Kondisi Perekonomian Secara Umum

Tabel 12. PDB Berdasaran Harga Konstan Tahun 1993, 1971-2002 Rp milyar Sektor 1971 1981 1991 1996 1997 1999 2000 2002 1. Pertanian 30.534,2 41.067,0 54.839,3 63.778,6 64.149,1 64.985,2 66.208,9 68.018,3 Tnmn Pangan 14.715,0 22.951,8 30.144,7 33.647,0 33.048,1 34.012,4 34.533,8 34.442,1 Perkebu nan 3.380,8 4.868,7 8.130,7 10.330,6 10.771,7 10.702,0 10.722,0 11.32,9 Peternakan 2.565,6 3.524,4 5.441,7 7.132,4 7.422,0 6.836,9 7.061,3 7.53,0 Kehutanan 7.938,7 6.911,0 6.307,2 6.384,2 6.345,9 6.288,1 6.388,9 6.651,3 Perikanan 1.934,1 2.811,1 4.815,1 6.284,4 6.561,4 7.145,8 7.502,9 8.060,0 2. Industri 5.523,5 20.371,3 56.508,1 96.377,6 103.024,5 90.298,1 93.868,3 100.834,3 3. Pertambangan 11.448,0 22.846,8 29.884,7 37.568,6 38.181,5 36.865,8 38.896,4 39.768,1 4. Bangunan 6.374,6 31.309,4 22.936,4 38.806,0 40.643,7 30.796,0 34.397,5 38.092,7 5. Listrik, air 369,5 1.344,9 2.712,5 4.840,5 5.413,9 6.112,9 6.547,8 7.514,6 6. Perdagangan 11.095,3 36.816,8 47.389,8 69.372,0 73.160,5 60.093,7 63.498,3 69.303,2 7. Angkutan 2.689,4 8.354,3 16.632,1 24.444,6 26.040,2 26.772,1 29.072,1 33.649,5 8. Keuangan 1.852,4 5.453,3 11.565,4 19.903,3 20.597,1 26.244,6 27.449,4 29.936,2 9. Jasa 9.475,6 22.779,9 42.262,2 54.107,4 56.310,7 37.184,0 38.051,5 39.596,6 Total 79.362,6 190.343,5 284.730,5 409.198,6 427.521,2 379.352,4 397.990,2 42.6713,5 Sumber: BPS 1973-2002, data diolah Tabel 13. PDB Berdasaran Harga Konstan Tahun 1993, 1971 - 2002 Sektor 1971 1981 1991 1996 1997 2000 2002 1. Pertanian 38,47 21,58 19,26 15,59 15,00 16,64 15,94 Tanaman Pangan 18,54 12,06 10,59 8,22 7,73 8,68 8,07 Perkebunan 4,26 2,56 2,86 2,52 2,52 2,69 2,65 Peternakan 3,23 1,85 1,91 1,74 1,74 1,77 1,77 Kehutanan 10,00 3,63 2,22 1,56 1,48 1,61 1,56 Perikanan 2,44 1,48 1,69 1,54 1,53 1,89 1,89 2. Industri 6,96 10,70 19,85 23,55 24,10 23,59 23,63 3. Pertambangan 14,42 12,00 10,50 9,18 8,93 9,77 9,32 4. Bangunan 8,03 16,45 8,06 9,48 9,51 8,64 8,93 5. Listrik, air 0,47 0,71 0,95 1,18 1,27 1,65 1,76 6. Perdagangan 13,98 19,34 16,64 16,95 17,11 15,95 16,24 7. Angkutan 3,39 4,39 5,84 5,97 6,09 7,30 7,89 8. Keuangan 2,33 2,86 4,06 4,86 4,82 6,90 7,02 9. Jasa 11,94 11,97 14,84 13,22 13,17 9,56 9,28 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS 1973-2002, data diolah Dalam sektor pertanian, pangsa sub sektor tanaman pangan adalah yang paling menonjol sejak tahun 1971 18,5 hingga tahun 2002 15,9. Pangsa sub sektor kehutanan menduduki peringkat kedua pada tahun 1971 10,0, tetapi turun tajam pada dasawarsa berikutnya dan periode selanjutnya. Sub sektor peternakan meiliki pangsa 3,2 atau yang keempat pada tahun 1971, turun menjadi 1,9 pada dasawarsa berikutnya dan berfluktuasi pada periode berikutnya. Pada tahun 1999 pangsa sub sektor perikanan melampaui sub sektor peternakan. Selama dasawarsa pertama 1971-1981 pertumbuhan PDB adalah sebesar 9,14 per tahun. Pertumbuhan tersebut terutama dipengaruhi oleh sektor bangunan, utility , industri, angkutan dan jasa masing-masing 17,25, 13,79, 13,94, 12,00, dan 19.17. Di pihak lain, pada periode yang sama pertumbuhan sektor pertanian hanya 3,01. Pangsa pertumbuhan sub sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan lebih besar dari pertumbuhan sektor pertanian tetapi sub sektor kehutanan tumbuh negatif Tabel 14. Pertumbuhan PDB pada periode berikutnya turun menjadi 4,11 per tahun. Sebaliknya, sektor industri tumbuh relatif tinggi, yaitu 10.74 sedangkan sektor pertanian hanya tumbuh 2,93. Sub sektor peternakan, perkebunan, dan perikanan mengalami pertumbuhan positif masing- masing sebesar 4,44, 5,26, dan 5,53, atau lebih tinggi dari pertumbuhan sektor pertanian. Selama periode 1991-1997, atau sebelum krisis ekonomi menerpa Asia Tenggara termasuk Indonesia, PDB tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya, yaitu 7,01 per tahun. Pertumbuhan tersebut terutama dipengaruhi oleh sektor non pertanian, kecuali pertambangan. Selama periode ini sektor pertanian hanya tumbuh relatif kecil, yaitu 2,65 per tahun, sedangkan sub sektor peternakan mengalami pertumbuhan jauh lebih besar dari periode sebelumnya, yaitu 4,44 per tahun. Pertumbuhan PDB selama masa krisis ekonomi yang berlangsung selama 1997-2000 turun menjadi -2,36 per tahun. Hampir semua sektor non pertanian, yaitu industri, pertambangan, bangunan, perdagangan dan jasa mengalami pertumbuhan negatif. Di pihak lain, sektor pertanian tumbuh positif walaupun pada laju yang lebih rendah, yaitu 1,06 per tahun. Kecuali sub sektor perkebunan dan peternakan yang mengalami pertumbuhan negatif masing-masing sebesar -0,15 and -1,65 per tahun, semua sub sektor dalam sektor pertanian tumbuh positif. Selama periode pasca krisis 2000-2002, PDB tumbuh pada laju 3,55 per tahun. Hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya pertumbuhan sektor lain, kecuali sektor pertanian yang hanya tumbuh rata-rata 1,06. Kecuali sub sektor tanaman pangan, semua sub sektor mengalami pertumbuhan positif. Tabel 14. Pertumbuhan PDB Berdasarkan Harga Konstan 1993 tahun Sektor 1971-1981 1981-1991 1991-1997 1997-2000 2000-2002 1. Pertanian 3,01 2,93 2,65 1,06 1,36 Tanaman Pangan 4,55 2,76 1,54 1,48 -0,13 Perkebunan 3,71 5,26 4,80 -0,15 2,79 Peternakan 3,23 4,44 5,31 -1,65 3,31 Kehutanan -1,38 -0,91 0,10 0,23 2,03 Perikanan 3,81 5,53 5,29 4,57 3,65 2. Industri 13,94 10,74 10,53 -3,05 3,64 3. Pertambangan 7,15 2,72 4,17 0,62 1,11 4. Bangunan 17,25 -3,06 10,00 -5,41 5,23 5. Listrik, air 13,79 7,27 12,21 6,54 7,13 6. Perdagangan 12,74 2,56 7,51 -4,61 4,47 7. Angkutan 12,00 7,13 7,76 3,74 7,58 8. Keuangan 11,40 7,81 10,10 10,05 4,43 9. Jasa 9,17 6,38 4,90 -12,25 2,01 Total 9,14 4,11 7,01 -2,36 3,55 Sumber: BPS 1973-2002, data diolah Produk Domestik Regional Bruto PDRB di Propinsi Sulawesi Selatan didominasi oleh sektor pertanian yang mencapai Rp 3,5 triliun 34,8 pada tahun 2000 Tabel 15. Sektor yang memberikan sumbangan PDRB kedua terbesar adalah perdagangan, yaitu Rp 1,7 triliun 16,8 dan ketiga adalah sektor industri sebesar Rp 1,3 triliun 12,9. Didalam sektor pertanian, sumbangan sub sektor perikanan menempati urutan kedua sebesar Rp 796 milyar 7,9 setelah sub sektor tanaman pangan yang mencapai Rp 1,9 triliun 19,5. Pada tahun 2003 sumbangan sektor pertanian meningkat menjadi Rp 3,7 triliun tetapi pangsanya turun menjadi 31,9. Kecuali sub sektor peternakan yang meningkat, sumbangan sub sektor perikanan juga turun menjadi 7,0 dan sumbangan sub sektor tanaman pangan turun menjadi 17,7. Sektor bangunan dan perdagangan masing-maisang meningkat menjadi 12,5 dan 18,6. Secara total PDRB Propinsi Sulawesi Selatan meningkat dari Rp 10,1 triliun pada tahun 2000 menjadi Rp 11,7 trilun pada tahun 2003. Tabel 15. PDRB Sulawesi Selatan Tahun 2003 Berdasarkan Harga Konstan 1993 Rp juta Sektor 2000 2003 1. Petanian 3.519.653,06 34,84 3.726.682,30 31,88 Tanaman Pangan 1.971.570,49 19,52 2.066.725,89 17,68 Perkebunan 636.441,33 6,30 687.063,61 5,88 Peternakan 89.943,00 0,89 119.385,85 1,02 Kehutanan 25.855,96 0,26 29.978,10 0,26 Perikanan 795.842,28 7,88 823.528,85 7,04 2. Industri 1.306.792,60 12,94 1.459.982,52 12,49 3. Pertambangan 486.408,29 4,81 532.515,15 4,56 4. Bangunan 441.773,06 4,37 1.459.982,52 12,49 5. Listrik, air 137.332,26 1,36 168.221,14 1,44 6. Perdagangan 1.698.229,34 16,81 2.169.851,82 18,56 7. Angkutan 801.648,15 7,94 1.040.615,17 8,90 8. Keuangan 434.088,58 4,30 680.261,95 5,82 9. Jasa 1.276.022,30 12,63 1.374.667,67 11,76 Total 10.101.947,63 100,00 11.690.525,15 100,00 Sumber: BPS 2003 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Sosial Nelayan Usia rata-rata nelayan berkisar dari 38 tahun rawai tetap hingga 49 tahun bubu atau bisa diklasifikasikan sebagai usia produktif. Walaupun demikian variasi usia nelayan secara individual sangat besar, yaitu dari yang termuda berumur 18 tahun pukat pantai sampai yang berumur 80 tahun sero. Responden alat tangkap jaring insang hanyut, jaring klitik, bagan tancap, rawai tetap, dan bubu semunya merupakan pemilik. Responden alat-alat tangkap lainnya sebagian besar pemilik dan sebagian lain ABK. Semua responden nelayan berasal dari daerah setempat. Responden nelayan pukat cincin, jaring insang hanyut, jaring insang tetap, jaring lingkar, jaring klitik, bagan perahu, bagan tancap, dan bubu sudah berkeluarga semuanya. Nelayan yang mengoperasikan alat-alat tangkap lainnya sebagian kecil belum berkeluarga. Jumlah anggota keluarga rata-rata 4 orang hingga 8 orang per rumah tangga. Umumnya responden bekerja secara penuh sebagai nelayan. Semua responden jaring insang hanyut, jaring lingkar, dan pancing tonda tidak mempunyai sambilan kecuali bekerja sebagi nelayan. Sedangkan responden nelayan alat tangkap lainnya sebagian bekerja sambilan misalnya nelayan payang ada yang bekerja sambilan sebagai pemancing cumi-cumi. Sebagian responden nelayan pukat pantai ada yang membudidayakan rumput laut dan mengoperasikan pancing ladung. Responden nelayan pukat cincin ada yang bertani, membuat pakan ikan, dan membuat tepung ikan. Budidaya rumput laut juga merupakan pilihan bagi sebagaian nelayan jaring insang tetap dan jaring lingkar. Membeli udang, berdagang, pertukangan, berkebun, dan sopir merupakan pilihan pekerjaan sambilan di luar nelayan. Walaupun demikian sebagian besar pekerjaan sambilan masih dalam lingkup kegiatan perikanan tangkap. Rata-rata pemilikan alat tangkap oleh reponden berbeda antar jenis alat yang dioperasikan. Pemilikan alat pukat pantai, pukat cincin, bagan perahu, dan sero rata- rata 1 unit. Selanjutnya rata-rata pemilikan payang, jaring insang hanyut, bagan tancap, dan pancing tonda adalah 2 unit. Rata-rata pemilikan rawai tetap 3 unit, sedangkan jaring insang tetap, jaring lingkar, dan jaring klitik masing-masing 6 unit. Rata-rata pemilikan alat tertinggi adalah bubu sebanyak 53 unit. Karakteristik sosial ekonomi nelayan diuraikan pada Tabel 16. 5.2 Biaya dan Pendapatan Nelayan Biaya dan pendapatan nelayan berbeda antar jenis alat tangkap yang digunakan. Jenis alat yang digunakan oleh nelayan tergantung pada kemampuan modal pemilik kapal maupun lokasi penangkapan ikan. Biaya dalam penangkapan ikan terdiri dari : i biaya operasional yang meliputi bahan bakar, es, dan bahan makanan untuk anak buah kapal ABK; ii biaya depresiasi, yaitu penyusutan nilai kapal atau perahu dan peralatan yang digunakan; iii biaya tetap terdiri dari pajak dan perijinan; dan iv upah ABK, yaitu bagian pendapatan yang diberikan kepada ABK. Pendapatan adalah nilai seluruh hasil tangkapan. Keuntungan merupakan penerimaan dikurangi total biaya. Pendapatan nelayan bervariasi dari yang terendah Rp 11,15 juta per tahun dengan menggunakan sero hingga yang tertinggi sebesar Rp 406,38 juta dari hasil tangkapan menggunakan pukat cincin Tabel 17. Total biaya penangkapan yang paling rendah adalah nelayan yang menggunakan sero Rp 2,76 jutatahun dan total biaya tertinggi dijumpai pada nelayan yang menggunakan pukat cincin Rp 228,17 jutatahun. Demikian pula keuntungan yang terendah dan tertinggi diperoleh nelayan yang menggunakan sero dan pukat cincin, masing-masing sebesar Rp 8,40 juta dan Rp 178,21 juta. Secara relatif, persentase biaya operasional adalah yang terbesar dibanding biaya lainnya. Biaya operasional berkisar dari 6,1 pada pukat pantai hingga 59,7 pada bagan perahu. Persentase bagi hasil ABK merupakan bagian terbesar kedua dari total biaya. Dalam hal ini kisarannya sangat beragam dari 0 tanpa ABK sampai 58. Upah ABK 0 berarti ABK adalah pemilik alat tangkap itu sendiri, yaitu pada bagan tancap dan sero. Biaya depresiasi berkisar dari 1,6 pada bagan perahu hingga yang tertinggi 89,2 pada sero. Biaya tetap relatif rendah, yaitu berkisar dari 0 pada pukat pantai sampai 0,5 pada jaring lingkar. Keuntungan usaha penangkapan ikan yang paling rendah adalah 29,5 pada pancing tonda dan tertinggi 75,3 pada sero. Tabel 16. Karakteristik Sosial Responden Nelayan di Sulawesi Selatan bagian Selatan Alat Tangkap Uraian Payang Pukat Pantai Pukat Cincin J. I. Hanyut J. I. Tetap Jaring Lingkar Jaring Klitik Bagan Perahu Bagan Tancap Rawai Tetap Pancing Tonda Sero Bubu Usia tahun • Rata-rata 40 43 42 42 41 42 41 44 47 38 39 47 49 • Minimal 23 18 20 32 20 23 27 30 21 21 35 20 35 • Maksimal 70 58 65 60 58 74 70 60 72 60 45 80 60 Jenis Nelayan • Pemilik 78 78 36 100 83 70 100 60 100 100 60 89 100 • ABK 22 22 64 17 30 40 40 11 Asal Nelayan • Setempat 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 • Bukan Setempat Status • Berkeluarga 78 78 100 100 100 100 100 100 100 93 60 78 100 • Tidak Berkeluarga 22 22 7 40 22 Jml. Anggota Keluarga orang • Rata-rata 4 8 5 5 4 4 6 5 5 4 5 5 6 • Minimal 2 5 2 2 1 2 2 3 2 3 3 3 3 • Maksimal 8 10 8 7 6 7 11 7 8 11 6 9 8 Kategori Nelayan • Penuh 89 78 79 100 94 90 90 80 88 79 100 78 50 • Sambilan Utama 11 22 21 6 10 10 20 22 21 22 50 Pemilikan Alat unit • Rata-rata 2 1 1 2 6 6 6 1 2 3 2 1 53 • Minimal 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 • Maksimal 3 1 1 10 30 10 15 1 20 15 2 3 190 keterangan : = yang sudah berkeluarga Tabel 17. Biaya dan Pendapatan Nelayan Per Alat Tangkap di Sulawesi Selatan Rptahun Alat Tangkap Biaya Operasional Biaya Depresiasi Biaya Tetap Upah ABK Total Biaya Pendapatan Keuntu- ngan Payang 7.076.200 2.626.852 86.667 36.865.233 46.597.174 80.806.667 34.209.492 8,76 3,25 0,11 45,62 57,67 100,00 42,33 Pukat Pantai 7.218.033 2.983.690 0,00 68.765.733 78.967.457 118.058.333 39.090.876 6,11 2,53 0,00 58,25 66,89 100,00 33,11 Pukat Cincin 49.211.400 21.957.778 172.222 156.826.350 228.167.750 406.380.302 178.212.552 12,11 5,40 0,04 38,59 56,15 100,00 43,85 J. Insang Hanyut 3.640.333 1.837.500 71.667 9.314.262 14.815.984 27.854.556 13.038.572 13,07 6,60 0.26 33,44 53,19 100,00 46,81 Jaring Lingkar 52.058.572 7.401.376 1.102.778 46.383.991 106.946.717 220.790.111 113.843.394 23,58 3,35 0,50 21,01 48,44 100,00 51,56 Jaring Klitik 5.439.000 1.547.817 75.000 11.402.342 18.464.160 43.951.667 25.487.507 12,37 3,52 0,17 25,94 42,01 100,00 57,99 J.Insang Tetap 9.553.954 2.316.024 106.667 32.583.348 44.517.326 91.855.867 47.338.541 10,40 2,52 0,12 35,47 48,46 100,00 51,54 Bagan Perahu 127.896.000 3.435.714 117.500 10.727.000 127.896.000 214.200.000 86.304.000 59,71 1,60 0,05 5,01 59,71 100,00 40,29 Bagan Tancap 3.766.222 2.104.907 87.500 0,00 5.929.463 24.651.222 18.721.759 15,28 8,54 0,35 0,00 24,05 100,00 75,95 Rawai Tetap 16.598.333 1.739.649 125.000 6.647.371 22.852.897 40.839.033 17.986.137 40,64 4,26 0,31 16,28 55,96 100,00 44,04 Pancing tonda 95.926.000 7.030.303 150.000 39.003.800 142.110.103 202.300.000 60.189.897 47,42 3,48 0,07 19,28 70,25 100,00 29,75 Sero 1.665.000 1.020.317 70.000 0,00 2.755.317 11.151.917 8.396.599 14,93 9,15 0,63 0,00 24,71 100,00 75,29 Bubu 4.106.667 4.023.889 70.000 12.035.283 20.235.839 46.610.333 26.374.494 8,81 8,63 0,15 25,82 43,41 100,00 56,59

5.3 Keuntungan Nelayan Berdasarkan Jenis Alat Tangkap

Keuntungan yang diperoleh nelayan tergantung jenis alat dan jarak jelajah kapal atau perahu yang digunakan. Nelayan yang menggunakan pukat cincin memperoleh keuntungan tertinggi Rp 178,2 jutatahun dibanding nelayan yang menggunakan jenis alat lainnya Tabel 18. Keuntungan tertinggi berikutnya diperoleh nelayan yang menggunakan jaring lingkar Rp 113,8 jutatahun. Keuntungan terendah adalah sero dan jaring insang hanyut masing-masing sebesar Rp 8,4 juta dan Rp 13 juta per tahun. Selanjutnya dari skenario kebijakan diketahui bahwa kenaikan harga bahan bakar minyak BBM menurunkan pendapatan nelayan. Besar atau kecilnya penurunan keuntungan tergantung jumlah BBM yang dikonsumsi oleh jenis alat tangkap. Peningkatan harga ikan bisa meningkatkan keuntungan nelayan. Hal ini sangat jelas korelasinya karena pendapatan nelayan bertambah dengan naiknya harga ikan. Peningkatan bunga pinjaman opportunity cost hanya sedikit mengurangi keuntungan nelayan. Hal ini menunjukkan bahwa komponen biaya yang digunakan oleh nelayan untuk membayar angsuran kredit adalah relatif kecil. Selanjutnya kenaikan upah anak buah kapal ABK jika faktor biaya lainnya dan harga ikan tetap akan menurunkan keuntungan nelayan. Tabel 18. Skenario Keuntungan Nelayan per Alat Tangkap, 2003 Rptahun No. Alat Normal BBM Rp 4.300,- BBM Rp 6.000,- BBM Rp 6.300,- 1 Payang 34.209.492 31.151.537 29.300.804 28.974.204 2 Pukat Pantai 39.090.876 36.443.910 36.443.910 36.443.910 3 Pukat Cincin 178.212.552 67.859.175 46.036.730 42.468.064 4 Jaring Insang Hanyut 13.038.572 10.999.683 9.571.683 9.319.683 5 Jaring Lingkar 113.843.394 74.290.277 51.891.077 47.938.277 6 Jaring Klitik 25.487.507 23.231.507 23.368.174 23.368.174 7 Jaring Insang Tetap 47.338.541 43.687.108 41.184.028 42.189.508 8 Bagan Perahu 86.304.000 -23.045.914 -62.009.914 -68.885.914 9 Bagan Tancap 18.721.759 18.699.315 18.346.093 18.283.759 10 Rawai Tetap 17.986.137 -4.994.363 -13.539.697 -15.047.697 11 Pancing tonda 60.189.897 14.585.897 -18.054.103 -23.814.103 12 Sero 8.396.599 8.196.599 8.196.599 8.196.599 13 Bubu 26.374.494 24.896.994 24.408.244 24.321.994 Tabel 18. Skenario Keuntungan Nelayan per Alat Tangkap, 2003 Rptahun lanjutan No. Alat Harga Ikan Naik 20 Harga Ikan Naik 30 Opportunity Cost 14 Opportunity Cost 16 Upah ABK Naik 10 1 Payang 42.290.159 46.330.492 33.371.826 33.252.159 30.522.969 2 Pukat Pantai 37.247.054 40.819.221 36.864.876 36.546.876 25.366.872 3 Pukat Cincin 223.788.292 246.576.162 164.857.797 162.949.975 162.529.918 4 Jaring Insang Hanyut 16.537.572 18.287.072 11.468.238 11.243.905 12.107.145 5 Jaring Lingkar 137.110.635 152.015.366 107.885.305 107.034.150 109.204.995 6 Jaring Klitik 31.681.743 34.778.860 25.017.340 24.950.174 24.347.273 7 Jaring Insang Tetap 56.304.527 64.164.320 46.359.806 46.219.986 36.807.035 8 Bagan Perahu 62.418.786 73.128.786 61.523.786 60.023.786 68.151.086 9 Bagan Tancap 23.652.004 26.117.126 13.846.035 13.768.951 18.721.759 10 Rawai Tetap 22.891.384 25.344.008 17.151.192 17.031.914 9.610.645 11 Pancing tonda 85.814.564 98.626.897 49.904.564 48.435.230 35.704.758 12 Sero 10.626.983 11.742.174 8.050.799 8.001.399 8.396.599 13 Bubu 33.096.838 36.440.509 25.902.578 25.830.161 25.205.966 5.4 Perubahan Struktur Armada Perikanan Pada kondisi normal, yaitu pada tahun 2003, jumlah alat tangkap yang beroperasi di perairan Sulawesi Selatan bagian Selatan terdiri dari payang sebanyak 723 unit, pukat pantai 756 unit, pukat cincin 1.282 unit, jaring insang hanyut 2.200 unit, jaring lingkar 253 unit, jaring klitik 1.350 unit, jaring insang tetap 2.269 unit, bagan perahu 411 unit, bagan tancap 665 unit, rawai tetap 2.398 unit, pancing tonda 341 unit, sero 436 unit, dan bubu 615 unit Tabel 19. Dengan analisis SUR tampak bahwa perairan ini sebenarnya sudah mengalami kondisi overfishing yang ditunjukkan oleh berkurangnya hampir semua alat tangkap, kecuali bagan tancap, agar jumlah alat tangkap yang beroperasi menjadi optimal. Jumlah pengurangan beberapa alat tangkap tersebut yaitu : payang sebanyak 25 unit, pukat pantai 3 unit, jaring insang hanyut 4 unit, jaring lingkar dan jaring insang tetap masing-masing 2 unit. Rawai tetap, pancing tonda, dan sero masing-masing berkurang 1 unit, dan bubu 4 unit. Jaring klitik harus dikurangi semuanya yang menunjukkan bahwa sumberdaya udang dan kepiting di perairan ini tidak boleh lagi dieksploitasi. Secara umum alat-alat tangkap tersebut harus dikurangi jumlahnya karena sumberdaya perikanan di perairan Sulawesi Selatan bagian Selatan sudah tidak mampu mendukung usaha penangkapan. Bagan tancap masih bisa bertambah hingga 100 karena alat ini dioperasikan secara statis dan terbatas di sekitar perairan pantai. Tabel 19. Struktur Optimal per Jenis Alat Tangkap pada Kondisi Normal, 2003 unit Alat Tangkap Jumlah Awal Perubahan Jumlah Optimal Payang 723 -25 698 Pukat Pantai 756 -3 753 Pukat Cincin 1.282 -35 1.247 J. Insang Hanyut 2.200 -4 2.196 J. Lingkar 253 -2 251 J. Klitik 1.350 -1.350 J. Insang Tetap 2.269 -2 2.267 Bagan Perahu 411 -11 400 Bagan Tancap 665 665 1.330 Rawai Tetap 2.398 -1 2.397 Pancing Tonda 341 -1 340