yang cocok untuk membantu membuat keputusan yang rasional pada beberapa tingkat keputusan Manetsch and Park, 1976. Tahapan kerja pendekatan sistem
dapat dilihat pada Gambar 7.
K e b u tu h a n D a s a r
A n a ls is K e b u tu h a n
a b s a h ? le n g k a p ?
P e rn ya ta a n k e b u tu h a n
F o rm u la s i p e rm a s a la h a n
c u k u p ?
Id e n tifik a s i S is te m D ia g ra m L in g k a r
D ia g ra m K o ta k G e la p
L e n g k a p ?
IN P U T -O U T P U T p a ra m e te r ra n c a n g
b a n g u n R e k a ya s a A w a l M o d e l
O K ?
D ia g ra m A lir D e s k rip tif
Tidak Ya
Tidak Ya
Tidak Ya
Tid
ak
Ya
Gambar 7. Tahap Analisis Sistem
2.6.3 Analisis kebutuhan
Analisis kebutuhan merupakan tahapan yang penting dalam pendekatan sistem karena sistem yang dirancang dalam operasionalisasinya harus mampu
memenuhi kebutuhan setiap aktor yang terlibat dan terkait dalam pembangunan sistem pengelolaan perikanan di suatu wilayah. Berdasarkan penelaahan kondisi
empiris, studi literatur, dan batasan permasalahan maka telah diidentifikasi beberapa aktor utama yang terlibat dalam sistem pengelolaan perikanan di daerah padat
tangkap yaitu : 1 nelayan; 2 Pemerintah Pusat dan Daerah; 3 Konsumen; dan 4 Lembaga Keuangan perbankan
Kebutuhan dari masing-masing aktor tersebut adalah sebagai berikut : 1 Nelayan tradisional dan perusahaan skala besar :
• hasil tangkapan produksi meningkat • pendapatan dan kesejahteraan meningkat
• sarana penangkapan ikan memadai • teknologi penangkapan yang dapat dikuasaidikerjakan
• usaha berkembang kepastianjaminan pasar 2 Pemerintah Pusat dan Daerah :
• sumberdaya ikan dan lingkungan perairan lestari • devisa ekspor hasil perikanan meningkat
• pendapatan dan kesejahteraan nelayan meningkat • pemanfaatan sumberdaya ikan optimal
• pungutanPAD meningkat • penyerapan tenaga kerja meningkat
3 Konsumen masyarakat : • kebutuhan ikan terpenuhi dalam jumlah dan waktu yang tepat
• harga ikan yang pantas • mutu ikan yang baik
4 Lembaga Keuangan atau perbankan : • jumlah nasabah meningkat
• transaksi keuangan meningkat
2.6.4 Formulasi permasalahan Permasalahan yang sering muncul dalam pengelolaan perikanan adalah
ketidakseimbangan dalam pemenuhan tujuan yang ingin dicapai oleh masing- masing aktor yang terlibat. Pengelolaan perikanan melibatkan berbagai
komponen yang terkait satu sama lain. Keterkaitan ini ditunjukkan oleh adanya interaksi antar respon yang terjadi setiap aktor untuk memenuhi
kebutuhan baik yang bersifat saling mendukung ataupun bersifat saling melemahkan. Keberhasilan pembangunan perikanan dalam suatu wilayah
sangat ditentukan oleh harmonisasi tingkat kepentingan setiap aktor yang terlibat.
Berdasarkan analisis kebutuhan dari masing-masing aktor teridentifikasi kebutuhan yang bersifat kontradiktif konflik baik antar aktor ataupun antar tujuan.
