Gambaran Darah Merah Kelinci yang Divaksin Ekstrak Caplak Rhipicephalus Sanguineus

(1)

GAMBA

E

ARAN DA

EKSTRAK

FAKU

INS

ARAH ME

K CAPLA

BU

ULTAS KE

STITUT P

ERAH KEL

AK

Rhipice

UDIYONO

EDOKTE

ERTANIA

BOGOR

2008

LINCI YA

ephalus sa

O

RAN HEW

AN BOGO

ANG DIVA

anguineus

WAN

OR


(2)

ABSTRAK

BUDIYONO. Gambaran Darah Merah Kelinci yang Divaksin Ekstrak Caplak Rhipicephalus sanguineus. Dibimbing oleh TUTUK ASTYAWATI dan RETNO WULANSARI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sel darah merah, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit kelinci yang divaksin dengan ekstrak caplak Rhipicephalus sanguineus. Sebanyak delapan ekor kelinci lokal umur 6-8 bulan dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama terdiri dari empat ekor kelinci sebagai kontrol (tidak divaksin tetapi dilakukan uji tantang). Kelompok kedua terdiri dari empat ekor kelinci yang diberi vaksin dan dilakukan uji tantang. Parameter yang diamati adalah jumlah total eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik melaui uji ANOVA dan dilanjutkan dengan uji DUNCAN. Secara umum vaksin ekstrak caplak R. sanguineus tidak berpengaruh langsung terhadap gambaran sel darah merah, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit kelinci.

Kata kunci : kelinci, Rhpicephalus sanguineus, vaksin ekstrak caplak, sel darah merah, hemoglobin, dan hematokrit.

         


(3)

GAMBARAN DARAH MERAH KELINCI YANG DIVAKSIN

EKSTRAK CAPLAK

Rhipicephalus sanguineus

BUDIYONO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(4)

Judul Skipsi : Gambaran Darah Merah Kelinci yang Divaksin Ekstrak Caplak

Rhipicephalus Sanguineus

Nama : Budiyono NIM : B04104041

Disetujui,

Drh. Hj.Tutuk Astyawati, MS Drh. Retno Wulansari, MSi, PhD Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Diketahui,

Dr. Nastiti Kusumorini

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan


(5)

PRAKATA

Puji Syukur ke hadirat Allah SWT, Sang Maha Agung, atas segala karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul Gambaran darah Merah Kelinci yang Divaksin Ekstrak Caplak Rhipicephalus sanguineus ini merupakan salah satu syarat kelulusan studi program sarjana strata satu (S1) di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Tiada keberhasilan yang kita peroleh mutlak karena usaha dan kekuatan sendiri. Atas segala dukungan yang telah diberikan dalam penyelesaian skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua tercinta Bapak Amir dan Ibu Sumarni, Kakak Budiyati serta keluarga besar penulis

2. Drh. Tutuk Astyawati, MS dan Drh. Retno Wulansari, MSi, PhD selaku dosen pembimbing skripsi

3. Staf Laboratorium Klinik Bagian Penyakit Dalam (Pak Jajat), Pak Kosasih, Pak Dahlan, dan Pak Ali Rizki

4. Teman-teman satu penelitian : Muhamad, Harry, Eki, Siti, dan Arin 5. Teman-teman SUNRISE Corp : Nanang, Eki, Uloh, dan Uwie 6. Teman-teman Asteroidea yang tetap “Terbaik dan Teristimewa”

7. Semua pihak yang turut memberikan arti penting dalam perjalanan hidup penulis termasuk penyelesaian skripsi ini.

Semoga karya ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi semua pihak. Kritik dan saran yang membangun agar karya penulis menjadi lebih baik sangat penulis harapkan.

Bogor, November 2008


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis mempunyai nama lengkap Budiyono. Penulis dilahirkan di Boyolali pada tanggal 20 Januari 1985. Penulis merupakan putra kedua dari dua bersaudara dari Bapak Amir dan Ibu Sumarni.

Penulis mulai mengenyam pendidikan di SD Sidomulyo 3 hingga lulus tahun 1998. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Ampel pada tahun 2001. Jenjang Sekolah Menengah Atas penulis selesaikan di SMAN 1 Boyolali hingga tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana dalam bidang kedokteran hewan yang ditempuh di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi seperti HIMPRO Ruminansia (2005-2007) dan BEM Pembaharuan (2006-2007).


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelinci ... 4

2.1.1 Sejarah Kelinci ... 4

2.1.2 Data Fisiologis Kelinci ... 6

2.1.3 Penyakit pada Kelinci ... 7

2.2 Rhipicephalus sanguineus ... 7

2.2.1 Karakteristik R. sanguineus ... 7

2.2.2 Klasifikasi R. sanguineus ... 8

2.2.3 Siklus Hidup R. sanguineus ... 8

2.2.4 Penyakit yang Ditularkan R. sanguineus ... 10

2.2.5 Pengendalian dan Pencegahan R. sanguineus ... 11

2.3 Eritrosit (Sel Darah Merah) ... 11

2.4 Hemoglobin ... 13

2.5 Hematokrit ... 14

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

3.2 Alat dan Bahan ... 15

3.3 Hewan Percobaan ... 15

3.4 Pembuatan Vaksin ... 16

3.5 Pengambilan Sampel Darah ... 16

3.6 Vaksinasi ... 16

3.7 Uji Tantang Caplak R. sanguineus ... 17

3.8 Penghitungan Total Eritrosit ... 17

3.9 Penghitungan Kadar Hemoglobin ... 17

3.10 Penghitungan Nilai Hematokrit ... 18

3.11 Analisis Data ... 18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Eritrosit ... 19

4.2 Hemoglobin ... 20


(8)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 25

5.2 Saran ... 25

VI. DAFTAR PUSTAKA ... 26


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Data fisiologis kelinci ... 6

2 Rata-rata jumlah total eritrosit ... 19

3 Rata-rata kadar hemoglobin ... 21

4 Rata-rata nilai hematokrit ... 23


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Caplak Rhipicephalus sanguineus jantan dan betina ... 8

2 Siklus hidup Rhipicephalus sanguineus ... 10

3 Sel darah merah mamalia ... 12

4 Eritropoiesis ... 12

5 Gugus heme ... 13

6 Grafik rata-rata jumlah total eritrosit ... 19

7 Grafik rata-rata kadar hemoglobin ... 21

8 Grafik rata-rata nilai hematokrit ... 23


(11)

GAMBA

E

ARAN DA

EKSTRAK

FAKU

INS

ARAH ME

K CAPLA

BU

ULTAS KE

STITUT P

ERAH KEL

AK

Rhipice

UDIYONO

EDOKTE

ERTANIA

BOGOR

2008

LINCI YA

ephalus sa

O

RAN HEW

AN BOGO

ANG DIVA

anguineus

WAN

OR


(12)

ABSTRAK

BUDIYONO. Gambaran Darah Merah Kelinci yang Divaksin Ekstrak Caplak Rhipicephalus sanguineus. Dibimbing oleh TUTUK ASTYAWATI dan RETNO WULANSARI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sel darah merah, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit kelinci yang divaksin dengan ekstrak caplak Rhipicephalus sanguineus. Sebanyak delapan ekor kelinci lokal umur 6-8 bulan dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama terdiri dari empat ekor kelinci sebagai kontrol (tidak divaksin tetapi dilakukan uji tantang). Kelompok kedua terdiri dari empat ekor kelinci yang diberi vaksin dan dilakukan uji tantang. Parameter yang diamati adalah jumlah total eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik melaui uji ANOVA dan dilanjutkan dengan uji DUNCAN. Secara umum vaksin ekstrak caplak R. sanguineus tidak berpengaruh langsung terhadap gambaran sel darah merah, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit kelinci.

Kata kunci : kelinci, Rhpicephalus sanguineus, vaksin ekstrak caplak, sel darah merah, hemoglobin, dan hematokrit.

         


(13)

GAMBARAN DARAH MERAH KELINCI YANG DIVAKSIN

EKSTRAK CAPLAK

Rhipicephalus sanguineus

BUDIYONO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(14)

Judul Skipsi : Gambaran Darah Merah Kelinci yang Divaksin Ekstrak Caplak

Rhipicephalus Sanguineus

Nama : Budiyono NIM : B04104041

Disetujui,

Drh. Hj.Tutuk Astyawati, MS Drh. Retno Wulansari, MSi, PhD Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Diketahui,

Dr. Nastiti Kusumorini

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan


(15)

PRAKATA

Puji Syukur ke hadirat Allah SWT, Sang Maha Agung, atas segala karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul Gambaran darah Merah Kelinci yang Divaksin Ekstrak Caplak Rhipicephalus sanguineus ini merupakan salah satu syarat kelulusan studi program sarjana strata satu (S1) di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Tiada keberhasilan yang kita peroleh mutlak karena usaha dan kekuatan sendiri. Atas segala dukungan yang telah diberikan dalam penyelesaian skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua tercinta Bapak Amir dan Ibu Sumarni, Kakak Budiyati serta keluarga besar penulis

2. Drh. Tutuk Astyawati, MS dan Drh. Retno Wulansari, MSi, PhD selaku dosen pembimbing skripsi

3. Staf Laboratorium Klinik Bagian Penyakit Dalam (Pak Jajat), Pak Kosasih, Pak Dahlan, dan Pak Ali Rizki

4. Teman-teman satu penelitian : Muhamad, Harry, Eki, Siti, dan Arin 5. Teman-teman SUNRISE Corp : Nanang, Eki, Uloh, dan Uwie 6. Teman-teman Asteroidea yang tetap “Terbaik dan Teristimewa”

7. Semua pihak yang turut memberikan arti penting dalam perjalanan hidup penulis termasuk penyelesaian skripsi ini.

Semoga karya ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi semua pihak. Kritik dan saran yang membangun agar karya penulis menjadi lebih baik sangat penulis harapkan.

