Model Diagram Alir Model Dinamis Perubahan Lingkungan di Zona Buruk untuk Perumahan

Salah satu fungsi kawasan lindung adalah sebagai pengatur tata air. Sinar matahari dan hujan akan langsung ke tanah dengan terbukanya tajuk pada kawasan ini. Vegetasi adalah bentuk yang paling baik untuk melindungi tanah dari pengikisan air hujan. Permukaan tanah akan mendapat benturan air hujan dan air langsung tumpah ke sungai-sungai bila formasi tajuk makin renggang. Besarnya aliran air permukaan dapat menyebabkan banjir dan longsor. Banjir dan longsor menyebabkan dana pembangunan menjadi bertambah karena bertambahnya dana bencana yang digunakan untuk mengatasi dampak negatif banjir dan longsor sehingga manfaat pembangunan bagi penduduk menjadi berkurang. Diagram sebab akibat loop III : Populasi - Lahan terbangun - Limpasan air permukaan - Bencana - Dana bencana - Dana pendidikan dan kesehatan perkapita tertera pada Gambar 45. Popula si N a t a lit a s M ort a lit a s I nM igra si Out M igra si + + + - + - + + + - + - Pe m ba nguna n Rum a h Ba ru + La ha n unt uk Pe m ba nguna n Ba ru Pe rum a ha n + Lua s La ha n T e rba ngun + Lua s K a w a sa n Budida ya N on Pe rum a ha n - Lua s K a w a sa n Lindung - Lim pa sa n Air Pe rm uk a a n + - - Be nc a na Ba njir Be nc a na Longsor + + Da na Pe na nggula nga n Be nc a na + + Angga ra n Be la nja Da e ra h unt uk Be nc a na + Alok a si Da na Pe ndidik a n pe r k a pit a Alok a si Da na K e se ha t a n pe r k a pit a - - - - Gambar 45. Diagram sebab akibat loop III : Populasi - Lahan terbangun - Limpasan air permukaan - Bencana - Dana Bencana - Alokasi dana pendidikan dan kesehatan perkapita

5.4.2. Model Diagram Alir

Model diagram alir loop I 1 : Populasi - Pembangunan Rumah Baru –Volume Lalu lintas - Indeks Kualitas Udara- Kematian dini akibat pencemaran udara tertera pada Gambar 46. Populasi Rate_Natalitas Rate_Mortalitas Rate_InMigrasi Rate_OutMigrasi Natalitas InMigrasi OutMigrasi InMigrasi OutMigrasi Penambahan_Populasi Mortalitas Konstanta_Siang Fraksi_Lahan_vs_Rumah Fraksi_Rumah_vs_smp Konstanta_Sore Fraksi_Lahan_vs_Rumah Konstanta_Malam Fraksi_Pembangunan_Rumah_vs_Populasi Lahan_Terbangun_Awal Penambahan_Lahan_Terbangun Luas_Lahan_Terbangun Luas_Wilayah_Studi Fraksi_Lahan_vs_Rumah Jumlah_Rumah_yang_Terbangun Penambahan_Jumlah_Rumah Lahan_untuk_Pembangunan_Rumah_Baru Pembangunan_Rumah_Baru Pembangunan_Rumah_Baru Lahan_Terbangun_Awal Luas_Lahan_Terbangun smp_pagi smp_siang Luas_Lahan_Terbangun smp_sore smp_malam Konstanta_pagi Gambar 46. Model Diagram Alir Loop I 1 : Populasi - Pembangunan Rumah Baru - Luas Lahan Terbangun - Volume Lalu Lintas - Indeks Kualitas Udara - Kematian dini akibat pencemaran udara SPM_pg Fraksi_smpHC4_pg HC4_pg Fraksi_smpSPM_pg Fraksi_smpCO_pg CO_pg SO2_pg Fraksi_smpSO2_pg Fraksi_smpNoise_pg Indeks_HC4_pagi Indeks_CO_pagi Indeks_SO2_pagi Indeks_O3_pagi Indeks_Noise_pagi Indeks_Non_HC_pagi Indeks_NOx_pagi O3_pg Fraksi_smpO3_pg NOx_pg smp_pagi Indeks_SPM_pagi Noise_pg Fraksi_smpNonHC_pg Indeks_Kualitas_Udara_Pagi Fraksi_smpNOx_pg Non_HC_pg Indeks_Kualitas_Udara_Pagi ndeks_Kualitas_Udara_siang_hari deks_Kualitas_Udara_malam_hari Bobot_Pencemaran_Udara Fraksi_Kematian_Akibat_Pencemaran_Uda Jumlah_Kematian_Dini_Akibat_Pencemaran_Udara