Sebagai contoh, kebutuhan nelayan untuk selalu meningkatkan hasil penangkapan ikan dengan cara meningkatkan effort atau upaya penangkapan menjadi terkendala
oleh kebijakan pemerintah tentang konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya atau oleh kebijakan penangkapan yang ramah lingkungan environment-friendly,
meskipun dalam jangka panjang kebijakan pemerintah tersebut bertujuan untuk melindungi kepentingan nelayan juga. Perilaku para nelayan besar maupun kecil
yang selalu memaksimalkan rent economic atau nilai keuntungan jangka pendek adalah bertolak belakang dengan perilaku pemerintah yang orientasi keuntungannya
lebih bersifat jangka panjang. Upaya untuk meningkatkan produksi ikan, penyerapan tenaga kerja serta pendapatan nelayan terbatasi oleh kemampuan dukungan stok
sumberdaya ikan. Sementara itu isu otonomi daerah yang semakin mengemuka telah memacu Pemerintah Daerah untuk meningkatkan PAD, termasuk PAD yang berasal
dari pemanfaatan sumberdaya perikanan. Besar kecilnya kontribusi ekonomi dari kegiatan perikanan akan mempengaruhi laju pembangunan sektor kelautan dan
perikanan, termasuk pembangunan sarana dan prasarana perikanan.
2.6.5 Identifikasi sistem
Untuk melihat secara skematis sistem pengelolaan perikanan dalam suatu wilayah secara global maka dibentuk suatu diagram lingkar sebab-akibat causal-loop
diagram seperti diperlihatkan pada Gambar 8. Pembentukan Causal-loop diagram
merupakan salah satu tahapan dalam konseptualisasi model yang bermanfaat untuk menunjukkan prediksi dan hipotesis tentang dinamika dan perilaku sistem yang
dirancang.
Stok Sumber Daya Ikan
Populasi Nelayan Upaya
Penangkapan effort
Produksi Perikanan
Eksploitasi s.d. pesisirlaut
Kebutuhan Pendapatan
Pendapatan Nelayan
Kerusakan lingkungan
perairanlaut Permintaan Ikan
Kualitas Hasil Tangkapan
Kredit Perbankan SaranaPrasarana
Perikanan
+
- +
+
+ +
+
+ +
+ +
+ +
-
- -
+
Kontribusi Pendapatan
Pemerintah
+ +
Gambar 8. Causal-loop Diagram
Berdasarkan causal-loop diagram tersebut teridentifikasi 3 tiga diagram lingkar utama yaitu : 1 populasi meningkat menyebabkan upaya penangkapan, produksi
ikan, dan pendapatan juga meningkat dan berdampak positif terhadap penambahan populasi; 2 peningkatan populasi dan upaya penangkapan menyebabkan stok ikan
berkurang, pendapatan menjadi berkurang dan berpengaruh negatif kepada penambahan populasi; 3 besarnya stok ikan menyebabkan daya tarik untuk
melakukan upaya penangkapan sehingga produksi ikan dan pendapatan dapat meningkat serta eksploitasi terhadap sumberdaya pesisir lain menjadi berkurang,
akibatnya kelestarian lingkungan terjaga yang berpengaruh positif kepada penambahan stok ikan. Diagram lingkar 1 merupakan suatu positive feedback yang
bersifat membangun, berbeda dengan diagram lingkar 2 dan 3 yang merupakan negative feedback
yang bersifat mengontrol. Realitas yang terjadi di alam adalah positive feedback
selalu diimbangi oleh negative feedback sehingga tercapai keseimbangan atau harmonisasi.
Penetapan sistem perikanan di wilayah padat tangkap sebagai suatu sistem tertutup memberikan fasilitas adanya mekanisme pengendalian kontrol terhadap
timbulnya suatu output sistem yang tidak dikehendaki. Berdasarkan konseptualisasi sistem dalam bentuk causal-loop diagram dan kaitannya dengan tujuan dari
perancangan sistem maka identifikasi sistem dapat divisualisasikan dalam bentuk diagram input-output yang menggambarkan masukan input dan keluaran output
serta kontrol dari sistem Gambar 9.
