Struktur Organisasi Industri Tapioka Perilaku pengusaha dalam Industri Tapioka

kabupaten Bogor. Semakin banyaknya pabrik pengolahan tapioka halus, membuat pengusaha tapioka kasar memiliki alternatif dalam menjual produknya. Pengusaha tapioka tersebut terlebih dahulu melakukan survai harga ke beberapa pabrik pengolahan dan selanjutnya menjualnya ke pabrik yang memberikan harga tertinggi. Sebagian besar penjualan tapioka halus ke industri kerupuk di wilayah Jabodetabek. Mereka sudah memiliki langganan, sehingga secara berkala melakukan pengiriman tapioka halus. Pengiriman dilakukan oleh pengusaha tapioka halus, tetapi ada pembebanan biaya distribusi kepada pembeli. Selain itu pengusaha juga menjual tapioka halus ke luar kota hingga mencapai wilayah Jawa Timur, dan sebagian dipasarkan ke pasar tradisional ataupun pasar swalayan dengan kemasan ½ kg dan 1 kg. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Industri Tapioka Dari analisis faktor internal dan eksternal maka dapat diidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman seperti disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Faktor- faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada industri tapioka Faktor Internal Kekuatan 1. Budidaya ubi kayu relatif mudah 2. Tersedia tenaga kerja 3. Kedekatan lokasi antara lahan ubi kayu, industri tapioka kasar, industri tapioka halus 4. Penyediaan KUKM Kelemahan 1. Kualitas SDM yang rendah 2. Terbatasnya modal 3. Mutu produk dan harga kurang bersaing 4. Keterbatasan teknologi 5. Infrastruktur kurang memadai 6. Lemahnya daya tawar penjual 7. Fluktuasi pasokan bahan baku 8. Keragaman kualitas bahan baku yang tinggi Faktor eksternal Peluang 1. Perubahan persepsi terhadap makanan alternatif 2. Berkembangnya industri sorbitol yang berbahan baku tapioka 3. Berkembangnya UKM 4. Tidak ada ancaman produk subsitusi tapioka 5. Berkembangnya industri pangan berbahan baku tapioka 6. Tingginya permintaan tapioka Ancaman 1. Kurangnya peranserta pemerintah terhadap petani ubikayu dan industri kecil tapioka 2. Tidak ada lembaga yang efektif mendukung sistem tataniaga ubikayu 3. Tidak ada lembaga yang efektif mendukung tataniaga tapioka 4. Tarif bea impor yang relatif rendah 5. Kemudahan pemberian ijin impor tapioka 6. Lemahnya pengawasan penggunaan tapioka impor 7. Pasar tapioka yang monopsonistik 8. Fluktuasi harga tapioka 9. Kurangnya sarana telekomunikasi dan informasi 9. Cuaca Tahap Masukan dan Pencocokan Matriks IFE dan EFE Berdasarkan faktor-faktor internal dan eksternal yang telah dianalisis dilakukan pembobotan dan pemberian rating oleh 3 orang responden yaitu pengusaha tapioka dan para pembuat kebijakan, secara rinci disajikan pada lampiran. Pada matriks IFE dapat dilihat nilai sebesar 1,307 yang menandakan bahwa dalam rata-rata internal industri lemah atau dengan kata lain industri belum memiliki strategi yang baik dalam mengantisipasi ancaman yang ada. Berdasarkan analisis faktor-faktor eksternal, menunjukkan skor terbobot sebesar 1,741. Hal tersebut menandakan bahwa kemampuan industri untuk memanfaatkan peluang-peluang dalam mengatasi ancaman-ancaman yang dihadapi masih kurang. Tahap Pencocokan Matching Stage Matriks IE bertujuan untuk memposisikan industri ke dalam sebuah matriks yang terdiri dari 9 sel. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai IFE 1,307 dan EFE 1,741 sehingga industri berada pada sel IX matriks IE. Posisi ini menunjukkan bahwa agroindustri berbasis ubikayu tidak memiliki kekuatan internal yang lemah dan tidak memiliki kekuatan akses eksternal yang cukup untuk mengatasi ancaman dari luar dan menangkap peluang. Strategi pada posisi tersebut ialah strategi harvest atau divest, yang dapat berupa perubahan drastis dengan cepat untuk menghindari kemerosotan lebih jauh dan kemungkinan likuidasi.