Mortalitas Indeks_Kualitas_Udara_sore Indeks_Kesehatan_Lingkungan_Udara Gambar 46. Lanjutan Simulasi model diagram alir untuk loop I 1 dimulai dengan mengenali sistem yang terjadi di alam, yaitu sistem kependudukan. Penduduk menjadi objek dan merupakan pelaku aktivitas. Jumlah penduduk merupakan akar permasalahan bagi perubahan lingkungan akibat pembangunan perumahan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Kawasan Bandung Utara. Rata-rata laju rate pertumbuhan penduduk dari data tahun 19952005 adalah 0,04134, nilai rate kematian sebesar 0,00573, nilai rate migrasi masuk sebesar 0,0448979 , nilai rate migrasi keluar sebesar 0,01649 dan nilai rate kelahiran sebesar 0,018693. Nilai-nilai ini dijadikan nilai masukan rate pertumbuhan jumlah penduduk pada permodelan dinamis pola perubahan lingkungan di zona buruk untuk perumahan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Kawasan Bandung Utara. Hasil simulasi menunjukkan pertambahan populasi akibat pembangunan perumahan adalah sebesar 7888 orang pada tahun 1995 dan bertambah menjadi 59.872 orang pada tahun 2045. Jumlah populasi di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang akan naik dari 190.660 orang pada tahun 1995 menjadi 1.447.210 orang pada tahun 2045. Jumlah penduduk selain dipengaruhi oleh jumlah kelahiran dan kematian juga dipengaruhi oleh migrasi masuk dan migrasi keluar akibat pembangunan perumahan. Satu rumah yang dibangun oleh developer akan mendatangkan migrasi rata- rata 4 orang penghuni perumahan. Grafik pertambahan populasi dan jumlah populasi dapat dilihat pada Gambar 47. Tahun b Jumlah Po p ulasi oran g 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 500,000 1,000,000 1,500,000 Tahun a Pertambahan Po p ulasi oran g Natalitas 1 Mortalitas 2 InMigrasi 3 Outmigrasi 4 Penambahan_Populas 5 2,000 2,020 2,050 20,000 40,000 60,000 80,000 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 5 Gambar 47. Grafik a Laju Pertambahan Populasi dan b Jumlah Populasi di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Kawasan Bandung Utara Jumlah populasi yang meningkat menyebabkan pembangunan perumahan meningkat pula. Pembangunan perumahan dipengaruhi oleh fraksi penduduk terhadap pembangunan rumah. Hasil simulasi menunjukkan bahwa pertambahan pembangunan rumah formal baru bertambah dari 1576 rumah pada tahun 1995 menjadi 12450 rumah pada tahun 2045. Fraksi jumlah penduduk yang mempengaruhi pertambahan pembangunan perumahan adalah senilai 4. Grafik Laju Pembangunan Rumah Baru di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Kawasan Bandung Utara dapat dilihat pada Gambar 48. Tahun a Pembangunan_Rumah_Baru 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 5,000 10,000 15,000 Tahun b Jumlah_Rumah_Terbangun 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 100,000 200,000 300,000 Gambar 48. Grafik Laju Pembangunan Rumah Baru a dan Jumlah Rumah Terbangun b di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Kawasan Bandung Utara Jumlah rumah yang meningkat menyebabkan luas lahan terbangun perumahan meningkat pula. Penambahan luas lahan terbangun selain dipengaruhi oleh penambahan pembangunan rumah baru, dipengaruhi pula oleh fraksi pengaruh jumlah rumah terbangun terhadap kebutuhan