Identifikasi Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Penelitian Sebelumnya

petani dan produsen kopi di daerah – daerah yang berpotensi sebagai penghasil kopi di Indonesia.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut : 1 Bagaimana perkembangan kopi robusta di Kabupaten Tapanuli Utara selama 5 tahun terakhir ? 2 Berapa besar biaya produksi, penerimaan dan pendapatan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian ? 3 Bagaimana perbandingan pendapatan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian ? 4 Bagaimana perbandingan kelayakan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian ? 5 Bagaimana strategi pengembangan usahatani kopi robusta di daerah penelitian ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain : 1 Untuk mengetahui perkembangan kopi robusta di Kabupaten Tapanuli Utara selama 5 tahun terakhir. 2 Untuk mengetahui berapa besar biaya produksi, penerimaan dan pendapatan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian. 3 Untuk menganalisis perbandingan pendapatan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian. 4 Untuk menganalisis perbandingan kelayakan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian. 5 Untuk mengetahui strategi pengembangan usahatani kopi robusta di daerah penelitian.

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini antara lain : 1 Sebagai bahan informasi bagi petani kopi robusta dalam mengembangkan usahataninya. 2 Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak – pihak yang membutuhkan khususnya yang berhubungan dengan penelitian ini. 3 Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam mengembangkan usahatani kopi robusta. BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan Agronomi Kopi Tanaman kopi bukan tanaman asli Indonesia, kopi pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1696 dari jenis kopi Arabika. Kopi masuk dibawa oleh komandan pasukan belanda yang kemudian ditanam dan dikembangkan. Tanaman ini kemudian mati semua oleh banjir, maka tahun 1699 didatangkan lagi bibit - bibit baru dan akhirnya menyebar ke berbagai bagian di kepulauan Indonesia seperti Sumatera, Bali, Sulawesi dan Timor. Namun sejak tahun 1876 perkembangan budidaya kopi arabika mengalami kemunduran dikarenakan serangan penyakit karat daun Hemilia vastatrix. Usaha selanjutnya adalah dengan mendatangkan kopi jenis robusta Coffea Canephora tahun 1900, yang tahan terhadap penyakit karat daun dan memerlukan syarat tumbuh serta pemeliharaan yang ringan , sedangkan produksinya jauh lebih tinggi . Maka kopi robusta menjadi cepat berkembang dan mulai menyebar ke seluruh daerah baik di Jawa, Sumatera maupun ke Indonesia bagian timur AEKI, 2014. Pada abad ke 18 kopi menjadi andalan ekspor utama Indonesia yang terkenal dengan nama “Java coffea”. Minuman kopi bukan hanya sekedar minuman beraroma khas dan merangsang karena mengandung kafein, tetapi minuman ini juga mengandung beberapa zat yang bermanfaat bagi tubuh meskipun kadarnya tidak terlalu tinggi. 8 Kopi termasuk kedalam jenis coffea, anggota dari famili Rubiaceae yang terdiri dari 3 spesies utama yakni Coffea Arabica, Coffea Canephora, dan Coffea Liberica. Dari ketiga spesies tersebut terdapat bayak varietas yang merupakan hasil turunan klon – klon, kopi digolongkan dalam kelas dicotyledoneae. Berikut ini adalah klasifikasi tanaman kopi robusta : Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Rubiales Family : Rubiaceae Genus : Coffea Spesies : Coffea robusta L. Bahri,S, 1996. Kopi Coffea spp spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang dan bila dibiarkan tumbuh dapat mencapai tinggi 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak meruncing. Daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang dan ranting – rantingnya Najiyati dan Danarti, 1997. Di dunia perdagangan, dikenal beberapa golongan kopi. Salah satunya kopi arabika yang menjadi topik pembicaraan di dunia perkopian dikarenakan rasa dan aromanya yang nikmat. Namun secara garis besar, hanya ada 3 jenis kopi yang dibudidayakan yaitu : 1. Kopi Arabika Coffea Arabica Kopi Arabika berasal dari Ethiopia dan Albessinia. Kopi arabika dapat tumbuh pada ketinggian 700 – 1700 m dpl dengan suhu 16 - 20 C. Kopi arabika peka terhadap serangan penyakit HV Hemilia vastratrix terutama bila ditanam di dataran rendah atau kurang dari 500 m dpl. Rendemen kopi arabika ± 18. Kopi arabika berdaun kecil, halus mengkilat , panjang daun 12 – 15 cm x 6 cm dengan panjang buah 1,5 cm. 2. Kopi Liberika Coffea liberica Kopi liberika berasal dari Angola dan masuk ke Indonesia sejak tahun 1965. meskipun sudah cukup lama masuk ke Indonesia, tetapi hingga saat ini jumlahnya masih terbatas karena buah dan rendemennya rendah. Ukuran daun, cabang, bunga, buah dan pohon lebih besar dibandingkan kopi arabika dan robusta. Agak peka terhadap penyakit HV Hemilia vastratrix . Berbuah sepanjang tahun dengan ukuran buah yang tidak merata. Kopi liberika tumbuh baik di dataran rendah Najiyati dan Danarti, 1997. 3. Kopi Robusta Coffea robusta Kopi robusta berasal dari Kongo dan masuk ke Indonesia pada tahun 1900. Karena mempunyai sifat lebih unggul, kopi ini sangat cepat berkembang. Kopi robusta memiliki daun lebar dan panjang daun lebih dari 20 x 10 cm berbentuk gelombang, sedangkan panjang buah ± 1,2 cm. Kopi robusta resisten terhadap penyakit HV Hemilia vastratrix dan tumbuh sangat baik pada ketinggian 400 – 700 m dpl, tetapi masih toleran pada ketinggian kurang dari 400 m dpl, dengan temperatur 21 - 24 C. Kopi robusta memiliki waktu berbunga yang tidak tepat dengan waktu berbuah 10 – 11 bulan. Tidak seperti kopi arabika yang buahnya akan jatuh apabila telah matang, buah kopi robusta akan tetap di pohonnya. Kopi robusta memiliki perakaran yang dangkal. Membutuhkan curah hujan 2.000 – 3.000 mm sepanjang tahun. Biji kopi robusta berwarna kecoklatan dengan bentuk biji lebih oval. Aroma kopi robusta tidak sekuat arabika, dengan tingkat kekentalan body sedang hingga berat dan citarasa pahit. Kandungan kafein kopi robusta lebih dari dua kali lipat arabika, yaitu berkisar 1,7 - 4,0 Najiyati dan Danarti, 1997. Kopi jenis robusta yang asli sudah hampir hilang. Saat ini, beberapa jenis robusta sudah tercampur menjadi klon atau hibrida, seperti klon BP 39, BP 42, SA 13, SA 34, dan SA 56. Sementara itu, klon atau hibrida yang dihasilkan oleh PPPKI, diantaranya BP 42X, BP 234, BP 288, BP 308, BP 358, BP 409, BP 436, BP 534, BP 936, BP 939, SA 203, SA 234, dan SA 237. Produksi kopi jenis robusta secara umum dapat mencapai 800 – 2000 kghektaretahun Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014. Berikut ini karakteristik fisik biji kopi kopi robusta : 1. Rendemen kopi robusta relatif lebih tinggi dibandingkan dengan rendemen kopi arabika 20 – 22. 2. Biji kopi agak bulat. 3. Lengkungan biji lebih tebal dibandingkan dengan jenis arabika. 4. Garis tengah parit dari atas ke bawah hampir rata. 5. Untuk biji yang sudah diolah, tidak terdapat kulit ari di lekukan atau bagian parit. 6. Setelah penyangraian kopi robusta akan lebih hitam dan bulat oval Panggabean, 2011.

