanaan bantuan hukum atau organisasi seperti yang dipercayakan kepada dewan independen terdiri dari sebagian atau seluruhnya dari tenaga ahli, dengan kontrol penuh atas penetapan kebijakan, anggaran dan staf; Pengakuan terhadap pelayanan keadilan, tugas utama pengacara adalah bertanggungjawab kepada kliennya, memberi nasihat dan mewakili sesuai dengan hati nurani, profesional dan tanggung jawab).

b. Eight United Nations Congress on the Prevention Of Crime and TheTreatment of Offenders pada bagian b. Other Instrument adopted by the congress tepatnya pada bagian 3. Basic Principles on The Role of Lawyers tentang Acces to Lawyers and Legal Services:

1) “All person are entitled to call upon the assistance of a lawyer of their choice to protect and establish their rights and to defend them in all stages of criminal proccedings”;

2) Government shall ensure that efficient procedure and responsive mechanisme for effective and equal access to lawyers, are provided for all person within their territory and subject to their jurisdiction, without distinction of any kind, such as discrimination based on race, colour, ethnic, colour origin, sex, language, religion, political, or other opinion, national or social origin, property, birth economic or other status”;

3) “government shall ensure the provision of sufficient funding and other resources for legal services to the poor and, as necessary, to other disanvantages person. Professional association of lawyer shall cooperate in the organization and provision of services, facilities and other resources”;

4) “government and professional association of lawyer shall promote programmes to inform the public about their rights and duties under the law and the important role of lawyers in protecting their fundamental freedoms. Special as to enable them to assert rights and where necessary call upon the assistance of lawyers”35

(Terjemahan bebas: Pada Kongres VIII PBB tentang pencegahan kejahatan dan perjanjian dengan terdakwa pada bagian b. Instrumen lain yang diadopsi oleh Kongres tepatnya pada Bagian 3. Prinsip dasar terhadap peran Pengacara tentang akses Pengacara dan pelayanan hukum yaitu: Semua orang memohon bantuan dari seorang Pengacara

35

United Nations, Eight United Nations Congress on The Preention of Crime and The Treatment of Offenders, (New York:1991), Hal. 120.


(53)

pilihan mereka untuk melindungi dan mempertahankan hak-hak mereka dan membela mereka di semua tahap penyelesaian perkara dan Pemerintah harus memastikan bahwa prosedur yang efisien dan mekanisme yang responsif untuk akses yang efektif dan sama oleh Pengacara, disediakan untuk semua orang di dalam wilayah mereka dan tunduk pada yurisdiksi mereka, tanpa pembedaan apapun, seperti diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, etnis, asal warna, jenis kelamin, bahasa, agama, politik, atau pendapat lain, asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status ekonomi lainnya. Pemerintah harus menjamin penyediaan dana yang cukup dan sumber daya lain untuk jasa hukum kepada orang miskin dan, jika perlu, untuk orang tidak mampu lainnya Pemerintah dan asosiasi lembaga penyedia bantuan hukum akan mempromosikan program untuk menginformasikan kepada masyarakat tentang hak dan kewajiban mereka dalam hukum dan peran penting dari Pengacara dalam melindungi kebebasan fundamental mereka).

c. Universal Declaration of Human Rights Khususnya dalam pasal-pasal berikut:

Pasal 5: “No one shall be subjected to tortue or to cruel, inhuman or degrading treatment or punishment”.

Pasal 6: “ every one has the right to recognition everywhere as a person before the law”.

Pasal 7: “all are equal before the law and are entitled to equal

protection against any discrimination in violation of this Declaration and against any incitement to such discrimination”.36

d. International Covenant on Civil and Political Rights khususnya dalam pasal-pasal berikut:

Pasal 16: “everyone shall have the right to recognition every where as a person before the law”;

Pasal 26: “ all persons are equal before the law and are entitled

without any discrimination to the equal protection of law. In this respect, the law shall prohibit any discrimination and guarantee to all persons, equal and effective protection against discrimination on any ground such as race, colour, sex, language, religion, political or other opinion, national or social origin, property; birth or other status”.