lahan perumahan. Hasil simulasi menunjukkan penambahan luas lahan terbangun perumahan adalah seluas 55,12 Ha pada tahun 1995 menjadi 714,35 Ha pada tahun 2057. Luas lahan terbangun untuk perumahan bertambah dari seluas 1.628,10 ha pada tahun 1995 menjadi seluas 2.228.64 ha pada tahun 2004 dan meningkat menjadi seluas 17.140,38 ha pada tahun 2058. Grafik penambahan luas lahan terbangun dan perubahan luas lahan terbangun tertera pada Gambar 49. Lahan terbangun perumahan yang bertambah mengakibatkan terjadinya bangkitan pergerakan penduduk, yang berakibat bertambahnya volume lalu lintas di ruas jalan. Tahun b Luas Lahan Terbangun Ha 2,000 2,020 2,040 2,060 5,000 10,000 15,000 20,000 Tahun a Penambahan Lahan Terbangun Ha 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 200 400 600 800 Gambar 49. Grafik Penambahan Lahan Terbangun a dan Perubahan Luas Lahan Terbangun Perumahan b di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Kawasan Bandung Utara Pertambahan bangkitan volume lalu lintas smp selain dipengaruhi oleh luas lahan terbangun dan jumlah pembangunan rumah baru, dipengaruhi pula oleh fraksi jumlah rumah terhadap luas lahan dan fraksi pengaruh jumlah rumah terhadap volume lalu lintas smp. Hasil simulasi menunjukkan jumlah volume lalu lintas pagi smp pagi di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang mengalami kenaikan dari 25.067 pada tahun 2007 menjadi 104.840 pada tahun 2045, jumlah volume lalu lintas siang smp siang mengalami kenaikan dari 27.837 pada tahun 2007 menjadi 116.426 pada tahun 2045, jumlah volume lalu lintas sore smp sore mengalami kenaikan dari 28.086 pada tahun 2007 menjadi 117.467 pada tahun 2045 dan jumlah volume lalu lintas malam smp malam mengalami kenaikan dari 21.839 pada tahun 2007 menjadi 91.340 pada tahun 2045. Grafik peningkatan jumlah lalu lintas di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang dapat dilihat pada Gambar 50. Tahun Volume Lalu Lintas smp smp_pagi 1 smp_siang 2 smp_sore 3 smp_malam 4 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 50,000 100,000 150,000 200,000 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 4 Gambar 50. Grafik Peningkatan jumlah lalu lintas di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Selain menyebabkan kemacetan dan penurunan tingkat pelayanan jalan, volume lalu-lintas yang meningkat berdampak pada meningkatnya pencemaran udara di wilayah pengaruh kawasan ini. Pencemaran udara yang tinggi menyebabkan menurunnya kualitas udara yang akan berdampak pada kesehatan penduduk. Semakin tinggi jumlah lalu lintas maka semakin tinggi emisi gas buang kendaraan. Semakin tinggi jumlah emisi gas buang kendaraan maka semakin tercemar udara. Semakin tercemar udara maka indek kualitas udara semakin menurun. Hasil simulasi menunjukkan Indek Kualitas Udara pagi IKU pagi di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang mengalami penurunan dari 100 pada tahun 1995 menjadi 9,76 pada tahun 2045. Indek Kualitas Udara pagi IKU pagi merupakan jumlah indeks emisi gas buang kendaraan pada pengamatan pagi hari di sepanjang koridor jalan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang yang dipengaruhi oleh bobot masing-masing emisi gas buang. Indek Kualitas Udara siang IKU siang mengalami