Analisis Prioritas Kebijakan Pengelolaan Perikanan

36 LSM Direktur Permata Jeneponto 0,121 0,559 0,264 0,056 37 LSMSekretaris KTNA Jeneponto 0,232 0,459 0,246 0,064 38 Pengusaha Rumput Laut Jeneponto 0,311 0,426 0,199 0,064 39 PakarDosen Perikanan UNHAS 0,503 0,197 0,123 0,177 Tabel 28. lanjutan Prioritas No Stakeholders Perikanan Tangkap Perikanan Budidaya Pengolahan Perikanan Non- perikanan 40 Bupati Bantaeng 0,345 0,396 0,191 0,068 41 Staf Bappeda Bantaeng 0,143 0,408 0,317 0,132 42 Kepala DPRD Bantaeng 0,145 0,412 0,312 0,131 43 Kadis Peternakan Kelautan Bantaeng 0,401 0,357 0,135 0,107 44 Kades Pajukukang Bantaeng 0,268 0,203 0,293 0,236 45 LSM Jayalindo Bantaeng 0,537 0,167 0,118 0,178 46 Bendahara KTNA Bantaeng 0,389 0,371 0,124 0,116 47 PakarDosen FIKP UNHAS 0,281 0,275 0,238 0,206 48 Bupati Bulukumba 0,521 0,221 0,136 0,122 49 Kepala Bappeda Bulukumba 0,555 0,271 0,078 0,096 50 Ketua DPRD Bulukumba 0,500 0,294 0,146 0,060 51 Anggota DPRD Bulukumba 0,401 0,203 0,309 0,087 52 Kasubdin Kelautan Perikanan Bulukumba 0,540 0,247 0,141 0,072 53 HNSI Bulukumba 0,486 0,166 0,292 0,056 54 LSMKetua JMPI Bulukumba 0,485 0,125 0,278 0,112 55 Wakil Ketua KOPINKRA Bulukumba 0,471 0,256 0,212 0,061 56 PakarDekan Faperta UNISMUH 0,169 0,359 0,308 0,163 57 Bappeda Sinjai 0,408 0,167 0,198 0,227 58 Ketua Komisi B DPRD Sinjai 0,388 0,163 0,318 0,132 59 Kadis Kelautan Perikanan Sinjai 0,500 0,270 0,173 0,057 60 Ketua HNSI Sinjai 0,529 0,213 0,207 0,051 61 LSM Karya Abadi Sinjai 0,560 0,217 0,167 0,056 62 Pimpinan Pabrik Es Sinjai 0,522 0,160 0,168 0,149 63 Pengusaha Sinjai 0,415 0,228 0,293 0,065 64 PakarDosen UMI Makassar 0,207 0,117 0,173 0,503 65 Wakil Ketua DPRD Selayar 0,281 0,278 0,203 0,237 66 Pengusaha Ikan Hidup Selayar 0,510 0,062 0,260 0,169 67 Ketua HNSI Selayar 0,346 0,163 0,119 0,372 68 Kabag Ekonomi Setkab Selayar 0,206 0,221 0,340 0,233 69 Wiraswasta Selayar 0,449 0,089 0,357 0,104 70 LPM Madani Selayar 0,376 0,284 0,178 0,161 71 Sekda Selayar 0,392 0,270 0,283 0,055 72 Kadis Perikanan Selayar 0,300 0,439 0,206 0,055 73 Bappelitbangda Selayar 0,312 0,384 0,104 0,199 Alternatif Kebijakan 0,345 0,295 0,236 0,123 2 Berdasarkan kelompok responden stakeholders Hasil analisis berdasarkan kelompok responden menunjukkan adanya kesamaan maupun ketidaksamaan tentang prioritas kebijakan pembangunan perikanan. Kelompok Pemerintah dan Tokoh Masyarakat sependapat bahwa urutan prioritas kebijakan pembangunan mulai prioritas tertinggi sampai terendah adalah : perikanan budidaya, perikanan tangkap, pengolahan hasil perikanan, dan non perikanan. Sementara itu analisis terhadap kelompok PenelitiPakar dan Pengusaha menghasilkan prioritas kebijakan : perikanan tangkap, pengolahan hasil perikanan, perikanan budidaya, dan non perikanan. Kelompok LSMOrganisasi Nelayan berturut-turut memprioritaskan : perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan hasil perikanan, dan non perikanan. Berikut uraian per kelompok responden : 1 Kelompok Pemerintah, memprioritaskan kebijakan secara berturut-turut : 1 perikanan budidaya; 2 perikanan tangkap 3 pengolahan hasil perikanan; dan 4 non perikanan. 2 Kelompok PenelitiPakar, memprioritaskan kebijakan berdasarkan urutan yaitu : 1 perikanan tangkap; 2 pengolahan hasil perikanan; 3 perikanan budidaya; dan 4 non perikanan. Pilihan antara kebijakan di perikanan budidaya dengan pengolahan perikanan hasilnya tidak terlalu mencolok. 3 Kelompok Tokoh Masyarakat, memprioritaskan kebijakan berdasarkan urutan yaitu : 1 perikanan budidaya; 2 perikanan tangkap; 3 pengolahan perikanan; dan 4 non perikanan. 