Model Manajemen Pengendalian Krisis .
Pada model ini akan dihasilkan alternatif kebijakan pengendalian krisis. Metoda yang digunakan tidak lagi murni menggunakan teori manajemen strategis
konvensional melainkan dimodifikasi dengan manajemen chaos. Metoda ini dirancang untuk menghasilkan alternatif strategi jangka pendek yang efektif untuk
menanggulangi darurat krisis. Model ini menghasilkan gambaran posisi agroindustri tapioka yang memunculkan alternatif-alternatif kebijakan yang akan
dipilih oleh pakar menggunakan sistem pakar. Untuk jelasnya disajikan pada gambar 23.
Mulai Identifikasi faktor
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
insdustri Pembobotan dan
mengukuran rating thd faktor-faktor IE
Pencocokan posisi industri
pada matriks IE Analisis Chaos
Analisis Krisis Perumusan
strategi penanggulangan
krisis Rule Base
Pemilihan Alternatif kebijakan pengendalian
krisis Alternatif
kebijakan pengendalian krisis
Selesai
Deteksi krisis
Keadaan Normal
Gambar 23 Diagram alir perumusan strategi kebijakan pengendalian krisis
Analisis Eksternal Industri
Analisis eksternal terbagi menjadi dua, yaitu analisis makro dan analisis mikro.
Analisis Eksternal makro
a. Kebijakan Pemerintah
Pembangunan ekonomi yang berbasis masyarakat seharusnya menjadi prioritas utama pembangunan ekonomi nasional, karena tujuan pembangunan
ekonomi rakyat sesuai dengan amanat konstitusi yaitu meningkatkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Departemen Koperasi dan Usaha
Mikro Kecil Menengah Departemen KUMKM dalam Rencana Strategis 2005- 2009 berusaha mengembangkan UMKM dengan meningkatkan SDM yang dimiliki
UMKM, meningkatkan aksesabilitas KUKM terhadap sumber-sumber pembiayaan, memperluas sumber pembiayaan bagi KUKM, baik bank maupun nonbank. Selain
itu, Dinas Perindustrian Kabupaten Bogor mempunyai program yang bertujuan untuk mengembangkan industri kecil secara umum di Kabupaten Bogor.
Programnya termasuk pelatihan yang meliputi pelatihan manajemen administrasi, peningkatan mutu, diversifikasi produk dan bantuan permodalan. Bantuan
permodalan ini disebut Bantuan Dana Bergulir dan dikucurkan pemerintah sebesar Rp 25.000.000 dan sudah berlangsung tujuh tahun. Tapi sejauh ini usaha-usaha
pemerintah tersebut belum dapat dirasakan oleh para pengusaha tapioka secara maksimal baik bantuan permodalan, upaya pencerahan teknologi, pembentukan
kelembagaan, bantuan pemasaran dan lain-lain. Selain itu beberapa Bank pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk penyaluran Kredit Usaha Kecil
Mikro KUKM yang bisa mencapai Rp.500.000.000,- akan tetapi ketidak mampuan manajemen sehingga tidak dapat meraih kredit tersebut.
Perkembangan teknologi hilir industri sorbitol yang sepenuhnya dikuasai oleh industri besar memerlukan bahan baku tepung tapioka yang banyak.
Perusahaan-perusahaan ini memiliki pabrik tapioka sendiri dengan skala besar dan menggunakan mesin-mesin modern. Akan tetapi kapasitas produksi sorbitol terus
meningkat sesuai dengan peningkatan permintaannya, sehingga pabrik-pabrik tapioka dalam kelompoknya tidak mencukupi untuk memasok bahan baku. Dengan
alasan tersebut maka pemerintah memberi ijin untuk melakukan impor tapioka. Akan tetapi pemerintah lemah dalam hal pengawasan pada pelaksanaannya,
sehingga tapioka impor turut membanjiri pasar tapioka lokal. Hal ini berakibat pada fluktuasi harga tapioka .
b. Kondisi Ekonomi
Pendapatan per kapita masyarakat yang meningkat yang dapat diketahui dari naiknya Upah Minimum Wilayah juga merupakan pengaruh positif bagi
pengusaha tapioka. Peningkatan pengeluaran rata-rata per kapita sebulan untuk makanan merupakan indikasi bagi peningkatan permintaan bahan makanan seperti
tepung tapioka. Rendahnya inflasi juga mendukung daya beli masyarakat. Inflasi yang menggambarkan kenaikan harga-harga secara umum, masih pada level satu
digit. Inflasi pada tahun 2006 bulan Januari sebesar 1,36, Februari0,58 dan Maret sebesar 0,03 BPS, 2006.