penurunan dari 99,74 pada tahun 1995 menjadi 1,73 pada tahun 2044 dan 0 pada tahun 2045. Indek Kualitas Udara siang IKU siang merupakan jumlah indeks emisi gas buang kendaraan pada pengamatan siang hari. Indek Kualitas Udara sore IKU sore mengalami penurunan dari 99,62 pada tahun 1995 menjadi 0 pada tahun 2045. Indek Kualitas Udara sore IKU sore merupakan jumlah indeks emisi gas buang kendaraan pada pengamatan sore hari. Sedangkan Indek Kualitas Udara malam IKU malam mengalami penurunan dari 100 pada tahun 1995 menjadi 24,62 pada tahun 2045. Indek Kualitas Udara malam IKU malam merupakan jumlah indeks emisi gas buang kendaraan pada pengamatan malam hari. Grafik penurunan indeks kualitas udara di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang dapat dilihat pada Gambar 51. Tahun Indeks_Kualitas_Udara_Pagi 1 Indeks_Kualitas_Udara_Siang 2 Indeks_Kualitas_Udara_Sore 3 Indeks_Kualitas_Udara_malam 4 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 20 40 60 80 100 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Gambar 51. Grafik Penurunan Indeks Kualitas Udara di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Indeks kualitas udara yang menurun berdampak pada menurunnya indeks kesehatan lingkungan udara. Indek kesehatan lingkungan udara IKLu selain dipengaruhi oleh indeks kualitas udara juga dipengaruhi oleh bobot pencemaran lingkungan udara. Hasil simulasi menunjukkan indek kesehatan lingkungan udara IKLu di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang mengalami penurunan dari 64,75 pada tahun 1995 menjadi 0 pada tahun 2045. Menurunnya indeks kesehatan lingkungan udara berdampak pada meningkatnya jumlah kematian. Hasil simulasi menunjukkan bahwa nilai indeks kesehatan lingkungan dibawah 50 dapat menyebabkan kematian dini akibat pencemaran udara. Semakin menurunnya nilai indeks kesehatan lingkungan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang, jumlah kematian dini akibat pencemaran udara semakin bertambah dari 1 orang pada tahun 2026 menjadi 6 orang pada tahun 2045 dan menjadi 10 orang pada tahun 2060. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan nilai indeks kualitas dan nilai indeks kesehatan lingkungan udara yang berdampak bertambahnya jumlah kematian dini akibat pencemaran udara. Grafik indeks kesehatan lingkungan udara dan jumlah kematian dini akibat pencemaran udara dapat dilihat pada Gambar 52. Tahun a Indeks_Kesehatan_Li ngkungan_Udar a 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 10 20 30 40 50 60 Tahun b Jum lah_Kem ati an_Di ni _Aki bat_Pence m a ra n_Udar a 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 2 4 6 8 10 Gambar 52. Grafik a Indeks Kesehatan Lingkungan Udara dan b Jumlah Kematian Dini akibat Pencemaran Udara Model diagram alir loop I 2 : Lahan_Terbangun_Awal Penambahan_Lahan_Terbangun Luas_Lahan_Terbangun Luas_Wilayah_Studi Lahan_untuk_Pembangunan_Rumah_Baru Fraksi_Lahan_vs_Rumah Pembangunan_Rumah_Baru Fraksi_TDS_Lahan_Belum_Terbangun_pagi Luas_Lahan_Belum_Terbangun Luas_Lahan_Terbangun Fraksi_TDS_Lahan_Terbangun_pagi TDS_Lahan_Terbangun_pagi Zat_Padat_Tersuspensi_di_Hilir_Sungai_pagi TDS_di_Hilir_Sungai_pagi TDS_Lahan_Belum_Terbangun_pagi Fraksi_Zat_Padat_Tersuspensi_Lahan_Terbangun_pagi Luas_Lahan_Terbangun