4 Kelompok LSMOrganisasi Nelayan, memprioritakan kebijakan berdasarkan urutan sama dengan kelompok PenelitiPakar, berturut-turut yaitu : 1 perikanan tangkap; 2 perikanan budidaya; 3 pengolahan perikanan; dan 4 non perikanan. 5 Kelompok Pengusaha, memprioritaskan kebijakan berdasarkan urutan : 1 perikanan tangkap; 2 pengolahan perikanan; 3 perikanan budidaya; dan 4 non perikanan. Tampak bahwa kelompok Pemerintah dan tokoh masyarakat berpendapat bahwa perikanan budidaya merupakan prioritas utama, hal ini berbeda dengan kelompok lainnya yang lebih memprioritaskan perikanan tangkap. Pada umumnya kelompok Pemerintah Pemda dan tokoh masyarakat DPRD adalah golongan masyarakat yang sudah tersosialisasi dan mengetahui baik kondisi internaleksternal pembangunan di daerah. Sementara itu kelompok lainnya yaitu pengusaha, LSM, organisasi nelayan, dan penelitipakar adalah umumnya bergerak di bidang perikanan tangkap sehingga pendapat mereka lebih berorientasi kepada perikanan tangkap sebagai prioritas utama. Selain itu, sosialisasi kebijakan dari Pemda atau DPRD kepada masyarakat belum terlaksana dengan baik. Pada Lampiran 10 diuraikan rincian hasil analisis prioritas kebijakan per kelompok responden secara lengkap. 3 Berdasarkan kelompok wilayah KotamadyaKabupaten Hasil analisis berdasarkan wilayah juga memiliki kesamaan dan ketidaksamaan prioritas kebijakan Tabel 29. Urutan prioritas kebijakan stakeholder di Kota Makassar, Kab. Takalar, Kab. Bulukumba adalah sama yaitu : Perikanan Tangkap, Perikanan Budidaya, Pengolahan Hasil Perikanan, dan Non Perikanan. Urutan prioritas kebijakan di Kab. Bantaeng yaitu : Perikanan Budidaya, Perikanan Tangkap, Pengolahan Hasil Perikanan, dan Non Perikanan. Di Kab. Sinjai dan Kab. Selayar urutan prioritas kebijakan adalah : Perikanan Tangkap, Pengolahan Hasil Perikanan, Perikanan Budidaya, dan Non Perikanan. Urutan prioritas kebijakan di Kab. Jeneponto yaitu : Perikanan Budidaya, Pengolahan Hasil Perikanan, Perikanan Tangkap, dan Non Perikanan. Walaupun pengolahan perikanan dalam hal ini bukan prioritas pertama, hasil penelitian Nikijuluw et al. 1996 di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa kapasitas pengolahan yang memadai untuk ikan yang akan diekspor sangat menentukan efisiensi produksi perikanan. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa umumnya kebijakan di perikanan tangkap merupakan prioritas utama, disusul oleh perikanan budidaya. Sementara itu, non perikanan selalu menjadi urutan terakhir keempat dari pilihan prioritas kebijakan. Hasil analisis secara rinci berdasarkan wilayah diperlihatkan pada Lampiran 11 . Tabel 29. Hasil Analisis Prioritas Kebijakan Berdasarkan Wilayah, 2004 Wilayah KabKotaProv. Prioritas-1 Prioritas-2 Prioritas-3 Prioritas-4 Kota Makassar Perikanan Tangkap Perikanan Budidaya Pengolahan Perikanan Non Perikanan Kab. Takalar Perikanan Tangkap Perikanan Budidaya Pengolahan Perikanan Non Perikanan Kab. Bantaeng Perikanan Budidaya Perikanan Tangkap Pengolahan Perikanan Non Perikanan Kab. Bulukumba Perikanan Tangkap Perikanan Budidaya Pengolahan Perikanan Non Perikanan Kab. Jeneponto Perikanan Budidaya Pengolahan Perikanan Perikanan Tangkap Non Perikanan Kab. Sinjai Perikanan Tangkap Pengolahan Perikanan Perikanan Budidaya Non Perikanan Kab. Selayar Perikanan Tangkap Pengolahan Perikanan Perikanan Budidaya Non Perikanan 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Parameter biologi dan ekonomi sangat mempengaruhi pendapatan nelayan. Dalam hal ini hubungan antara hasil penangkapan dan keuntungan bersifat dinamis, yaitu perubahan jumlah dan jenis alat tangkap dengan biaya operasi maupun harga ikan selalu berubah antar waktu. Dinamika tersebut