1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian : 1 Menyediakan paket kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan yang
ditekankan pada pengendalian dan penataan upaya penangkapan demi mencapai sistem perikaanan yang lestari;
2 Menyediakan informasi tentang status perikanan tangkap yang sudah padat tangkap bagi para pelaku bisnis sebagai dasar penyusunan strategi
pengembangan usaha; 3 Menyediakan informasi untuk pengembangan metode analisis dalam
memecahkan masalah perikanan di daerah padat tangkap.
1.5 Kerangka Pemikiran
Interaksi bilogi dan ekonomi bioekonomi suatu sumberdaya perikanan tergantung rezim pengelolaan yang dianut. Selama ini paling tidak ada dua rezim
pengelolaan sumberdaya perikanan yaitu rezim open akses open access regime dan rezim pengelolaan secara terpusat centrally planned regime. Ciri khas rezim akses
terbuka yaitu perkembangan nelayan yang tidak terkontrol, penangkapan ikan yang secara de facto berlangsung tanpa ada yang mengendalikan, serta bebasnya nelayan
yang sudah ada melakukan ekspansi penangkapan ikan baik secara teknologi, menangkap ikan, maupun daerah penangkapan.
Akses terbuka seringkali disamakan dengan milik bersama common property
meskipun pada dasarnya keduanya memiliki arti yang berbeda. Suatu sumberdaya yang dimiliki bersama dapat saja pemanfaatannya terkelola dengan baik
karena memang ada yang memilikinya. Sumberdaya akses terbuka tidak dimiliki oleh siapapun dan sebab itu lebih sering tidak tertata pemanfaatannya. Sumberdaya
miliki bersama sering disamakan dengan sumberdaya akses terbuka karena kesulitan pemilik sumberdaya dalam menata sumberdayanya secara bersama-sama. Akibatnya
tidak ada yang menata sumberdaya ataupun penataannya tidak efisien sehingga kondisinya tidak berbeda dengan akses terbuka.
Keadaan sumberdaya perikanan yang bebas dan liar pada tingkatan tertentu
dapat dikategorikan sebagai suatu sumberdaya akses terbuka. Sebagai suatu akses terbuka, itu berarti bahwa sumberdaya perikanan bebas untuk dimanfaatkan oleh
setiap orang. Seseorang dengan modal dan ketrampilan yang dimilikinya dapat dengan bebas masuk ke dalam industri ini. Bila memang orang tersebut merasakan
bahwa usaha perikanan tidak lagi menguntungkan, dia dengan bebas juga dapat keluar dari industri atau kegiatan ini
Keputusan untuk seseorang masuk ke bergabung serta keluar dari berhenti industri atau kegiatan perikanan akses terbuka pada dasarnya adalah keputusan yang
berdasarkan atas pertimbangan ekonomi. Bila industri masih memiliki keuntungan supernormal rente sumberdaya, hal tersebut merupakan insentif bagi pendatang baru
new entrees
untuk masuk ke dalam industri. Pada saat yang sama mereka yang sudah terlebih dahulu ada dalam industri akan memperluas atau meningkatkan
usahanya. Sepanjang kentungan supernormal masih ada, pendatang baru serta perluasan usaha akan terus berlangsung. Proses ini akan secara perlahan-lahan
meniadakan keuntungan supernormal atau dengan kata lain secara ekonomi terjadi kondisi pulang pokok.
Masuknya pendatang baru ke dalam industri perikanan serta perluasan usaha oleh mereka yang terlebih dahulu ada di sana akan membuat upaya intensitas
penangkapan ikan bertambah karena modal kapital yang bertambah. Karena ikan yang diusahakan terbatas, tambahan modal ini akan menurunkan produktivitas
marjinal dan produktivitas rata-rata. Secara ekonomi, gejala penurunan produktivitas ini sepatutnya menjadi peringatan atau tanda bagi nelayan untuk keluar dari industri.
Karena kesulitan dalam mengalihkan investasi, faktor musim, ketidakpastian uncertainty
usaha serta risiko yang diambil risk taking dalam bentuk mengharapkan hasil tangkapan yang lebih baik di waktu yang akan datang, maka
nelayan akan terus berusaha dan bila mungkin terus meningkatkan kapasitas penangkapan ikan. Bila keadaan ini terjadi, penangkapan ikan secara berlebihan
biological overfishing telah terjadi secara bersama dengan kelebihan investasi
economic overfishing. Secara yuridis formal, sebetulnya sumberdaya perikanan Indonesia tidak
murni bersifat akses terbuka. Pasal 33 UUD 45 menyiratkan bahwa sumberdaya perikanan adalah milik negara dan ditata pemanfaatannya untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Selain itu juga, UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa setiap orang yang hendak memanfaatkan sumberdaya ikan harus
memiliki izin usaha. Bila izin usaha ini adalah alat pengendalian maka sebetulnya sumberdaya ikan tidak bebas untuk dimasuki, namun demikian, UU No. 31 tahun
2004 juga menyatakan bahwa usaha perikanan yang dilakukan bukan untuk tujuan komersial, tidak memerlukan izin usaha.