SISTEM MANAJEMEN PENGELOLAAN
PERIKANAN TANGKAP
INPUT LINGKUNGAN • PeraturanKebijakan Pemerintah
• WTO, GATT, AFTA, NAFTA, dll
• Preferensi Konsumen
INPUT TAK TERKENDALI
• Kondisi fisikbiologi Lingkungan Perairan
• Harga ikan
•
Dinamika
sumberdaya ikan
INPUT TERKENDALI
• Upaya penangkapan effort • Sarana dan prasarana perikanan
• Mutu hasil perikanan • Produksi
OUTPUT DIKEHENDAKI
• Produksi ikan meningkat • Kelestarian SDI terjaga
• Pendapatankesejahteraan nelayan meningkat
• Pendapatan daerah naik • Penyerapan tenaga kerja naik
OUTPUT TAK DIKEHENDAKI
• Penurunan stok ikan • Kerusakan lingkungan dan
sumberdaya pesisirlautan • Kerugian usaha penangkapan
MANAJEMEN PENGENDALIAN
Gambar 9. Diagram Input-Output
2.6.6 Pemodelan
Pemodelan modelling adalah suatu teknik untuk membantu konseptualisasi dan pengukuran dari suatu sistem yang kompleks, atau untuk memprediksi
konsekuensi response dari sistem terhadap tindakan manusia. Hasil dari pemodelan disebut sebagai model.
Model adalah abstraksi dan penyederhanaan dari sistem yang sebenarnya. Model merupakan alat untuk memprediksi perilaku dari suatu entitas yang kompleks
dan sedikit dipahami atas dasar perilaku dari bagian-bagian yang telah diketahui dengan baik. Model tidak pernah terdiri dari semua aspek realitas atau sistem
sebenarnya, melainkan hanya karakteristik yang esensial sesuai dengan konteks pemecahan masalah yang hendak dilakukan Hall and Day, 1977.
Penggunaan model akan sangat bermanfaat jika diterapkan pada suatu sistem yang rumit. Pengelolaan perikanan di wilayah padat tangkap melibatkan banyak
faktor yang saling terkait, sehingga penggunaan model dalam sistem ini akan banyak membantu. Dalam Kaitannya dengan rekayasa model pengelolaan perikanan dengan
menggunakan pendekataan sistem, kedudukan model adalah sebagai informasi dasar untuk menunjang proses pengambilan keputusan secara tepat.
Model harus merupakan gambaran yang sahih dari sistem yang nyata, realistik, dan informatif. Model yang tidak sahih akan memberikan hasil simulasi
yang menyimpang dari kenyataan sehingga akan memberikan informasi yang tidak tepat.
Dalam analisa sistem, pada hakekatnya pusat perhatian tertuju pada model simbolik model matematik sebagai perwakilan dari realitas yang dikaji. Format
Model dapat berupa angka, simbol, dan rumus. Model lain yang biasa digunakan adalah model analog model diagramatik seperti kurva permintaan, kurva distribusi
frekuansi, dan diagram alir; serta model ikonik model fisik seperti foto, peta, dan lain-lain Eriyatno, 1998.
Selanjutnya menurut Eriyatno 1998 tahapan dari pemodelan adalah :
1 Tahap seleksi Konsep, yaitu melakukan alternatif-alternatif dari hasil
tahap evaluasi kelayakan. Seleksi dilakukan untuk menentukan
alternatif-alternatif mana yang bermanfaat dan bernilai cukup untuk dilakukan permodelan abstraksi dan juga sebagai pertimbangan biaya
dan penampakaan dari sitem yang dihasilakan.
2 Tahap Rekayasa Model, dimulai dari menetapkan jenis model abstraksi yang akan diterapkan sesuai dengan tujuan dan karakteristik sistem. Kegiatan lain
yang termasuk dalam tahap ini adalah penelaahan yang teliti dengan asumsi model, konsistensi internal pada struktur model, data input untuk pendugaan
parameter, hubungan fungsional antar peubah kondisi aktual, dan memperbandingkan model dengan kondisi aktual sejauh mungkin. Hasil dari
tahap ini adalah deskripsi dari model abstrak yang telah melalui uji permulaan atas validitasnya.