Bogor, November 2008


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis mempunyai nama lengkap Budiyono. Penulis dilahirkan di Boyolali pada tanggal 20 Januari 1985. Penulis merupakan putra kedua dari dua bersaudara dari Bapak Amir dan Ibu Sumarni.

Penulis mulai mengenyam pendidikan di SD Sidomulyo 3 hingga lulus tahun 1998. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Ampel pada tahun 2001. Jenjang Sekolah Menengah Atas penulis selesaikan di SMAN 1 Boyolali hingga tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana dalam bidang kedokteran hewan yang ditempuh di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi seperti HIMPRO Ruminansia (2005-2007) dan BEM Pembaharuan (2006-2007).


(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelinci ... 4

2.1.1 Sejarah Kelinci ... 4

2.1.2 Data Fisiologis Kelinci ... 6

2.1.3 Penyakit pada Kelinci ... 7

2.2 Rhipicephalus sanguineus ... 7

2.2.1 Karakteristik R. sanguineus ... 7

2.2.2 Klasifikasi R. sanguineus ... 8

2.2.3 Siklus Hidup R. sanguineus ... 8

2.2.4 Penyakit yang Ditularkan R. sanguineus ... 10

2.2.5 Pengendalian dan Pencegahan R. sanguineus ... 11

2.3 Eritrosit (Sel Darah Merah) ... 11

2.4 Hemoglobin ... 13

2.5 Hematokrit ... 14

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

3.2 Alat dan Bahan ... 15

3.3 Hewan Percobaan ... 15

3.4 Pembuatan Vaksin ... 16

3.5 Pengambilan Sampel Darah ... 16

3.6 Vaksinasi ... 16

3.7 Uji Tantang Caplak R. sanguineus ... 17

3.8 Penghitungan Total Eritrosit ... 17

3.9 Penghitungan Kadar Hemoglobin ... 17

3.10 Penghitungan Nilai Hematokrit ... 18

3.11 Analisis Data ... 18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Eritrosit ... 19

4.2 Hemoglobin ... 20


(18)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 25

5.2 Saran ... 25

VI. DAFTAR PUSTAKA ... 26


(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Data fisiologis kelinci ... 6

2 Rata-rata jumlah total eritrosit ... 19

3 Rata-rata kadar hemoglobin ... 21

4 Rata-rata nilai hematokrit ... 23


(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Caplak Rhipicephalus sanguineus jantan dan betina ... 8

2 Siklus hidup Rhipicephalus sanguineus ... 10

3 Sel darah merah mamalia ... 12

4 Eritropoiesis ... 12

5 Gugus heme ... 13

6 Grafik rata-rata jumlah total eritrosit ... 19

7 Grafik rata-rata kadar hemoglobin ... 21

8 Grafik rata-rata nilai hematokrit ... 23


(21)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelinci adalah salah satu hewan kesayangan yang banyak diminati orang untuk dipelihara. Kelinci sudah menjadi pilihan orang sebagai hewan kesayangan sejak jaman kerajaan Roma dan Yunani kuno. Akan tetapi kelinci baru masuk ke Indonesia sekitar tahun 1800-an waktu Indonesia dijajah Belanda. Waktu itu kelinci dijadikan hewan kesayangan oleh nyonya-nyonya Belanda yang tinggal di Indonesia. Sejak saat itulah kelinci mulai berkembang di Indonesia (Anonim 2008c).

Kelinci menjadi salah satu pilihan sebagai hewan kesayangan karena kelinci memiliki beberapa kelebihan dibanding hewan-hewan kesayangan yang lain seperti kucing dan anjing. Kelinci adalah hewan yang memilki temperamen yang jinak dan tidak buas. Dilihat dari nilai keindahan kelinci ras tertentu juga memiliki keunggulan. Beberapa ras kelinci memiliki ukuran tubuh yang besar dan memiliki rambut yang panjang, sehingga ditinjau dari keindahan dan temperamennya kelinci banyak digemari orang untuk dijadikan hewan kesayangan. Selain itu kelinci merupakan salah satu hewan yang mempunyai daya adaptasi terhadap lingkungan yang cukup tinggi, oleh sebab itulah kelinci mudah dalam hal perawatan dan pemeliharaan. Faktor inilah yang membuat kelinci hampir tersebar di seluruh kawasan negara di dunia (Deptan 2008).

Meskipun kelinci memiliki beberapa keunggulan sebagai hewan kesayangan akan tetapi kelinci juga memiliki beberapa kekurangan. Kelinci adalah hewan yang sensitif, mudah sekali stres jika lingkungan sekitarnya terlalu ramai, atau jika terserang penyakit. Jika stres terjadi dalam waktu yang lama kelinci dapat mengalami kematian. Kelinci juga sangat rentan sekali terhadap penyakit yang disebabkan oleh ektoparasit seperti Sarcoptes scabie yang menyebabkan penyakit skabies. Akibatnya dilihat dari nilai estetika penyakit skabies akan mengurangi keindahan kelinci. Selain itu beberapa ektoparasit juga berperan sebagai vektor beberapa parasit darah yang dapat menyebabkan anemia karena lisisnya eritrosit.


(22)

Para peneliti kemudian memikirkan bagaimana cara mencegah agar penyakit yang disebabkan ektoparasit ini tidak menular ke hewan lain, dan bagaimana agar kelinci yang sudah terserang dapat disembuhkan dan tidak terserang kembali. Beberapa cara yang sudah banyak dilakukan antara lain dengan pemberian obat topikal, atau dengan pemberian obat anti ektoparasit. Obat ini memang sudah teruji dan cukup efektif untuk menyembuhkan, akan tetapi obat ini tidak dapat mencegah penularan penyakit dari hewan satu ke hewan lain, mencegah penyakit kembali menyerang kelinci yang sama, dan melindungi hewan yang sehat agar tidak terserang. Apalagi jika parasit darah juga sudah masuk ke dalam peredaran darah dan merusak sel darah merah, maka penyakit ini akan semakin sulit diberantas. Oleh sebab itu para peneliti mencoba cara baru yang diharapkan lebih efektif yaitu dengan cara vaksinasi pada inang, dengan harapan ektoparasit sebagai vektor endoparasit tidak berkembang baik pada inang sehingga tidak akan menularkan endoparasit yang dibawanya. Vaksin yang dipakai berasal dari ekstrak usus caplak Rhipicephalus sanguineus.

Penelitian ini telah dilakukan pada sapi yang divaksin dengan antigen yang berasal dari usus caplak Boophilus microplus betina dewasa. Sapi yang telah divaksin kemudian dilakukan uji tantang terhadap B. microplus dan hasilnya menunjukkan bahwa vaksin mampu memberikan perlindungan terhadap B. microplus. Kekebalan ini ditunjukkan dengan gagalnya parasit untuk melengkapi siklus hidupnya, dimana jumlah caplak lebih sedikit dibandingkan jumlah caplak awal (Opdebeck & Daly 1990). Dalam penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa morfologi caplak betina dewasa pada sapi yang yang telah divaksin dengan ekstrak usus caplak menunjukkan bentuk yang lebih kecil dan pucat daripada caplak dari hewan yang tidak divaksin. Warna telur yang dihasilkannya berwarna kecoklatan dan suram, sedangkan telur yang berasal dari hewan yang tidak divaksin berwarna kuning, mengkilap dan cerah (Astyawati 2002).

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh infestasi caplak R. sanguineus pada kelinci yang telah divaksin ekstrak caplak R. sanguineus terhadap gambaran darah merah.


(23)

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru tentang pengaruh vaksinasi ekstrak caplak R. sanguineus terhadap komposisi darah kelinci, khususnya sel darah merah.