c. Sosial Budaya dan demografi
Meningkatnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan pentingnya diversifikasi pangan karena kandungan pada ubikayu menimbulkan efek positif
bagi tapioka. Tapioka sebagai hasil olahan dari ubikayu yang mengandung banyak karbohidrat dapat menggantikan kebutuhan akan beras. Selain itu, pada saat ini
semakin banyak gerakan kampanye atau promosi hasil olahan makanan non beras yang mengandung karbohidrat tinggi, yang diarahkan kepada seluruh lapisan
masyarakat, mulai lapisan bawah, sampai lapisan atas . Peran dari ahli tata boga dan peneliti juga cukup besar dalam menciptakan variasi yang menarik dari makanan
hasil olahan ubikayu atau tapioka.
Semakin meningkatnya
jumlah penduduk
Indonesia tentu
akan meningkatkan kebutuhan pangan. Meningkatnya jumlah penduduk harus diiringi
oleh diversifikasi pangan untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 206,264,595 jiwa dengan laju
pertumbuhan 1,35 persen pertahun BPS 2006.
d. Teknologi dan Lingkungan
Faktor lingkungan harus juga dipertimbangkan dalam pengembangan industri tapioka. Tanaman ubi kayu memiliki karakteristik banyak menyerap unsur
hara, sehingga apabila dibiarkan dalam waktu yang lama akan merusak struktur kimia tanah dan selain itu dapat menyebabkan erosi, hal tersebut berkaitan dengan
terbatasnya daun-daun yang menutupi selama pertumbuhan awal yang menyebabkan air hujan langsung mencapai tanah dan juga menyangkut tanah yang
bergerak saat dipanen Falcon, 1986. Selain itu, lahan yang digunakan petani untuk bersawah dan berladang banyak yang dirubah menjadi areal pemukiman penduduk.
Oleh karena itu pasokan ubikayu terancam akan berkurang, sehingga pengusaha tapioka akan mencari pemasok dari daerah lain dengan konsekuensi menambah
biaya produksi yang disebabkan oleh biaya transportasi. Industri tapioka kasar banyak berlokasi di daerah dekat sungai, hal ini
dilakukan untuk memudahkan mendapatkan air untuk pencucian ubikayu. Pada proses produksi tapioka kasar juga menghasilkan limbah cair yang mengandung
HCN. Seharusnya limbah ini diolah terlebih dahulu hingga tidak membahayakan baru dibuang, akan tetapi dengan keterbatasan kemampuan teknologi pengolah
limbah maka akan mencemari lingkungan. Seiring dengan kesadaran masyarakat global pada lingkungan dan tanda-tanda krisis energi maka berkembanglah
teknologi untuk memproduksi energi yang bersifat renewable. Ubikayu merupakan salah satu bahan baku yang bisa diolah menjadi biofuel. Dengan hadirnya industri
biofuel ini akan membutuhkan pasokan ubikayu yang banyak, sehingga ubikayu akan menjadi komoditi yang diperebutkan oleh sektor pangan dan energi.
Analisis Eksternal Mikro
Disamping kondisi makro, analisis eksternal juga dilakukan dilevel mikro atau level industri. Pendekatan yang digunakan akan lebih fokus pada analisis krisis
yang meliputi 5 aspek, yaitu: 1 seberapa mudah pemain baru masuk ke dalam industri tersebut, 2 bagaimana tingkat persaingan antar industri yang sudah ada, 3
bagaimana kekuatan tawar pemasok kepada industri, 4 apakah industri memiliki jaminan pasokan bahan baku tinggi serta 5 tingkat kemudahan munculnya produk
substitusi bagi produkjasa yang dihasilkan suatu industri.
a. Pemain baru
Yang dimaksud pemain baru dalam industri tapioka dalam penelitian ini adalah industri atau lembaga sebagai pemasok di pasar tapioka. Kemudahan
mendapatkan ijin bagi importir tapioka dan tidak adanya pengawasan pemerintah terhadap penggunaan tapioka impor mengakibatkan banyaknya stock tapioka di
pasar dengan harga rendah. Industri besar tapioka juga memegang peranan cukup penting dalam nenekan harga tapioka di pasar.
b. Persaingan Industri
Persaingan industri merupakan hal yang wajar dan tidak dapat dihindari, begitu juga dengan industri tapioka. Industri kecil tapioka baik tapioka halus
maupun tapioka kasar masih menggunakan teknologi sederhana, sehingga kualitas yang dihasilkan dan efisiensi produksi kalah dengan industri besar. Rata-rata
kapasitas produksi tapioka di kabupeten Bogor adalah 15 tonhari, sedangakn kapasitas pabrik tapioka di Lampung 125-200 tonhari. Industri besar menghasilkan
tapioka halus dengan mengolah ubikayu secara langsung, sehingga sangat efisien. Industri berskala besar inilah yang merupakan ancaman tersendiri bagi industri
tapioka di Kabupaten Bogor. Selain itu datangnya tapioka impor juga menjadi ancaman bagi kelangsungan industri kacil tapioka di kabupaten Bogor. Industri
kecil tapioka ini telah ada selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Industri yang bertahan ialah industri yang menghasilkan tapioka kasar bermutu tinggi dan
didukung dengan modal yang cukup.
c. Produk Substitusi
Tapioka memiliki fungsi dan kandungan yang berbeda dengan jenis tepung yang lain seperti tepung maizena, tepung beras, tepung terigu, tepung sagu dan
tepung gaplek. Pada kasus tertentu seperti pada pembuatan bakso, tepung sagu dapat menjadi barang substitusi bagi tapioka.
d. Kekuatan Tawar-Menawar
Pembeli ubi kayu dalam hal ini pabrik tapioka kasar atau tengkulak, mereka ini memiliki daya tawar yang cukup tinggi. Apabila ada ketidak cocokan harga
petani ubikayu tidak mungkin menahan ubi kayu karena ubikayu yang telah dipanen mudah rusak, sementara kalau membiarkannya tidak dipanen, kualitasnya
akan menurun dan tanah menjadi tidak subur karena ubikayu menyerap hara. Pembeli tapioka kasar dalam hal ini adalah pabrik tapioka halus. Dalam
penentuan harga tapioka kasar ataupun onggok, pembeli memegang kendali. Harga
tapioka kasar bergantung pada banyaknya permintaan dan pasokan tapioka kasar serta kualitas tapioka kasar.
Tapioka halus sebagian besar dijual ke industri makanan seperti industri kerupuk yang tersebar hingga ke wilayah Jabodetabek. Harga tapioka halus
ditetapkan berdasarkan harga pasar.
e Kekuatan Pasokan
Penyediaan bahan baku tapioka kasar yaitu ubikayu dilakukan oleh tengkulak dan petani ubikayu. Tengkulak tersebut membeli ubikayu dari para
petani kemudian dijual kepada pengusaha tapioka, tetapi ada juga pengusaha tapioka yang membeli langsung dari petani ubikayu. Penetapan harga beli dan
kuantitas ubikayu ini tergantung mutu tapioka kasar. Dalam mencari bahan baku, sering pemilik ubikayu mendatangi pengusaha tapioka dan jarang sebaliknya.
Dalam hal ini,penjual ubi kayu akan mencari pembeli dengan harga tertinggi, sedangkan pembeli ubi kayu akan mencari penjual dengan harga terendah.
Beberapa pengusaha tapioka memiliki langganan tertentu karena dirasa sudah cocok, tetapi sebagian besar pengusaha tapioka memiliki banyak alternatif penyedia
bahan baku. Pembayaran sebagian besar dilakukan setelah tapioka laku di pasar. Dengan berkembangnya industri hilir berbasis ubi kayu, maka banyak
membutuhkan pasokan ubi kayu. Oleh karena itu akan terjadi tarik menarik pasokan ubi kayu. Beralihnya fungsi lahan menjadi area pemukiman maupun
pembangunan infrastrukur yang lain jalan tol maka produksi ubi kayu semakin berkurang.
Penyediaan bahan baku tapioka halus dibeli langsung dari industri tapioka kasar. Harga tapioka kasar didasarkan pada kualitas tapioka kasar dan banyaknya
pasokan. Harga awal dibuka oleh pembeli, apabila ada kesepakatan harga maka transakti terjadi, tetapi jika tidak ada kesepakatan makan penjual akan berpindah ke
pabrik lain atau menunda penjualan hingga beberapa hari.
Analisis Internal
Analisis internal dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap level kapabilitas level of capability dari fungsi-fungsi dalam suatu industri di sepanjang
rantai nilai. Aktivitas utama primary activities dan pendukung membentuk nilai profit margin pada setiap industri tapioka. Aktivitas primer terdiri dari : 1