Kopi jenis robusta yang asli sudah hampir hilang. Saat ini, beberapa jenis robusta sudah tercampur menjadi klon atau hibrida, seperti klon BP 39, BP 42, SA 13, SA 34,
dan SA 56. Sementara itu, klon atau hibrida yang dihasilkan oleh PPPKI, diantaranya BP 42X, BP 234, BP 288, BP 308, BP 358, BP 409, BP 436, BP 534, BP 936, BP 939,
SA 203, SA 234, dan SA 237. Produksi kopi jenis robusta secara umum dapat mencapai 800
– 2000 kghektaretahun Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014. Berikut ini karakteristik fisik biji kopi kopi robusta :
1. Rendemen kopi robusta relatif lebih tinggi dibandingkan dengan rendemen kopi
arabika 20 – 22.
2. Biji kopi agak bulat.
3. Lengkungan biji lebih tebal dibandingkan dengan jenis arabika.
4. Garis tengah parit dari atas ke bawah hampir rata.
5. Untuk biji yang sudah diolah, tidak terdapat kulit ari di lekukan atau bagian parit.
6. Setelah penyangraian kopi robusta akan lebih hitam dan bulat oval Panggabean,
2011.
2.1.2. Tinjauan Sosial Ekonomi
Luas areal perkebunan kopi Indonesia mencapai 1.210.364 ha dengan produksi 686,921 ton di tahun 2010. Pada tahun 2011 mencapai 1,29 juta ha atau 96,3 yakni sebesar 1,24
juta merupakan perkebunan rakyat, terdiri atas 1,04 juta kopi robusta dan 251 ribu ha kopi arabika. Dari tahun 2012 sampai tahun 2013 luas areal kopi Indonesia mengalami
penurunan sebesar -3,41 . Dan pada tahun 2014 luas areal kopi mengalami peningkatan mencapai 1.354.000 ha dengan produksi sebesar 738.000 ton AEKI, 2014. Produksi kopi
Indonesia tahun 2011 mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan tahun 2010. Produksi kopi Indonesia tahun 2012 meningkat dari tahun 2011. Tahun 2011
sebesar 633.000 ton dan tahun 2012 mencapai 691.163 ton atau meningkat sekitar 20 .
Namun di tahun 2013 produksi kopi kembali mengalami penurunan dengan produksi sebesar 669.064 ton Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014.
Produktivitas kopi Indonesia pada tahun 2010 sebesar 756 kgha dan mengalami penurunan pada tahun 2011. Hingga tahun 2013 produktivitas kopi Indonesia tidak
mengalami kenaikan yang cukup signifikan yaitu sebesar 731 kgha Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014. Dilihat secara nasional tingkat produktivitas kopi per hektarnya di
Indonesia umumnya masih relatif rendah, hal ini dipengaruhi oleh iklim, ekologi, tanah dan sistem pertanian yang sangat mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas hasil kopi
Indonesia Ilyas, 1991. Dimana produktivitas tanaman kopi di Indonesia baru mencapai 700 kg biji kopihatahun untuk robusta dan 800 Kg biji kopihatahun untuk arabika.
Dibandingkan dengan provinsi lain Sumatera Utara masih tergolong rendah sehingga Sumatera Utara masih mendatangkan komoditi kopi dari luar daerah untuk memenuhi
permintaan masyarakat kebutuhan domestik dan luar negeri untuk ekspor. Peran kopi sebagai komoditi penting dalam perdagangan internasional mengakibatkan
kelebihan persediaan over supply dan kekurangan persediaan short supply pada setiap negara penghasil kopi, sehingga harga kopi tidak stabil. Harga kopi arabika pada tahun
2014 berada pada kisaran US 4 kg, naik 81,8 dari tahun 2013 di kisaran US 2,2kg. Sedangkan kopi robusta berada pada kisaran US 2,1 kg naik 31,25 dari tahun lalu
yang berada pada kisaran US 1,6 kg. Perkembangan ekspor kopi Indonesia trendnya terus menurun sejak 2010 atau tinggal
352.007 ton pada 2011 dikarenakan produksi berkurang dan harga di dalam negeri lebih mahal dibandingkan dengan ekspor. Meskipun volume ekspor tinggal 352.007 ton, nilai
ekspor jauh lebih besar dari perolehan di 2009 dan 2010. Pada tahun 2011 ekspor kopi
tercatat 352.007 ton atau turun 21 dibandingkan tahun 2010. Dibandingkan tahun 2009, ekspor kopi tahun 2010 juga tercatat menurun 11,4 .
Bagi petani kopi bukan hanya sekedar minuman segar dan berkhasiat, tetapi juga mempunyai arti ekonomi yang cukup tinggi. Sejak puluhan tahun yang lalu kopi telah
menjadi sumber nafkah bagi banyak petani Najiyati dan Danarti, 1997. Dalam Produk Nasional Bruto PNB, komoditas kopi memberikan sumbangan sebesar 0,6 dan
merupakan 17 dari seluruh ekspor produk pertanian tahun 2008. Luas tanam kopi seluas 1,3 juta hektar diusahai oleh 2,33 juta rumah tangga petani kecil dengan skala usaha rata-
rata 1 - 1,5 hektar. Pendapatan petani dapat mencapai sekitar Rp 9 juta per ha per tahun untuk kopi Robusta dan Rp 19 juta per hektar per tahun untuk kopi Arabika Ottaway
2007 dalam Saragih 2010. Perubahan iklim yang terjadi mengakibatkan meningkatnya suhu permukaan bumi dan
perubahan curah hujan, baik jumlah maupun distribusi akan berpengaruh pada produktivitas kopi. Kopi rentan terhadap perubahan iklim karena kopi hanya dapat
berproduksi optimal dalam kisaran suhu yang relatif sempit, yakni antara 18 – 20
C. Di kisaran suhu berapapun meski kopi dapat tumbuh namun kemampuannya menghasilkan
buah jauh berkurang. Sementara buah kopi merupakan hasil yang diharapkan oleh petani sebagai sumber pendapatannya. Apabila jumlah produksi kopi petani semakin berkurang
diakibatkan perubahan iklim dan timbulnya penggerek buah kopi yang mengakibatkan gagal panen maka kemungkinan besar kopi tidak lagi produktif dan tidak memiliki nilai
ekonomis untuk dibudidayakan petani. Petani kopi berharap ancaman alam terkait pemanasan global segera membaik dan adanya kebijakan pemerintah dalam menyelesaikan
permasalah yang dihadapi petani.
2.2. Penelitian Sebelumnya