                                       


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelinci

2.1.1 Sejarah Kelinci

Pada awalnya kelinci adalah hewan liar yang sulit dijinakkan. Kelinci dijinakkan sejak 2000 tahun silam dengan tujuan keindahan, bahan pangan, dan sebagai hewan percobaan. Di Indonesia khususnya di Jawa, kelinci konon dibawa oleh orang-orang Belanda sebagai ternak hias mulai sekitar tahun 1835. Keberadaan kelinci di Indonesia sempat tidak jelas sejak kedatangan Jepang tahun 1942. Kemudian berlanjut dengan zaman revolusi kemerdekaan sampai tahun 1950-an. Catatan yang ada hanya menjelaskan tentang keberadaan kelinci yang tidak punah pada zaman itu karena ternyata kelinci banyak dikembangbiakkan oleh para peternak di daerah pegunungan yang relatif aman dari pertempuran. Selanjutnya baru pada tahun 1980-an pemeliharaan kelinci sebagai sumber daging mulai digalakkan pemerintah dengan tujuan peningkatan gizi masyarakat (Anonim 2008c).

Menurut sistem Binomial, kelinci diklasifikasikan sebagai berikut :

Ordo : Lagomorpha

Famili : Leporidae Sub famili : Leporine Genus : Lepus, Orictolagus

Jenis :Angora, Belgian, Calofornian, American chinchillia, Dutch, English spot, Himalaya, New Zealand Red, Havana, dan lain-lain (Anonim 2008c).

Istilah kelinci (Indonesia), rabbit (Inggris), atau arnab yang digunakan orang Arab atau Malaysia adalah bagian dari satwa yang mempunyai daya tarik tersendiri bagi kebanyakan orang. Hewan ini tersebar hampir di seluruh dunia karena memiliki daya adaptasi yang tinggi. Hewan ini juga memiliki banyak manfaat dari mulai daging, bulu, dan kulit, bahkan feses. Daging kelinci merupakan daging yang sehat untuk dikonsumsi, karena daging kelinci memiliki serat daging yang halus, rendah kolesterol dan kandungan protein yang tinggi.


(25)

Daging kelinci memiliki komposisi protein 18%, lemak 8%, dan air 70%. Bulu dan kulit kelinci dapat dijadikan aneka kerajinan tangan seperti topi, tas, dan mantel bulu, sedangkan feses kelinci dapat dimanfaatkan sebagai pupuk (Deptan 2008). Indonesia memilki 30 jenis kelinci dari 70 jenis kelinci yang ada di dunia. Setiap jenis kelinci memilki ciri khas masing-masing. Jenis kelinci yang memilki bulu panjang adalah Angora, Lion, Fuzzy Lop, sedangkan kelinci yang berbulu tebal tetapi tidak panjang adalah jenis Rex, Satin, Holand Lop, Flamish Giant, dan

New Zealand. Ada juga beberapa jenis kelinci baru yang merupakan hasil perkawinan silang seperti kelinci jenis Rex yang dikawin silangkan dengan kelinci jenis lain sehingga muncul kelinci jenis baru Rex Dulmation dan Rex Mini, sedangkan kelinci yang digunakan sebagai kelinci potong adalah kelinci jenis New Zealand White, dan California (Anonim 2008c).


(26)

2.1.2 Data Fisiologis Kelinci

Tabel 1 Data fisiologis kelinci (Anonim 2008a)

Variabel Nilai

Konsumsi pakan per hari 100-200 g

Konsumsi air minum per hari 200-500ml

Diet protein 14%

Ekskresi urine per hari 30- 35 ml

lama hidup 5-7 tahun

Bobot badan dewasa

- Jantan 4-5,5 Kg

- Betina 4,5-6,5 Kg

Bobot lahir 30-100 g

Dewasa kelamin

- Jantan 5-6 bulan (4.5 Kg)

- Betina 6-7 bulan (4 Kg)

Siklus estrus (menstruasi) polyestrus

Umur sapih 8 minggu. 1,8 Kg

Mulai makan pakan kering 16-18 hari

waktu untuk kawin kembali setelah 35-42 hari

Rasio kawin 1 jantan – 6-10 betina

Jumlah kromosom 44

Suhu rektal 39,5oC

Laju respirasi 51 x/mn

Denyut jantung 200 – 300 x/mn

volume darah 55-65 ml/Kg

Pengambilan darah maksimum 7,7 ml/Kg

Jumlah sel darah merah (Eritrosit) 4-7 X 106 / μl

Kadar haemoglobin(Hb) 10-15 g%

Pack Cell Volume (PCV) 33-48 %


(27)

2.1.3 Penyakit pada Kelinci

Kematian kelinci yang disebabkan penyakit cukup tinggi antara 15-40%. Kematian banyak terjadi dari masa kelahiran hingga penyapihan. Beberapa faktor penyebab timbulnya penyakit antara lain kelalaian dalam menjaga sanitasi kandang, pemberian pakan kualitas jelek, volume pemberian pakan dan air minum kurang.

Menurut Deptan (2008) beberapa penyakit yang sering menyerang ternak kelinci dan menimbulkan kematian antara lain :

• Diarrhea adalah penyebab kematian paling umum pada kelinci

• Sembelit atau gejala tidak bisa berak. Penyebabnya pemberian ransum kering dan tidak diimbangi air minum yang cukup

• Pilek, bersin-bersin, dan hidung mengeluarkan lendir berwarna jernih dan keruh

• Radang-paru-paru dengan gejala kepala sering diangkat tinggi-tinggi, sesak nafas, mata dan telinga kebiruan

• Coccidiosis, terutama menyerang kelinci yang dipelihara diatas lantai. Penyakit ini banyak menimbulkan kematian pada anak kelinci.

2.2 Rhipicephalus sanguineus

2.2.1 Karakteristik Rhipicephalus sanguineus

Caplak adalah ektoparasit penghisap darah yang mempunyai peranan penting dalam dunia kedokteran hewan. Persebaran caplak sangat luas dan pada umumnya terdapat di daerah teritorial hutan, rawa, dan padang rumput. Caplak ini tersebar di seluruh dunia antara 50o lintang utara dan 35o lintang selatan. Caplak ini akan berkembang dengan baik jika berada di dalam ruangan, baik di dalam rumah maupun di dalam kandang. Caplak ini tidak akan berkembang dengan baik pada kondisi lingkungan yang dingin (Levine 1994).

Caplak sering disebut juga sengkenit (tick) dan diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu caplak lunak (Argasidae) dan caplak keras (Ixodidae).


(28)

sanguineus sering disebut juga ”the brown dog tick”, karena caplak ini sering ditemukan pada anjing bentuknya kecil dan berwarna cokelat kemerahan.

2.2.2 Klasifikasi Rhipicephalus sanguineus

Menurut Krantz (1970) Rhipicephalus sanguineus diklasifikasikan sebagai berikut :

Filum : Arthropoda Sub filum : Chelicerrata Kelas : Arachnida Sub kelas : Acari

Ordo : Parasitiformes Sub ordo : Metastigmata Super famili : Ixodoidea Famili : Ixodidae Genus : Rhipicephalus

Spesies : R. Sanguineus

Gambar 1 Caplak Rhipicephalus sanguineus Jantan (kiri) dan Betina (kanan) (Lord 2001)

2.2.3 Siklus Hidup Rhipicephalus sanguineus

Rhipicephalus sanguineus adalah caplak berumah tiga yaitu memerlukan tiga induk semang yang berlainan untuk setiap tahapan hidupnya. Tahap


(29)

perkembangan hidupnya meliputi stadium telur, larva, nimfa dan dewasa (Lord 2001). R. sanguineus pada stadium larva dapat hidup pada kelinci, sedangkan pada stadium nimfa caplak ini dapat hidup pada hewan domba, sapi, dan anjing. Setelah dewasa caplak ini akan hidup pada anjing.

Reproduksi caplak terjadi secara seksual. Caplak betina hanya akan berkopulasi dengan caplak jantan ketika masih berada pada tubuh inangnya. Caplak jantan akan segera mati setelah kawin sementara caplak betina setelah kawin akan menghisap darah. Setelah caplak betina kenyang menghisap darah, kemudian caplak ini akan menjatuhkan diri di tanah dan mencari tempat yang cocok untuk bertelur. Apabila kondisi lingkungannya cocok, caplak betina akan mulai bertelur secara masal. Caplak betina dewasa dapat bertelur sekitar 2000 sampai 4000 butir per hari (Levine 1994). Caplak betina akan mati dalam jangka waktu 3-4 hari setelah betelur (Yates 1992).

Siklus hidup caplak dimulai dari telur. Telur yang berada di tanah akan menetas menjadi larva. Perubahan telur menjadi larva membutuhkan waktu kira-kira tiga minggu. Larva yang baru menetas dan memiliki tiga pasang kaki akan segera mencari inangnya. Setelah mendapatkan inangnya, larva akan menghisap darah inangnya sampai kenyang, lalu jatuh ke tanah atau tetap tinggal di tubuh inangnya. Larva kemudian akan molting menjadi nimfa yang memiliki empat pasang kaki. Larva yang sudah siap menyilih menjadi nimfa berwarna biru keabu-abuan ”light-brown” (Yates 1992), sedangkan nimfa berwarna cokelat kekuningan ”reddish-brown”. Nimfa akan menghisap darah kembali dan setelah kenyang akan jatuh ke tanah dan molting menjadi caplak dewasa (Levine 1994). Waktu yang dibutuhkan untuk menghisap darah pada setiap stadium caplak R. sanguineus dan waktu yang dibutuhkan untuk berkembang dan molting sangat tergantung pada temperatur (Lord 2001).