3 Tahap Implementasi Komputer, pada tahap ini model abstrak diwujudkan dalam berbagai bentuk persamaan, diagram alir, dan diagram blok dengan
menggunakan bahasa programkomputer. 4 Implementasi Model. Setelah program komputer dibuat maka dilakukan tahap
pembuktian vertifikasi bahwa model komputer tersebut mampu melakukan simulasi dari model abstrak yang dikaji.
5 Tahap Validasi, adalah usaha untuk menyimpulkan apakah model sistem tersebut merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji dimana
dapat dihasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Validasi adalah suatu proses iteratif yang berupa pengujian berturut-turut sebagai penyempurnaan model
komputer. Uji statistik misalnya perhitungan koefisien determinasi, pengujian hipotesis, dan lain-lain juga dapat dilakukan pada tahap ini. Suatu
model mungkin telah mencapai status validasi absah walaupun masih menghasilkan kekurangbenaran output. Suatu model adalah absah karena
konsistennya, dimana hasilnya tidak bervariasi lagi. 6 Tahap Analisis Sensitivitas, tujuan utama pada analisis ini adalah untuk
menentukan peubah keputusan mana yang cukup penting untuk ditelaah lebih lanjut pada aplikasi model. Analisis ini mampu menghilangkan faktor yang
kurang penting sehingga pemusataan tadi lebih dapat ditekankan pada peubah
keputusan kunci serta menaikkan efisiensi dari proses pengambilan keputusan.
7 Tahap Analisis Stabilitas, dalam sistem dinamik sering ditemukan prilaku tidak stabil yang destruktif untuk nilai beberapa nilai parameter sistem.
Perilaku tidak stabil ini dapat berupa fluktuasi random yang tidak mempunyai pola ataupun nilai output yang eksplosif sehingga besarnya tidak realistis lagi.
Analisis stabilitas dapat menggunakan teknik analisis berdasarkan teori stabilitas, atau menggunakan simulasi secara berulang kali untuk mempelajari
batasan stabilitas sistem. Tingkat stabilitas tersebut sering ditentukan adanya time-lag
, dan fungsi ordo tinggi terhadap waktu untuk mendeteksi perubahan dinamik.
8 Aplikasi Model, dalam tahap ini model dioperasikan untuk mempelajari secara mendetail kebijakan yang dipermasalahkan. Hasil dari permodelan abstraksi
ini adalah gugusan mendetail dari spesifikasi manajemen. Informasi yang timbul setelah proses ini dapat merupakan indikasi akan kebutuhan untuk
pengulangan kembali proses analisis sistem dan permodelan sistem. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa pendekatan sistem dalam lingkungan dinamik
adalah suatu proses yang berkesinambungan, mencakup penyesuaian dan adaptasi melalui lintasan waktu. Secara skematis tahap-tahap pemodelan
sistem diuraikan pada Gambar 10.
K o n e s p - k o n s e p y a n g la y a k S e le k s i K o n s e p
T e r b a ik K o n s e p P ilih a n
P e r m o d e la n d a r i k o n s e p L e n g k a p ?
I m p le m e n t a s i K o m p u t e r R e a lis t ik ?
M o d e l K o m p u t e r V a lid a s i
D it e r im a ? M o d e l y a n g d p t d ig u n a k a n
A n a lis is s e n s it iv it a s L e n g k a p ?
P a r a m e t e r d a n in p u t t e r k o n t r o l y g s e n s it if
A B
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
A n a lis is S ta b ilita s L e n g k a p ?