mempengaruhi jumlah maupun jenis alat tangkap yang tetap boleh beroperasi, harus dikurangi, maupun ditambah jumlahnya agar sumberdaya perikanan tetap lestari dan keuntungan semua nelayan dengan berbagai alat tangkap rata-rata tetap memadai. Secara umum usaha penangkapan ikan di perairan Sulawesi Selatan selama ini masih menguntungkan dan besarnya keuntungan tergantung pada jenis alat tangkap yang digunakan. Jenis alat tangkap yang kapasitasnya besar dengan daya jelajah relatif jauh akan memberikan pendapatan yang tinggi, tetapi biaya yang diperlukan juga besar. Selisih antara pendapatan dan biaya operasi yang relatif besar tersebut merupakan keuntungan relatif yang diperoleh. Jenis alat tangkap yang relatif statis dan menggunakan sedikit tenaga kerja secara relatif memberikan keuntungan yang relatif besar. Perubahan harga ikan, upah ABK, dan BBM sangat mempengaruhi keuntungan nelayan. Perubahan suku bunga relatif tidak banyak mempengaruhi keuntungan. Model pengelolaan perikanan di wilayah padat tangkap model SUR telah menunjukkan keterkaitan hubungan antara parameter-parameter yang dipengaruhi oleh faktor biologi maupun ekonomi yaitu upaya penangkapan dan keuntungan atau manfaat upaya penangkapan tersebut. Model ini menunjukkan perilaku jika keuntungan yang diperoleh dari usaha penangkapan ikan semakin besar maka upaya effort penangkapan akan ditingkatkan, demikian pula sebaliknya jika usaha penangkapan ikan sudah tidak lagi menguntungkan maka effort akan dikurangi. Analisis SUR pada skenario normal menunjukkan status perikanan tangkap saat ini telah overfishing. Tanpa ada perubahan kebijakan, struktur dan komposisi optimum alat tangkap hanya dapat dicapai melalui pengurangan hampir seluruh jenis alat tangkap. Jika harga BBM naik, terdapat tiga jenis alat yang jumlahnya harus dikurangi. Ketiga alat tangkap tersebut yaitu payang, pukat cincin dan jaring klitik merupakan armada penangkapan yang relatif banyak mengkonsumsi BBM. Peningkatan harga ikan sebesar 20 dan 30 dari kondisi normal mendorong peningkatan pendapatan. Hal ini ditunjukkan dengan semakin sedikitnya alat tangkap yang berkurang dibanding pada kondisi normal. Alat tangkap yang bertambah akibat kenaikan harga ikan adalah pukat pantai, jaring insang hanyut dan bagan perahu. Pemberlakuan bunga bank sebesar 14 dan 16 mengakibatkan pengurangan tiga jenis alat tangkap yang memerlukan modal relatif besar, terutama yang diperoleh dari kredit perbankan. Ketiga jenis alat tangkap tersebut adalah payang, pukat cincin, dan jaring klitik. Beberapa jenis alat, yaitu rawai tetap, pancing tonda, dan sero tidak mengalami perubahan jumlah akibat pemberlakuan bunga bank. Sementara itu kenaikan upah anak buah kapal ABK sebesar 10 hanya akan mengurangi jenis alat payang, pukat cincin dan jaring klitik yang merupakan armada penangkapan yang cukup intensif menggunakan tenaga kerja. Bagan tanacap pada berbagai skenario bisa ditambah melalui pengaturan- pengaturan antara lain : mesh-size jaring, intensitas lampu, waktu dan daerah penangkapan supaya alat tangkap ini lebih ramah lingkungan. Sebagai implikasi dari berkurangnya armada penangkapan ikan, analisis prioritas kebijakan menunjukkan bahwa perikanan tangkap masih merupakan pilihan utama. Perikanan budidaya dan pengolahan hasil perikanan merupakan pilihan kedua dan ketiga. Hasil ini menunjukkan bahwa sub sektor perikanan tangkap merupakan andalan pembangunan perikanan di Sulawesi Selatan bagian Selatan sehingga harus dikelola secara baik dan bertanggung jawab. Jenis alat tangkap yang merupakan pilihan untuk dikembangkan lebih lanjut adalah : jaring insang hanyut dan bagan perahu.