(30)

Gambar 2 Siklus Hidup Caplak Rhipicephalus sanguineus (Lord 2001)

2.2.4 Penyakit yang Ditularkan Rhipicephalus sanguineus

Rhipicephalus sanguineus sebagai ektoparasit penghisap darah dapat menjadi vektor pembawa berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri, rickettsia, dan protozoa (Levine 1994).

Kelainan-kelainan yang dapat ditimbulkan oleh caplak karena aktiftas makan dan menghisap darah dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok umum yaitu :

1. Kerusakan mekanis pada integumen, peradangan yang diakibatkan oleh gigitan caplak yang mengiritasi dan menyebabkan kegatalan sehingga digaruk, digigit, atau dijilat sehingga kulit menjadi lecet, luka, bengkak, ulserasi, dan infeksi sekunder

2. Kerusakan sistemik dapat menimbulkan paralisis akibat pemasukan air liur caplak yang mengandung bahan-bahan toksik pada saat menggigit atau menghisap darah sehingga mengakibatkan gangguan sistemik yang hebat dan kelumpuhan (tick paralysis). Saliva merupakan tranmisi penyakit dari caplak ke inang (William et al.

1985). Bahan-bahan toksik yang kemungkinan dihasilkan oleh ovarium menyebabkan paralisis motor ringan. Sedangkan gejala yang


(31)

teramati yaitu peningkatan suhu tubuh, dan kesulitan bernafas (Noble dan Noble 1989)

3. Anemia, dapat terjadi pada kasus infestasi caplak yang hebat. Seekor caplak R. sanguineus betina dapat menghisap darah satu sampai dua mililiter selama berada pada tubuh inangnya

4. Othematoma atau otitis eksterna. Caplak ini menyerang bagian interna daun telinga atau pada bagian eksterna telinga inang sehingga sangat mengganggu karena rasa sakit dan gatal yang ditimbulkannya. Karena inang sering menggaruk-garuk telinganya, kadang ada pembuluh darah di telinga yang pecah sehingga darah terkumpul dalam telinga

5. Caplak R. sanguineus merupakan vektor Babesia sp.(Adame 1996).

2.2.5 Pengendalian dan Pencegahan Rhipicephalus sanguineus

Upaya pengendalian dan pencegahan pada prinsipnya adalah untuk meringankan derajat infestasi caplak dan untuk mencegah agar induk semang tidak terserang caplak kembali (Gunandini dalam Sigit dan Hadi 2006). Upaya penanggulangan caplak R. sanguineus bisa dilakukan dengan tiga cara yaitu : kimiawi, mekanik, dan sanitasi. Penanggulangan secara kimiawi yang umum dilakukan adalah menggunakan pestisida (insektisida) dengan berbagai macam cara aplikasi, secara langsung kepada inang atau secara tidak langsung. Aplikasi secara langsung bisa dengan mandi (bathing), celup (dipping), bedak (dusting), tabur (pour on), dan semprot (spraying). Aplikasi pestisida secara tidak langsung berupa penyemprotan pada daerah sekitar kandang.

Penanggulangan secara mekanik dapat dilakukan dengan melakukan rotasi padang penggembalaan untuk menanggulangi stadium larva di rerumputan. Hal ini dilakukan dengan memindahkan inang untuk sementara waktu kira-kira 3-6 bulan (Shaw et al. 1970). Hal ini dilakukan untuk membuat larva caplak menjadi kelaparan karena tidak dapat menghisap darah sehingga lama-kelamaan akan mati.


(32)

2 b u t d m g s S h H 2.3 Eritrosi Sel d bikonkaf da ukuran kete tengah. volu Pada darah merah merah yang gestasi, hati sama juga Selanjutnya hanya diprod Peng Hormon ini

t (Sel Darah darah merah an tidak beri ebalan dua m ume rata-rata Gambar 3 a minggu-mi h diproduks diproduksi sebagai org akan dipro periode akh duksi oleh su

Gam

gaturan prod sebagian be

h Merah) h atau eritro

nti. Diamet mikron pad a sel darah m

Sel Darah M

inggu pertam si di dalam

masih berin gan utama pe oduksi sel hir masa keb

umsum tulan

mbar 4 Eritr

duksi sel dar esar dihasilka

osit pada ma ternya kira-k da bagian te merah adalah

Merah Mama

ma kebuntin

yolk sac (k nti. Selama embentuk se darah mera buntingan d ng belakang

ropoiesis (An

ah merah di an oleh ginja

amalia umu kira delapan epi dan satu h 83 mikron k

alia (Anonim

gan atau pa kantong kun a trimester p el darah mer

ah oleh lim dan sesudah

(Guyton dan

nonim 2008d

ilakukan ole al dan sebag

umnya berbe n mikron dan u mikron pa

kubik.

m 2008d)

da masa em ning telur).

pertengahan rah dan pada mpa dan li lahir, sel da n Hall 1995)

d)

h hormon er gian kecil ole

entuk bulat n memiliki ada bagian mbrional sel Sel darah dari masa a saat yang imfonodus. arah merah

).

ritropoetin. eh hati dan


(33)

s a k j m k d c P a d 2 s m t p p P m y sel makrofag adalah kead keadaan ya jaringan-jari memproduk kecepatan pr darah merah cukup untuk Pada saat in akan menjag dan Hall 199

2.4 Hemogl Hem sebagai med membawa k terdiri dari protoporfirin polipeptida y Pada pusat m menahan sat yang menga

g. Faktor ya daan jaringa ang menyeb ingan termas si hormon roduksi sel d h ini akan ter k mengangk i kecepatan ga kestabila 95). obin moglobin ada dia transpor karbondioksi empat gug n dan ion F yang disinte molekul terd tu atom besi andung besi d

Gam

ang merangs an tubuh ya babkan pen suk ginjal, m

eritropoetin darah merah rus berlangsu kut oksigen

produksi eri an jumlah se

alah molekul rt oksigen d da dari jarin gus heme, g

e2+ yang dis esis oleh sito dapat cincin h

i; atom besi i disebut heme

mbar 5 Gugu

sang peningk ang kekuran nurunan jum maka ginjal a

n, dengan m juga akan m ung sampai n yang mem

itropoetin m el-sel darah

l protein pad dari paru par ngan tubuh k

globin, dan sintesis di m oplasma sel

heterosiklik ini merupak e (Soeparma

us Heme (An

katan produk ngan oksige mlah oksige akan segera m

meningkatny meningkat. K

sel-sel darah madai ke jar menurun samp merah yan

da sel darah ru ke seluru ke paru paru. n ion Fe2+.

mitokondria. darah merah

yang dikena kan tempat ik an dan Wasp

nonim 2008

ksi hormon e en (hipoksia en yang di

merespon ya ya hormon Kecepatan p h merah yan ringan-jaring pai kadar ter g dibutuhka

merah yang uh jaringan . Molekul h

Heme m Globin ad h (Schalm et

al dengan po katan oksige padji 1991).

b)

eritropoetin a). Setiap

angkut ke aitu dengan ini maka produksi sel ng dibentuk gan tubuh. rtentu yang an (Guyton g berfungsi tubuh dan hemoglobin mengandung dalah suatu

t al. 1975). orfirin yang


(34)

Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 subunit protein), yang terdiri dari masing-masing dua subunit alfa dan beta yang terikat secara nonkovalen. Tiap subunit memiliki berat molekul kurang lebih 16.000 Dalton, sehingga berat molekul total tetramernya menjadi sekitar 64.000 Dalton. Tiap subunit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen (Guyton dan Hall 1995).

2.5 Hematokrit (PCV)

Nilai hematokrit adalah volume eritrosit yang dimampatkan (packed cell volume). Istilah lainnya nilai hematokrit adalah volume sel-sel eritrosit dalam 100 ml darah dan dinyatakan dalam %. Pada hewan normal PCV sebanding dengan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin (Widjajakusuma dan Sikar 1986). Nilai hematokrit dapat dihitung menggunakan microhematocrit method. Dengan menggunakan metode ini dapat diketahui perbandingan atau persentase antara plasma darah dengan elemen penyusun darah. Metode mikrohematokrit ini dapat juga digunakan sebagai salah satu pemeriksaan awal terhadap beberapa kelainan atau penyakit pada sel darah merah, yaitu dengan melihat perubahan warna yang terjadi pada plasma darah. Beberapa penyakit yang dapat dilihat dari perubahan warna plasma darah antara lain hemolisis dan ikterus (Jain 1993).