K o n d is i u n tu k s ta b ilita s A p lik a s i M o d e l
T e r b a ik ? S p e s ifik a s i k e b ija k a n
y a n g b a ik te rb a ik A
B
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya Tidak
Ya
Tidak Ya
Tidak
Gambar 10. Diagram Proses Pemodelan
2.7 SUR Seemingly Unrelated Regression
SUR merupakan model analisis yang berguna untuk mengetahui hubungan variabel yang seolah-olah tidak berkaitan satu sama lain. Menurut Maddala 1977
Model SUR cocok diaplikasikan pada jumlah persamaan yang tidak terlalu banyak, rentang waktunya time series panjang, serta slope dan koefisien dari persamaan
tidak bersifat sistematik atau memiliki pola khusus. Tahapan pemodelan dengan SUR yaitu mula-mula model diestimasi
menggunakan Ordinary Least Square OLS, selanjutnya estimasi residual digunakan untuk mengestimasi kovarians. Setelah itu dilakukan estimasi ulang semua persamaan
secara bersama-sama menggunakan Generalized Least Square GLS. Untuk mendapat nilai optimal, dalam hal ini keuntungan yang optimal dari
upaya penangkapan ikan di suatu perairan, bisa menggunakan metode linear programming
. Fungsi tujuan merupakan maksimisasi total keuntungan dari berbagai jenis alat tangkap yang digunakan. Faktor pembatasnya adalah maksimum
keuntungan yang bisa dicapai oleh tiap alat. Keuntungan merupakan nilai hasil tangkapan dikurangi semua biaya operasi. Analisa sensitivitas bisa dilakukan dengan
model Simplex Tableau dimana terjadi perubahan ketersediaan alat tangkap, koefisien fungsi tujuan, dan penggunaan alat tangkap Taha, 1990; Hazell dan Norton, 1986.
Linear programming memerlukan koefisien yang sudah diketahui untuk
fungsi tujuan. Disamping itu juga harus sudah diketahui besarnya keuntungan maksimal yang bisa dicapai oleh tiap jenis alat tangkap. Salah satu kelemahan linear
programming adalah tidak bisa diketahui elastisitas dari variabel yang digunakan.
Dalam linear programming semua koefisien dianggap tetap, tidak ada istilah berbeda nyata secara statistik seperti pada regresi.
2.8 Proses Hirarki Analitik Analytical Hierarchy Process
Proses Hirarki Analitik AHP adalah suatu metode yang sederhana, fleksibel dan luwes. Suatu masalah dipandang sebagai suatu kerangka yang terorganisir tetapi
kompleks yang memungkinkan adanya interaksi dan saling ketergantungan antar faktor, namun semuanya dapat dipecahkan dalam suatu pola pemikiran yang
sederhana. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan hirarki fungsional dengan input utamanya berupa persepsi. Proses hirarki analitik ini memasukkan
berbagai pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis, yang bergantung pada imajinasi, pengalaman, dan pengetahuan untuk menyusun hirarki suatu masalah dan
pada logika, intuisi dan pengetahuan untuk memberikan pertimbangan. Proses hirarki analitik yang dikembangkan oleh Saaty 1991 ini dapat digunakan untuk
memecahkan masalah yang kompleks tak berstruktur ke dalam bagian-bagian komponennya. Menurut Saaty 1991, ada tiga prinsip dasar dalam AHP, yakni
sebagai berikut: 1 Memecah-mecah suatu masalah ke dalam suatu hirarki.
2 Menetapkan suatu prioritas yaitu dengan menentukan peringkat elemen- elemen menurut relatif kepentingannya.
3 Menjamin bahwa semua elemen yang dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten dengan suatu kriteria yang logis.
Jadi AHP ini mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang terdiri dari berbagai kriteria berdasarkan perbandingan preferensi dari setiap elemen
di dalam struktur hirarki pairwise comparison. Adapun langkah-langkah dalam PHA ini meliputi :
1 Merumuskan suatu permasalahan dan tujuan yang akan dicapai. 2 Menyusun struktur permasalahan secara hirarki.
3 Membuat suatu matriks perbandingan berpasangan dari setiap elemen yang menggambarkan kontribusi relatif terhadap tujuan atau kriteria setingkat di
atasnya. Dasar perbandingannnya adalah tingkat kepentingan menurut penilaiannya atau judgement dari pengambil keputusan.
4 Melakukan perbandingan berpasangan. 5 Melakukan perhitungan nilai eigen fan menguji konsistensinya melalui suatu
rasio. 6 Menghitung vector eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan.
7 Melakukan evaluasi terhadap konsistensi dari seluruh hirarki melalui suatu rasio. Nilai rasio konsistensi haruis 10 persen atau kurang, bila melebihi,
maka penilaian informal harus diperbaiki, baik dengan merevisi pertanyaan atau dengan mengulang proses. Konsistensi ini diperlukan dalam menetapkan
prioritas untuk menjamin hasil keputusan yang diambil. AHP digunakan untuk menurunkan skala rasio dari beberapa perbandingan
berpasangan yang bersifat diskrit maupun kontinyu. Perbandingan berpasangan tersebut dapat diperoleh melalui pengukuran aktual maupun relatif dari derajat
kesukaan atau kepentingan atau perasaan. Dengan demikian, metode ini sangat berguna untuk membantu mendapatkan skala rasio dari hal-hal yang semula sulit
diukur seperti pendapat, perasaan, perilaku dan kepercayaan.
2.9 Analisis SWOT
Analisis SWOT merupakan identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan berbagai strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang
dapat memaksimalkan kekuatan Strengths dan peluang Opportunities, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan Weakness dan ancaman
Threats. Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan Rangkuti, 2004.
Oleh karena itu, perencanaan strategis harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan dalam kondisi saat ini.
Penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus
dipertimbangkan dalam analisis SWOT. Faktor internal mencakup kekuatan dan kelemahan sedangkan faktor eksternal mencakup peluang dan ancaman. Analisis
SWOT membandingkan antara kedua faktor tersebut.
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan melalui tahap-tahap : persiapan dan pengumpulan data pada bulan September 2003 sampai dengan Desember 2004, dilanjutkan dengan
pengolahananalisis data sampai dengan bulan Desember 2005. Secara administratif, wilayah penelitian merupakan bagian Provinsi Sulawesi
Selatan yaitu terletak diantara 0
o
12’ – 8
o
LS dan diantara 116
o
48’ – 122
o
36’ BT dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
• Sebelah Utara : Propinsi Sulawesi Tengah • Sebelah Timur : Teluk Bone dan Propinsi Sulawesi Tenggara
• Sebelah Selatan : Laut Flores • Sebelah Barat : Selat Makassar
Provinsi Sulawesi Selatan terletak di Pulau Sulawesi dengan luas wilayah adalah 62.482,54 Km
2
, secara administratif pemerintahan terbagi menjadi 22 Kabupaten dan 2 Kota yang terdiri dari 252 Kecamatan dan 2.644 DesaKelurahan.
Panjang garis pantai provinsi Sulawesi Selatan mencapai 3.203 Km. Penelitian dilakukan di beberapa daerah Kabupaten atau Kota di perairan
Sulawesi Selatan bagian Selatan yang meliputi daerah padat nelayan atau kegiatan perikanannya maupun daerah yang sedikit nelayan atau rendah kegiatan
perikanannya. KabupatenKota tempat dilakukannya penelitian antara lain : Kota Makassar, Kabupaten Takalar, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Sinjai, Kabupaten
Bulukumba, Kabupaten Jeneponto, dan Kabupaten Selayar. Perairan di wilayah penelitian merupakan bagian dari Wilayah Pengelolaan Perikanan WPP Selat
Makassar dan Laut Flores BRKP dan LIPI, 2001. Pada Gambar 11 diperlihatkan
peta Republik Indonesia yang dibagi berdasarkan wilayah pengelolaan perikanan
WPP. Gambar 12 memperlihatkan tujuh KabupatenKota di Sulawesi Selatan
bagian Selatan tempat dilaksankan penelitian.