c
j
= biaya operasi alat tangkap j
FC
j t
= biaya tetap alat tangkap j pada tahun t
Estimasi
Y
j t ,
porsi bagi hasil nelayan adalah sebagai berikut :
Y
j t
= [ •
i
P
i t
. H
i j t
+ BC
j t
- c
j
] . SH
j
4
dimana : SH
j
= bagian atau persentase hasil nelayan Pendapatan Ï
jt
menurut persamaan 3 untuk tahun 2003 dihitung berdasarkan data primer yang diperoleh melalui wawancara responden. Sementara
pendapatan pada tahun-tahun sebelumnya diestimasi melalui pendeflasian pendapatan tahun 2003 dengan Indeks Harga Konsumen IHK Makassar pada setiap tahun.
Estimasi alat tangkap yang telah distandarisasi adalah sebagai berikut :
E
j t
=
P
j t
.
A
j t
5 =
U
j t
U
s t
.
A
j t
6
dimana : E
j t
= jumlah alat tangkap yang telah distandarisasi
P
j t
= indeks upaya penangkapan j pada tahun t
A
j t
= jumlah alat tangkap j pada tahun t
U
j t
= produktivitas alat tangkap j pada tahun t
U
s t
= produktivitas alat tangkap standar tahun t, dengan jaring lingkar sebagai alat tangkap standar
3.4.2 Analisis kebijakan prioritas pengembangan perikanan
Analisis kebijakan prioritas pengembangan perikanan bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai prioritas kebijakan di sektor kelautan dan
perikanan yang meliputi kebijakan di sub sektor perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan hasil perikanan serta usaha non perikanan guna pengembangan
usaha perikanan di wilayah padat tangkap. Hasil analisis ini berguna bagi para pengambil keputusan di sektor kelautan dan perikanan sesuai dengan daerah lokasi
penelitian. Hasil analisis ini digunakan untuk melengkapi analisis dinamika pengembangan perikanan yang dilakukan dengan model SUR.
Alat analisis yang digunakan adalah SWOT Strength, Weakness, Opportunity, Threat
dan AHP Analytical Hierarchy Process. Analisis SWOT merupakan analisis yang menggabungkan unsur internal yakni Stregth kekuatan
dan Weakness kelemahan serta unsur eksternal yakni Opportunities peluang dan Threats
ancaman. Penentuan komponen SWOT tersebut didasarkan atas pendapat pakar yang berkompeten.
Analisis SWOT selanjutnya digunakan pada AHP. AHP merupakan suatu proses yang memasukkan berbagai pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis,
yang bergantung pada imajinasi, pengalaman, dan pengetahuan untuk menyusun hirarki suatu masalah dan pada logika. Software yang digunakan dalam mengolah
data dengan metode AHP ini adalah expert choice. Berdasarkan kedua analisis tersebut tersusun suatu hirarki seperti pada
Gambar 14 . Hirarki tersebut dituangkan ke dalam kuesioner dan dilakukan
penilaian prioritas oleh responden dengan menggunakan skala Saaty seperti yang
terlihat pada Tabel 8.
Gambar 14. Hirarki Penentuan Kebijakan Pengembangan Perikanan di Wilayah Padat Tangkap
PENENTUAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN DI WILAYAH PADAT
TANGKAP
STRENGTHS WEAKNESSES
OPPORTUNITIES THREATS
a b
e f
g p
o n
l
PERIKANAN BUDIDAYA
USAHA NON- PERIKANAN
PENGOLAHAN PERIKANAN
m h
c
PERIKAN AN
d k
j i
Level 1 Fokus
Level 2 Komponen
SWOT Level 3
Faktor SWOT
Level 4 Alternatif
Kebijakan
Tabel 8. Skala Perbandingan Saaty
Intensitas Pentingnya
Definisi Keterangan
1 Atribut yang satu dengan yang
lainnya sama penting Dua aktivitas memberikan kontribusi
yang sama kepada tujuan 3
Atribut yang satu sedikit lebih penting agak kuat dari atribut
yang lainnya. Pengalaman dan selera sedikit
menyebabkan yang satu lebih disukai daripada yang lain
5 Sifat lebih pentingnya atribut
yang satu dengan lain kuat Pengalaman dan selera sangat
menyebabkan penilaian yang satu lebih dari yang lain, yang satu lebih disukai
dari yang lain.