Luas_Lahan_Belum_Terbangun Fraksi_Zat_Padat_Tersuspensi_Lahan_Belum_Terbangun_pagi Zat_Padat_Tersuspensi_Lahan_Belum_Terbangun_pagi Zat_Padat_Tersuspensi_Lahan_Terbangun_pagi Gambar 53. Model Diagram Alir Loop I 2 : Populasi - Pembangunan Rumah Baru –Luas lahan terbangunLuas Lahan belum terbangun – Pencemaran Air- Indeks Kualitas Air- Kematian dini akibat pencemaran air Fraksi_Besi_Fe_Lahan_Belum_Terbangun_pagi Luas_Lahan_Terbangun Fraksi_Besi_Fe_Lahan_Terbangun_pagi Besi_Fe_Lahan_Terbangun_pagi Besi_Fe_di_Daerah_Hilir_Sungai_pagi Luas_Lahan_Terbangun Luas_Lahan_Belum_Terbangun Besi_Fe_Lahan_Belum_Terbangun_pagi Luas_Lahan_Belum_Terbangun Kesadahan_Lahan_Belum_Terbangun_pagi Fraksi_Kesadahan_Lahan_Terbangun_pagi Kesadahan_Lahan_Terbangun_pagi Kesadahan_di_Hilir_Sungai_pagi Fraksi_Kesadahan_Lahan_Belum_Terbangun_pagi Zat_Padat_Tersuspensi_di_Hilir_pagi TDS_di_Hilir_pagi Indeks_TDS_pagi_di_hilir Kekeruhan_di_Hilir_pagi Indeks_Kekeruhan_pagi_di_hilir Temperatur_di_Hilir_pagi Indeks_Temperatur_pagi_di_hilir Warna_di_Hilir_pagi Indeks_Warna_pagi_di_hilir_sungai DHL_di_Hilir_pagi Besi_Fe_di_Hilir_pagi Indeks_DHL_pagi_di_hilir Indeks_Besi_pagi_di_hilir Kesadahan_di_Hilir_pagi Indeks_Kesadahan_pagi_di_hilir Indeks_pH_pagi_di_hilir pH_di_Hilir_pagi Phenol_di_Hilir_pagi Indeks_Phenol_pagi_di_hilir Minyak_Lemak_di_Hilir_pagi Indeks_Minyak_Lemak_pagi_di_hilir MBAS_di_Hilir_pagi Indeks_MBAS_pagi_di_hilir Zat_Organik_KMnO4_di_Hilir_pagi Indeks_KMn4_pagi_di_hilir BOD_di_Hilir_pagi Indeks_BOD_pagi_di_hilir COD_di_Hilir_pagi Indeks_COD_pagi_di_hilir Amonia_di_Hilir_pagi Indeks_NH3N_pagi_di_hilir Indeks_Kualitas_Air_Sungai_pagi_di_hillir Indeks_Zat_Padat_Tersuspensi_pagi_di_hilir Gambar 53. Lanjutan Indeks_Kualitas_Air_Sungai_pagi_di_hillir Indeks_Kesehatan_Lingkungan_Air_Sungai Mortalitas Fraksi_Kematian_Akibat_Pencemaran_Sungai Jumlah_Kematian_Dini_Akibat_Pencemaran_Air_Sungai Indeks_Kualitas_Air_Sungai_sore_di_hillir Bobot_Pencemaran_Sungai Gambar 53. Lanjutan Jumlah populasi yang meningkat menyebabkan pembangunan perumahan meningkat pula. Jumlah rumah yang meningkat menyebabkan luas lahan terbangun perumahan meningkat pula. Lahan terbangun perumahan yang bertambah berdampak pada meningkatnya pencemaran air permukaan dikarenakan penduduk membuang limbah cair maupun padat pada air permukaan di wilayah kawasan ini. Pencemaran aliran permukaan yang tinggi menyebabkan menurunnya kualitas air yang berdampak pada menurunnya kesehatan lingkungan. Selain luas lahan terbangun maupun belum terbangun, fraksi tiap-tiap parameter mempengaruhi nilai masing-masing parameter kualitas air sungai. Selanjutnya nilai indek masing-masing parameter kualitas air sungai pada tiap-tiap waktu pengamatan di daerah hilir di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang akan mempengaruhi nilai indek kualitas air IKA di masing-masing waktu pengamatan IKA. Hasil simulasi model diagram alir untuk Loop I 2 menunjukkan nilai Indek Kualitas Air pagi IKA pagi di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang mengalami penurunan dari 33,66 pada tahun 1995 menjadi 23,04 pada tahun 2045 dan 4,12 pada tahun 2060. Indek Kualitas Air pagi IKA pagi merupakan jumlah indeks pencemar air permukaan pada pengamatan pagi hari