Latar Belakang KESIMPULAN DAN SARAN 5.1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelinci adalah salah satu hewan kesayangan yang banyak diminati orang untuk dipelihara. Kelinci sudah menjadi pilihan orang sebagai hewan kesayangan sejak jaman kerajaan Roma dan Yunani kuno. Akan tetapi kelinci baru masuk ke Indonesia sekitar tahun 1800-an waktu Indonesia dijajah Belanda. Waktu itu kelinci dijadikan hewan kesayangan oleh nyonya-nyonya Belanda yang tinggal di Indonesia. Sejak saat itulah kelinci mulai berkembang di Indonesia Anonim 2008c. Kelinci menjadi salah satu pilihan sebagai hewan kesayangan karena kelinci memiliki beberapa kelebihan dibanding hewan-hewan kesayangan yang lain seperti kucing dan anjing. Kelinci adalah hewan yang memilki temperamen yang jinak dan tidak buas. Dilihat dari nilai keindahan kelinci ras tertentu juga memiliki keunggulan. Beberapa ras kelinci memiliki ukuran tubuh yang besar dan memiliki rambut yang panjang, sehingga ditinjau dari keindahan dan temperamennya kelinci banyak digemari orang untuk dijadikan hewan kesayangan. Selain itu kelinci merupakan salah satu hewan yang mempunyai daya adaptasi terhadap lingkungan yang cukup tinggi, oleh sebab itulah kelinci mudah dalam hal perawatan dan pemeliharaan. Faktor inilah yang membuat kelinci hampir tersebar di seluruh kawasan negara di dunia Deptan 2008. Meskipun kelinci memiliki beberapa keunggulan sebagai hewan kesayangan akan tetapi kelinci juga memiliki beberapa kekurangan. Kelinci adalah hewan yang sensitif, mudah sekali stres jika lingkungan sekitarnya terlalu ramai, atau jika terserang penyakit. Jika stres terjadi dalam waktu yang lama kelinci dapat mengalami kematian. Kelinci juga sangat rentan sekali terhadap penyakit yang disebabkan oleh ektoparasit seperti Sarcoptes scabie yang menyebabkan penyakit skabies. Akibatnya dilihat dari nilai estetika penyakit skabies akan mengurangi keindahan kelinci. Selain itu beberapa ektoparasit juga berperan sebagai vektor beberapa parasit darah yang dapat menyebabkan anemia karena lisisnya eritrosit. Para peneliti kemudian memikirkan bagaimana cara mencegah agar penyakit yang disebabkan ektoparasit ini tidak menular ke hewan lain, dan bagaimana agar kelinci yang sudah terserang dapat disembuhkan dan tidak terserang kembali. Beberapa cara yang sudah banyak dilakukan antara lain dengan pemberian obat topikal, atau dengan pemberian obat anti ektoparasit. Obat ini memang sudah teruji dan cukup efektif untuk menyembuhkan, akan tetapi obat ini tidak dapat mencegah penularan penyakit dari hewan satu ke hewan lain, mencegah penyakit kembali menyerang kelinci yang sama, dan melindungi hewan yang sehat agar tidak terserang. Apalagi jika parasit darah juga sudah masuk ke dalam peredaran darah dan merusak sel darah merah, maka penyakit ini akan semakin sulit diberantas. Oleh sebab itu para peneliti mencoba cara baru yang diharapkan lebih efektif yaitu dengan cara vaksinasi pada inang, dengan harapan ektoparasit sebagai vektor endoparasit tidak berkembang baik pada inang sehingga tidak akan menularkan endoparasit yang dibawanya. Vaksin yang dipakai berasal dari ekstrak usus caplak Rhipicephalus sanguineus. Penelitian ini telah dilakukan pada sapi yang divaksin dengan antigen yang berasal dari usus caplak Boophilus microplus betina dewasa. Sapi yang telah divaksin kemudian dilakukan uji tantang terhadap B. microplus dan hasilnya menunjukkan bahwa vaksin mampu memberikan perlindungan terhadap B. microplus . Kekebalan ini ditunjukkan dengan gagalnya parasit untuk melengkapi siklus hidupnya, dimana jumlah caplak lebih sedikit dibandingkan jumlah caplak awal Opdebeck Daly 1990. Dalam penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa morfologi caplak betina dewasa pada sapi yang yang telah divaksin dengan ekstrak usus caplak menunjukkan bentuk yang lebih kecil dan pucat daripada caplak dari hewan yang tidak divaksin. Warna telur yang dihasilkannya berwarna kecoklatan dan suram, sedangkan telur yang berasal dari hewan yang tidak divaksin berwarna kuning, mengkilap dan cerah Astyawati 2002.

1.2 Tujuan Penelitian