Strategi Pengembangan Kopi Robusta Di Desa Silantom Julu Kecamatan Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN KOPI ROBUSTA

DI DESA SILANTOM JULU KECAMATAN PANGARIBUAN KABUPATEN TAPANULI UTARA

SKRIPSI

OLEH :

LITA I. S. K. SILABAN 100304011

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

ABSTRAK

Lita I. S. K. Silaban (100304011) Dengan judul skripsi Strategi Pengembangan Kopi Robusta Di Desa Silantom Julu Kecamatan Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara, yang dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Meneth Ginting, MADE dan Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perkembangan kopi robusta di Kabupaten Tapanuli Utara selama 5 tahun terakhir, untuk mengetahui berapa besar biaya produksi, penerimaan dan pendapatan usahatani kopi robusta di daerah penelitian, untuk menganalisis perbandingan pendapatan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian, untuk menganalisis perbandingan kelayakan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian, untuk mengetahui strategi pengembangan usahatani kopi robusta di daerah penelitian. Metode penelitian pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling, dengan besar sampel yaitu 30 sampel petani kopi robusta dan 20 sampel petani kopi arabika. Data yang digunakan data primer dan data sekunder. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif, metode analisis usahatani, metode analisis U Mann Whitney, metode analisis finansial dan metode analisis SWOT.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Perkembangan produksi kopi robusta kabupaten Tapanuli Utara selama 5 tahun terakhir mengalami penurunan yaitu sebesar 0,16% atau 0,03% per tahun (2) Usahatani kopi robusta di daerah penelitian kurang menguntungkan, karena penerimaan petani kopi robusta lebih rendah dari biaya yang dikeluarkan untuk usahataninya. Sebaliknya usahatani kopi arabika di daerah penelitian lebih menguntungkan, karena penerimaan petani kopi arabika lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk usahataninya.(3) Terdapat perbedaan pendapatan antara petani kopi robusta dan kopi arabika. Pendapatan petani kopi arabika lebih besar daripada pendapatan petani kopi robusta. (4) Usahatani kopi robusta dan kopi arabika layak untuk diusahakan, dengan nilai analisis kelayakan IRR (Internal rate of Return) usahatani kopi robusta adalah 37% dan nilai analisis kelayakan IRR (Internal rate of Return) usahatani kopi arabika adalah 38%. (5)Petani di Desa Silantom Julu membuat strategi pengembangan kopi robusta dengan memaksimalkan faktor internal yaitu kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities). Namun, secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats).

Kata Kunci : Analisis Usahatani, Kopi Robusta, Kopi Arabika, Analisis Finansial, Analisis SWOT


(3)

RIWAYAT HIDUP

Lita I S K Silaban lahir di Lintong Nihuta pada tanggal 13 Januari 1992, sebagai anak kedelapan dari delapan bersaudara, seorang putri dari Ayahanda Parsautan Silaban dan Ibunda Tiomas Sihombing.

Jenjang Pendidikan

1. Sekolah Dasar di SD Negeri 2 Siborongborong, masuk tahun 1998 dan lulus pada tahun 2004. 2. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Siborongborong, masuk tahun 2004 dan lulus

tahun 2007.

3. Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Siborongborong, masuk tahun 2007 dan lulus pada tahun 2010.

4. Tahun 2010 masuk di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur (PMDK).

5. Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada bulan Juli 2013 di Desa Adolina, KecamatanPerbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.

6. Melaksanakan Penelitian pada bulan Januari 2015 di Desa Silantom Julu, Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul skripsi ini adalah “Strategi Pengembangan Kopi Robusta Di Desa Silantom Julu Kecamatan Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan, dukungan, motivasi, pengarahan, serta kritikan membangun yang disampaikan kepada Penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Meneth Ginting, MADE selaku ketua komisi pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan serta saran dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku anggota komisi pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan serta saran dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 3. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku ketua dan

Sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Agribisnis yang telah banyak memberikan

pengetahuan selama masa pendidikan di Fakultas Pertanian.

5. Ayahanda tercinta Parsautan Silaban dan Ibunda Tiomas Sihombing yang telah memberikan doa dan begitu banyak perhatian, cinta, kasih sayang serta dukungan baik moril maupun materiil sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Universitas Sumatera Utara.


(5)

6. Kakak dan abangku tersayang Kak Dina, Kak Bora, Kak Nova, Kak Elly, Bang Ecy, Bang Anggam, Bang Eddy yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat kepada penulis.

7. Abang tercinta Jack Bernando Naibaho yang telah memberikan dukungan doa dan semangat serta setia membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

8. Teman-teman seperjuangan Program Studi Agribisnis 2010 Fitri, Dedek, Kristy, Liza,

Santry, Putri, Tara dan teman seangkatan AGB’10 lainnya yang tidak dapat disebutkan

satu per satu.

9. Bapak dan ibu Staf Pemerintahan Desa Silantom Julu, Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara sebagai tempat penulis melakukan penelitian skripsi.

10.Segenap pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama penulis menempuh pendidikan dan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun redaksinya oleh karena itu dengan senang hati penulis menerima kritik, saran, dan masukan semua pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis ucapkan terima kasih banyak dan berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Good Bless Us

Medan, Februari 2015


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Kegunaan Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka ... 8

2.1.1. Tinjauan Agronomi Kopi ... 8

2.1.2. Tinjauan Sosial Ekonomi ... 12

2.2. Penelitian Sebelumnya ... 15

2.3. Landasan Teori ... 16

2.4. Kerangka Pemikiran ... 21


(7)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 24

3.2. Metode Pengambilan Sampel ... 25

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 26

3.4. Metode Analisis Data ... 27

3.5. Definisi dan Batasan Operasional ... 32

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL 4.1. Letak dan Keadaan Geografis ... 34

4.2. Keadaan Penduduk ... 34

4.3. Sarana dan Prasarana ... 37

4.4. Karakteristik Petani Kopi Robusta dan Petani Kopi Arabika ... 38

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Usahatani Kopi Robusta di Kabupaten Tapanuli Utara ... 42

5.2. Biaya Produksi, Penerimaan dan Pendapatan Petani Kopi Robusta dan Kopi Arabika ... 43

5.3. Perbandingan Pendapatan Usahatani Kopi Robusta dan Kopi Arabika ... 45

5.4. Perbandingan Kelayakan Usahatani Kopi Robusta dan Kopi Arabika ... 47

5.5. Strategi Pengembangan Usahatani Kopi Robusta ... 50

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 56

6.2. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1. Luas Tanaman Produksi dan Produksi Rata-Rata Tanaman Kopi Robusta

Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2013 ... 24

2. Matriks SWOT ... 31

3. Distribusi Penduduk Desa Silantom Julu Menurut Jenis Kelamin ... 35

4. Distribusi Penduduk Desa Silantom Julu Menurut Agama ... 35

5. Distribusi Penduduk Desa Silantom Julu Menurut Pekerjaan ... 36

6. Distribusi Penduduk Desa Silantom Julu Menurut Pendidikan ... 36

7. Sarana dan Prasarana di Desa Silantom Julu ... 37

8. Komposisi Umur Petani Kopi Robusta dan Kopi Arabika ... 38

9. Komposisi Luas Lahan Petani Kopi Robusta dan Kopi Arabika... 39

10. Komposisi Tingkat Pendidikan Petani Kopi Robusta dan Kopi Arabika.. 40

11. Komposisi Pengalaman Bertani Petani Kopi Robusta dan Kopi Arabika.40 12. Komposisi Jumlah Tanggungan Petani Kopi Robusta dan Kopi Arabika. 41 13. Jumlah Produksi Kopi Robusta di Desa Silantom Julu ... 43

14. Rata-Rata Biaya Produksi Petani Kopi Per Petani dan Per Hektar... 42

15. Rata-Rata Penerimaan Petani Kopi Robusta dan Kopi Arabika ... 44

16. Rata-Rata Pendapatan Bersih Petani Kopi per Petani dan Per Hektar ... 45

17. Perbandingan Nilai Pendapatan Usahatani Kopi Robusta dan Kopi Arabika ... 46


(9)

18. Uji Mann Whitney Perbandingan Nilai Pendapatan Usahatani Kopi Robusta dan Kopi Arabika... 47

19. Nilai B/C, NPV dan IRR Kelayakan Usahatani Kopi Robusta dan Kopi Arabika ... 50

20. Matriks SWOT Pengembangan Usahatani Kopi Robusta di Desa Silantom Julu ... 53


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Skema Kerangka Pemikiran... 22 2.2 Grafik Perkembangan Produksi Kopi Robusta Tahun 2009-2013 di Desa


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul

1. Karakteristik Petani Sampel Kopi Robusta di Daerah Penelitian

2. Karakteristik Petani Sampel Kopi Arabika di Daerah Penelitian

3. Distribusi Biaya Bibit Usahatani Kopi Robusta di Daerah Penelitian 4. Distribusi Biaya Bibit Usahatani Kopi Arabika di Daerah Penelitian

5. Biaya Penggunaan Pupuk Per Petani Sampel Kopi Robusta di Daerah penelitian

6. Biaya Penggunaan Pupuk Per Petani Sampel Kopi Arabika di Daerah penelitian

7. Biaya Sarana Produksi Usahatani Kopi Robusta Per Petani dan Per Hektar di Daerah Penelitian

8. Biaya Sarana Produksi Usahatani Kopi Arabika Per Petani dan Per Hektar di Daerah Penelitian

9. Biaya Penyusutan Usahatani Kopi Robusta Per Petani dan Per Hektar di Daerah Penelitian

10. Biaya Penyusutan Usahatani Kopi Arabika Per Petani dan Per Hektar di Daerah Penelitian

11. Distribusi Tenaga Kerja Usahatani Kopi Robusta di Daerah Penelitian 12. Distribusi Tenaga Kerja Usahatani Kopi Arabika di Daerah Penelitian

13. Total Biaya Usahatani Kopi Robusta Per Petani dan Per Hektar di Daerah Penelitian

14. Total Biaya Usahatani Kopi Arabika Per Petani dan Per Hektar di Daerah Penelitian

15. Penerimaan Usahatani Kopi Robusta Per Petani dan Per Hektar di Daerah Penelitian


(12)

16. Penerimaan Usahatani Kopi Arabika Per Petani dan Per Hektar di Daerah Penelitian

17. Pendapatan Bersih Usahatani Kopi Robusta Per Petani dan Per Hektar di Daerah Penelitian

18. Pendapatan Bersih Usahatani Kopi Arabika Per Petani dan Per Hektar di Daerah Penelitian

19. Hasil Uji Mann Whitney Perbedaan Pendapatan Petani Kopi Robusta dan Kopi Arabika

20. Analisis Finansial Usahatani Kopi Robusta di Daerah Penelitian 21. Analisis Finansial Usahatani Kopi Arabika di Daerah Penelitian


(13)

ABSTRAK

Lita I. S. K. Silaban (100304011) Dengan judul skripsi Strategi Pengembangan Kopi Robusta Di Desa Silantom Julu Kecamatan Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara, yang dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Meneth Ginting, MADE dan Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perkembangan kopi robusta di Kabupaten Tapanuli Utara selama 5 tahun terakhir, untuk mengetahui berapa besar biaya produksi, penerimaan dan pendapatan usahatani kopi robusta di daerah penelitian, untuk menganalisis perbandingan pendapatan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian, untuk menganalisis perbandingan kelayakan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian, untuk mengetahui strategi pengembangan usahatani kopi robusta di daerah penelitian. Metode penelitian pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling, dengan besar sampel yaitu 30 sampel petani kopi robusta dan 20 sampel petani kopi arabika. Data yang digunakan data primer dan data sekunder. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif, metode analisis usahatani, metode analisis U Mann Whitney, metode analisis finansial dan metode analisis SWOT.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Perkembangan produksi kopi robusta kabupaten Tapanuli Utara selama 5 tahun terakhir mengalami penurunan yaitu sebesar 0,16% atau 0,03% per tahun (2) Usahatani kopi robusta di daerah penelitian kurang menguntungkan, karena penerimaan petani kopi robusta lebih rendah dari biaya yang dikeluarkan untuk usahataninya. Sebaliknya usahatani kopi arabika di daerah penelitian lebih menguntungkan, karena penerimaan petani kopi arabika lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk usahataninya.(3) Terdapat perbedaan pendapatan antara petani kopi robusta dan kopi arabika. Pendapatan petani kopi arabika lebih besar daripada pendapatan petani kopi robusta. (4) Usahatani kopi robusta dan kopi arabika layak untuk diusahakan, dengan nilai analisis kelayakan IRR (Internal rate of Return) usahatani kopi robusta adalah 37% dan nilai analisis kelayakan IRR (Internal rate of Return) usahatani kopi arabika adalah 38%. (5)Petani di Desa Silantom Julu membuat strategi pengembangan kopi robusta dengan memaksimalkan faktor internal yaitu kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities). Namun, secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats).

Kata Kunci : Analisis Usahatani, Kopi Robusta, Kopi Arabika, Analisis Finansial, Analisis SWOT


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kopi merupakan salah satu tanaman keras perkebunan. Kopi adalah jenis tanaman tropis yang dapat tumbuh dimana saja, terkecuali pada tempat – tempat yang terlalu tinggi dengan temperatur yang sangat tinggi atau daerah – daerah tandus yang memang tidak cocok bagi kehidupan tanaman. Sudah beberapa abad lamanya tanaman kopi menjadi bahan perdagangan karena kopi dapat diolah menjadi minuman lezat rasanya. Kopi dapat diolah menjadi minuman yang lezat rasanya. Kopi adalah minuman penyegar badan dan pikiran. Badan yang lemah dan rasa kantuk dapat hilang setelah meminum kopi (AAK, 1991). Biji kopi yang mengandung kafein dapat merangsang kerja jantung dan otak. Selain berkhasiat, kopi juga beraroma harum yang khas dan rasanya nikmat. Dengan demikian, kopi menjadi terkenal hingga tersebar di berbagai negara (Najiyati dan Danarti, 1997). Kopi merupakan sumber penghidupan masyarakat diberbagai daerah dan menjadi salah satu sumber pendapatan devisa bagi negara. Perlu kiranya diadakan pengkajian mendalam mengenai prospek perkopian dunia dan peluang-peluang nyata bagi perkopian Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pasar agar dapat meningkatkan perekonomian nasional maupun memperbaiki pendapatan masyarakat , terutama masyarakat petani-petani kopi (Siswoputranto, 1993).

Kopi yang tergolong dalam marga coffea memiliki lebih dari 70 spesies. Di dunia perdagangan, dikenal beberapa golongan kopi tetapi yang paling sering dibudidayakan hanya jenis kopi arabika, robusta dan liberika. Untuk jenis kopi menurut pengolahannya terdiri dari kopi bubuk, kopi instan (tanpa ampas) dan kopi mix. Kopi asal Indonesia sangat terkenal sampai keluar negeri. Salah satu contoh kopi asli asal daerah Indonesia yaitu kopi Sumatera yang sudah dikenal baik di dalam negeri maupun mancanegara


(15)

karena jenis kopi asal Sumatera di ekspor ke luar negeri dan menjadi aset pendapatan negara. Kopi Sumatera terdiri dari kopi Lintong, kopi Lampung, kopi Aceh Gayo dan yang terakhir kopi Mandailing. Untuk daerah Sumatera Utara kopi yang dibudidayakan kebanyakan jenis kopi arabika dan sebagian kecil kopi robusta.

Pada tahun 2009 terdapat sebanyak 473 perusahaan kopi di Indonesia. Jumlah perusahaan yang masih aktif berproduksi adalah sejumlah 205 perusahaan sedangkan 268 lainnya merupakan perusahaan skala kecil yang aktifitas produksinya bersifat musiman. Dari jumlah produsen kopi yang menyebar di seluruh Indonesia, Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah yang jumlah produsen kopinya tinggi. Di Sumatera Utara terdapat 33 perusahaan kopi dari 205 perusahaan kopi yang aktif di Indonesia (Anonimus, 2011).

Produksi kopi olahan mengalami pertumbuhan, terutama kopi bubuk. Produksi kopi bubuk pada tahun 2008 mencapai 129.659 ton. Dalam 5 tahun terakhir pertumbuhan produksi kopi mencapai rata – rata 5,0 % per tahun. Di dalam negeri diferensiasi kopi olahan telah dikembangkan, tetapi hanya ada dua jenis yang mendapat pasar, yakni kopi instan (tanpa ampas) dan kopi mix. Di Provinsi Sumatera Utara produk hasil olahan yang terkenal adalah kopi tubruk instan, kopi bubuk, kopi luwak Sidikalang, dan permen kopi.

Luas perkebunan kopi Indonesia saat ini mencapai 1,3 juta hektar. Dari total produksi kopi Indonesia 83 % kopi robusta dan sisanya 17 % kopi arabika. Sekitar 95 % dari produksi tersebut merupakan kopi rakyat (smallholders coffea) dan selebihnya kopi perkebunan besar (estatrs coffea). Produksi kopi tahun 2011 mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan tahun 2010 karena pengaruh iklim. Produksi kopi Indonesia tahun 2012 meningkat dari tahun 2011. Tahun 2011 sebesar 633.000 ton dan tahun 2012 mencapai 748.000 ton atau meningkat sekitar 20 %.


(16)

Pangsa pasar kopi Indonesia di pasar kopi internasional menduduki nomor empat tertinggi setelah Brazil, Kolombia dan Vietnam. Ekspor kopi hanya dilakukan eksportir terdaftar yang ditetapkan Departemen Perdagangan dan Perindustrian. Pelaksanaan deregulasi yang dikeluarkan pemerintah sejak oktober 1989 memungkinkan citra ekspor menjadi buruk jika tidak mempertimbangkan asas profesionalisme dan mutu ekspor kopi yang baik. Oleh karena itu Asosiasi Ekspor Kopi Indonesia (AEKI) meminta kepada pemerintah untuk menetapkan kembali sistem registrasi di bidang ekspor kopi, sehingga pemerintah dapat menjaga mutu dan citra perkopian Indonesia. Untuk komoditas kopi, pemerintah Indonesia membuat kebijakan ekspor nol persen, sehingga diharapkan kopi Indonesia memiliki daya saing yang cukup tinggi. Meskipun Indonesia dikenal sebagai produsen kopi, tetapi Indonesia juga melakukan impor. Pelaksanaan impor kopi bertujuan untuk memenuhi pasokan kebutuhan bahan baku industri guna memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri yang cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya penduduk.

Penyusutan kepemilikan lahan pertanian yang menjadi dampak dari sistem bagi waris dan alih fungsi lahan menyebabkan skala usaha petani terus menurun. Rata -rata petani di Sumatera Utara, kepemilikan tanah masih di bawah 0,5 Ha per kepala keluarga. Demikian halnya dengan masalah penyaluran pupuk bersubsidi yang tidak tepat, banyak pupuk palsu, tidak standar. Tidak menentunya harga produksi petani, rendahnya nilai jual, dibandingkan cost produk dengan hasil penjualan, margin rendah, sehingga kesejahteraan petani sulit terwujud. Masalah perubahan iklim yang luar biasa akibat pengalihan fungsi hutan alam dan hutan industri juga mengakibatkan masalah bagi petani.

Perubahan iklim global akan mempengaruhi setidaknya tiga unsur iklim dan komponen alam yang sangat erat kaitannya dengan pertanian, yaitu: (a) naiknya suhu udara yang juga berdampak terhadap unsur iklim lain, (b) berubahnya pola curah hujan, (c) makin


(17)

meningkatnya intensitas kejadian iklim ekstrim (anomali iklim) seperti El- Nino dan La-Nina, dan (d) naiknya permukaan air laut akibat pencairan gunung es di kutub. Naiknya suhu akibat pemanasan global menyebabkan munculnya hama penggerek yang mengakibatkan menurunnya produksi kopi. Hal ini menjadi tantangan bagi petani yng ada di Samosir, Humbang Hasundutan dan Tapanuli Utara. Musim yang tidak jelas membuat petani sering melakukan perubahan pola tanam dan ini sangat erat pengaruhnya terhadap produksi yang diperoleh dan termasuk terhadap ekonomi petani itu sendiri. Akibatnya pendapatan petani menurun dan ketergantungan petani terhadap rentenir semakin tinggi, semakin tahun petani tidak lagi dapat memenuhi kebutuhannya, hasil pertanian menurun drastis (Anonimus, 2011).

Meningkatnya permintaan ekspor kopi arabika dunia memberi dampak tersendiri pada perkebunan kopi Indonesia. Komposisi jenis tanaman kopi di Indonesia yang di dominasi kopi robusta melahirkan usaha – usaha kearah diversifikasi. Namun tidaklah mudah karena terhadang kesesuaian lahan terhadap tanaman kopi arabika. Hal ini tentu jadi masalah karena Indonesia tidak dapat bersaing dengan negara lain yang mampu memproduksi lebih baik daripada Indonesia. Bukan hanya itu keterbatasan teknologi produksi biji kopi yang tidak mampu menyaingi produsen besar berskala nasional dan bahkan internasional membatasi pertumbuhan industri kopi di Indonesia. Masalah tingginya biaya transportasi di Indonesia juga memberi dampak kepada tingginya harga jual produk kopi Indonesia, khususnya pemasaran keluar negeri. Hal ini juga terjadi kepada produk - produk daerah yang tak mampu menempuh pangsa pasar yang lebih luas. Misalnya Provinsi Sumatera Utara yang merupakan salah satu sentra produksi dari komoditi kopi, baik jenis kopi arabika dan kopi robusta. Terkhususnya di daerah Tapanuli Utara, produksi kopi bubuk Pangaribuan, Sipaholon, Sipahutar hanya mampu dipasarkan di pasar tradisional di Tapanuli Utara. Untuk itu perlu adanya pengembangan dan perhatian dari pemerintah bagi


(18)

petani dan produsen kopi di daerah – daerah yang berpotensi sebagai penghasil kopi di Indonesia.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

1) Bagaimana perkembangan kopi robusta di Kabupaten Tapanuli Utara selama 5 tahun terakhir ?

2) Berapa besar biaya produksi, penerimaan dan pendapatan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian ?

3) Bagaimana perbandingan pendapatan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian ?

4) Bagaimana perbandingan kelayakan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian ?

5) Bagaimana strategi pengembangan usahatani kopi robusta di daerah penelitian ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain :

1) Untuk mengetahui perkembangan kopi robusta di Kabupaten Tapanuli Utara selama 5 tahun terakhir.

2) Untuk mengetahui berapa besar biaya produksi, penerimaan dan pendapatan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian.

3) Untuk menganalisis perbandingan pendapatan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian.


(19)

4) Untuk menganalisis perbandingan kelayakan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian.

5) Untuk mengetahui strategi pengembangan usahatani kopi robusta di daerah penelitian.

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini antara lain :

1) Sebagai bahan informasi bagi petani kopi robusta dalam mengembangkan usahataninya.

2) Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak – pihak yang membutuhkan khususnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

3) Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam mengembangkan usahatani kopi robusta.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN

KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Tinjauan Agronomi Kopi

Tanaman kopi bukan tanaman asli Indonesia, kopi pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1696 dari jenis kopi Arabika. Kopi masuk dibawa oleh komandan pasukan belanda yang kemudian ditanam dan dikembangkan. Tanaman ini kemudian mati semua oleh banjir, maka tahun 1699 didatangkan lagi bibit - bibit baru dan akhirnya menyebar ke berbagai bagian di kepulauan Indonesia seperti Sumatera, Bali, Sulawesi dan Timor. Namun sejak tahun 1876 perkembangan budidaya kopi arabika mengalami kemunduran dikarenakan serangan penyakit karat daun (Hemilia vastatrix). Usaha selanjutnya adalah dengan mendatangkan kopi jenis robusta (Coffea Canephora) tahun 1900, yang tahan terhadap penyakit karat daun dan memerlukan syarat tumbuh serta pemeliharaan yang ringan , sedangkan produksinya jauh lebih tinggi . Maka kopi robusta menjadi cepat berkembang dan mulai menyebar ke seluruh daerah baik di Jawa, Sumatera maupun ke Indonesia bagian timur (AEKI, 2014).

Pada abad ke 18 kopi menjadi andalan ekspor utama Indonesia yang terkenal dengan nama

Java coffea”. Minuman kopi bukan hanya sekedar minuman beraroma khas dan

merangsang karena mengandung kafein, tetapi minuman ini juga mengandung beberapa zat yang bermanfaat bagi tubuh meskipun kadarnya tidak terlalu tinggi.


(21)

Kopi termasuk kedalam jenis coffea, anggota dari famili Rubiaceae yang terdiri dari 3 spesies utama yakni Coffea Arabica, Coffea Canephora, dan Coffea Liberica. Dari ketiga spesies tersebut terdapat bayak varietas yang merupakan hasil turunan klon – klon, kopi digolongkan dalam kelas dicotyledoneae.

Berikut ini adalah klasifikasi tanaman kopi robusta : Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Rubiales Family : Rubiaceae Genus : Coffea

Spesies : Coffea robusta L.

(Bahri,S, 1996).

Kopi (Coffea spp) spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam famili

Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang dan bila dibiarkan tumbuh dapat mencapai tinggi 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak meruncing. Daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang dan ranting – rantingnya (Najiyati dan Danarti, 1997).

Di dunia perdagangan, dikenal beberapa golongan kopi. Salah satunya kopi arabika yang menjadi topik pembicaraan di dunia perkopian dikarenakan rasa dan aromanya yang nikmat. Namun secara garis besar, hanya ada 3 jenis kopi yang dibudidayakan yaitu :

1. Kopi Arabika (Coffea Arabica)

Kopi Arabika berasal dari Ethiopia dan Albessinia. Kopi arabika dapat tumbuh pada ketinggian 700 – 1700 m dpl dengan suhu 16 - 200 C. Kopi arabika peka terhadap


(22)

serangan penyakit HV ( Hemilia vastratrix ) terutama bila ditanam di dataran rendah atau kurang dari 500 m dpl. Rendemen kopi arabika ± 18%. Kopi arabika berdaun kecil, halus mengkilat , panjang daun 12 – 15 cm x 6 cm dengan panjang buah 1,5 cm. 2. Kopi Liberika (Coffea liberica )

Kopi liberika berasal dari Angola dan masuk ke Indonesia sejak tahun 1965. meskipun sudah cukup lama masuk ke Indonesia, tetapi hingga saat ini jumlahnya masih terbatas karena buah dan rendemennya rendah. Ukuran daun, cabang, bunga, buah dan pohon lebih besar dibandingkan kopi arabika dan robusta. Agak peka terhadap penyakit HV (

Hemilia vastratrix ). Berbuah sepanjang tahun dengan ukuran buah yang tidak merata. Kopi liberika tumbuh baik di dataran rendah (Najiyati dan Danarti, 1997).

3. Kopi Robusta (Coffea robusta )

Kopi robusta berasal dari Kongo dan masuk ke Indonesia pada tahun 1900. Karena mempunyai sifat lebih unggul, kopi ini sangat cepat berkembang. Kopi robusta memiliki daun lebar dan panjang daun lebih dari 20 x 10 cm berbentuk gelombang, sedangkan panjang buah ± 1,2 cm. Kopi robusta resisten terhadap penyakit HV (

Hemilia vastratrix ) dan tumbuh sangat baik pada ketinggian 400 – 700 m dpl, tetapi masih toleran pada ketinggian kurang dari 400 m dpl, dengan temperatur 21 - 240 C. Kopi robusta memiliki waktu berbunga yang tidak tepat dengan waktu berbuah 10 – 11 bulan. Tidak seperti kopi arabika yang buahnya akan jatuh apabila telah matang, buah kopi robusta akan tetap di pohonnya. Kopi robusta memiliki perakaran yang dangkal. Membutuhkan curah hujan 2.000 – 3.000 mm sepanjang tahun. Biji kopi robusta berwarna kecoklatan dengan bentuk biji lebih oval. Aroma kopi robusta tidak sekuat arabika, dengan tingkat kekentalan (body) sedang hingga berat dan citarasa pahit. Kandungan kafein kopi robusta lebih dari dua kali lipat arabika, yaitu berkisar 1,7 - 4,0 % (Najiyati dan Danarti, 1997).


(23)

Kopi jenis robusta yang asli sudah hampir hilang. Saat ini, beberapa jenis robusta sudah tercampur menjadi klon atau hibrida, seperti klon BP 39, BP 42, SA 13, SA 34, dan SA 56. Sementara itu, klon atau hibrida yang dihasilkan oleh PPPKI, diantaranya BP 42X, BP 234, BP 288, BP 308, BP 358, BP 409, BP 436, BP 534, BP 936, BP 939, SA 203, SA 234, dan SA 237. Produksi kopi jenis robusta secara umum dapat mencapai 800 – 2000 kg/hektare/tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014). Berikut ini karakteristik fisik biji kopi kopi robusta :

1. Rendemen kopi robusta relatif lebih tinggi dibandingkan dengan rendemen kopi arabika (20 – 22%).

2. Biji kopi agak bulat.

3. Lengkungan biji lebih tebal dibandingkan dengan jenis arabika. 4. Garis tengah (parit) dari atas ke bawah hampir rata.

5. Untuk biji yang sudah diolah, tidak terdapat kulit ari di lekukan atau bagian parit. 6. Setelah penyangraian kopi robusta akan lebih hitam dan bulat oval (Panggabean,

2011).

2.1.2. Tinjauan Sosial Ekonomi

Luas areal perkebunan kopi Indonesia mencapai 1.210.364 ha dengan produksi 686,921 ton di tahun 2010. Pada tahun 2011 mencapai 1,29 juta ha atau 96,3 % yakni sebesar 1,24 juta merupakan perkebunan rakyat, terdiri atas 1,04 juta kopi robusta dan 251 ribu ha kopi arabika. Dari tahun 2012 sampai tahun 2013 luas areal kopi Indonesia mengalami penurunan sebesar -3,41 %. Dan pada tahun 2014 luas areal kopi mengalami peningkatan mencapai 1.354.000 ha dengan produksi sebesar 738.000 ton (AEKI, 2014). Produksi kopi Indonesia tahun 2011 mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan tahun 2010. Produksi kopi Indonesia tahun 2012 meningkat dari tahun 2011. Tahun 2011 sebesar 633.000 ton dan tahun 2012 mencapai 691.163 ton atau meningkat sekitar 20 %.


(24)

Namun di tahun 2013 produksi kopi kembali mengalami penurunan dengan produksi sebesar 669.064 ton (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014).

Produktivitas kopi Indonesia pada tahun 2010 sebesar 756 kg/ha dan mengalami penurunan pada tahun 2011. Hingga tahun 2013 produktivitas kopi Indonesia tidak mengalami kenaikan yang cukup signifikan yaitu sebesar 731 kg/ha (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014). Dilihat secara nasional tingkat produktivitas kopi per hektarnya di Indonesia umumnya masih relatif rendah, hal ini dipengaruhi oleh iklim, ekologi, tanah dan sistem pertanian yang sangat mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas hasil kopi Indonesia (Ilyas, 1991). Dimana produktivitas tanaman kopi di Indonesia baru mencapai 700 kg biji kopi/ha/tahun untuk robusta dan 800 Kg biji kopi/ha/tahun untuk arabika. Dibandingkan dengan provinsi lain Sumatera Utara masih tergolong rendah sehingga Sumatera Utara masih mendatangkan komoditi kopi dari luar daerah untuk memenuhi permintaan masyarakat (kebutuhan domestik) dan luar negeri (untuk ekspor).

Peran kopi sebagai komoditi penting dalam perdagangan internasional mengakibatkan kelebihan persediaan (over supply) dan kekurangan persediaan (short supply) pada setiap negara penghasil kopi, sehingga harga kopi tidak stabil. Harga kopi arabika pada tahun 2014 berada pada kisaran US$ 4/ kg, naik 81,8 % dari tahun 2013 di kisaran US$ 2,2/kg. Sedangkan kopi robusta berada pada kisaran US$ 2,1/ kg naik 31,25 % dari tahun lalu yang berada pada kisaran US$ 1,6/ kg.

Perkembangan ekspor kopi Indonesia trendnya terus menurun sejak 2010 atau tinggal 352.007 ton pada 2011 dikarenakan produksi berkurang dan harga di dalam negeri lebih mahal dibandingkan dengan ekspor. Meskipun volume ekspor tinggal 352.007 ton, nilai ekspor jauh lebih besar dari perolehan di 2009 dan 2010. Pada tahun 2011 ekspor kopi


(25)

tercatat 352.007 ton atau turun 21 % dibandingkan tahun 2010. Dibandingkan tahun 2009, ekspor kopi tahun 2010 juga tercatat menurun 11,4 %.

Bagi petani kopi bukan hanya sekedar minuman segar dan berkhasiat, tetapi juga mempunyai arti ekonomi yang cukup tinggi. Sejak puluhan tahun yang lalu kopi telah menjadi sumber nafkah bagi banyak petani (Najiyati dan Danarti, 1997). Dalam Produk Nasional Bruto (PNB), komoditas kopi memberikan sumbangan sebesar 0,6% dan merupakan 17% dari seluruh ekspor produk pertanian tahun 2008. Luas tanam kopi seluas 1,3 juta hektar diusahai oleh 2,33 juta rumah tangga petani kecil dengan skala usaha rata-rata 1 - 1,5 hektar. Pendapatan petani dapat mencapai sekitar Rp 9 juta per ha per tahun untuk kopi Robusta dan Rp 19 juta per hektar per tahun untuk kopi Arabika (Ottaway (2007) dalam Saragih (2010)).

Perubahan iklim yang terjadi mengakibatkan meningkatnya suhu permukaan bumi dan perubahan curah hujan, baik jumlah maupun distribusi akan berpengaruh pada produktivitas kopi. Kopi rentan terhadap perubahan iklim karena kopi hanya dapat berproduksi optimal dalam kisaran suhu yang relatif sempit, yakni antara 18 – 20 0C. Di kisaran suhu berapapun meski kopi dapat tumbuh namun kemampuannya menghasilkan buah jauh berkurang. Sementara buah kopi merupakan hasil yang diharapkan oleh petani sebagai sumber pendapatannya. Apabila jumlah produksi kopi petani semakin berkurang diakibatkan perubahan iklim dan timbulnya penggerek buah kopi yang mengakibatkan gagal panen maka kemungkinan besar kopi tidak lagi produktif dan tidak memiliki nilai ekonomis untuk dibudidayakan petani. Petani kopi berharap ancaman alam terkait pemanasan global segera membaik dan adanya kebijakan pemerintah dalam menyelesaikan permasalah yang dihadapi petani.


(26)

2.2. Penelitian Sebelumnya

Hasil penelitian Sartika (2007) mengenai Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Pemasaran Kopi Arabika dan Robusta adalah penerimaan rata – rata usaha tani

dan pemasaran kopi arabika adalah Rp 18.477.000 per tahun dengan R/C rasio 1,94 sedangkan penerimaan kopi robusta Rp 5.228.500 per tahun dengan R/C 3,06 rasio. Usahatani kopi di Sumatera Utara tersebar di 10 wilayah kabupaten di dataran tinggi sekitar Danau Toba.

Menurut Soetriono (2009), hasil penelitiannya menyatakan bahwa usahatani kopi robusta yang dilakukan petani Indonesia masih mempunyai peluang yang besar dan sangat menjanjikan untuk dikembangkan. Hal ini dibuktikan dengan kondisi komoditas kopi robusta yang dihasilkan oleh petani mempunyai daya saing yang kuat.

Hasil penelitian Sihaloho (2009) mengenai Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara menyimpulkan pertumbuhan ekonomi, ketidakpastian iklim global, fluktuasi harga kopi, penegakan hukum dan peraturan perundang – undangan kopi sejenis dari wilayah lain, penguasaan lahan kopi oleh pihak luar merupakan faktor ancaman bagi pengembangan agribisnis kopi dengan bobot skor 0,841 serta nilai total bobot skor 2,769 berarti secara eksternal Daerah/Dinas Pertanian Subdinas Perkebunan dan masyarakat/ petani telah merespon dengan baik terhadap peluang dan ancaman yang dimiliki, yang berarti bahwa faktor peluang eksternal dalam upaya pengembangan agribisnis kopi di Humbang Hasundutan dapat mengatasi ancaman yang dihadapi.


(27)

2.3. Landasan Teori

Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik – baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi, 1995).

Biaya usahatani dibedakan menjadi 1) Biaya tetap (fixed cost) : biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Yang termasuk biaya tetap adalah sewa tanah, pajak dan alat pertanian. 2) Biaya tidak tetap (variabel cost) : biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, seperti biaya saprodi (tenaga kerja, pupuk, dan pestisida) (Soekartawi et al (1986) dalam Sartika (2007)).

Dalam pendapatan usahatani ada dua unsur yang digunakan yaitu unsur penerimaan dan pengeluaran dari usahatani tersebut. Penerimaan adalah hasil perkalian jumlah produk total dengan satuan harga jual, sedangkan pengeluaran atau biaya yang dimasudkan sebagai nilai penggunaan sarana produksi dan lain – lain yang dikeluarkan pada proses produksi tersebut (Ahmadi, 2001).

Penerimaan diperoleh dengan menekankan adanya harga jual. Harga penjualan yang dapat diperoleh petani ditentukan oleh berbagai faktor yaitu : mutu hasil, pengolahan hasil, dan sistem pemasaran serta struktur pasar yang dihadapi.

Pendapatan bersih adalah selisih total pendapatan tunai dengan total pengeluaran tunai. Pendapatan bersih suatu usaha dinyatakan dalam bentuk jumlah rupiah. Tujuan petani


(28)

dalam berusahatani pada masyarakat yang telah memasuki sistem pasar adalah untuk memperoleh pendapatan bersih yang sebesar-besarnya. Dalam memperoleh pendapatan bersih yang tinggi maka petani harus mengupayakan penerimaan yang tinggi dan biaya produksi yang rendah (Simanjuntak S.B, 2004)

Dalam melaksanakan suatu proyek biasanya dilakukan dengan dua macam analisis, yaitu 1) Analisis finansial, dimana proyek dilihat dari sudut badan-badan atau orang-orang yang menanam modalnya dalam proyek atau yang berkepentingan langsung dalam proyek. 2) Analisis ekonomi, dimana proyek dilihat dari sudut perekonomian secara keseluruhan.

Penelitian ini menggunakan analisis finansial disebabkan penelitian yang menganalisa biaya dan manfaat dari usahatani kopi robusta di daerah penelitian. Analisis finansial lebih menekankan pada aspek input-output pada penerimaan dan pengeluaran yang sebenarnya. Dengan demikian variabel yang dipakai adalah data harga real, tenaga kerja dalam dalam keluarga yang terlibat tidak diperhitungkan tetapi pajak serta biaya bea masuk tetap diperhitungkan. Begitu pula dengan besarnya bunga pinjaman juga dihitung pada analisis finansial.

Untuk menganalisa layak atau tidak layaknya usahatani yang dijalankan oleh petani kopi dapat dilihat melalui kriteria investasi. Beberapa kriteria yang sering digunakan dalam analisis kelayakan finansial adalah NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return) dan B/C (Net Benefit Cost Ratio).

Net Present Value (NPV) adalah finansial yang memperhitungkan selisih antara penerimaan dan biaya terhadap besarnya suku bunga atau lebih dikenal dengan istilah analisis yang sudah mempertimbangkan faktor diskonto pada waktu-waktu tertentu. Cara menhitung NPV adalah sebagai berikut :


(29)

Keterangan : Bt = Penerimaan (benefit) finansial sehubungan dengan sesuatu proyek

pada tahun t

Ct = Biaya finansial sehubungan dengan proyek pada tahun t, Ct dihitung

per hektar per tahun

n = Umur ekonomis proyek dalam perhitungan dipergunakan 1 tahun i = Discount rate

NPV = Nilai netto sekarang

Tingkat pengembalian internal (IRR) merupakan parameter yang dipakai untuk melihat apakah sesuatu usaha mempunyai kelayakan usaha atau tidak. Criteria layak atau tidak layak bagi suatu usaha adalah bila IRR lebih besar daripada tingkat suku bunga yang berlaku saat usaha itu dilaksanakan dengan meminjam uang (biaya) dari bank pada saat nilai netto sekarang (Net Benefit Value = 0), oleh karena itu untuk menghitung IRR diperlukan nilai NPV terlebih dahulu (Soekartawi, 1995).

Perkiraan IRR dapat dicari dengan memecahkan persamaan sebagai berikut :

Keterangan : i’ = Nilai Social Discount rate yang ke – 1

i” = Nilai Social Discount rate yang ke – 2

NPV’ = Nilai NET Present Value yang pertama

NPV” = Nilai NET Present Value yang kedua

 Bila IRR ≥ tingkat suku bunga berlaku maka usaha tersebut layak untuk dilaksanakan

 Bila IRR < tingkat suku bunga berlaku maka usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan

NPV = t− t

+it

� �=


(30)

Benefit cost ratio (B/C) yaitu tingkat perbandingan antara penerimaan dengan biaya yaitu antara semua nilai-nilai positif dan arus keuntungan bersih setiap tahun (bulan) setelah didiskontokan dengan jumlah nilai negatif atau dengan rumus :

Keterangan : Bt = Penerimaan (benefit) finansial sehubungan dengan sesuatu proyek

pada tahun t

Ct = Biaya finansial sehubungan dengan proyek pada tahun t, Ct dihitung

per hektar per tahun n = Umur ekonomis proyek

i = Opportunity Cost of Capital yang digunakan t = Jangka waktu suatu proyek tau usahatani Kriteria yang dipakai adalah :

 Bila B/C > 1 maka usaha tersebut layak diusahakan

 Bila B/C < 1 maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan

Strategi adalah cara terbaik untuk mencapai beberapa sasaran dan rencana yang kompeherensif. Strategi yang menginteregasikan segala sumber saya dan kemampuan yang bertujuan jangka panjang.

Untuk menetapkan strategi dan kebijakan dalam pengembangan perkopian Indonesia ke masa yang akan datang digunakan analisis SWOT. Identifikasi peluang dan ancaman yang dihadapi suatu industri serta analisis terhadap faktor faktor kunci menjadi bahan acuan dalam menetapkan strategi dan kebijakan penanganan perkopian.

���B

C =

Bt − Ct

1 + i t

n t=

Ct − Bt

1 + i t

n t=


(31)

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats) (Rangkuti, 2009).

2.4. Kerangka Pemikiran

Tanaman kopi merupakan komoditi yang sudah dikenal di seluruh dunia. Komoditi kopi memiliki cita rasa yang khas dengan tingkat harga yang relatif tinggi sehingga olahan komoditi kopi banyak disukai masyarakat terutama dalam bentuk bubuk kopi. Akan tetapi hal ini tidak berpengaruh terhadap kopi robusta yang memiliki cita rasa yang jauh lebih rendah dari kopi arabika. Permintaan kopi robusta yang rendah dan harga jual kopi arabika yang jauh melebihi harga kopi robusta mengakibatkan menurunnya minat petani untuk membudidayakan kopi robusta.

Hal ini ditunjukkan dari produksi kopi robusta yang semakin menurun dan semakin berkembangnya luas lahan kopi arabika di Kabupaten Tapanuli Utara. Kondisi ini menunjukkan bahwa usahatani kopi robusta di Kabupaten Tapanuli Utara semakin hilang. Namun tidak untuk petani kopi di Kecamatan Pangaribuan. Dari 15 kecamatan yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara, hanya kecamatan Pangaribuan yang memiliki luas areal kopi robusta terbesar dengan petani yang masih tetap berusahatani ditengah kondisi rendahnya harga kopi robusta yang tidak menjamin kesejahteraan petani kopi robusta di Kecamatan Pangaribuan.

Berusahatani merupakan suatu proses yang didalamnya terdiri dari himpunan input produksi atau faktor produksi seperti modal dan tenaga kerja yang mendukung kegiatan usahatani sehingga menghasilkan output yang memuaskan. Dalam hal ini output merupakan hasil produksi yaitu biji putih (biji kering). Petani sangat berperan dalam


(32)

menjalankan usahataninya, dimana petani berperan sebagai jurutani (cultivator) dan sekaligus seorang pengelola (manajer).

Dalam usahatani kopi robusta ketersediaan faktor produksi merupakan suatu keharusan. Dimana faktor produksi ini akan membentuk suatu biaya yang disebut biaya produksi. Faktor – faktor dalam usahatani kopi robusta membentuk suatu biaya yang disebut biaya produksi. Besarnya biaya produksi ditentukan dengan besarnya harga yang berlaku.

Besarnya pendapatan usaha tani kopi robusta dapat dihitung melalui selisih penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan diperoleh dari hasil perkalian penjualan dengan harga yang berlaku sedangkan pengeluaran merupakan total biaya tetap dan biaya variabel. Penerimaan yang lebih besar daripada pengeluaran berdampak pada tingkat pendapatan yang lebih besar bagi usahatani kopi robusta.

Pendapatan bersih akan dianalisis dengan uji kelayakan yaitu analisis sinansial untuk melihat apakah usahatani layak atau tidak layak diusahakan di daerah penelitian. Setelah diuji analisis finansial maka dapat didefenisikan usahatani di daerah penelitian dapat berkembang atau tidak berkembang.

Dalam menjalankan sustu usahatani, terdapat masalah-masalah yang dapat menghambat jalanya usahatani seperti masalah produksi, distribusi dan kurangnya lembaga pendukung dan teknologi. Dalam hal ini, analisis SWOT berperan untuk menunjukkan dengan jelas peluang dan ancaman yang dihadapi petani dan akan disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki petani terhadap strategi pengembangan kopi robusta. Adapun strategi pengembangan usahatani kopi robusta ini diperoleh dengan menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman yang dihadapi oleh usaha tani kopi robusta. Sehingga terlahirlah sebuah kebijakan – kebijakan dan kegiatan - kegiatan yang akan dijalankan untuk mengembangkan usahatani kopi robusta ke arah yang lebih baik.


(33)

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran 2.5. Hipotesis Penelitian

1) Pendapatan usahatani kopi robusta dengan petani kopi arabika adalah berbeda. 2) Ada perbedaan kelayakan usahatani kopi robusta dengan usahatani arabika.

Usahatani Kopi Robusta

Output

Biaya Produksi Penerimaan

Pendapatan

Kelayakan Finansial

Analisis SWOT

Strategi

Harga Jual Faktor produksi:

1. Modal 2. Tenaga Kerja

Petani

Usahatani Kopi Arabika


(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Silantom Julu, Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. Daerah penelitian ditetapkan secara purposive

(sengaja) yaitu berdasarkan pertimbangan–pertimbangan tertentu disesuaikan dengan tujuan penelitian (Singarimbun, 1989). Adapun yang menjadi pertimbangan ialah karena Kecamatan Pangaribuan merupakan salah satu daerah di Kabupaten Tapanuli Utara dengan luas areal kopi robusta terbesar diantara kecamatan yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara.

Tabel 1. Luas Tanaman Produksi dan Produksi Rata-Rata Tanaman Kopi Robusta Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara,

Tahun 2013

Sumber Tapanuli Utara Dalam Angka 2014. No. Kecamatan

Luas Tanaman (Ha) Luas Tanaman Menghasilkan (Ha) Produksi (Ton)

Rata – Rata Produksi

(Kg/Ha)

1 Parmonangan 50,25 37,50 20,56 548,27 2 Adiankoting 14,25 7,00 3,82 545,71 3 Sipaholon 79,00 65,25 32,79 502,53 4 Tarutung 21,00 11,00 5,34 485,45 5 Siatas Barita 15,25 9,50 4,69 493,68 6 Pahae Julu 117,00 113,25 66,82 590,02 7 Pahae Jae 81,00 76,25 43,86 575,21 8 Purbatua 6,50 3,75 1,91 509,33 9 Simangumban 123,25 80,75 42,86 531,02

10 Pangaribuan 499,00 445,00 237,63 534,00

11 Garoga 187,50 160,50 85,02 529,72 12 Sipahutar 31,75 25,00 12,21 488,40 13 Siborongborong 98,50 84,75 41,23 486,49 14 Pagaran 61,50 46,25 22,73 491,46 15 Muara 14,25 8,25 4,45 539,39 Total 1.400,00 1174,00 625,54 532,83


(35)

3.2. Metode Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani kopi robusta di Desa Silantom Julu, Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara. Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti dan dianggap dapat menggambarkan populasi. Jumlah populasi petani kopi dalam penelitian ini sebanyak 100 KK. Jumlah sampel adalah sebesar 31 KK yang ditentukan dengan metode Slovin dengan batas toleransi kesalahan 15%, dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan : n = jumlah sampel N = jumlah populasi

e = batas ketelitian yang diinginkan dalam persen. (Sevilla, 1993).

Hasil perhitungan :

= 1 + � �

=1 + 1 1 1

=

= 1 1 sampel

=1 + � �


(36)

Dengan demikian jumlah sampel yang diambil menurut formula slovin adalah 31 petani kopi.

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu metode pengambilan sampel yang dipilih dengan cermat sehingga relevan dengan struktur penelitian, dimana pengambilan sampel dengan mengambil sampel orang

– orang yang dipilih oleh penulis menurut ciri – ciri spesifik dan kriteria tertentu (Djarwanto, 2003). Adapun pertimbangan pengambilan sampel dengan metode ini adalah karena populasi dalam penelitian ini dianggap heterogen (tidak seragam) sehingga diperlukan sampel yang tepat dan bersifat representatif.

Penelitian ini mengkaji pula sampel dari petani kopi arabika. Hasil penelitian dari sampel ini digunakan sebagai pembanding untuk mengetahui apakah petani kopi robusta mendapatkan untung lebih baik dibandingkan petani kopi arabika atau sebaliknya. Dengan alasan kesetaraan, maka jumlah sampel petani kopi arabika disamakan dengan jumlah sampel petani kopi robusta di Desa Silantom Julu.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengisian kuisioner oleh responden, serta pengamatan secara langsung.

Data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti Dinas Perkebunan Sumatera Utara, Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Dinas Pertanian Tapanuli Utara, dan dinas – dinas lain yang terkait dengan penelitian ini, serta literatur atau media lainnya yang mendukung penelitian ini.


(37)

3.4. Metode Analisis Data

Untuk tujuan penelitian (1), yaitu mengetahui perkembangan kopi robusta di Kabupaten Tapanuli Utara selama 5 tahun terakhir dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan mengamati perkembangan usahatani kopi robusta selama 5 tahun terakhir.

Untuk tujuan penelitian (2), yaitu mengetahui berapa besar biaya produksi, penerimaan dan pendapatan usahatani kopi robusta di daerah penelitian dianalisis dengan menggunakan metode pendapatan.

Pendapatan usahatani adalah selisih antara total penerimaan (TR) dengan total biaya (TC) atau dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut :

Dimana :

Pd = Pendapatan

TR = Total Penerimaan (Rp)

TC = Total Biaya (Rp)

(Soekartawi, 1995).

Penerimaan merupakan perkalian antara volume produksi yang diperoleh dengan harga jual dihitung dengan rumus :

Dimana :

R = Penerimaan (Rp)

Y = Jumlah Produksi (Rp)

Py = Harga (Rp/Kg)

Pd = TR - TC


(38)

(Soekartawi, 1995).

Untuk tujuan penelitian (3), yaitu menganalisis perbandingan pendapatan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian. Untuk menguji perbandingan pendapatan kopi robusta dengan kopi arabika digunakan Uji The Mann-Whitney, yang secara sistematis ditulis dengan rumus:

= + + 1 − � = + + 1 − � Dimana : = uji sampel pertama

= uji sampel kedua = jumlah sampel pertama = jumlah sampel kedua

� = jumlah rangking pada sampel

� = jumlah rangking pada sampel

Untuk tujuan penelitian (4), yaitu menganalisis kelayakan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian dianalisis dengan menggunakan metode analisis kelayakan finansial dengan analisis NPV, Net B/C dan IRR. Metode ini digunakan untuk mengetahui apakah usahatani kopi robusta di daerah penelitian layak atau tidak layak secara finansial.

Net Present Value (NPV) adalah finansial yang memperhitungkan selisih antara penerimaan dan biaya terhadap besarnya suku bunga atau lebih dikenal dengan istilah analisis yang sudah mempertimbangkan faktor diskonto pada waktu-waktu tertentu. Cara menghitung NPV adalah sebagai berikut :

Keterangan : Bt = Penerimaan (benefit) finansial usahatani kopi pada tahun t

��� = t− t+it

� �=


(39)

Ct = Biaya usahatani kopi pada tahun t, Ct dihitung per hektar per tahun

n = Umur ekonomis proyek dalam perhitungan dipergunakan 1 tahun i = Discount rate

NPV = Nilai netto sekarang

Benefit cost ratio (B/C) yaitu tingkat perbandingan antara penerimaan dengan biaya yaitu antara semua nilai-nilai positif dan arus keuntungan bersih setiap tahun (bulan) setelah didiskontokan dengan jumlah nilai negatif atau dengan rumus :

Keterangan : Bt = Penerimaan (benefit) finansial usahatani kopi pada tahun t

Ct = Biaya finansial usahatani kopi pada tahun t, Ct dihitung per hektar per

tahun

n = Umur ekonomis proyek

i = Opportunity Cost of Capital yang digunakan t = Jangka waktu suatu proyek atau usahatani Kriteria yang dipakai adalah :

 Bila B/C > 1 maka usaha tersebut layak diusahakan

 Bila B/C < 1 maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan

Tingkat pengembalian internal (IRR) merupakan parameter yang dipakai untuk melihat apakah sesuatu usaha mempunyai kelayakan usaha atau tidak. Kriteria layak atau tidak layak bagi suatu usaha adalah bila IRR lebih besar daripada tingkat suku bunga yang berlaku saat usaha itu dilaksanakan dengan meminjam uang (biaya) dari bank pada saat nilai netto sekarang (Net Benefit Value = 0), oleh karena itu untuk menghitung IRR diperlukan nilai NPV terlebih dahulu (Soekartawi, 1995).

���BC =

Bt − Ct

1 + i t

n t=

Ct − Bt

1 + i t

n t=


(40)

Perkiraan IRR dapat dicari dengan memecahkan persamaan sebagai berikut :

Keterangan : i’ = Nilai Social Discount rate yang ke – 1

i” = Nilai Social Discount rate yang ke – 2

NPV’ = Nilai NET Present Value yang pertama

NPV” = Nilai NET Present Value yang kedua

 Bila IRR ≥ tingkat suku bunga berlaku maka usahatani kopi tersebut layak untuk dilaksanakan

 Bila IRR < tingkat suku bunga berlaku maka usahatani kopi tersebut tidak layak untuk dilaksanakan

Untuk tujuan penelitian (5), yaitu mengetahui strategi pengembangan kopi robusta di daerah penelitian digunakan analisis SWOT yaitu dengan membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weakness) dalam strategi pengembangan kopi robusta.

Tabel 2. Matriks SWOT

INTERNAL

EKSTERNAL

STRENGHTS (S)

Tentukan 5–10 faktor – faktor kekuatan internal.

WEAKNESS (W) Tentukan faktor – faktor kelemahan internal. OPPORTUNIES (O)

Tentukan 5 – 10 faktor peluang eksternal.

STRATEGI (SO)

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang.

STRATEGI (WO) Ciptakan strategi yang meminimalkan

kelemahan untuk memanfaatkan peluang. TREATHS (T)

Tentukan 5 – 10 faktor ancaman eksternal.

STRATEGI (ST)

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman.

STRATEGI (WT) Ciptakan strategi yang meminimalkan

kelemahan untuk menghindari ancaman. ��� = �+ ������− ���" �" − �


(41)

(Rangkuti, 2009)

Keterangan :

Opportunities ( O ) : Tentukan 5 – 10 faktor peluang eksternal. Treaths ( T ) : Tentukan 5 – 10 faktor ancaman eksternal.

Strength ( S ) : Tentukan 5 – 10 faktor – faktor kekuatan internal. Weakness ( S ) : Tentukan 5 – 10 faktor – faktor kelemahan internal

3.5. Defenisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penafsiran dalam penelitian ini, maka dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut :

3.5.1. Defenisi

1) Petani adalah orang yang melakukan usahatani kopi robusta sebagai pekerjaan utama maupun sampingan.

2) Faktor produksi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan proses produksi untuk menghasilkan output.

3) Tenaga kerja adalah orang yang mengelola usahatani kopi robusta yang merupakan tenaga kerja dalam keluarga atau TKDK dan tenaga kerja luar keluarga atau TKLK (Rp).

4) Output adalah hasil produksi rata-rata dalam proses produksi usahatani kopi dalam bentuk biji kopi kering (biji beras)

5) Harga jual kopi adalah harga penjualan kopi robusta dan kopi arabika yang diterima petani.

6) Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk usahatani kopi yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

7) Penerimaan adalah hasil perkalian antara jumlah produksi dengan harga jual dengan satuan rupiah (Rp).


(42)

8) Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dari usahatani kopi dengan total biaya produksi usahatani kopi.

9) Analisis kelayakan finansial adalah analisis kelayakan yang meliht dari perbandingan antara hasil penerimaan atau penjualan kotor dengan jumlah biaya-biaya yang dinyatakan dalam nilai sekarang untuk mengetahui kriteria kelayakan atau keuntungan sutu proyek.

10)Analisis SWOT merupakan identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan, didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (thearts).

11)Strategi pengembangan merupakan tindakan atau langkah – langkah yang dapat digunakan untuk mengelola dan mengembangkan usahatani kopi robusta secara tepat.

3.5.2. Batasan Operasional

1) Daerah penelitian adalah Desa Silantom Julu Kecamatan Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara.

2) Sampel penelitian adalah petani yang melakukan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di Desa Silantom Julu Kecamatan Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara. 3) Waktu penelitian dilakukan pada tahun 2014 - 2015.

4) Sampel penelitian adalah petani kopi robusta dan kopi arabika yang telah menghasilkan.


(43)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4.1. Letak dan Keadaan Geografis

Penelitian ini dilakukan di Desa Silantom Julu, Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. Desa Silantom Julu merupakan daerah dataran tinggi dengan ketinggian 1000-1500 meter dari permukaan laut dengan curah hujan rata-rata per tahun 2600 mm dan suhu rata-rata-rata-rata 200C-240C. Desa Silantom Julu memiliki luas wilayah 1200 ha dengan jumlah penduduk 910 jiwa. Jarak daerah penelitian ke ibu kota kecamatan 22 km, sementara jarak ke ibu kota kabupaten 66 km.

Desa Silantom Julu termasuk dalam wilayah Kecamatan Pangaribuan yang berjarak 22 km ke arah selatan dari kantor camat pangaribuan. Adapun batas-batas Desa Silantom Julu adalah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pansur Natolu - Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Garoga - Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Silantom Tonga - Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Simangumban

4.2. Keadaan Penduduk

A. Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Jumlah penduduk di Desa Silantom Julu adalah 910 jiwa yang tinggal di pemukiman yang tersebar di Desa Silantom Julu. Distribusi penduduk Desa Silantom Julu berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3. Distribusi Penduduk Desa Silantom Julu Menurut Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Laki-laki 439 48,2

Perempuan 471 51,8

Jumlah 910 100,0


(44)

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk di Desa Silantom Julu menurut jenis kelamin pada tahun 2014 sebesar 910 jiwa, meliputi 439 jiwa (48,2%) laki-laki dan 471 jiwa (51,8%) perempuan. Jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk berjenis kelamin laki-laki. Jumlah rumah tangga sebanyak 206 kepala keluarga.

B. Penduduk Menurut Agama

Penduduk Desa Silantom Julu yang berjumlah 910 jiwa menganut agama Kristen Protestan dan Islam. Keadaan penduduk Desa Silantom Julu menurut agama dapat dilihat pada tabel 4 berikut:

Tabel 4. Distribusi Penduduk Desa Silantom Julu Menurut Agama

No. Agama yang Dianut Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1. Kristen Protestan 906 99,6

2. Islam 4 0,4

Jumlah 910 100,00

Sumber : Kantor KepalaDesa Silantom Julu, 2015

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa penduduk Desa Silantom Julu didominasi oleh penduduk beragama Kristen Protestan dengan jumlah 906 jiwa (99,6%) kemudian penduduk beragama Islam dengan jumlah 4 jiwa (0,4%).

C. Penduduk Menurut Pekerjaan

Pekerjaan yang dilakukan oleh penduduk Desa Silantom Julu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bervariasi seperti pada Tabel 5 berikut:

Tabel 5. Distribusi Penduduk Desa Silantom Julu Menurut Pekerjaan

No. Pekerjaan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1. Wiraswasta 7 0,7

2. Pelajar/Mahasiswa 583 64,1

3. Pensiunan 1 0,1

4. Pegawai Negeri Sipil 9 0,9

5. Pedagang 10 1,9

6 Petani/Pekebun 300 32,9

Jumlah 910 100,00


(45)

Kondisi Desa Silantom Julu yang sesuai untuk pengembangan pertanian menyebabkan sebagian besar penduduk Silantom Julu memiliki pekerjaan sebagai petani. Pada tabel 5 dapat dilihat bahwa penduduk Desa Silantom Julu memiliki beragam pekerjaan dan mayoritas sebagai petani yaitu 300 jiwa (32,9%).

D. Penduduk Menurut Pendidikan

Keadaan penduduk Desa Silantom Julu menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 6 berikut:

Tabel 6. Distribusi Penduduk Desa Silantom Julu Menurut Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1. Belum sekolah 521 57,25

3. SD 86 9,45

4. SMP 258 28,35

5. SMA 34 3,74

6. D3 2 0,22

7. S1 9 0,99

Jumlah 910 100,00

Sumber : Kantor Kepala Desa Silantom Julu, 2015

Pada tabel 6 dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk Desa Silantom Julu tingkat pendidikannya adalah belum sekolah sebesar 521 jiwa (57,25 %). Selanjutnya diikuti oleh tingkat pendidikan SMP (28,35%), SD (9,45%), SMA (3,74%), S1 (0,99%) dan D3 (0,22%). Tingkat pendidikan penduduk Desa Silantom Julu didominasi oleh tingkat pendidikan tamat SMP serta sudah ada penduduk Desa Silantom Julu yang mengecap pendidikan sampai perguruan tinggi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan penduduk Desa Silantom Julu tergolong tinggi, hal ini akan mempermudah dalam pembangunan dan pengembangan desa tersebut karena tingkat pendidikan yang tinggi akan berpengaruh terhadap tingkat adopsi teknologi yang tinggi pula.


(46)

4.3. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan masyarakat. Semakin baik sarana dan prasarana pendukung atau semakin mudah Desa Silantom Julu tersebut dijangkau, maka laju perkembangan Desa Silantom Julu akan cepat. Sarana dan prasarana dapat dikatakan baik apabila dilihat dari segi ketersediaan dan pemanfaatannya sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat sehingga dapat mempermudah masyarakat setempat dalam memenuhi segala kebutuhannya. Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Silantom Julu sebagai berikut:

Tabel 7. Sarana dan Prasarana di Desa Silantom Julu

No. Sarana dan Prasarana Jumlah (unit)

1. Sarana Pendidikan

SD 1

2. Sarana Ibadah

Gereja 3

3. Sarana Kesehatan Poskesdes

Posyandu

1 1 4. Sarana Perkantoran

Kantor Kepala Desa 1

Sumber : Kantor Kepala Desa Silantom Julu, 2015

Pada tabel 7 diketahui bahwa sarana dan prasarana di Desa Silantom Julu dapat dikatakan baik dan memadai karena sesuai dengan penggunaan dan jumlah penduduknya. Salah satunya yaitu dengan adanya sarana jalan dengan kondisi cukup baik sepanjang 5 km yang menghubungkan Silantom Julu dengan desa lain. Sarana pendidikan yang tersedia yaitu Sekolah Dasar yang mendukung pendidikan penduduk Silantom Julu.

4.4. Karakteristik Petani Kopi Robusta dan Petani Kopi Arabika

Petani kopi yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 orang yang terdiri dari 30 orang petani kopi robusta dan 30 orang petani kopi arabika. Gambaran


(47)

umum responden yang meliputi umur, luas lahan, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, dan jumlah tanggungan yang akan diuraikan sebagai berikut :

A. Umur Petani

Komposisi umur responden petani kopi yaitu antara 21 – 71 tahun, yang dapat disajikan melalui tabel sebagai berikut :

Tabel 8.Komposisi Umur Petani Kopi Robusta dan Kopi Arabika

No Umur

Kopi Robusta Kopi Arabika

Jumlah (orang) Persen (%) Jumlah (orang) Persen (%)

1 21 – 30 - - 5 16,67

2 31 – 40 4 13,33 3 10

3 41 – 50 10 33,33 11 36,66 4 51 + 16 43,33 11 36,66

Jumlah 30 100 30 100

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 1 dan 2)

Tabel di atas menunjukkan bahwa pada umumnya petani kopi robusta tergolong dalam usia produktif (21 – 50) yaitu sebanyak 14 orang dengan presentase 46.66 persen dan kelompok umur non produktif (diatas 51 tahun) yaitu sebanyak 16 orang dengan presentase 43,33 persen. Sedangkan petani kopi arabika yang tergolong dalam usia produktif yaitu sebanyak 19 orang dengan presentase 63,33 persen dan kelompok umur non produktif yaitu sebanyak 26,66 persen.

B. Luas Lahan

Komposisi luas lahan petani kopi sampel yaitu antara 0,04 – 0.6 Ha, yang dapat disajikan melalui tabel sebagai berikut :

Tabel 9. Komposisi Luas Lahan Petani Kopi Robusta dan Kopi Arabika

No Luas Lahan

Kopi Robusta Kopi Arabika Jumlah

(orang)

Persen Jumlah (orang)

Persen

(%) (%)

1 0,04 - 0,2 30 100 25 83,33

2 0,3 - 0,6 - - 5 16,67

Jumlah 30 100 30 100


(48)

Tabel di atas menunjukkan bahwa 100 persen petani kopi robusta dan 83,33 persen petani kopi arabika memiliki luas lahan antara 0,04-0,4 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa luas lahan petani masih terbatas untuk mengelola usahatani di daerah penelitian terutama kopi robusta. Adapun rerata luas lahan petani kopi robusta dan kopi arabika adalah 0,1 Ha.

C. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan petani merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang pembangunan pertanian. Kemampuan petani dalam mengelola usahataninya sebagian besar ditentukan oleh tingkat pendidikannya, baik pendidikan bersifat formal maupun non formal. Pendidikan petani yang lebih baik akan memungkinkan petani untuk mengambil langkah yang bijaksana dalam bertindak atau mengambil keputusan serta memungkinkan petani untuk mempelajari dan menerapkan teknologi baru dalam pengembangan usahataninya. Untuk mengetahui lebih rinci tingkat pendidikan dari petani kopi responden dapat dilihat pada tabel 10 berikut :

Tabel 10. Komposisi Tingkat Pendidikan Petani Kopi Robusta dan Kopi Arabika

No Tingkat

Pendidikan

Kopi Robusta Kopi Arabika

Jumlah (orang)

Persen (%)

Jumlah (orang)

Persen (%)

1 Tidak Sekolah 5 16,67 2 6,67

2 SD 14 46,66 12 40

2 SMP 8 26,67 11 36,66

3 SMA 3 10 5 16.67

Jumlah 30 100 30 100

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 1 dan 2)

Tabel di atas menunjukkan bahwa 46,66 % petani kopi robusta dan 40 % petani kopi arabika telah menempuh pendidikan selama 6 tahun (SD). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan petani responden tergolong rendah dalam menerima teknologi baru.


(49)

D.Pengalaman Bertani

Pengalaman berusahatani berpengaruh terhadap pola pengelolaan usahataninya. Pada umumnya petani yang berpengalaman dalam usahatani kopi lebih terampil dalam melakukan aktivitas usahtaninya. Adapun pengalaman berusahatani kopi responden di dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 11 berikut :

Tabel 11.Komposisi Pengalaman Bertani Petani Kopi Robusta dan Kopi Arabika No Pengalaman

Bertani

Kopi Robusta Kopi Arabika

Jumlah (orang) Persen (%) Jumlah (orang) Persen (%)

1 1 – 10 7 23,33 14 46,67

2 11 – 20 12 40 12 40

3 21 – 30 7 23,33 4 13,33

4 > 31 4 13,33 - -

Jumlah 30 100 30 100

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 1 dan 2)

Tabel di atas menunjukkan bahwa pengalaman berusahatani kopi robusta berkisar antara para petani berkisar antara 10-42 tahun dengan rata-rata 11 tahun. Sedangkan petani kopi arabika berkisar antara 4-25 tahun. Berdasarkan kisaran pengalaman berusahatani jika dibandingkan dengan umur ekonomis kopi (10 tahun) maka diketahui bahwa ada beberapa petani yang melakukan penanaman kopi lebih dari 1 kali. Pengalaman berusahatani kopi ini akan membantu petani dalam mengambil keputusan dalam usahataninya.

E. Jumlah Tanggungan

Komposisi jumlah tanggungan petani sampel kopi robusta dan kopi arabika yaitu antara 1

– 7 orang, yang dapat disajikan melalui tabel sebagai berikut :

Tabel 12. Komposisi Jumlah Tanggungan Petani Kopi Robusta dan Kopi Arabika

No Jumlah

Tanggungan

Kopi Robusta Kopi Arabika

Jumlah (orang) Persen (%) Jumlah (orang) Persen (%) 1 2 0 1 4 5 13,33 16,67 3 5 10 16,67

3 2 9 30 10 33,33

4 3 5 16,67 4 13,33

5 4 3 10 6 20


(50)

7 6 1 3,33 - -

8 7 - - 1 3,33

Jumlah 30 100 30 100

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 1 dan 2)

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah rata-rata tanggungan keluarga petani kopi didaerah penelitian adalah 1 untuk petani kopi robusta dan 3 untuk petani kopi arabika. Jumlah ini menunjukkan bahwa jumlah tanggungan masih produktif dan dapat dimanfaatkan untuk membantu dalam proses usahatani kopi terutama dalam penyediaan tenaga kerja keluarga. Akan tetapi di Desa Silantom Julu anggota keluarga belum terlibat dalam aktifitas usahatani.


(51)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Perkembangan Usahatani Kopi Robusta di Kabupaten Tapanuli Utara

Perkembangan usahatani kopi robusta di daerah penelitian selama 5 tahun terakhir (2009-2013) ditentukan berdasarkan jumlah produksi kopi robusta per tahunnya di Kabupaten Tapanuli Utara

Tabel 13. Jumlah Produksi Kopi Robusta di Kabupaten Tapanuli Utara

No Tahun Jumlah Produksi (Ton)

1 2009 749,93

2 2010 723,08

3 2011 663,53

4 2012 662,95

5 2013 625,54

Sumber :Direktorat Jenderal Perkebunan, 2015

Dari tabel 13 di atas, perkembangan jumlah produksi kopi robusta di Kabupaten Tapanuli Utara dapat digambarkan dalam grafik sebagai berikut:

Gambar 2.2. Grafik Perkembangan Produksi Kopi Robusta Tahun 2009-2013 di Kabupaten Tapanuli Utara

Sumber : BPS Tapanuli Utara, 2015

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa perkembangan produksi kopi robusta di Kabupaten Tapanuli Utara mengalami penurunan setiap tahunnya. Melalui grafik dapat kita lihat

749,93

723,08

663,53 662,95

625,54 560 580 600 620 640 660 680 700 720 740 760

2009 2010 2011 2012 2013

Produksi Kopi Robusta Tahun 2009-2013


(52)

bahwa perkembangan produksi kopi robusta selama 5 tahun terakhir menurun sebesar 0,16 % atau sekitar 0,03 % per tahunnya.

5.2. Biaya Produksi, Penerimaan dan Pendapatan Petani Kopi Robusta dan Kopi Arabika

A. Biaya Produksi Usahatani Kopi Robusta dan Kopi Arabika

Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung. Biaya produksi terdiri dari biaya tetap dimana penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi. Biaya yang termasuk biaya tetap adalah pajak, penyusutan alat dan bangunan. Selain biaya tetap terdapat juga biaya tidak tetap (Variable Cost) dimana penggunaanya habis dalam satu masa produksi. Biaya yang termasuk kedalam biaya tidak tetap adalah bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja.

Tabel 14. Rata-Rata Biaya Produksi Petani Kopi Per Petani dan Per Ha

No Biaya Kopi Robusta Kopi Arabika

Per Petani Per Hektar Per Petani Per Hektar

1. Saprodi 64,583.33 754,687.50 205,000.00 1,441,371,53

2. Penyusutan 97,035.32 1,236,137.40 103,240.48 950,160.22 3. Tenaga Kerja 1,224,400.00 16,699,666.67 1,176,183.33 10,569,208.34

Sumber : Diolah dari Data Primer, 2015 (Lampiran 13 dan 14)

Dari tabel 14 dapat diketahui bahwa rata-rata biaya sarana produksi petani kopi robusta sebesar Rp 64,583.33,- per petani dan per Ha sebesar Rp 754,687.50,-. Sedangkan rata-rata biaya saprodi petani kopi arabika sebesar Rp 205,000,- per petani dan per Ha sebesar Rp 1,441,371.53,-. Rata-rata biaya penyusutan petani kopi robusta sebesar Rp 97,035.32,- per petani dan per Ha sebesar Rp 1,236,137.40,-. Sedangkan rata-rata biaya penyusutan petani kopi arabika sebesar Rp 103,240.48,- per petani dan per Ha sebesar Rp 950,160.22,-. Rata-rata biaya tenaga kerja petani kopi robusta sebesar Rp 1,224,400,- per petani dan per Ha


(1)

berbunga, bunga kopi berguguran akibat hujan deras dan angin kencang dapat mempengaruhi tingkat produksi kopi.

Dalam harga kopi robusta yang tidak menentu menjadi masalah utama bagi petani. Hal ini disebabkan kurangnya permintaan kopi robusta di daerah penelitian dan tingginya permintaan terhadap kopi arabika. Sehingga harga kopi robusta jauh lebih rendah dibandingkan kopi arabika.

Tabel 20. Matriks SWOT Pengembangan Usahatani Kopi Robusta di Desa Silantom Julu

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Kekuatan (S)

- Mudah mendapatkan bibit - Lahan cukup tersedia - Petani sudah pengalaman - Peralatan Sederhana

Kelemahan (W)

-Penggunaan teknologi tradisional

-Dukungan pemerintah - Mahalnya harga pupuk -Modal terbatas

-Bibit bermutu

-Kurangnya perawatan -Kurangnya akses

transportasi Peluang (O)

- Pasar terbuka yang baik

Strategi S - O

- Memperluas lahan usahatani kopi robusta yang berkualitas dengan memanfaatkan lahan yang masih kosong dan memperluas jaringan pemasaran.

Strategi W - O

-Memberikan pupuk secara teratur

-Pemberian insektisida sesuai dosis

-Menggunakan modal untuk usaha pengembang an kopi dan memperluas jaringan pemasaran Ancaman (T)

- Kondisi Lingkungan - Harga jual yang

tidak tentu - Persaingan kopi

robusta dan kopi arabika

Strategi S – T

- Meningkatkan mutu kopi pasca panen yang baik - Membuat inovasi dalam hal

pemasaran kopi robusta sehingga nilai tambahnya dapat meningkat

Strategi W – T

- Pemberian kredit atau bantuan yang lebih mudah dari pihak-pihak yang terkait

- Perlu adanya informasi pasar yang baik mengenai harga jual kopi robusta

1. Strategi Strenghts-Opportunities (S-O)

Dengan melihat Kekuatan (S) dan Peluang (O) maka strategi yang dilakukan adalah untuk mengembangkan usahatani kopi robusta di daerah penelitian adalah dengan cara


(2)

memperluas lahan usahatani kopi robusta yang berkualitas dengan menggunakan lahan yang kosong untuk memperbanyak hasil produksinya sesuai harapan petani serta memperluas jaringan pemasaran.

2. Strategi Weakness-Opportunities (W-O)

Dengan melihat kelemahan (W) dan Peluang (O) maka strategi yang dilakukan adalah dengan melakukan pemupukan secara optimal agar diperoleh hasil produksi tanaman yang optimal pula. Adapun pupuk yang digunakan adalah pupuk organik dan pupuk anorganik. Pemupukan dilakukan untuk menyediakan hara tanaman nilam selama umur produktifnya. Dan unutk pencegahan penyakit dan penularan dapat dilakukan dengan cara melakukan penyemprotan insektisida sesuai dosis. Selain itu, perlu kedisiplinan bagi petani kopi robusta dalam pemeliharaan tanaman kopi secara teratur dan perlu tukar informasi antara sesama petani dalam hal perawatan dan pemasaran.

3. Strategi Strenghts-Threats (S-T)

Dengan melihat Kekuatan (K) dan Ancaman (T) yang ada maka strategi yang perlu dilakukan adalah usahatani kopi robusta di daerah penelitian diperlukan peningkatan dalam hal pemeliharaan dan perawatan tanaman kopi robusta untuk menghasilkan produksi yang maksimal dan mutu kopi yang baik. Dan membuat inovasi dalam hal pemasaran kopi robusta sehingga nilai tambahnya dapat meningkat.

4. Strategi Weakness-Threats (W-T)

Dengan melihat Kelemahan (W) dan Ancaman (T) yang ada maka strategi yang dilakukan adalah memperoleh kredit atau bantuan yang lebih mudah dari pihak-pihak yang terkait dengan tujuan agar dapat mempermudah petani dalam hal mengembangkan usahataninya. Dan bagi petani, perlu informasinya pasar yang baik mengenai harga jual kopi robusta yang selalu berubah-ubah.


(3)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Perkembangan produksi kopi robusta kabupaten Tapanuli Utara selama 5 tahun terakhir mengalami penurunan yaitu sebesar 0,16% atau 0,03% per tahun.

2. Usahatani kopi robusta di daerah penelitian kurang menguntungkan, karena penerimaan petani kopi robusta lebih rendah dari biaya yang dikeluarkan. Sebaliknya usahatani kopi arabika di daerah penelitian lebih menguntungkan, karena penerimaan petani kopi arabika lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk usahataninya.

3. Terdapat perbedaan pendapatan antara petani kopi robusta dan kopi arabika. Pendapatan petani kopi arabika lebih besar daripada pendapatan petani kopi robusta. 4. Usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian secara finansial layak

untuk diusahakan dan dikembangkan ditinjau dari kriteria kelayakan finansial (NPV, IRR, dan B/C).

5. Petani di Desa Silantom Julu membuat strategi pengembangan kopi robusta dengan memaksimalkan faktor internal yaitu kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities). Namun, secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats).

6.2. Saran

6.2.1. Kepada Petani

Untuk memperoleh produksi yang optimal sebaiknya petani kopi perlu memperhatikan penggunaan pupuk, pestisida dan tenaga kerja agar memberikan pengaruh yang nyata untuk peningkatan produksi kopi. Petani kopi juga perlu mengoptimalkan penggunaan bibit dan lahan agar dapat meningkatkan jumlah produksi kopi yang lebih tinggi di daerah penelitian.


(4)

6.2.2. Kepada Pemerintah

Pemerintah sebaiknya memberikan penyuluhan terhadap petani kopi tentang pemakaian pupuk, pestisida dan tenaga kerja karena belum digunakan secara efektif dan efisien oleh petani kopi. Serta pengadaan trasportasi lebih dibenahi lagi untuk membantu pemasaran kopi ke luar daerah penelitian.

6.2.3. Kepada Peneliti Selanjutnya

Agar peneliti selanjutnya hendaknya dapat meneliti bagaimana saluran pemasaran dan membahas faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi kopi yang belum masuk dalam penelitian ini.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1991. Budidaya Tanaman Kopi. Edisi Ketiga. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Ahmadi, dkk. 2001. Ilmu Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta.

Anonimus. 2011. Intensifikasi dan perluasan tanaman kopi di sentra produksi kopi. http://ditjenbun.pertanian.go.id/berita-266-intensifikasi-dan-perluasan-tanaman-kopi-di-sentra-prodoksi-kopi.html. Di akses tanggal 30 April 2014. Medan

Asosisasi Eksportir Kopi Indonesia, 2014. http://aeki-aice.org. Diakses 18 September 2014.

Badan Pusat Statistik, 2014. Kabupaten Tapanuli Utara Dalam Angka 2014. Tapanuli Utara.

Bahri, S. 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. Gadjahmada University Press.

Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014. http://www.ditjenbun.deptan.go.id. Di akses 18 September 2014.

Djarwanto. 2003. Statistika Non Parametrik. Yogyakarta. BPFE – Yogyakarta.

Najiyati, S dan Danarti. 1997. Kopi Budidaya dan penanganan lepas panen. Penebar Swadaya. Jakarta..

Panggabean, E. 2011. Buku Pintar Kopi. PT.Agromedia Pustaka. Jakarta.

Rangkuti, F. 2009. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Saragih, J. R. 2010. Kinerja Produksi Kopi Arabika dan Prakiraan Sumbangan dalam Pendapatan Wilayah Kabupaten Simalungun [Jurnal]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sartika, S. I. 2007. Analisis Pendapatan Usahatani Dan Pemasaran Kopi Arabika Dan Kopi Robusta (Studi Kasus di Desa Tambun Raya Kabupaten Simalungun Sumatera Utara) [Skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(6)

Sihaloho, T. M. 2009. Strategi Pengembangan agribisnis Kopi Di kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara [Skripsi], Fakultas Pertanian, Institus Pertanian Bogor. Bogor. .

Simanjuntak, S.B. 2004. Pengantar Ilmu Ekonomi. FP USU. Jakarta. Singarimbun, 1989. Metode Penelitian Survei Edisi Revisi. LP3ES. Jakarta.

Siswoputranto, P.S. 1993. Kopi Internasionaldan Indonesia. Kanisius. Yogyakarta. Soekartawi. 1995. Ilmu Usahatani. Rajawali Press. Jakarta.

Soetriono. 2009. Peningkatan Daya Saing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani. Seminar Nasional Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Departemen Pertanian.

Toguria, N. R. 2013. “ Strategi Pengembangan Komoditas Kopi Mandailing “. [Skripsi]