6.2 Saran

Perlu dilakukan pengendalian upaya penangkapan di perairan Sulawesi Selatan bagian Selatan yang saat ini telah mengalami gejala overfishing. Alat tangkap payang, pukat cincin, dan jaring klitik merupakan alat tangkap yang harus dikendalikan dan dikurangi jumlahnya. Sebaliknya penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan dan umumnya tidak atau sedikit mengkonsumsi BBM, serta kecil penggunaan modal seperti jaring insang hanyut dan bagan perahu dapat ditingkatkan. Jika beberapa jenis alat tangkap harus dikurangi karena penerapan skenario tertentu, maka perlu pengkajian lebih lanjut tentang : 1 trade-off atau pengalihan dari alat tangkap yang sudah jenuh dengan alat tangkap lain yang masih bisa dikembangkan, termasuk pelatihan untuk nelayan; 2 modernisasi armada untuk menjangkau perairan lepas pantai; 3 relokasi usaha nelayan; 4 alternatif pemenuhan produksi ikan untuk konsumsi masyarakat; dan 5 lapangan kerja lain bagi nelayan yang harus meninggalkan profesi. Dampak negatif yang timbul, baik secara teknis, sosial, maupun lingkungan harus diantisipasi secara dini. Akselerasi kebijakan untuk mengurangi dampak kenaikan harga BBM, misalnya pengoperasian armada melalui sistem group, menghilangkan pungutan perikanan, subsidi bunga bank untuk perikanan tangkap, peningkatan mutu dan nilai tambah hasil perikanan yang mengikuti pola rantai dingin, lelang ikan yang lebih efisien agar harga yang diterima nelayan lebih tinggi, serta mengurangi biaya dan kendala pemasaran hasil perikanan. Bagi para pelaku bisnis penangkapan ikan sebetulnya masih terbuka peluang bisnis penangkapan ikan yaitu untuk armada penangkapan atau alat tangkap yang masih jumlahnya masih memungkinkan untuk ditambah. Model pengelolaan perikanan di wilayah padat tangkap dengan menggunakan pendekatan SUR perlu terus dikembangkan. Kaitannya dengan revitalisasi perikanan tangkap khususnya perikanan tuna maka diperlukan prinsip kehati-hatian dan langkah-langkah konservatif di bidang perikanan tuna. Usaha optimalisasi dan efisiensi produksi mutlak dilakukan yaitu berkaitan dengan upaya meningkatkan daya dukung sumberdaya ikan tuna, peningkatan teknologi kapal dan alat tangkap, peningkatan fasilitas dan teknologi penanganan dan pengolahan ikan serta perbaikan sistem distribusi dan pemasaran. Penelitian ini sangat relevan dengan revitalisasi perikanan tangkap karena berusaha menemukan model yang optimal untuk penangkapan ikan di perairan Sulawesi Selatan bagian Selatan. Melalui pengurangan sebagian jenis alat tangkap dan pengalihan ke jenis alat tangkap lainnya akan diperoleh struktur armada penangkapan yang optimal. Penangkapan ikan di perairan tersebut akan memberikan keuntungan yang layak bagi nelayan yang direkomendasikan untuk mengoperasikan jenis alat tertentu. Usaha penangkapan ikan didorong untuk lebih efisien, menguntungkan dan lestari di wilayah perairan Sulawesi Selatan bagian Selatan, dan secara bersamaan mendorong pemanfaatan sumberdaya ikan bermigrasi jauh termasuk tuna di perairan lepas pantai.