Sejarah Bantuan Hukum Cuma-cuma di Indonesia

46

BAB III PERKEMBANGAN BANTUAN HUKUM CUMA-CUMA DI INDONESIA

A. Sejarah Bantuan Hukum Cuma-cuma di Indonesia

Di dalam membahas suatu gejala atau perkembangan peristiwa, senantiasa ada kemungkinan untuk meninjaunya dengan cara melihat perkembangan hal tersebut. Dalam hal ini, penulis akan membahas mengenai perkembangan bantuan hukum cuma-cuma di Indonesia. “Bantuan hukum adalah suatu bentuk jasa, yakni jasa berupa menolong sesama umat manusia yang berada dalam kesusahan hukum. Kalau kita melihat pada literatur, maka bantuan hukum ini sudah dikenal sejak juga sejak Zaman Romawi Kuno. Hanya saja belum terbentuk suatu jasa yang khusus seperti bantuan hukum yang sekarang kita kenal. Tetapi masih berupa suatu bantuan yang bersifat umum. Kita mengenal di Zaman Romawi apa yang disebut Patronus. Sekarang kita kenal istilah Patron, asal dari kata Patronus itu. Patronus adalah suatu figur tokoh masyarakat yang dipercaya atau dihargai sekali oleh masyarakat, dimana orang kecil, masyarakat yang kesusahan, dalam segala hal datang mengadu dan meminta perlindungan, baik dalam soal ekonomi, perkawinan, sosial dan lain- lain.” 37 Dari kutipan diatas dapat kita ketahui bahwa konsepsi bantuan hukum telah dimulai semenjak Zaman Romawi kuno. Pada abad pertengahan, bantuan hukum merupakan bagian dari bidang moral. Hal ini bermula dari adanya sikap kedermawaan yang ditunjukkan oleh sekelompok elite gereja terhadap para pengikut pengikutnya. Gerakan tersebut dinamakan gerakan Charitas, yaitu suatu dorongan bagi masyarakat pada saat itu untuk berlomba-lomba memberikan derma yang kemudian menumbuhkan nilai-nilai yang sangat diagungkan pada saat itu yang dinamakan nobility kemuliaan. 37 Adnan Bunyung Nasution Buku II, Bantuan Hukum, Dalam Dua Tahun Bantuan Hukum LBH-JKT,Jakarta: LP3ES,1973,hal.41. Universitas Sumatera Utara 47 Bantuan hukum dilaksanakan sebagai suatu derma setelah Revolusi Perancis dan menjadi bagian dari proses hukum pada saat itu, artinya saat itu terhadap warga masyarakat diberi hak yang sama untuk berurusan hukum dengan hakim. Akan tetapi pada waktu itu bantuan hukum masih dipengaruhi oleh suatu pendirian bahwa para warga masyarakat harus tampil sendiri untuk mempertahankan hak-haknya. Hal tersebut menyebabkan pada proses pelaksanaannya masih terdapat kesenjangan antara hal yang dicita-citakan dengan keadaan yang sesungguhnya. Kenyataan itu menjadi filosofis gerakan memberikan bantuan terhadap masyarakat yang tidak mampu yang dikembangkan secara bertahap hingga saat ini. Pada zaman modern muncul teori demokrasi dengan kontrak sosial yang menyatakan bahwa Negara merupakan tidak lain tidak bukan sebagai suatu perwujudan kekuasaan rakyat. Rakyat mengalihkan kekuasaannya tersebut kepada negara untuk melakukan tugas-tugas kenegaraan dengan konsekuensi bahwa rakyat memiliki hak-hak yang harus dilindungi oleh Negara. Hal tersebut menjadi dasar negara untuk memperhatikan masalah bantuan hukum seperti melindungi warganegaranya terhadap sesama warga negara lainnya dan mencegah pelanggaran-pelanggaran hak dan kepentingan dari warga negaranya. Di Indonesia sendiri, Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan profesi Advokat khususnya mengenai bantuan hukum di muka persidangan telah dibentuk sejak Indonesia Merdeka. Namun pada saat itu pelaksanaan dari pemberian bantuan hukum tersebut belum dapat berjalan dengan baik disebabkan karena belum adanya lembaga yang khusus Universitas Sumatera Utara 48 menangani masalah bantuan hukum itu sendiri. Bantuan hukum di Indonesia baru mendapat tanda baik setelah kemerdekaan Negara Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, yang setelah Kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia mulai membentuk dan mengeluarkan Peraturan Perundang- undangan yang berkaitan dengan profesi dari Advokat terkhusus dalam hal pemberian bantuan hukum. Setelah memperoleh pengakuan kedaulatan, keadaan dari kondisi bantuan hukum tidak langsung mendapatkan perkembangan yang signifikan. Keadaan tidak banyak berubah disebabkan karena sistem warisan yang dipilih dalam Peradilan adalah Landraad dan HIR dibandingkan dengan sistem Raad van justitie dan Rechtvordering. Sistem Peradilan semakin memburuk dengan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap keindependensian dari Peradilan itu sendiri dan fungsi dari Advokat nyaris tidak terlihat. Kemunculan organisasi organisasi Advokat mulai memberi dampak yang baik terhadap sistem Peradilan di Indonesia. Organisasi yang pertama kali muncul adalah BALIE yang terdiri dari beberapa Advokat yang berasal dari Jawa Tengah yang kemudian disusul dengan perkumpulan “Balai Advokat” di beberapa kota seperti Jakarta, Bandung, Medan, dan Surabaya. Kemudian pada tanggal 14 Maret 1963 di Jakarta dibentuk Organisasi Advokat yang bernama Persatuan Advokat Indonesia PAI. Berdirinya PAI tersebut mendapat perhatian dari Pemerintah RI yang kemudian mengundang para pengurus PAI untuk ikut berperan serta dalam penyusunan rancangan undang- undang yang berhubungan dengan Lembaga Pengadilan dan pelaksanaan Peradilan di Indonesia. 38 PAI merupakan cikal bakal dari Persatuan Advokat Indonesia PERADIN yang dibentuk pada pertemuan Advokat se-Indonesia di Solo pada tanggal 30 Agustus 1964. 38 Frans Hendra Winarta Buku I, Op.cit, Hal.27. Universitas Sumatera Utara 49 Setelah berdirinya PERADIN, muncul gagasan dalam Pelaksanaan Kongres PERADIN ke-III pada tahun 1969 untuk mendirikan Lembaga Bantuan Hukum LBH. Gagasan tersebut kemudian mendapat persetujuan dari Dewan Pimpinan Pusat PERADIN melalui Surat Keputusan Nomor 001Kep101970 Tanggal 26 Oktober 1970 Tentang Penetapan Pendirian Lembaga Bantuan Hukum atau Lembaga Pembela Umum yang mulai berlaku 28 Oktober 1970. Pada tahun 1970-an, memasuki waktu tersebut terdapat perubahan konsep dalam pemberian bantuan hukum yang didorong dari kesadaran para Advokat tentang pentingnya pemberian bantuan hukum kepada pencari keadilan yang diberikan secara struktur yang mengilhami konsep bantuan hukum struktural untuk membela kaum yang lemah serta tertindas. Konsep ini dilatarbelakangi dengan berdirinya LBH Jakarta yang didirikan oleh Adnan Buyung Nasution, dkk. Kemudian setelah LBH tersebut beroperasi selama satu dasawarsa, pada tanggal 13 Maret 1980 status hukum LBH ditingkatkan menjadi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia YLBHI. Bantuan hukum struktural BHS bukanlah konsep bantuan hukum yang tidak mempunyai dasar Konstitusional. Sesungguhnya BHS adalah konsep yang lahir atas dasar pemahaman yang mendalam tetntang tujuan kita bermasyarakat yang sebetulnya hendak memerdekakan bangsa dalam arti sebenarnya, tidak lagi dijajah karena penjajahan itu tidak bisa dibenarkan. 39 Maka secara konstitusional BHS tidak bertentangan atau menyimpang dari UUD Tahun 1945. 39 T.Mulya Lubis Buku I, Op.Cit, Hal.145. Universitas Sumatera Utara 50