(Terjemahan bebas: Pada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia khususnya pada Pasal 5 bahwa tidak seorangpun pantas disiksa atau dianiaya, tidak manusiawi atau perlakuan seenaknya. Pasal 6, bahwa setiap orang berhak atas pengakuan yang sama di hadapan hukum serta Pasal 7 yaitu bahwa semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap diskriminasi yang melanggar

36


(1)

Lembaga Bantuan Hukum penyedia Bantuan Hukum sehingga

mempermudah proses pemberian bantuan hukum.

3. Negara sebaiknya lebih memperhatikan keadaan penduduknya yang lebih

membutuhkan bantuan hukum. Selama ini pemberian bantuan hukum

cuma-cuma hanya berpusat di kota saja. Padahal masyarakat rural adalah


(2)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku:

Abdurrahman, 1980, Beberapa Aspek Tentang Bantuan Hukum Di Indonesia, UniversiPtas Indonesia Press, Jakarta.

El-Muhtaj, Majda, 2012. Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia,

Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Ibrani, Julius, 2013, Bantuan Hukum, Bukan Hak Yang Diberi, YLBHI, Jakarta.

Kusumaatmadja, Mochtar, 1975, Bantuan Hukum Di Indonesia Terutama Dalam Hubungannya Dengan Pendidikan Hukum, Binacipta, Bandung.

Lubis, T. Mulya, 1986, Bantuan Hukum Dan Kemiskinan Struktural, LP3ES, Jakarta.

---, 1976, Bantuan Hukum, Sejarah Dan Peranannya (Sebuah Studi Perbandingan) Dalam Lima Tahun Lembaga Bantuan Hukum, LBH, Jakarta.

Mertukusumo, Sudikno, 2006, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogjakarta.

Muhammad, Abdulkadir,2011, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Nasution, Adnan Buyung, 2006 , Bantuan Hukum Di Indonesia, LP3ES, Jakarta.

---, 1973, Bantuan Hukum, Dalam Dua Tahun Bantuan Hukum LBH-JKT, LP3ES, Jakarta.


(3)

Nusantara, Abdul Hakim G. Kusumah, Mulyana W, 1981, Beberapa pemikiran Mengenai Bantuan Hukum: Kearah Bantuan Hukum Struktural,

Alumni, Bandung.

Rasaid, M. Nur, 1995, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Bukit Tinggi.

Soekanto, Soerjono, 1978, Beberapa Masalah Yang Harus Di Teliti Dalam Penyelenggaraan Bantuan Hukum, Sinar Harapan, Jakarta.

Saleh, Abdul Rahman dkk, 2012, Verboden voor Honden En Inlanders dan Lahirlah LBH, YLBHI, Jakarta.

Winarta, Frans Hendra, 2011 , Bantuan Hukum Di Indonesia Hak Untuk Didampingi Penasihat Hukum Bagi Semua Warga Negara, Gramedia, Jakara.

---, 2000, Bantuan Hukum, Suatu Hak Asasi Manusia Bukan Belas Kasihan,

Gramedia, Jakarta.

B. Peraturan Perdundang-undangan:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum. 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan.

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Cuma-Cuma.


(4)

8. Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hkum Di Lingkungan Peradilan Umum.

C. Jurnal:

1. Chintia Wirawan, 2014, “Implementasi Pemberian Bantuan Hukum

Cuma-Cuma (Pro Bono Publico) Dalam Perkara Pidana Di Kota Medan Ditinjau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum (Studi Di Lembaga Bantuan Hukum

Medan)”, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum USU.

2. Parningotan Tua Marbun, 2014, “Pedoman atau tata cara untuk

mendapatkan bantuan hukum telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008, dimana dalam pasal (4) dalam Peraturan Pemerintah tersebut dinyatakan untuk memperoleh bantuan hukum bagi masyarakat pencari keadilan mengajukan permohonan

tertulis kepada Advokat atau Lembaga Bantuan Hukum.”, Jurnal Fakultas Hukum, Universtitas Atma Jaya.

D. Skripsi:

Ramses Harry Doan Sinaga, 2013, Peranan Lembaga Bantuan Hukum Dalam Memberikan Bantuan Hukum Kepada Masyarakat Di Bidang Perdata, Fakultas Hukum USU.

E. Majalah:

1. Badan Pusat Statistik, 2014, Statistik Kesejahteraan Masyarakat Provinsi Sumatera Utara.

2. The Indonesian Legal Resource Center, Mitra Hukum, Edisi 2, 2009. 3. United Nations, 1991, Eight United Nations Congress on The


(5)

4. CIJL Buletin, 1983, Universal Declaration On The Independence of Justice, World Conference On The Independence of Justice.