(35)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai dari bulan Juni 2007 sampai bulan Oktober 2007. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik Bagian Penyakit Dalam Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi; Laboratorium Protozoologi Bagian Parasitologi serta Kandang Hewan Percobaan yang dikelola oleh Unit Pelayanan Teknis Hewan Laboratorium (UPT Helab) Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah kandang kelinci, tempat pakan dan minum kelinci, syringe, kapas, tabung reaksi, rak tabung reaksi, kertas label, spidol, pipet, hemositometer Neubauer, counter, pipet pengencer eritrosit, pipet Sahli, tabung Sahli, mikroskop, cover glass, tabung kapiler hematokrit ukuran 75 mm diameter 1 mm, microhematokrit reader, crestoseal, alat sentrifuse, kain kasa, gunting, dan lakban.

Bahan yang digunakan adalah kelinci lokal berjenis kelamin jantan yang berumur 6-8 bulan, caplak R. sanguineus betina dewasa, pakan kelinci, akuades, alkohol 70%, EDTA, larutan pengencer Hayem, dan HCl 0,1 N.

3.3 Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelinci lokal berjenis kelamin jantan, sudah dewasa dengan umur 6-8 bulan. Jumlah kelinci yang digunakan dalam penelitian delapan ekor. Empat ekor kelinci di lakukan vaksinasi, sedangkan empat ekor lainnya sebagai kontrol (tidak divaksin). Kelinci diberi pakan berupa pelet ikan dan minimal dua hari sekali diberi pakan rumput. Air minum yang diberikan berasal dari air PDAM. Pakan dan minum diganti setiap hari sekali. Kandang terbuat dari kawat besi dan setiap kandang hanya diisi satu ekor kelinci. Kandang dibersihkan setiap hari sekali. Kandang kelinci di tempatkan jauh dari keramaian, karena kelinci hewan yang sangat sensitif dan


(36)

mudah stres. Kebersihan kandang selalu dijaga agar kelinci tetap sehat dan tidak terserang skabies, karena kelinci sangat rentan terserang skabies.

3.4 Pembuatan vaksin

Vaksin dibuat dari caplak R. sanguineus betina yang siap bertelur yang dijadikan ekstrak caplak. Pertama caplak diseksi kemudian direndam dalam larutan PBS (pH 7.4) dan disimpan dalam temperatur -20oC. Organ caplak disentrifuse dengan kecepatan 5000 kali grafitasi selama 15 menit, kemudian supernatan dibuang dan organ disuspensikan dalam PBS. Prosedur ini diulang sampai diperoleh supernatan yang jernih, kemudian disonifikasi selama 10 menit dengan 1/10 siklus (60 W). Ekstrak kemudian disentrifuse dengan kecepatan 15000 kali gravitasi selama satu jam pada suhu 4oC. Supernatan difiltrasi dengan miliophore (0.22µm) dan disimpan pada suhu -20oC sampai vaksin digunakan (Bechara et al. 1994).

3.5 Pengambilan Sampel Darah

Sampel darah diambil setiap dua minggu sekali sebanyak empat kali untuk masing-masing kelinci yaitu pada minggu ke nol, dua, empat, dan tujuh. Darah diambil melalui vena auricularis menggunakan syringe 1 ml. Satu mililiter sampel darah dicampur dengan antikoagulan (EDTA). Sampel darah yang dicampur EDTA digunakan untuk menghitung total RBC, menghitung kadar hemoglobin, dan menghitung nilai hematokrit (PCV).

3.6. Vaksinasi

Vaksinasi dilakukan sebanyak dua kali selama penelitian yaitu pada minggu ke dua dan minggu ke empat. Vaksinasi diberikan secara subkutan di bagian leher belakang dengan dosis 125 µg ekstrak caplak dalam 50 µg freund adjuvant sehingga volume akhir 1.0 ml untuk masing-masing kelinci. Vaksinasi dilakukan sesaat setelah pengambilan sampel darah.


(37)

3.7 Uji Tantang Caplak Rhipicephalus sanguineus

Infestasi caplak R. sanguineus dilakukan satu minggu setelah vaksinasi terakhir, yaitu pada minggu ke lima. Infestasi caplak dilakukan dengan menginokulasi caplak di salah satu daun telinga kelinci. Caplak yang diinokulasi terdiri dari 10 ekor caplak betina dewasa. Setelah caplak diinokulasi, daun telinga ditutup dengan kain kasa dengan tujuan agar caplak yang sudah diinokulasi tidak pindah dari daun telinga ke bagian tubuh yang lain dan udara masih dapat bersirkulasi, sehingga caplak tidak mati.

3.8 Penghitungan Total Eritrosit

Penghitungan jumlah sel darah merah menggunakan darah yang sudah dicampur dengan EDTA. Darah yang sudah dicampur EDTA dihisap menggunakan pipet pengencer eritrosit sampai batas 0.5, kemudian ditambahkan larutan pengencer Hayem sampai batas skala 101. Campuran ini kemudian dihomogenkan. Campuran yang sudah dihomogenkan kemudian diteteskan pada kamar hitung Neubauer kemudian ditutup dengan cover glass. Campuran harus tersebar merata di seluruh permukaan cover glass. Kemudian amati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali.

Rumus yang digunakan untuk menghitung jumlah sel darah merah per mm3 darah adalah :

Y = R sel x fp x fv

Keterangan : Y : jumlah sel darah merah per mm3 darah

R sel : jumlah sel darah merah yang terhitung dari kelima kotak fp : faktor pengencer (200X)

fv : faktor volume (50X)

3.9 Penghitugan Kadar Hemoglobin

Metode yang digunakan dalam penghitungan kadar hemoglobin adalah metode Sahli dengan larutan pengencer HCl 0.1 N dan akuades. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan pipet Sahli sampai batas garis 20 µl. Sampel darah kemudian dimasukkan ke dalam tabung Sahli yang telah diisi HCl 0.1 N sampai garis angka 10 (garis paling bawah pada tabung). Campuran diaduk


(38)

agar homogen, kemudian ditambahkan akuades sedikit demi sedikit dengan dilakukan pengadukan sampai warna campuran sama dengan warna standar. Jika warna campuran sudah sama dengan warna standar, kemudian dilihat batas bawah (meniskus bawah) campuran dan dicocokkan dengan skala yang tertulis di tabung. Hasil yang diperoleh berupa angka yang dinyatakan dalam satuan gram%. sebaiknya pembacaan skala dilakukan di tempat yang cukup cahaya agar hasil yang diperoleh lebih akurat.

3.10 Penghitungan Nilai Hematokrit

Metode yang digunakan dalam penghitungan nilai hematokrit adalah metode mikrohematokrit. Pengambilan sampel darah dilakukan dengan menggunakan tabung kapiler hematokrit sampai batas kira-kira duapertiga dari panjang tabung kapiler hematokrit. Bagian bawah tabung disumbat menggunakan crestoseal. Selanjutnya sampel darah disentrifuse dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit. Kemudian hasilnya dibaca menggunakan microhematocrit reader.

3.11 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji ANOVA kemudian dilanjutkan dengan uji DUNCAN (Mattjik dan Sumertajaya 1999).


(39)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Eritrosit

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari minggu ke nol sampai minggu ke tujuh rata-rata jumlah total eritrosit kelinci yang divaksin hasilnya tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan kelompok kelinci yang tidak divaksin. Secara umum rata-rata jumlah total eritrosit dari masing-masing kelompok kelinci masih dalam kisaran normal. Jumlah total eritrosit normal kelinci adalah 4-7 x 106/mm3.

Tabel 2 Rata-rata jumlah total eritrosit (juta/mm3)

Keterangan : huruf superskrip yang sama di belakang nilai rata-rata menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf (P>0.05)

Gambar 6 Grafik rata-rata jumlah total eritrosit (juta/mm3)

M0 M2 M4 M7 

5.34±1.75 a

 

6.30±2.38 ab 5.20±0.32 a 4.52±0.85 a

      

Vaksin  4.49±1.23 a

Perlakuan Pengamatan minggu ke‐

Tanpa vaksin  5.16±1.54 a 6.25±1.38 ab 4.66±2.13 a

0 1 2 3 4 5 6 7

0 2 4 7

Tot

al RB

C

(jut

a/

m

m

3)

Waktu (minggu)


(40)

Berdasarkan Tabel 2 dan Gambar 6 pada minggu ke dua atau dua minggu setelah vaksinasi pertama terlihat bahwa pada kelompok kelinci yang divaksin maupun yang tidak divaksin terjadi peningkatan jumlah total eritrosit, meskipun menurut perhitungan statistik peningkatannya tidak berbeda nyata (P>0.05). Peningkatan jumlah total eritrosit pada kelompok kelinci yang divaksin cenderung lebih tinggi jika dibandingkan peningkatan jumlah total eritrosit kelompok kelinci yang tidak divaksin.