B. Penerapan Bantuan Hukum Cuma-Cuma Dalam perkara Perdata di peradilan umum

Dokumen yang terkait

Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-cuma Kepada Anak Golongan Masyarakat Kurang Mampu Yang Berkonflik Dengan Hukum Dalam Peradilan Pidana Anak (Studi di Lembaga Bantuan Hukum Medan)

2 53 120

PERANAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA TERHADAP PERANAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA TERHADAP MASYARAKAT MISKIN PADA PERADILAN PIDANA.

0 2 11

PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA BAGI TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA.

0 1 20

PELAKSANAAN BANTUAN HUKUM DALAM BERACARA SECARA CUMA - CUMA (PRODEO) OLEH LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) PADANG.

0 1 15

PELAKSANAAN BANTUAN HUKUM DALAM BERACARA SECARA CUMA - CUMA (PRODEO) OLEH LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) PADANG - Repositori Universitas Andalas

0 2 1

Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Bantuan Hukum Cuma-Cuma Bagi Pencari Keadilan Tidak Mampu Dalam Perkara Perdata (Studi: Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK “Persada” di Peradilan Umum)

0 0 8

Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Bantuan Hukum Cuma-Cuma Bagi Pencari Keadilan Tidak Mampu Dalam Perkara Perdata (Studi: Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK “Persada” di Peradilan Umum)

0 0 1

Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Bantuan Hukum Cuma-Cuma Bagi Pencari Keadilan Tidak Mampu Dalam Perkara Perdata (Studi: Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK “Persada” di Peradilan Umum)

0 0 16

Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Bantuan Hukum Cuma-Cuma Bagi Pencari Keadilan Tidak Mampu Dalam Perkara Perdata (Studi: Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK “Persada” di Peradilan Umum)

0 0 29

Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Bantuan Hukum Cuma-Cuma Bagi Pencari Keadilan Tidak Mampu Dalam Perkara Perdata (Studi: Pos Bantuan Hukum Yayasan LBH-PK “Persada” di Peradilan Umum)

0 0 5