di hilir sungai di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang yang dipengaruhi oleh bobot masing-masing parameter kualitas air. Grafik penurunan indeks kualitas udara di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang dapat dilihat pada Gambar 54. Indek Kualitas Air sore IKA sore mengalami penurunan dari 34,04 pada tahun 1995 menjadi 19.10 pada tahun 2045 dan 9,04 pada tahun 2060. Tahun Indeks_TDS_pagi_di_hilir 1 Indeks_Zat_Padat_Tersuspensi_pagi_di_hilir 2 Indeks_Kekeruhan_pagi_di_hilir 3 Indeks_Temperatur_pagi_di_hilir 4 Indeks_DHL_pagi_di_hilir 5 Indeks_Besi_pagi_di_hilir 6 Indeks_Kesadahan_pagi_di_hilir 7 Indeks_pH_pagi_di_hilir 8 Indeks_Phenol_pagi_di_hilir 9 Indeks_Minyak_Lemak_pagi_di_hilir 10 Indeks_MBAS_pagi_di_hilir 11 Indeks_KMn4_pagi_di_hilir 12 Indeks_BOD_pagi_di_hilir 13 Indeks_COD_pagi_di_hilir 14 Indeks_NH3N_pagi_di_hilir 15 Indeks_Kualitas_Air_Sungai_pagi_di_hillir 16 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 10 20 30 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 16 1 2 3 4 7 8 16 1 2 4 7 8 16 1 7 8 16 7 16 7 8 16 Gambar 54. Grafik Indek Kualitas Air Sungai Pagi di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Indeks Kualitas Air sore IKA sore merupakan jumlah indeks pencemaran parameter air pada pengamatan sore hari. Grafik penurunan indeks kualitas air sore di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang dapat dilihat pada Gambar 55. Tahun Indeks_TDS_sore_di_hilir_sungai 1 Indeks_Zat_Padat_Tersuspensi_sore_di_hilir_sungai 2 Indeks_Kekeruhan_sore_di_hilir_sungai 3 Indeks_Temperatur_sore_di_hilir_sungai 4 Indeks_Warna_sore_di_hilir_sungai 5 Indeks_Daya_Hantar_Listrik_sore_di_hilir_sungai 6 Indeks_Besi_Fe_sore_di_hilir_sungai 7 Indeks_Kesadahan_CaCO3_sore_di_hilir_sungai 8 Indeks_pH_sore_di_hilir_sungai 9 Indeks_Phenol_sore_di_hilir_sungai 10 Indeks_Minyak_dan_Lemak_sore_di_hilir_sungai 11 Indeks_MBAS_sore_di_hilir_sungai 12 Indeks_KMn4_sore_di_hilir_sungai 13 Indeks_BOD_sore_di_hilir_sungai 14 Indeks_COD_sore_di_hilir_sungai 15 Indeks_NH3N_sore_di_hilir_sungai 16 Indeks_Kualitas_Air_Sungai_sore_di_hillir 17 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 10 20 30 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 17 1 2 8 9 17 1 2 8 9 17 1 2 8 9 17 2 8 17 1 8 9 17 Gambar 55. Grafik Indek Kualitas Air Sungai Sore di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Kualitas air di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang yang menurun berdampak pada menurunnya kesehatan lingkungan sehingga meningkatkan jumlah kematian akibat pencemaran air. Hasil simulasi menunjukkan indek kesehatan lingkungan air IKLa di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang akan turun dari 33,66 pada tahun 1995 menjadi 19,10 pada tahun 2045 dan menjadi. 4,12 pada tahun 2060. Indek kesehatan lingkungan air IKLa selain dipengaruhi oleh indeks kualitas air juga dipengaruhi oleh bobot pencemaran air. Semakin kecil nilai indek kualitas air maka semakin kecil indeks kesehatan lingkungan air. Menurunnya indeks kesehatan lingkungan air berdampak pada meningkatnya jumlah kematian dini akibat pencemaran air. Hasil simulasi menunjukkan bahwa nilai indeks kesehatan lingkungan air dibawah 29 dapat menyebabkan kematian dini akibat pencemaran air. Semakin menurunnya nilai indeks kesehatan lingkungan air di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang, jumlah kematian dini akibat pencemaran air semakin bertambah dari 1 orang pada tahun 2010 menjadi 5 orang pada tahun 2045 dan menjadi 10 orang pada tahun 2060. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan nilai indeks kualitas air dan nilai indeks kesehatan lingkungan air berdampak pada bertambahnya jumlah kematian dini akibat pencemaran air. Grafik Indeks Kesehatan Lingkungan Air dan jumlah kematian dini akibat pencemaran air dapat dilihat pada Gambar 56. Tahun Jumlah_Kematian_Dini_Akibat_Pencemaran_Air_Sungai 1 Indeks_Kesehatan_Lingkungan_Air_Sungai 2 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 10 20 30 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 Gambar 56. Grafik Indeks Kesehatan Lingkungan Air dan Jumlah Kematian Dini akibat Pencemaran Air Jumlah rumah yang meningkat menyebabkan kebutuhan akan lahan perumahan meningkat pula. Kebutuhan lahan untuk perumahan meningkat mengakibatkan berkurangnya lahan untuk perumahan yang berdampak pada tingginya penggunaan lahan pertanian di kawasan budidaya dan kawasan lindung. Pembangunan perumahan yang meningkat berdampak pada menurunnya kualitas kesuburan tanah yang menyebabkan menurunnya ketersediaan produksi pertanian perkapita. Model Diagram Alir Loop I 3 : Populasi - Pembangunan Rumah Baru - Luas lahan terbangun - Luas Kawasan BudidayaKawasan Lindung -Ketersediaan Produksi Pertanian PerkapitaKetersediaan Biomassa Hutan Lindung tertera pada Gambar 57. Konversi_Lahan_Budidaya_untuk_Perumahan Kawasan_Perairan_di_Lahan_Lindung Luas_Lahan_Kawasan_Lindung Konversi_Lahan_Kawasan_Lindung_untuk_Perumahan Lahan_untuk_Pembangunan_Rumah_Baru Kawasan_Perairan_di_Lahan_Budidaya Lahan_Lindung_Awal_Belum_Terbangun Luas_Lahan_Kawasan_Budidaya Lahan_Budidaya_Awal_Belum_Terbangun Konversi_Lahan_Tegalan Konversi_Lahan_Budidaya_untuk_Perumahan Konversi_Lahan_Kawasan_Lindung_untuk_Perumahan Rasio_Luas_Lahan_Semak Rasio_Luas_Hutan_Lindung Konversi_Luas_Hutan_Lindung Rasio_Luas_Konservasi Konversi_Lahan_Sawah_Tadah_Hujan Konversi_Lahan_Kebun_Campuran Rasio_Luas_Lahan_Kebun_Campuran Konversi_Lahan_Semak Konversi_Lahan_Sawah_Irigasi Konversi_Luas_Konservasi Rasio_Luas_Lahan_Sawah_Tadah_Hujan Rasio_Luas_Sawah_Irigasi Rasio_Luas_Tegalan Lahan_Budidaya_Awal_Belum_Terbangun Lahan_Sawah_Awal_Belum_Terbangun Kawasan_Perairan_di_Lahan_Budidaya Rasio_Luas_Sawah_Irigasi Rasio_Luas_Lahan_Sawah_Tadah_Hujan Luas_Lahan_Kawasan_Budidaya Rasio_Luas_Sawah_Irigasi Luas_Lahan_Sawah Gambar 57. Model Diagram Alir Loop I 3 : Populasi - Pembangunan Rumah Baru - Luas Lahan Terbangun – Luas Kawasan Budidaya Kawasan Lindung - Ketersediaan Produksi Pertanian Per kapita Ketersediaan Biomassa Hutan Lindung Lahan_Budidaya_Awal_Belum_Terbangun Lahan_Semak_Awal_Belum_Terbangun Kawasan_Perairan_di_Lahan_Budidaya Rasio_Luas_Lahan_Semak Luas_Lahan_Kawasan_Budidaya Luas_Lahan_Semak Lahan_Budidaya_Awal_Belum_Terbangun Lahan_Kebun_Campuran_Belum_Terbangun Luas_Lahan_Kebun_Campuran Kawasan_Perairan_di_Lahan_Budidaya Rasio_Luas_Lahan_Kebun_Campuran Luas_Lahan_Kawasan_Budidaya Produksi_Padi_Sawah Rasio_Luas_Lahan_Sawah_Tadah_Hujan