7 Menunjukkan sifat sangat penting
satu atribut dengan atribut lain Aktivitas yang satu sangat disukai
dibandingkan dengan yang lain, dominasinya tampak dalam kenyataan
9 Satu atribut ekstrim penting dari
atribut lainnya Bukti bahwa antara yang satu lebih
disukai daripada yang lain menunjukkan kepastian tingkat tertinggi
yang dapat dicapai.
2, 4, 6, 8 Nilai tengah diantara dua
penilaian Diperlukan kesepakatan kompromi
Resiprokal Jika aktivitas i, dibandingkan
dengan j, mendapat nilai bukan nol, maka j jika dibandingkan
dengan i, mempunyai nilai kebalikannya
Asumsi yang masuk akal
Rasional Rasio yang timbul dari skala
Jika konsistensi perlu dipaksakan dengan mendapatkan sebanyak n nilai
angka untuk melengkapi matriks
3.5 Data dan Sumber Data
Untuk analisis dinamika perikanan dengan SUR, data yang diperlukan adalah yang berkaitan langsung dengan parameter bioekonomi. Data biologi dibatasi pada
hasil tangkapan ikan dan upaya penangkapan. Dengan demikian sampel atau contoh ikan sebagai parameter biologi tidak dianalisis. Data ekonomi difokuskan pada biaya
penangkapan ikan yang meliputi biaya operasional, biaya depresiasi, biaya tetap, dan upah anak buah kapal ABK, harga input, harga output, penerimaan nelayan, dan
keuntungan nelayan. Keuntungan nelayan dihitung dengan persamaan 7 berikut ini :
Π Π = TR – VC + FC 7
dimana : Π = keuntungan Rptahun
VC = biaya variabel Rptahun FC = biaya tetap Rptahun
Dalam hal ini biaya variabel meliputi biaya operasional, biaya depresiasi, dan upah untuk ABK. Selain itu juga diperlukan data tentang harga opportunitas untuk
alat dan kapal penangkapan ikan. Selain data yang langsung berkaitan dengan model analisis, juga diperlukan data dan informasi lainnya yang mendukung pembahasan
dan pendalaman masalah. Kebijakan pemerintah dalam bentuk hukum positif maupun aturan-aturan non-formal yang berkaitan dengan pemanfaatan dan
pengelolaan perikanan juga digunakan dalam analisis, khususnya dalam skenario dan simulasi pemanfaatan dan pengelolaan perikanan. Data dikumpulkan melalui
wawancara dengan kuesioner bioekonomi terstruktur. Metode penarikan contoh ditentukan berdasarkan sampling frame. Karena alat tangkap perikanan berbeda-beda
maka dilakukan penarikan contoh secara acak berlapis stratified random sampling. Juga dikumpulkan data sekunder dari instansi pemerintah dan non-pemerintah di
pusat maupun daerah. Penentuan sampel secara pasti tergantung pada jenis alat tangkap. Responden di tiap KabupatenKotamadya dikelompokkan berdasarkan
jenis alat tangkap. Jenis alat tangkap tersebut meliputi payang dan pukat pantai masing-masing sebanyak 9 responden, pukat cincin 14 responden, jaring insang
hanyut 7 responden, jaring lingkar 10 responden, jaring klitik 10 responden, jaring insang tetap 25 responden, bagan perahu 5 responden, bagan tancap 15
responden, rawai tetap 14 responden, pancing tonda 6 responden, sero 9 responden, bubu 6 responden atau total 139 responden. Secara rinci sebaran
responden berdasarkan alat tangkap terdapat pada Tabel 9.