Pada vaksinasi kedua, terlihat bahwa kedua kelompok kelinci mengalami penurunan rata-rata jumlah total eritrosit, meskipun secara statistik penurunannya tidak berbeda nyata (P>0.05). Penurunan jumlah total eritrosit pada kelompok kelinci yang divaksin ini terjadi diduga karena salah satu efek dari vaksinasi adalah stres yang dapat menyebabkan hewan menjadi anoreksia, sehingga kelinci kekurangan asupan nutrisi (Tizard 1988). Salah satu akibat dari kekurangan nutrisi terutama besi dan glukosa adalah gangguan pada proses pembentukan eritrosit (eritropoiesis). Besi merupakan komponen utama pembentuk hemoglobin, sedangkan glukosa diperlukan untuk mempertahankan bentuk cembung eritrosit, mempertahankan agar Fe yang terdapat dalam eritrosit tetap bervalensi 2 (Fe2+) (Soeparman dan Waspadji 1991). Pada kelompok kelinci yang tidak divaksin juga mengalami penurunan jumlah eritrosit. Penurunan ini diduga terjadi karena proses fisiologis pada hewan. Eritrosit normal akan berfungsi selama 100 sampai 120 hari. Sel eritrosit yang sudah tua akan dihancurkan oleh sel makrofag dalam sistem retikuloendotelial (Soeparman dan Waspadji 1991).

Pada minggu ke tujuh atau dua minggu setelah uji tantang kelompok kelinci yang divaksin terus mengalami penurunan rata-rata jumlah total eritrosit. Penurunan ini terjadi diduga karena pada saat kelinci diinfeksi caplak R. sanguineus, caplak akan menghisap darah kelinci, sehingga jumlah total eritrosit akan menurun.

4.2 Hemoglobin

Dari hasil penelitian rata-rata kadar hemoglobin pada masing-masing kelompok kelinci dari minggu ke nol sampai minggu ke dua menunjukkan peningkatan yang berbeda nyata (P<0.05). Pada minggu ke empat terjadi


(41)

penurunan rata-rata kadar hemoglobin pada kelompok kelinci yang divaksin maupun kelompok kelinci yang tidak divaksin. Penurunan rata-rata kadar hemoglobin tersebut secara statistik berbeda nyata (P<0.05). Dua minggu setelah uji tantang atau pada minggu ke tujuh terjadi peningkatan rata-rata kadar hemoglobin pada kelompok kelinci yang divaksin maupun yang tidak divaksin. Peningkatan tersebut secara statistik tidak berbeda nyata. Peningkatan dan penurunan rata-rata kadar hemoglobin pada kelompok kelinci yang divaksin maupun yang tidak divaksin masih dalam kisaran normal. Kadar hemoglobin normal kelinci adalah 10-15 gram%.

Tabel 3 Rata-rata kadar hemoglobin (gram%)

Keterangan : huruf superskrip yang sama di belakang nilai rata-rata menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf (P>0.05)

Gambar 7 Grafik rata-rata kadar hemoglobin (gram%)

M0 M2 M4 M7 

12.15±0.76  b

  

14.75±0.99 c 11.10±0.62 ab 12.30±0.42  b

  

Vaksin  10.03±1.31 a

Perlakuan Pengamatan minggu ke‐

Tanpa vaksin 9.76±1.26 a

14.75±1.64 c 11.20±0.54 ab

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00

0 2 4 7

Kada r he m ogl obi n (gram % )

Waktu (minggu)


(42)

Berdasarkan Tabel 3 dan Gambar 7 pada minggu ke dua atau dua minggu setelah vaksinasi kelompok kelinci yang divaksin menunjukkan peningkatan kadar hemoglobin dibandingkan minggu ke nol sebelum vaksin. Hal ini terjadi karena pada minggu ke dua terjadi peningkatan jumlah total eritrosit. Pada kelompok kelinci yang tidak divaksin juga mengalami peningkatan kadar hemoglobin pada minggu ke dua dibanding dengan minggu ke nol. Peningkatan ini disebabkan karena pada minggu ke dua terjadi peningkatan jumlah total eritrosit.

Rata-rata kadar hemoglobin pada minggu ke empat kelompok kelinci yang divaksin menunjukkan penurunan yang signifikan. Penurunan tersebut terjadi karena antara minggu ke dua sampai minggu ke empat kelinci mengalami anoreksia yang disebabkan oleh efek dari vaksinasi. Akibatnya kelinci kekurangan asupan nutrisi terutama unsur-unsur utama pembentuk hemoglobin, sehingga kadar hemoglobin menjadi menurun. Pada kelompok kelinci yang tidak divaksin rata-rata kadar hemoglobin juga mengalami penurunan. Penurunan ini terjadi karena antara minggu ke dua sampai minggu ke empat terjadi penurunan jumlah total eritrosit yang akan diikuti penurunan kadar hemoglobin. Peningkatan jumlah eritrosit akan berbanding lurus dengan peningkatan kadar hemoglobin dan nilai hematokrit (Widjajakusuma dan Sikar 1986).

Pada minggu ke tujuh rata-rata kadar hemoglobin kelompok kelinci yang divaksin mengalami peningkatan yang tidak signifikan, begitu juga pada kelompok kelinci yang tidak divaksin. Peningkatan rata-rata kadar hemoglobin pada kelompok kelinci yang divaksin cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan peningkatan rata-rata kadar hemoglobin pada kelompok kelinci yang tidak divaksin.

4.3 Hematokrit

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada minggu ke nol sampai minggu ke empat kelompok kelinci yang divaksin terjadi peningkatan rata-rata nilai hematokrit yang tidak berbeda nyata (P>0.05). Begitu juga pada kelompok kelinci yang tidak divaksin, dari minggu ke nol sampai minggu ke empat tidak menunjukkan peningkatan yang berbeda nyata (P>0.05). Pada minggu ke tujuh


(43)

kedua kelompok kelinci menunjukkan peningkatan nilai hematokrit yang signifikan (P<0.05). Secara umum peningkatan rata-rata nilai hematokrit ini masih dalam kisaran nilai normal hematokrit kelinci. Nilai hematokrit normal kelinci adalah 33-48 %.

Tabel 4 Rata-rata nilai hematokrit (%)

Keterangan : huruf superskrip yang sama di belakang nilai rata-rata menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf (P>0.05)

Gambar 8 Grafik rata-rata nilai hematokrit (%)

Berdasarkan Tabel 4 dan Gambar 8 pada minggu ke nol sampai minggu ke dua terlihat bahwa rata-rata nilai hematokrit kelompok kelinci yang divaksin mengalami peningkatan meskipun secara statistik tidak signifikan. Peningkatan nilai hematokrit terjadi seiring dengan peningkatan jumlah total eritrosit.

M0 M2 M4 M7

43.25±4.65  bcd

  

34.75±2.06 a 35.13±5.85 a 48.93±4.47  d

   

Vaksin  34.73±4.09 a

Perlakuan Pengamatan minggu ke‐

Tanpa vaksin  36.38±4.54 ab

35.25±5.50 a 39.13±4.53 abc

0 10 20 30 40 50 60

0 2 4 7

Ni

la

i h

emato

k

ri

t (

%

)

Waktu (minggu)


(44)

Pada vaksinasi ke dua atau minggu ke empat kelompok kelinci yang divaksin mengalami peningkatan rata-rata nilai hematokrit jika dibandingkan minggu ke dua. Peningkatan nilai hematokrit ini diduga karena kelinci mengalami gejala dehidrasi, karena salah satu efek vaksinasi adalah hewan mengalami peningkatan suhu tubuh yang akibatnya hewan kekurangan cairan tubuh. Pada minggu yang sama kelompok kelinci yang tidak divaksin juga mengalami peningkatan rata-rata nilai hematokrit, akan tetapi peningkatannya tidak setinggi dibanding peningkatan nilai hematokrit pada kelinci yang divaksin.

Pada minggu ke tujuh atau dua minggu setelah uji tantang kelompok kelinci yang divaksin menunjukkan peningkatan rata-rata nilai hematokrit yang signifikan (P<0.05). Pada minggu yang sama kelompok kelinci yang divaksin mengalami penurunan jumlah total eritrosit. Pada minggu ke tujuh atau dua minggu setelah uji tantang kelompok kelinci yang tidak divaksin menunjukkan peningkatan nilai hematokrit yang tidak signifikan (P>0.05). Peningkatan nilai hematokrit terjadi seiring dengan peningkatan jumlah total eritrosit.


(45)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah uji tantang kadar hemoglobin dan nilai hematokrit kelompok kelinci yang divaksin lebih tinggi dibanding dengan kelompok kelinci kontrol, sedangkan jumlah total eritrositnya lebih rendah dibanding dengan kelompok kelinci kontrol.

5.2 Saran

Untuk hasil yang lebih akurat perlu dilakukan penambahan jumlah caplak yang di tanam pada telinga kelinci pada waktu uji tantang, sehingga terlihat perbedaan gambaran darah merah yang lebih jelas antara sebelum dan setelah uji tantang.


(46)

VI. DAFTAR PUSTAKA

Adame L. 1996. Canine Tick Disease FAQ.

http://www.faqs.org/faqs/dog-faq/medical-info/tick disease [Tanggal 4 Juli 2008].

[Anonim]. 2008a. Pengenalan Hewan Coba. [terhubung berkala]. http:// www.geocities.com/.../hewan_coba.doc. [10 Juli 2008].

[Anonim]. 2008b. Hemoglobin. http://en.wikipedia.org/wiki/hemoglobin. [10 Juli 2008].

[Anonim]. 2008c. Kelinci. http://en.wikipedia.org/wiki/kelinci. [25 Juli 2008]. [Anonim]. 2008d. Erythropoiesis.

http://www.octc.kctcs.edu/GCaplan/anat2/notes/Notes6...[30 Agustus 2008].

Astyawati, T. 2002. Investigation in tick by vaccination. Pusat antar Universitas Ilmu Hayat, IPB (Laporan Penelitian).

Bechara, G.H., Szabo, M.P.J., Mukai, L.S., Rosa, P.C.S. 1994. Immunisation of dogs, hamsters and guinea pigs against Rhipicephalus sanguineus using crude unfed adult tick extracts. Veterinary Parasitology: 52: 79-90.

Deptan. 2008. Beternak kelinci. http://www.litbang.deptan.go.id [30 Agustus 2008]

Guyton, AC., Hall, E. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Setiawan Irawati, Penerjemah; Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari Textbook of Medical Physiology.

Jain, NC. 1993. Essential of Veterinary Hematology. Philadelphia: Lea and Febiger.

Krantz, GW. 1970. A Mannual of Acarology. O. S. U Book Stores, Inc. Corvallis, Oregon, USA.

Levine, ND. 1994. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Terjemahan G. Ashadi Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Lord, CC. 2001. National Public Health Pest Control Manual. Department of Agriculture and Consumer Service, Division of Plant Industry. University of Florida.

http://creatures.ifas.ufl.edu/urban/medical/brown_dog_tick.htm [Tanggal 4 Juli 2008]


(47)

Mattjik AA. dan M Sumertajaya . 1999. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS, SPSS dan Minitab. Bogor: IPB Press

Noble, ER., Noble, GA. 1989. Parasitologi Biologi Parasit Hewan. Edisi Kelima. Terjemahan Wardianto. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Opdebeck, J.P. and Daly, K.E. 1990. Immune responses of infested and hereford

cattle to antigens of cattle tick, Boophilus microplus. Veterinary Immunology and Immunopathology, 25: 99-108.

Schalm, OW., Jain, NC and Carrol, EJ. 1975. Veterinary Hematology 3rd Ed. Philadelphia: Lea and Febiger.

Shaw, RD., Thorburn, JA., Wallace, HG. 1970. Cattle Tick Control. Wellcome Research Organization. London, England. pp. 7-11, 43

Sigit, SH., Hadi, UK. 2006. Hama Permukiman Indonesia. Pengenalan, Biologi & Pengendaliannya. Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman. Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.

Soeparman., Waspadji, S. 1991. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Tizard, IR. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Hardjosworo M, penerjemah. Surabaya: Penerbit Universitas Airlangga. Terjemahan dari: An Introduction to Veterinary Immunology.

Widjajakusuma, R., Sikar, SHS. 1986. Kumpulan Materi Kuliah Fisiologi Hewan Jilid I. Jurusan Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. pp: 28-54.

William, RE., Hall, RD., Broce, AB., Scholl, PJ. 1985. Livestock Entomology. A Wiley-Interscience Publication. John Wiley&Sons. New York.

Yates III JR. 1992. Rhipicephalus sanguineus (Latreille). Extension Urban Entomologist, College of Tropical Agriculture and Human Resources. University of Hawaii at Manoa.

http://www.extento.hawaii.edu/kbase/urban/site/brdgtick.htm. [Tanggal 4 Juli 2008]


(48)

VII. LAMPIRAN

Test of Homogeneity of Variances

N Mean Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for

Mean Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound rbc minggu 0I 8 5,1587 1,54168 ,54507 3,8699 6,4476 2,60 7,01 minggu2I 4 6,2475 1,38230 ,69115 4,0479 8,4471 4,52 7,73 minggu4I 4 4,6550 2,12883 1,06441 1,2676 8,0424 2,39 7,48 minggu7I 4 5,3375 1,75186 ,87593 2,5499 8,1251 3,85 7,81 minggu0II 8 4,4887 1,23166 ,43546 3,4591 5,5184 2,32 6,14 minggu2II

4 6,3025 2,38110 1,19055 2,5136 10,0914 4,60 9,83 minggu4II 4 5,2000 ,32135 ,16068 4,6887 5,7113 4,93 5,60 minggu7II 4 4,5175 ,84787 ,42394 3,1683 5,8667 3,43 5,45 Total 48 5,5356 1,81015 ,26127 5,0100 6,0612 2,32 9,83 hb minggu 0I 8 9,7625 1,26031 ,44559 8,7089 10,8161 8,20 12,00 minggu2I 4 14,7500 1,63605 ,81803 12,1467 17,3533 13,20 17,00 minggu4I 4 11,2000 ,54160 ,27080 10,3382 12,0618 10,40 11,60 minggu7I 4 12,1500 ,75498 ,37749 10,9487 13,3513 11,20 13,00 minggu0II 8 10,0250 1,31122 ,46358 8,9288 11,1212 8,20 12,20 minggu2II 4 14,7500 ,98489 ,49244 13,1828 16,3172 13,80 15,60 minggu4II 4 11,1000 ,62183 ,31091 10,1105 12,0895 10,20 11,60 minggu7II 4 12,3000 ,41633 ,20817 11,6375 12,9625 11,80 12,80 Total 48 11,4333 1,97757 ,28544 10,8591 12,0076 8,20 17,00 pcv minggu 0I 8 36,3750 4,53959 1,60499 32,5798 40,1702 32,50 45,50 minggu2I 4 35,2500 5,50000 2,75000 26,4983 44,0017 28,00 40,00 minggu4I 4 39,1250 4,51617 2,25809 31,9388 46,3112 34,50 43,00 minggu7I 4 43,2500 4,64650 2,32325 35,8564 50,6436 37,90 47,80 minggu0II 8 34,7250 4,09032 1,44615 31,3054 38,1446 29,80 40,50 minggu2II 4 34,7500 2,06155 1,03078 31,4696 38,0304 32,00 37,00 minggu4II 4 35,1250 5,85057 2,92528 25,8154 44,4346 26,50 39,00 minggu7II

4 48,9250 4,47391 2,23695 41,8060 56,0440 44,00 54,50 Total 48 38,4938 6,25913 ,90343 36,6763 40,3112 26,50 54,50


(49)

Levene Statistic df1 df2 Sig. rbc 1,729 9 38 ,116 hb 1,361 9 38 ,240 pcv ,725 9 38 ,683

 

ANOVA

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. rbc Between Groups 55,828 9 6,203 2,401 ,029 Within Groups 98,174 38 2,584

Total 154,002 47

hb Between Groups 138,475 9 15,386 12,898 ,000 Within Groups 45,331 38 1,193

Total 183,807 47

pcv Between Groups 950,106 9 105,567 4,501 ,000 Within Groups 891,203 38 23,453

Total 1841,308 47

Post Hoc Tests

Homogeneous Subsets rbc

Duncan

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,444.

b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.

perlakuan N

Subset for alpha = .05

1 2

minggu0II 8 4,4887 minggu7II 4 4,5175 minggu4I 4 4,6550 minggu 0I 8 5,1587 minggu4II 4 5,2000 minggu7I 4 5,3375

minggu2I 4 6,2475 6,2475 minggu2II 4 6,3025 6,3025


(50)

hb Duncan

perlakuan N

Subset for alpha = .05

1 2 3

minggu 0I 8 9,7625 minggu0II 8 10,0250

minggu4II 4 11,1000 11,1000 minggu4I 4 11,2000 11,2000

minggu7I 4 12,1500

minggu7II 4 12,3000

minggu2I 4 14,7500

minggu2II 4 14,7500

Sig. ,092 ,152 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,444.

b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.

pcv Duncan

perlakuan N

Subset for alpha = .05

1 2 3 4

minggu0II 8 34,7250

minggu2II 4 34,7500

minggu4II 4 35,1250

minggu2I 4 35,2500

minggu 0I 8 36,3750 36,3750

minggu4I 4 39,1250 39,1250 39,1250

minggu7I 4 43,2500 43,2500 43,2500

minggu7II 4 48,9250

Sig. ,247 ,059 ,166 ,106

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,444.

b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah uji tantang kadar hemoglobin dan nilai hematokrit kelompok kelinci yang divaksin lebih tinggi dibanding dengan kelompok kelinci kontrol, sedangkan jumlah total eritrositnya lebih rendah dibanding dengan kelompok kelinci kontrol.