5. Law Asia Paper,1977, A Survey Of Some Legal Aid Schemes in Asia and The Western Pacipic

6. Law Asia Paper,1973, Legal Aid, The Rule Of Legal Aid in Developing Countries.

7. United Nations, 1948, Universal Declaration of Human Rights.

F. Wawancara:

1. Wawancara dengan Elisabeth Juniarti, Anggota Divisi Anak dan Perempuan Yayasan Pusaka Indonesia.

2. Wawancara dengan Andi Rinaldi, Direktur Perkumpulan Biro Bantuan Hukum Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Marginal.

3. Wawancara dengan Romi Afandi Pasaribu, Pembina LBH-PK “PERSADA”.

4. Wawancara dengan Sahdan Damanik, Staff Kelurahan Petisah Tengah. 5. Wawancara dengan Julyadi, Kepala Divisi Bantuan Hukum LBH

Medan.

6. Wawancara dengan Riswan Siregar, Direktur LBH-PK “PERSADA”. 7. Wawancara dengan Jennedi T.M Tampubolon, Advokat di LBH

Trisila Medan.

G. Website:

1. www.lbhmedan.com/profil-kami.html

2. http://www.academia.edu/7235503/PERAN_LEMBAGA_BANTUAN _HUKUM_PERGURUAN_TINGGI_DALAM_PEMBERIAN_PELA YANAN_KONSULTASI_DAN_BANTUAN_HUKUM_KASUS_PI DANA_Studi_Terhadap_Aspek_Normatif-Empiris_di_Surakarta 3.


(6)

4. http://www.academia.edu/3626309/KEWAJIBAN_PEMBERIAN_BA NTUAN_HUKUM_OLEH_ADVOKAT_DALAM_KEDUDUKANN YA_SEBAGAI_OFFICIUM_NOBILE_MEGA_

5. http://www.pn-bangkalan.go.id/layanan

informasi.php?id=YmFudHVhbi1odWt1bQ==,

6. http://sumut.bps.go.id/frontend/Subjek/view/id/23#subjekViewTab1 7.

http://www.scribd.com/doc/133389918/Rule-of-Law-Untuk-Hak-Asasi-Manusia#scribd 8. www.wikipedia.com 9. www.ylbhi.or.id

10. http://bphn.go.id/bantuanhukum/PANDUAN-VERIFIKASI-AKREDITASI-OBH.pdf


Dokumen yang terkait

Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-cuma Kepada Anak Golongan Masyarakat Kurang Mampu Yang Berkonflik Dengan Hukum Dalam Peradilan Pidana Anak (Studi di Lembaga Bantuan Hukum Medan)

2 53 120

PERANAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA TERHADAP PERANAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA TERHADAP MASYARAKAT MISKIN PADA PERADILAN PIDANA.

0 2 11

PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA BAGI TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA.

0 1 20

PELAKSANAAN BANTUAN HUKUM DALAM BERACARA SECARA CUMA - CUMA (PRODEO) OLEH LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) PADANG.

0 1 15

PELAKSANAAN BANTUAN HUKUM DALAM BERACARA SECARA CUMA - CUMA (PRODEO) OLEH LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) PADANG - Repositori Universitas Andalas

0 2 1

Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Bantuan Hukum Cuma-Cuma Bagi Pencari Keadilan Tidak Mampu Dalam Perkara Perdata (Studi: Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK “Persada” di Peradilan Umum)

0 0 8

Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Bantuan Hukum Cuma-Cuma Bagi Pencari Keadilan Tidak Mampu Dalam Perkara Perdata (Studi: Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK “Persada” di Peradilan Umum)

0 0 1

Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Bantuan Hukum Cuma-Cuma Bagi Pencari Keadilan Tidak Mampu Dalam Perkara Perdata (Studi: Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK “Persada” di Peradilan Umum)

0 0 16

Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Bantuan Hukum Cuma-Cuma Bagi Pencari Keadilan Tidak Mampu Dalam Perkara Perdata (Studi: Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK “Persada” di Peradilan Umum)

0 0 29

Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Bantuan Hukum Cuma-Cuma Bagi Pencari Keadilan Tidak Mampu Dalam Perkara Perdata (Studi: Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK “Persada” di Peradilan Umum)

0 0 5