Untuk analisis prioritas kebijakan perikanan, data dikumpulkan melalui wawancara dan pengisian kuesioner langsung oleh responden yang diambil secara
stratified random sampling yaitu teknik pengambilan contoh pada suatu populasi
yang terdiri atas beberapa kelompok secara acak. Jumlah responden analisis prioritas kebijakan pengembangan perikanan adalah 73 orang yang terdiri atas 5 kelompok
stakeholder sektor kelautan dan perikanan yaitu :
1 Pemerintah, sebanyak 30 orang terdiri atas Wakil Gubernur, Walikota,
Ketua Bappeda, Bupati dan Kadis Perikanan;
2 PenelitiPakar, sebanyak 11 orang terdiri atas Kepala Balai RPBAP dan
Lembaga Pengembangan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan LPPMHP, Kepala Pelabuhan Pendaratan Ikan PPI serta beberapa Dosen pada
Universitas negeri maupun Swasta;
3 Tokoh Masyarakat, sebanyak 8 orang terdiri atas anggota DPRD Tingkat I
dan II terutama Komisi IV yang membidangi sektor kelautan dan perikanan;
4 Organisasi Nelayan Lembaga Swadaya Masyarakat LSM, sebanyak 15
orang terdiri atas Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia HNSI dan beberapa LSM yang berhubungan langsung dengan masyarakat khususnya
nelayan;
5 Pengusaha, sebanyak 9 orang terdiri atas beberapa pengusaha yang bergerak
di sektor kelautan dan perikanan maupun di sektor terkait.
Tabel 9. Jumlah Sampel per Alat Tangkap di Propinsi Sulawesi Selatan, 2004
KabupatenKota No
Alat Tangkap Makassar Takalar Jeneponto Bantaeng Bulukumba Sinjai Selayar
Total
1 Payang 3
3 3
9 2 Pukat Pantai
3 3
3 9
3 Pukat Cincin 3
5 3
3 14
4 Jaring Insang Hanyut 3
3 1
7 5 Jaring Lingkar
1 3
3 3
10 6 Jaring Klitik
4 3
3 10
7 Jaring Insang Tetap 5
3 3
3 4
3 4
25 8 Bagan Perahu
2 3
5 9 Bagan Tancap
3 3
3 3
3 15
10 Rawai Tetap 1
3 3
3 4
14 11 Pancing Tonda
3 3
6 12 Sero
3 3
3 9
13 Bubu 3
3 6
Total 20
21 18
18 22
20 20
139
4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Potensi Sumberdaya Perikanan Wilayah perairan Provinsi Sulawesi Selatan merupakan bagian dari Wilayah
Pengelolaan Perikanan WPP Laut Flores dan Selat Makassar WPP-4 dengan posisi geografis kurang lebih 2
o
– 7
o
LS dan 115
o
– 123
o
BT. Berdasarkan hasil pengkajian stok ikan di perairan Indonesia yang
dilaksanakan oleh Badan Riset Kelautan dan Perikanan, DKP Departemen Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI
tahun 2001 diperoleh data bahwa pada WPP-4 tersebut memiliki total potensi sumberdaya ikan sebesar 929,72 ribu tontahun, dengan produksi mencapai 655,45
ribu tontahun sehingga tingkat pemanfaatannya mencapai 70,50. Berdasarkan data tersebut secara umum masih terdapat peluang pemanfaatan
sumberdaya ikan di WPP-4, namun demikian untuk komoditas cumi-cumi, udang penaid, dan ikan demersal di WPP tersebut sudah terindikasi tangkap lebih. Pada
Tabel 10 diperlihatkan potensi lestari dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di
WPP-4 dan WPP lainnya di perairan Indonesia.
4.2 Keragaan Pembangunan Perikanan Tangkap Pada Tahun 2002, realisasi Pendapatan Asli Daerah PAD Provinsi Sulawesi
Selatan dari sektor perikanan mencapai Rp 1.206.245.931,- yang bersumber dari retribusi penjualan produksi usaha Daerah, retribusi pemakaian kekayaan Daerah,
retribusi pelayanan jasa ketatausahaan, serta dana bergulir Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan, 2002.
Konsumsi ikan perkapita di provinsi Sulawesi Selatan dalam Tahun 2002 mencapai 44,4 kgkapitatahun, sedangkan pada tahun 2001 tercatat 44,2
kgkapitatahun sehingga terjadi peningkatan sebesar 4,5. Memperhatikan tingkat konsumsi ikan yang telah dicapai, jika dibandingkan dengan konsumsi ikan nasional
maka secara keseluruhan konsumsi ikan di daerah ini relatif besar meskipun tidak