5.2 Saran

Untuk hasil yang lebih akurat perlu dilakukan penambahan jumlah caplak yang di tanam pada telinga kelinci pada waktu uji tantang, sehingga terlihat perbedaan gambaran darah merah yang lebih jelas antara sebelum dan setelah uji tantang.


(2)

VI. DAFTAR PUSTAKA

Adame L. 1996. Canine Tick Disease FAQ.

http://www.faqs.org/faqs/dog-faq/medical-info/tick disease [Tanggal 4 Juli 2008].

[Anonim]. 2008a. Pengenalan Hewan Coba. [terhubung berkala]. http:// www.geocities.com/.../hewan_coba.doc. [10 Juli 2008].

[Anonim]. 2008b. Hemoglobin. http://en.wikipedia.org/wiki/hemoglobin. [10 Juli 2008].

[Anonim]. 2008c. Kelinci. http://en.wikipedia.org/wiki/kelinci. [25 Juli 2008]. [Anonim]. 2008d. Erythropoiesis.

http://www.octc.kctcs.edu/GCaplan/anat2/notes/Notes6...[30 Agustus 2008].

Astyawati, T. 2002. Investigation in tick by vaccination. Pusat antar Universitas Ilmu Hayat, IPB (Laporan Penelitian).

Bechara, G.H., Szabo, M.P.J., Mukai, L.S., Rosa, P.C.S. 1994. Immunisation of dogs, hamsters and guinea pigs against Rhipicephalus sanguineus using crude unfed adult tick extracts. Veterinary Parasitology: 52: 79-90.

Deptan. 2008. Beternak kelinci. http://www.litbang.deptan.go.id [30 Agustus 2008]

Guyton, AC., Hall, E. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Setiawan Irawati, Penerjemah; Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari Textbook of Medical Physiology.

Jain, NC. 1993. Essential of Veterinary Hematology. Philadelphia: Lea and Febiger.

Krantz, GW. 1970. A Mannual of Acarology. O. S. U Book Stores, Inc. Corvallis, Oregon, USA.

Levine, ND. 1994. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Terjemahan G. Ashadi Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Lord, CC. 2001. National Public Health Pest Control Manual. Department of Agriculture and Consumer Service, Division of Plant Industry. University of Florida.

http://creatures.ifas.ufl.edu/urban/medical/brown_dog_tick.htm [Tanggal 4 Juli 2008]


(3)

Mattjik AA. dan M Sumertajaya . 1999. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS, SPSS dan Minitab. Bogor: IPB Press

Noble, ER., Noble, GA. 1989. Parasitologi Biologi Parasit Hewan. Edisi Kelima. Terjemahan Wardianto. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Opdebeck, J.P. and Daly, K.E. 1990. Immune responses of infested and hereford

cattle to antigens of cattle tick, Boophilus microplus. Veterinary Immunology and Immunopathology, 25: 99-108.

Schalm, OW., Jain, NC and Carrol, EJ. 1975. Veterinary Hematology 3rd Ed. Philadelphia: Lea and Febiger.

Shaw, RD., Thorburn, JA., Wallace, HG. 1970. Cattle Tick Control. Wellcome Research Organization. London, England. pp. 7-11, 43

Sigit, SH., Hadi, UK. 2006. Hama Permukiman Indonesia. Pengenalan, Biologi & Pengendaliannya. Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman. Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.

Soeparman., Waspadji, S. 1991. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Tizard, IR. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Hardjosworo M, penerjemah. Surabaya: Penerbit Universitas Airlangga. Terjemahan dari: An Introduction to Veterinary Immunology.

Widjajakusuma, R., Sikar, SHS. 1986. Kumpulan Materi Kuliah Fisiologi Hewan Jilid I. Jurusan Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. pp: 28-54.

William, RE., Hall, RD., Broce, AB., Scholl, PJ. 1985. Livestock Entomology. A Wiley-Interscience Publication. John Wiley&Sons. New York.

Yates III JR. 1992. Rhipicephalus sanguineus (Latreille). Extension Urban Entomologist, College of Tropical Agriculture and Human Resources. University of Hawaii at Manoa.

http://www.extento.hawaii.edu/kbase/urban/site/brdgtick.htm. [Tanggal 4 Juli 2008]


(4)

VII. LAMPIRAN

Test of Homogeneity of Variances

N Mean Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for

Mean Minimum Maximum

Lower Bound Upper Bound

rbc minggu 0I 8 5,1587 1,54168 ,54507 3,8699 6,4476 2,60 7,01

minggu2I 4 6,2475 1,38230 ,69115 4,0479 8,4471 4,52 7,73

minggu4I 4 4,6550 2,12883 1,06441 1,2676 8,0424 2,39 7,48

minggu7I 4 5,3375 1,75186 ,87593 2,5499 8,1251 3,85 7,81

minggu0II 8 4,4887 1,23166 ,43546 3,4591 5,5184 2,32 6,14

minggu2II

4 6,3025 2,38110 1,19055 2,5136 10,0914 4,60 9,83

minggu4II 4 5,2000 ,32135 ,16068 4,6887 5,7113 4,93 5,60

minggu7II 4 4,5175 ,84787 ,42394 3,1683 5,8667 3,43 5,45

Total 48 5,5356 1,81015 ,26127 5,0100 6,0612 2,32 9,83

hb minggu 0I 8 9,7625 1,26031 ,44559 8,7089 10,8161 8,20 12,00

minggu2I 4 14,7500 1,63605 ,81803 12,1467 17,3533 13,20 17,00

minggu4I 4 11,2000 ,54160 ,27080 10,3382 12,0618 10,40 11,60

minggu7I 4 12,1500 ,75498 ,37749 10,9487 13,3513 11,20 13,00

minggu0II 8 10,0250 1,31122 ,46358 8,9288 11,1212 8,20 12,20

minggu2II 4 14,7500 ,98489 ,49244 13,1828 16,3172 13,80 15,60

minggu4II 4 11,1000 ,62183 ,31091 10,1105 12,0895 10,20 11,60

minggu7II 4 12,3000 ,41633 ,20817 11,6375 12,9625 11,80 12,80

Total 48 11,4333 1,97757 ,28544 10,8591 12,0076 8,20 17,00

pcv minggu 0I 8 36,3750 4,53959 1,60499 32,5798 40,1702 32,50 45,50

minggu2I 4 35,2500 5,50000 2,75000 26,4983 44,0017 28,00 40,00

minggu4I 4 39,1250 4,51617 2,25809 31,9388 46,3112 34,50 43,00

minggu7I 4 43,2500 4,64650 2,32325 35,8564 50,6436 37,90 47,80

minggu0II 8 34,7250 4,09032 1,44615 31,3054 38,1446 29,80 40,50

minggu2II 4 34,7500 2,06155 1,03078 31,4696 38,0304 32,00 37,00

minggu4II 4 35,1250 5,85057 2,92528 25,8154 44,4346 26,50 39,00

minggu7II

4 48,9250 4,47391 2,23695 41,8060 56,0440 44,00 54,50


(5)

Levene Statistic df1 df2 Sig.

rbc 1,729 9 38 ,116

hb 1,361 9 38 ,240

pcv ,725 9 38 ,683

 

ANOVA

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

rbc Between Groups 55,828 9 6,203 2,401 ,029

Within Groups 98,174 38 2,584

Total 154,002 47

hb Between Groups 138,475 9 15,386 12,898 ,000

Within Groups 45,331 38 1,193

Total 183,807 47

pcv Between Groups 950,106 9 105,567 4,501 ,000

Within Groups 891,203 38 23,453

Total 1841,308 47

Post Hoc Tests

Homogeneous Subsets

rbc Duncan

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,444.

b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.

perlakuan N

Subset for alpha = .05

1 2

minggu0II 8 4,4887

minggu7II 4 4,5175

minggu4I 4 4,6550

minggu 0I 8 5,1587

minggu4II 4 5,2000

minggu7I 4 5,3375

minggu2I 4 6,2475 6,2475

minggu2II 4 6,3025 6,3025


(6)

hb Duncan

perlakuan N

Subset for alpha = .05

1 2 3

minggu 0I 8 9,7625

minggu0II 8 10,0250

minggu4II 4 11,1000 11,1000

minggu4I 4 11,2000 11,2000

minggu7I 4 12,1500

minggu7II 4 12,3000

minggu2I 4 14,7500

minggu2II 4 14,7500

Sig. ,092 ,152 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,444.

b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.

pcv Duncan

perlakuan N

Subset for alpha = .05

1 2 3 4

minggu0II 8 34,7250

minggu2II 4 34,7500

minggu4II 4 35,1250

minggu2I 4 35,2500

minggu 0I 8 36,3750 36,3750

minggu4I 4 39,1250 39,1250 39,1250

minggu7I 4 43,2500 43,2500 43,2500

minggu7II 4 48,9250

Sig. ,247 ,059 ,166 ,106

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,444.

b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.