2.1.2. Tinjauan Sosial Ekonomi

Luas areal perkebunan kopi Indonesia mencapai 1.210.364 ha dengan produksi 686,921 ton di tahun 2010. Pada tahun 2011 mencapai 1,29 juta ha atau 96,3 yakni sebesar 1,24 juta merupakan perkebunan rakyat, terdiri atas 1,04 juta kopi robusta dan 251 ribu ha kopi arabika. Dari tahun 2012 sampai tahun 2013 luas areal kopi Indonesia mengalami penurunan sebesar -3,41 . Dan pada tahun 2014 luas areal kopi mengalami peningkatan mencapai 1.354.000 ha dengan produksi sebesar 738.000 ton AEKI, 2014. Produksi kopi Indonesia tahun 2011 mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan tahun 2010. Produksi kopi Indonesia tahun 2012 meningkat dari tahun 2011. Tahun 2011 sebesar 633.000 ton dan tahun 2012 mencapai 691.163 ton atau meningkat sekitar 20 . Namun di tahun 2013 produksi kopi kembali mengalami penurunan dengan produksi sebesar 669.064 ton Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014. Produktivitas kopi Indonesia pada tahun 2010 sebesar 756 kgha dan mengalami penurunan pada tahun 2011. Hingga tahun 2013 produktivitas kopi Indonesia tidak mengalami kenaikan yang cukup signifikan yaitu sebesar 731 kgha Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014. Dilihat secara nasional tingkat produktivitas kopi per hektarnya di Indonesia umumnya masih relatif rendah, hal ini dipengaruhi oleh iklim, ekologi, tanah dan sistem pertanian yang sangat mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas hasil kopi Indonesia Ilyas, 1991. Dimana produktivitas tanaman kopi di Indonesia baru mencapai 700 kg biji kopihatahun untuk robusta dan 800 Kg biji kopihatahun untuk arabika. Dibandingkan dengan provinsi lain Sumatera Utara masih tergolong rendah sehingga Sumatera Utara masih mendatangkan komoditi kopi dari luar daerah untuk memenuhi permintaan masyarakat kebutuhan domestik dan luar negeri untuk ekspor. Peran kopi sebagai komoditi penting dalam perdagangan internasional mengakibatkan kelebihan persediaan over supply dan kekurangan persediaan short supply pada setiap negara penghasil kopi, sehingga harga kopi tidak stabil. Harga kopi arabika pada tahun 2014 berada pada kisaran US 4 kg, naik 81,8 dari tahun 2013 di kisaran US 2,2kg. Sedangkan kopi robusta berada pada kisaran US 2,1 kg naik 31,25 dari tahun lalu yang berada pada kisaran US 1,6 kg. Perkembangan ekspor kopi Indonesia trendnya terus menurun sejak 2010 atau tinggal 352.007 ton pada 2011 dikarenakan produksi berkurang dan harga di dalam negeri lebih mahal dibandingkan dengan ekspor. Meskipun volume ekspor tinggal 352.007 ton, nilai ekspor jauh lebih besar dari perolehan di 2009 dan 2010. Pada tahun 2011 ekspor kopi tercatat 352.007 ton atau turun 21 dibandingkan tahun 2010. Dibandingkan tahun 2009, ekspor kopi tahun 2010 juga tercatat menurun 11,4 . Bagi petani kopi bukan hanya sekedar minuman segar dan berkhasiat, tetapi juga mempunyai arti ekonomi yang cukup tinggi. Sejak puluhan tahun yang lalu kopi telah menjadi sumber nafkah bagi banyak petani Najiyati dan Danarti, 1997. Dalam Produk Nasional Bruto PNB, komoditas kopi memberikan sumbangan sebesar 0,6 dan merupakan 17 dari seluruh ekspor produk pertanian tahun 2008. Luas tanam kopi seluas 1,3 juta hektar diusahai oleh 2,33 juta rumah tangga petani kecil dengan skala usaha rata- rata 1 - 1,5 hektar. Pendapatan petani dapat mencapai sekitar Rp 9 juta per ha per tahun untuk kopi Robusta dan Rp 19 juta per hektar per tahun untuk kopi Arabika Ottaway 2007 dalam Saragih 2010. Perubahan iklim yang terjadi mengakibatkan meningkatnya suhu permukaan bumi dan perubahan curah hujan, baik jumlah maupun distribusi akan berpengaruh pada produktivitas kopi. Kopi rentan terhadap perubahan iklim karena kopi hanya dapat berproduksi optimal dalam kisaran suhu yang relatif sempit, yakni antara 18 – 20 C. Di kisaran suhu berapapun meski kopi dapat tumbuh namun kemampuannya menghasilkan buah jauh berkurang. Sementara buah kopi merupakan hasil yang diharapkan oleh petani sebagai sumber pendapatannya. Apabila jumlah produksi kopi petani semakin berkurang diakibatkan perubahan iklim dan timbulnya penggerek buah kopi yang mengakibatkan gagal panen maka kemungkinan besar kopi tidak lagi produktif dan tidak memiliki nilai ekonomis untuk dibudidayakan petani. Petani kopi berharap ancaman alam terkait pemanasan global segera membaik dan adanya kebijakan pemerintah dalam menyelesaikan permasalah yang dihadapi petani.

2.2. Penelitian Sebelumnya

Hasil penelitian Sartika 2007 mengenai Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Pemasaran Kopi Arabika dan Robusta adalah penerimaan rata – rata usaha tani dan pemasaran kopi arabika adalah Rp 18.477.000 per tahun dengan RC rasio 1,94 sedangkan penerimaan kopi robusta Rp 5.228.500 per tahun dengan RC 3,06 rasio. Usahatani kopi di Sumatera Utara tersebar di 10 wilayah kabupaten di dataran tinggi sekitar Danau Toba. Menurut Soetriono 2009, hasil penelitiannya menyatakan bahwa usahatani kopi robusta yang dilakukan petani Indonesia masih mempunyai peluang yang besar dan sangat menjanjikan untuk dikembangkan. Hal ini dibuktikan dengan kondisi komoditas kopi robusta yang dihasilkan oleh petani mempunyai daya saing yang kuat. Hasil penelitian Sihaloho 2009 mengenai Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara menyimpulkan pertumbuhan ekonomi, ketidakpastian iklim global, fluktuasi harga kopi, penegakan hukum dan peraturan perundang – undangan kopi sejenis dari wilayah lain, penguasaan lahan kopi oleh pihak luar merupakan faktor ancaman bagi pengembangan agribisnis kopi dengan bobot skor 0,841 serta nilai total bobot skor 2,769 berarti secara eksternal DaerahDinas Pertanian Subdinas Perkebunan dan masyarakat petani telah merespon dengan baik terhadap peluang dan ancaman yang dimiliki, yang berarti bahwa faktor peluang eksternal dalam upaya pengembangan agribisnis kopi di Humbang Hasundutan dapat mengatasi ancaman yang dihadapi.

2.3. Landasan Teori