Produksi_Padi_Gogo Produksi_Jagung Rasio_Luas_Sawah_Irigasi Produktivitas_Padi_Sawah Luas_Lahan_Sawah Produktivitas_Padi_Gogo Luas_Lahan_Sawah Rasio_Luas_Lahan_Jagung Produktivitas_Jagung Luas_Lahan_Kebun_Campuran Populasi Ketersediaan_Padi_Sawah_per_kapita Ketersediaan_Padi_Gogo_per_kapita Produksi_Padi_Sawah Populasi Produksi_Padi_Gogo Populasi Produksi_Jagung Ketersediaan_Jagung_per_kapita Rasio_Luas_Konservasi Rasio_Luas_Hutan_Lindung Luas_Lahan_Konservasi Luas_Lahan_Hutan_Lindung Luas_Lahan_Kawasan_Lindung Rasio_Luas_Tumbuh_Pohon_Jati Rasio_Luas_Tumbuh_Pohon_Pinus Volume_Biomassa_per_luas_Lahan_Hutan_Jati Luas_Lahan_Hutan_Lindung Volume_Biomassa_Hutan_Jati Volume_Biomassa_per_luas_Lahan_Hutan_Pinus Luas_Lahan_Hutan_Lindung Volume_Biomassa_Hutan_Pinus Populasi Ketersediaan_Volume_Biomassa_Jati_per_kapita Volume_Biomassa_Hutan_Jati Populasi Volume_Biomassa_Hutan_Pinus Ketersediaan_Volume_Biomassa_Pinus_per_kapita Gambar 57. Lanjutan Lahan terbangun perumahan yang bertambah mengakibatkan terjadinya pengurangan luas lahan kawasan budidaya. Berkurangnya luas lahan di kawasan budidaya disebabkan adanya konversi lahan budidaya untuk pembangunan rumah baru. Luas lahan di Kawasan budidaya awal yang belum terbangun perumahan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang adalah senilai 11.583,19 ha dikurangi dengan luas lahan terbangun perumahan eksisting seluas 1.628,10 ha. Hasil simulasi menunjukkan berkurangnya luas lahan kawasan budidaya di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Kawasan Bandung Utara dan akan habis digunakan untuk perumahan pada tahun 2047. Luas lahan yang terbangun perumahan selain mengakibatkan terjadinya konversi penggunaan lahan di kawasan budidaya untuk perumahan, mengakibatkan pula adanya konversi kawasan lindung untuk perumahan. Berkurangnya luas lahan di kawasan lindung disebabkan lahan kawasan budidaya telah habis digunakan untuk perumahan sehingga lahan di kawasan lindung terkonversi untuk perumahan. Luas lahan di Kawasan Lindung yang belum terbangun perumahan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang adalah senilai 6.385.99 ha dikurangi dengan luas lahan terbangun perumahan eksisting di kawasan lindung seluas 105,496 ha. Luas lahan kawasan lindung di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Kawasan Bandung Utara akan habis digunakan untuk perumahan pada tahun 2058. Grafik pengurangan luas lahan kawasan budidaya dan kawasan lindung yang terbangun perumahan tertera pada Gambar 58. Tahun M 2 Luas_Lahan_Kawasan_Budidaya 1 Luas_Lahan_Kawasan_Lindung 2 Luas_Lahan_Terbangun 3 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 50,000,000 100,000,000 150,000,000 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 3 Gambar 58. Grafik Pengurangan Luas Lahan Kawasan Budidaya dan Kawasan lindung yang terbangun Perumahan Penambahan luas lahan terbangun di Kawasan Budidaya berdampak pada pengurangan luas lahan di kawasan budidaya. Hasil simulasi menunjukkan berkurangnya luas lahan sawah di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Kawasan Bandung Utara dari seluas 291,12 ha akan habis digunakan untuk perumahan pada tahun 2047. Luas lahan kebun campuran dari seluas 308,34 ha akan habis digunakan untuk perumahan pada tahun 2047. