Keuntungan Nelayan Berdasarkan Jenis Alat Tangkap

5.4 Perubahan Struktur Armada Perikanan Pada kondisi normal, yaitu pada tahun 2003, jumlah alat tangkap yang beroperasi di perairan Sulawesi Selatan bagian Selatan terdiri dari payang sebanyak 723 unit, pukat pantai 756 unit, pukat cincin 1.282 unit, jaring insang hanyut 2.200 unit, jaring lingkar 253 unit, jaring klitik 1.350 unit, jaring insang tetap 2.269 unit, bagan perahu 411 unit, bagan tancap 665 unit, rawai tetap 2.398 unit, pancing tonda 341 unit, sero 436 unit, dan bubu 615 unit Tabel 19. Dengan analisis SUR tampak bahwa perairan ini sebenarnya sudah mengalami kondisi overfishing yang ditunjukkan oleh berkurangnya hampir semua alat tangkap, kecuali bagan tancap, agar jumlah alat tangkap yang beroperasi menjadi optimal. Jumlah pengurangan beberapa alat tangkap tersebut yaitu : payang sebanyak 25 unit, pukat pantai 3 unit, jaring insang hanyut 4 unit, jaring lingkar dan jaring insang tetap masing-masing 2 unit. Rawai tetap, pancing tonda, dan sero masing-masing berkurang 1 unit, dan bubu 4 unit. Jaring klitik harus dikurangi semuanya yang menunjukkan bahwa sumberdaya udang dan kepiting di perairan ini tidak boleh lagi dieksploitasi. Secara umum alat-alat tangkap tersebut harus dikurangi jumlahnya karena sumberdaya perikanan di perairan Sulawesi Selatan bagian Selatan sudah tidak mampu mendukung usaha penangkapan. Bagan tancap masih bisa bertambah hingga 100 karena alat ini dioperasikan secara statis dan terbatas di sekitar perairan pantai. Tabel 19. Struktur Optimal per Jenis Alat Tangkap pada Kondisi Normal, 2003 unit Alat Tangkap Jumlah Awal Perubahan Jumlah Optimal Payang 723 -25 698 Pukat Pantai 756 -3 753 Pukat Cincin 1.282 -35 1.247 J. Insang Hanyut 2.200 -4 2.196 J. Lingkar 253 -2 251 J. Klitik 1.350 -1.350 J. Insang Tetap 2.269 -2 2.267 Bagan Perahu 411 -11 400 Bagan Tancap 665 665 1.330 Rawai Tetap 2.398 -1 2.397 Pancing Tonda 341 -1 340 Sero 436 -1 435 Bubu 615 -4 611 Bagan tancap dapat direkomendasikan untuk ditambah karena dengan beberapa syarat yaitu : 1 pengaturan ukuran mesh-size jaring agar ikan-ikan keciljuvenil dapat meloloskan diri; 2 pengaturan intensitas lampu yang tidak dibatasi; 3 waktu penangkapan diatur yaitu pada saat ikan tidak memijah; dan 4 diatur tata ruangdaerah penangkapan agar tidak mengganggu jalur pelayaran dan jalur ruaya ikan juvenil. Berdasarkan pengamatan langsung terhadap pengoperasian bagan tancap di lokasi penelitian nampak bahwa di perairan Sulawesi Selatan bagian Selatan masih aman karena selain dioperasikan secara sederhana, juga menggunakan lampu petromax sebagai alat bantu penerangan.

5.4.1 Perubahan struktur armada perikanan akibat kenaikan harga BBM

Setelah pemerintah mengintroduksi kebijakan kenaikan harga BBM solar menjadi Rp 4.300 per liter, struktur alat tangkap yang beroperasi menjadi berubah. Alat tangkap yang berkurang adalah payang sebanyak 10 unit, pukat cincin 17 unit, dan jaring klitik 1.350 unit Tabel 20. Payang dan pukat cincin berkurang jumlahnya karena kedua alat tersebut dalam operasinya memerlukan jumlah BBM yang relatif lebih banyak. Kenaikan harga BBM akan mendorong para pemilik payang dan pukat cincin untuk melakukan rasionalisasi. Jaring klitik harus dikurangi, artinya penangkapan udang dan kepiting di perairan ini tidak lagi diijinkan. Sementara itu jaring insang tetap dan pancing tonda tidak berubah jumlahnya disebabkan jumlah armada yang ada masih memadai untuk beroperasi. Pukat pantai, jaring insang hanyut, jaring lingkar masing-masing bertambah 1 unit, 6 unit, dan 1 unit yang dalam hal ini bisa menggantikan alat tangkap lainnya yang berkurang. Disamping itu bagan perahu bertambah 17 unit, rawai tetap 2 unit, sero dan bubu masing-masing 3 unit. Alat-alat tangkap tersebut relatif bisa bertambah karena sangat sedikit memerlukan BBM dan berespon terhadap alat-alat tangkap yang berkurang. Bagan tancap juga bisa bertambah 100 karena sama sekali tidak memerlukan BBM solar. Tabel 20. Struktur Optimal per Jenis Alat Tangkap pada Harga BBM Rp 4.300 unit Alat Jumlah Awal Perubahan Jumlah Optimal Payang 723 -10 713 Pukat Pantai 756 1 757 Pukat Cincin 1.282 -17 1.265 J. Insang Hanyut 2.200 6 2.206 J. Lingkar 253 1 254 J. Klitik 1.350 -1.350 J. Insang Tetap 2.269 2.269 Bagan Perahu 411 17 428 Bagan Tancap 665 665 1.330 Rawai Tetap 2.398 2 2.400 Pancing Tonda 341 341 Sero 436 3 439 Bubu 615 3 618 Dengan bertambah mahalnya harga BBM menjadi Rp 6.000 per liter, struktur alat yang berubah hampir sama dengan kenaikan BBM menjadi Rp 4.300 untuk semua jenis kecuali payang. Pada skenario harga BBM Rp 4.300 per liter jumlah payang berkurang 10 unit, sedang pada skenario harga BBM Rp 6.000 berkurang 11 unit Tabel 21. Peningkatan harga yang relatif tinggi menyebabkan payang yang beroperasi berkurang lebih banyak lagi. Tabel 21. Struktur Optimal per Jenis Alat Tangkap pada Harga BBM Rp 6.000 unit Alat Tangkap Jumlah Awal Perubahan Jumlah Optimal Payang 723 -11 712 Pukat Pantai 756 1 757 Pukat Cincin 1.282 -17 1.265 J. Insang Hanyut 2.200 6 2.206 J. Lingkar 253 1 254 J. Klitik 1.350 -1.350 J. Insang Tetap 2.269 2.269 Bagan Perahu 411 17 428 Bagan Tancap 665 665 1.330 Rawai Tetap 2.398 2 2.400 Pancing Tonda 341 341 Sero 436 3 439 Bubu 615 3 618 Peningkatan harga BBM yang secara resmi sebesar Rp 6.000 per liter, pada kenyataannya di tingkat eceran mencapai Rp 6.300 per liter. Pada skenario harga BBM Rp 6.300 per liter, jumlah payang yang beroperasi berkurang 10 unit Tabel 22 . Di sini terjadi pergeseran perubahan dimana jumlah bagan perahu hanya bertambah 16 unit sedangkan pada skenario sebelumnya harga BBM Rp 6.000liter bertambah 17 unit. Tabel 22. Struktur Optimal per Jenis Alat Tangkap pada Harga BBM Rp 6.300 unit Alat Tangkap Jumlah Awal Perubahan Jumlah Optimal Payang 723 -10 713 Pukat Pantai 756 1 757 Pukat Cincin 1.282 -17 1.265 J. Insang Hanyut 2.200 6 2.206 J. Lingkar 253 1 254 J. Klitik 1.350 -1.350 J. Insang Tetap 2.269 2.269 Bagan Perahu 411 16 427 Bagan Tancap 665 665 1.330 Rawai Tetap 2.398 2 2.400 Pancing Tonda 341 341 Sero 436 3 439 Bubu 615 3 618

5.4.2 Perubahan struktur armada perikanan akibat kenaikan harga ikan

Peningkatan harga ikan sebesar 20 dari kondisi normal mendorong peningkatan pendapatan. Hal ini terlihat dari semakin sedikitnya alat tangkap yang berkurang dibanding kondisi normal, yaitu payang berkurang 13 unit, pukat cincin 15 unit, dan jaring klitik 1.350 unit Tabel 23. Kenaikan harga ikan sebesar 20 belum bisa mempertahankan jumlah alat-alat tersebut, bahkan jaring klitik harus dikurangi semuanya. Beberapa alat tidak berubah jumlahnya, yaitu rawai tetap, pancing tonda, dan sero. Sementara itu pukat pantai, jaring insang hanyut, jaring lingkar, jaring insang tetap, bagan perahu, dan bagan tancap masing-masing bertambah 3 unit, 6 unit, 1 unit, 10 unit, 665 unit, dan 2 unit. Hal ini menunjukkan bahwa pemilik alat- alat tersebut mampu memanfaatkan momentum kenaikan harga ikan sebesar 20 untuk menambah armada. Tabel 23. Struktur Optimal per Jenis Alat Tangkap pada Harga Ikan Naik 20 unit Alat Tangkap Jumlah Awal Perubahan Jumlah Optimal Payang 723 -13 710 Pukat Pantai 756 3 759 Pukat Cincin 1.282 -15 1.267 J. Insang Hanyut 2.200 6 2.206 J. Lingkar 253 1 254 J. Klitik 1.350 -1.350 J. Insang Tetap 2.269 1 2.270 Bagan Perahu 411 10 421 Bagan Tancap 665 665 1.330 Rawai Tetap 2.398 2.398 Pancing Tonda 341 341 Sero 436 436 Bubu 615 2 617 Jika harga ikan naik sebesar 30 dibanding kondisi normal, perubahan yang terjadi hampir sama dengan kenaikan harga ikan sebesar 20. Pada kenaikan harga ikan 30 jumlah pukat cincin yang berkurang sebanyak 14 unit Tabel 24, yang berarti satu unit lebih rendah dari kenaikan harga ikan sebesar 20. Semakin tingginya harga ikan bisa menutupi biaya operasi pukat cincin yang memang relatif mahal. Tabel 24. Struktur Optimal per Jenis Alat Tangkap pada Harga Ikan Naik 30 unit Alat Tangkap Jumlah Awal Perubahan Jumlah Optimal Payang 723 -13 710 Pukat Pantai 756 3 759 Pukat Cincin 1.282 -14 1.268 J. Insang Hanyut 2.200 6 2.206 J. Lingkar 253 1 254 J. Klitik 1.350 -1.350 J. Insang Tetap 2.269 1 2.270 Bagan Perahu 411 10 421 Bagan Tancap 665 665 1.330 Rawai Tetap 2.398 2.398 Pancing Tonda 341 341 Sero 436 436 Bubu 615 2 617

5.4.3 Perubahan struktur armada perikanan akibat pemberlakuan bunga Bank

Kenaikan bunga bank sebesar 14 membuat pengurangan beberapa jenis alat tangkap yang relatif banyak memerlukan modal, yang sebagian besar diperoleh dari kredit perbankan. Ketiga jenis alat tangkap yang berkurang tersebut adalah payang sebesar 13 unit, pukat cincin 19 unit, dan jaring klitik 1.350 unit Tabel 25. Beberapa jenis alat, yaitu rawai tetap, pancing tonda, dan sero tidak mengalami perubahan jumlah. Jaring hanyut bertambah 6 unit, jaring lingkar dan jaring insang tetap masing-masing 1 unit, bagan perahu 10 unit, bubu 2 unit, dan bagan tancap 665 unit 100. Tabel 25. Struktur Optimal per Jenis Alat Tangkap pada Bunga Bank 14 unit Alat Tangkap Jumlah Awal Perubahan Jumlah Optimal Payang 723 -13 710 Pukat Pantai 756 3 759 Pukat Cincin 1.282 -19 1.263 J. Insang Hanyut 2.200 6 2.206 J. Lingkar 253 1 254 J. Klitik 1.350 -1.350 J. Insang Tetap 2.269 1 2.270 Bagan Perahu 411 10 421 Bagan Tancap 665 665 1.330 Rawai Tetap 2.398 2.398 Pancing Tonda 341 341 Sero 436 436 Bubu 615 2 617 Meningkatnya suku bunga dari 14 menjadi 16 merupakan beban biaya yang relatif besar bagi pukat cincin dan jaring insang tetap. Pukat cincin berkurang lebih banyak, yaitu 28 unit dibanding sebelumnya bunga bank 14 sebanyak 19 unit. Sedangkan jaring insang tetap yang pada suku bunga 14 bisa bertambah 1 unit, dengan suku bunga 16 menjadi tetap jumlahnya Tabel 26. Tabel 26. Struktur Optimal per Jenis Alat Tangkap pada Bunga Bank 16 unit Alat Tangkap Jumlah Awal Perubahan Jumlah Optimal Payang 723 -13 710 Pukat Pantai 756 3 759 Pukat Cincin 1.282 -28 1.254 J. Insang Hanyut 2.200 6 2.206 J. Lingkar 253 1 254 J. Klitik 1.350 -1.350 J. Insang Tetap 2.269 2.269 Bagan Perahu 411 10 421 Bagan Tancap 665 665 1.330 Rawai Tetap 2.398 2.398 Pancing Tonda 341 341 Sero 436 436 Bubu 615 2 617

5.4.4 Perubahan struktur armada perikanan akibat kenaikan upah

Kenaikan upah sebesar 10 direspon negatif oleh payang yang berkurang 13 unit, pukat cincin 15 unit, dan jaring klitik berkurang semuanya 1.350 unit. Ketiga alat tersebut memiliki jumlah ABK yang cukup banyak sehingga kenaikan upah ABK akan sangat mempengaruhi sruktur biaya operasi armada penangkapan. Sementara itu jaring insang tetap, rawai tetap, pancing tonda, dan sero tidak berubah jumlahnya. Respon positif ditemui pada alat tangkap pukat pantai yang bertambah 3 unit, jaring lingkar 1 unit, bagan perahu 10 unit, bubu 2 unit, dan bagan tancap 665 unit Tabel 27 . Alat-alat tangkap tersebut adalah relatif tidak terpengaruh oleh kenaikan upah karena sedikit menggunakan tenaga kerja. Tabel 27. Struktur Optimal per Jenis Alat Tangkap pada Kenaikan Upah 10 unit Alat Tangkap Jumlah Awal Perubahan Jumlah Optimal Payang 723 -13 710 Pukat Pantai 756 3 759 Pukat Cincin 1.282 -15 1.267 J. Insang Hanyut 2.200 6 2.206 J. Lingkar 253 1 254 J. Klitik 1.350 -1.350 J. Insang Tetap 2.269 2.269 Bagan Perahu 411 10 421 Bagan Tancap 665 665 1.330 Rawai Tetap 2.398 2.398 Pancing Tonda 341 341 Sero 436 436 Bubu 615 2 617

5.5 Analisis Prioritas Kebijakan Pengelolaan Perikanan

Hasil identifikasi faktor - faktor SWOT pengembangan perikanan di Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut : 1 Strengths Kekuatan Faktor yang merupakan kekuatan dalam pengembangan perikanan adalah : 1 tingginya potensi sumberdaya perikanan terutama di offshore ; 2 tingginya ketersediaan tenaga kerja di sektor perikanan; 3 budaya bahari yang melekat disebagian besar masyarakat; dan 4 peraturan lokal yang mendukung. 2 Weaknesses Kelemahan Sebagai faktor kelemahan dalam pengembangan perikanan adalah : 1 rendahnya pengetahuan pasar market intelligence; 2 kurangnya sarana dan prasarana perikanan yang memadai; 3 rendahnya penegakan hukum law enforcement ; serta 4 rendahnya penggunaan teknologi usaha perikanan. 3 Opportunities Peluang Beberapa peluang yang ada guna pengembangan perikanan adalah : 1 tingginya permintaan komoditi perikanan; 2 tersedianya prasarana ekonomi dan sarana sistem transportasi dan komunikasi; 3 terbukanya usaha baru yang memanfaatkan hasil perikanan; serta 4 perikanan sebagai prioritas pembangunan wilayah. 4 Threats Ancaman Beberapa ancaman yang perlu menjadi perhatian dalam pengembangan perikanan adalah : 1 penangkapan ikan yang berlebihan overfishing; 2 kerusakan ekosistem perairan; 3 konflik sosial dalam pemanfaatan sumberdaya; dan 4 persaingan teknologi usaha perikanan yang lebih canggih. Penentuan prioritas kebijakan pengembangan perikanan berdasarkan analisis AHP adalah sebagai berikut : 1 Responden keseluruhan Analisis terhadap seluruh stakeholder di Provinsi Sulawesi Selatan bagian Selatan memperlihatkan bahwa urutan prioritas dari keempat pilihan kebijakan pengembangan perikanan berturut-turut adalah : sub sektor perikanan tangkap 0,345, perikanan budidaya 0,295, pengolahan hasil perikanan 0,236 dan usaha non perikanan 0,123. Hasil ini menunjukkan bahwa sub sektor perikanan tangkap masih menjadi pilihan dan andalan pembangunan di Provinsi Sulawesi Selatan bagian Selatan. Kaitannya dengan kondisi padat tangkap di wilayah perairan sekitar Sulawesi Selatan maka hasil ini juga menunjukkan bahwa dengan kondisi padat tangkap tersebut, sub sektor perikanan tangkap masih memberikan peluang yang baik untuk pembangunan di wilayah ini, melalui pengelolaan yang baik tentunya. Perikanan budidaya, pengolahan perikanan, dan non perikanan berturut-turut sebagai prioritas kedua, ketiga, dan terakhir. Pada Tabel 28 diperlihatkan hasil analisis AHP terhadap seluruh stakeholder . Tabel 28. Hasil Analisis AHP terhadap Seluruh Stakeholder, 2004 Prioritas No Stakeholders Perikanan Tangkap Perikanan Budidaya Pengolahan Perikanan Non- perikanan 1 Dirjen Perikanan Tangkap 0,335 0,399 0,196 0,070 2 Wakil Gubernur Sulsel 0,534 0,139 0,265 0,062 3 Kepala Bappeda Sulsel 0,404 0,429 0,108 0,059 4 Kadis Kelautan Perikanan Sulsel 0,261 0,423 0,261 0,055 5 Wakadis Kelautan Perikanan Sulsel 0,393 0,434 0,118 0,055 6 Kasubdit SDAK Bappeda Sulsel 0,168 0,438 0,275 0,119 7 Balai RPBAP Sulsel 0,130 0,272 0,291 0,307 8 HNSI Sulsel 0,117 0,199 0,376 0,308 9 LSM Agrolestari Sulsel 0,190 0,435 0,276 0,099 10 Kepala APCI Sulsel 0,317 0,234 0,199 0,249 11 PT Kemilau Bintang Timur 0,365 0,260 0,329 0,046 12 PakarDosen UNHAS 0,423 0,263 0,252 0,062 13 Walikota Makasar 0,079 0,253 0,273 0,396 14 Kepala Bappeda Makassar 0,103 0,298 0,323 0,276 15 Anggota DPRD Makassar 0,465 0,279 0,198 0,059 16 Wakadis Kelautan Perikanan Makasar 0,515 0,263 0,155 0,066 17 Kepala BPPMHP Makasar 0,552 0,239 0,139 0,070 18 Kepala PPI Paotere 0,583 0,132 0,216 0,069 19 PakarDosen Faperikan UMI Makasar 0,115 0,190 0,382 0,313 20 Bupati Takalar 0,354 0,449 0,141 0,056 21 Wakil Bupati Takalar 0,511 0,297 0,137 0,055 22 Kepala Bappeda Takalar 0,391 0,240 0,300 0,069 23 Asisten Ekbang Kab. Takalar 0,386 0,215 0,207 0,192 24 Kepala DPRD Takalar 0,231 0,521 0,190 0,058 25 Kadis Perikanan Takalar 0,209 0,532 0,200 0,059 26 Kabid Perhubungan Laut Takalar 0,229 0,391 0,314 0,065 27 Kadin Koperasi Takalar 0,282 0,265 0,249 0,205 28 Ketua LSM Kantin Takalar 0,410 0,178 0,352 0,059 29 LSMAnggota KTNA Takalar 0,484 0,286 0,172 0,058 30 Pengusaha Bandeng Prst Takalar 0,259 0,456 0,230 0,055 31 PakarDosen Politani Pangkep 0,337 0,187 0,164 0,312 32 Bupati Jeneponto 0,220 0,317 0,334 0,130 33 Kepala Bappeda Jeneponto 0,137 0,419 0,203 0,242 34 Ketua Komisi III DPRD Jeneponto 0,147 0,326 0,216 0,311 35 Kadis Kelautan Perikanan Jeneponto 0,115 0,319 0,210 0,355 36 LSM Direktur Permata Jeneponto 0,121 0,559 0,264 0,056 37 LSMSekretaris KTNA Jeneponto 0,232 0,459 0,246 0,064 38 Pengusaha Rumput Laut Jeneponto 0,311 0,426 0,199 0,064 39 PakarDosen Perikanan UNHAS 0,503 0,197 0,123 0,177