agar homogen, kemudian ditambahkan akuades sedikit demi sedikit dengan dilakukan pengadukan sampai warna campuran sama dengan warna standar. Jika
warna campuran sudah sama dengan warna standar, kemudian dilihat batas bawah meniskus bawah campuran dan dicocokkan dengan skala yang tertulis di tabung.
Hasil yang diperoleh berupa angka yang dinyatakan dalam satuan gram. sebaiknya pembacaan skala dilakukan di tempat yang cukup cahaya agar hasil
yang diperoleh lebih akurat.
3.10 Penghitungan Nilai Hematokrit
Metode yang digunakan dalam penghitungan nilai hematokrit adalah metode mikrohematokrit. Pengambilan sampel darah dilakukan dengan
menggunakan tabung kapiler hematokrit sampai batas kira-kira duapertiga dari panjang tabung kapiler hematokrit. Bagian bawah tabung disumbat menggunakan
crestoseal. Selanjutnya sampel darah disentrifuse dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit. Kemudian hasilnya dibaca menggunakan microhematocrit
reader .
3.11 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji ANOVA kemudian dilanjutkan dengan uji DUNCAN Mattjik dan Sumertajaya 1999.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Eritrosit
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari minggu ke nol sampai minggu ke tujuh rata-rata jumlah total eritrosit kelinci yang divaksin hasilnya
tidak berbeda nyata P0.05 dengan kelompok kelinci yang tidak divaksin. Secara umum rata-rata jumlah total eritrosit dari masing-masing kelompok kelinci
masih dalam kisaran normal. Jumlah total eritrosit normal kelinci adalah 4-7 x
10
6
mm
3
. Tabel 2 Rata-rata jumlah total eritrosit jutamm
3
Keterangan : huruf superskrip yang sama di belakang nilai rata-rata menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf P0.05
Gambar 6 Grafik rata-rata jumlah total eritrosit jutamm
3
M0 M2
M4 M7
5.34±1.75
a
6.30±2.38
ab
5.20±0.32
a
4.52±0.85
a
Vaksin
4.49±1.23
a
Perlakuan Pengamatan
minggu ke‐ Tanpa
vaksin
5.16±1.54
a
6.25±1.38
ab
4.66±2.13
a
1 2
3 4
5 6
7
2 4
7 Tot
al RB C
jut a
m m
3
Waktu minggu TANPA
VAKSIN VAKSIN
Berdasarkan Tabel 2 dan Gambar 6 pada minggu ke dua atau dua minggu setelah vaksinasi pertama terlihat bahwa pada kelompok kelinci yang divaksin
maupun yang tidak divaksin terjadi peningkatan jumlah total eritrosit, meskipun menurut perhitungan statistik peningkatannya tidak berbeda nyata P0.05.
Peningkatan jumlah total eritrosit pada kelompok kelinci yang divaksin cenderung lebih tinggi jika dibandingkan peningkatan jumlah total eritrosit kelompok kelinci
yang tidak divaksin. Pada vaksinasi kedua, terlihat bahwa kedua kelompok kelinci mengalami
penurunan rata-rata jumlah total eritrosit, meskipun secara statistik penurunannya tidak berbeda nyata P0.05. Penurunan jumlah total eritrosit pada kelompok
kelinci yang divaksin ini terjadi diduga karena salah satu efek dari vaksinasi adalah stres yang dapat menyebabkan hewan menjadi anoreksia, sehingga kelinci
kekurangan asupan nutrisi Tizard 1988. Salah satu akibat dari kekurangan nutrisi terutama besi dan glukosa adalah gangguan pada proses pembentukan
eritrosit eritropoiesis. Besi merupakan komponen utama pembentuk hemoglobin, sedangkan glukosa diperlukan untuk mempertahankan bentuk
cembung eritrosit, mempertahankan agar Fe yang terdapat dalam eritrosit tetap bervalensi 2 Fe
2+
Soeparman dan Waspadji 1991. Pada kelompok kelinci yang tidak divaksin juga mengalami penurunan jumlah eritrosit. Penurunan ini diduga
terjadi karena proses fisiologis pada hewan. Eritrosit normal akan berfungsi selama 100 sampai 120 hari. Sel eritrosit yang sudah tua akan dihancurkan oleh
sel makrofag dalam sistem retikuloendotelial Soeparman dan Waspadji 1991. Pada minggu ke tujuh atau dua minggu setelah uji tantang kelompok
kelinci yang divaksin terus mengalami penurunan rata-rata jumlah total eritrosit. Penurunan ini terjadi diduga karena pada saat kelinci diinfeksi caplak R.
sanguineus, caplak akan menghisap darah kelinci, sehingga jumlah total eritrosit
akan menurun.
4.2 Hemoglobin