Konsekuensi peraturan ini yaitu banyak nelayan kecil yang tidak mempunyai izin usaha, meskipun pada kenyataannya kegiatan mereka tidak saja untuk kebutuhan
sendiri tetapi juga sudah memiliki tujuan-tujuan komersial. Dilatarbelakangi oleh kondisi geografis Indonesia yang terdiri dan pulau-pulau kecil, terpencil serta
kekurangan sarana dan fasilitas dalam melakukan pengendalian, pemantauan dan pengawasan maka secara de facto perikanan perairan pantai di Indonesia bersifat
akses terbuka yang siap dimasuki dan dieksploitasi secara bebas. Sementara itu nelayan dapat dengan mudah meningkatkan atau memperluas upaya penangkapan
ikan, tanpa perlu mendapat izin tambahan atau melapor kepada pemerintah. Jadi meskipun secara de jure perikanan Indonesia dimiliki oleh negara, secara de facto
perikanan Indonesia adalah akses terbuka bagi nelayan di daerah tertentu. Sebagai konsekuensi akses terbuka, perikanan bisa menjadi tempat
persinggahan terakhir last resort bagi tenaga kerja yang telah kalah bersaing di
sektor atau kegiatan lain di darat. Berbagai studi di pantai Utara Jawa dan kawasan Timur Indonesia menunjukkan bahwa manakala sudah tidak ada kesempatan lagi bagi
seseorang untuk berusaha di darat, baik karena kekurangan modal, kekurangan ketrampilan, kelangkaan kesempatan, atau karena bias kebijaksanaan pembangunan
ekonomi, maka akhirnya orang itu akan beralih ke laut untuk mempertahankan hidupnya melalui kegiatan perikanan Bailey et al., 1987.
Melalui pemahaman hubungan dinamis antara sumberdaya stok ikan dengan upaya pemanfaatannya yang didasari oleh keputusan-keputusan ekonomi maka
strategi pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan dapat disusun. Skenario
dan simulasi terhadap parameter biekonomi serta saling keterkaitannya dapat dilakukan untuk menghasilkan alternatif-alternatif pengelolaan sumberdaya. Hasil
simulasi merupakan masukan untuk menentukan pola pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan.
Perikanan tangkap merupakan rangkaian kegiatan penangkapan ikan yang saling berkaitan dengan faktor-faktor kelembagaan, kondisi lingkungan, stok ikan,
teknologi perikanan tangkap yang berwawasan lingkungan, mutu hasil tangkapan, pemasaran, kualitas SDM, dan permodalan. Semuanya berada dalam suatu lingkup
Code of Conduct for Responsible Fisheries CCRF untuk mencapai Pengelolaan
Perikanan Tangkap yang Lestari, diilustrasikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Skema Perikanan Tangkap Yang Lestari diadopsi dari FAO, 1995
Model analisis terdiri dari tiga aspek, yaitu biologi, sosial ekonomi, dan manajemen. Aspek biologi meliputi dinamika populasi sumberdaya ikan kaitannya
Lingkungan Perairan
Teknologi Perikanan Tangkap
Kualitas SDM
Stok ikan
Lingkungan Pantaipesisir
Produksi Mutu hasil
tangkapan
Pemasaran Permodalan
Penangkapan ikan - kapal ikan
- nelayan - alat tangkap
Pengelolaan Perikanan
T angkap yang L est ari
CCRF
Kelembagaan :
-
Pemerintah Pusat DKP
-
Pemerintah Daerah
-
Perguruan T inggi
-
LSM
-
dengan upaya atau teknologi yang digunakan untuk menangkap ikan. Aspek sosial ekonomi menggambarkan tentang penerimaan dan biaya pemanfaatan atau eksploitasi
sumberdaya ikan. Aspek manajemen adalah suatu penggabungan antara aspek biologi dan ekonomi untuk menghasilkan pola pengelolaan perikanan yang dinamis
dan berkelanjutan. Berdasarkan aspek manajemen, simulasi diadakan sebagai upaya memperoleh pola pengelolaan perikanan berkelanjutan yang relevan. Model
pengelolaan perikanan tangkap secara timbal balik menentukan model sosial atau masyarakat nelayan. Model analisis ini diterapkan pada lokasi yang dikelola sesuai
dengan tujuan yang diharapkan Gambar 2.
Gambar 2. Kerangka Model Pengelolaan Perikanan Tangkap
Kelembagaan :
- Pemerintah Pusat - Pemerintah Daerah
- Perguruan Tinggi - LSM
Model Lingkungan Eksternal
Model Sosial Masyarakat Nelayan
Model Pengelolaan Perikanan Tangkap
: Sub Model
Biologi Sub Model
Manajemen Sub Model
Ekonomi
Lokasi Terkelola
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembangunan Sub-sektor Perikanan Tangkap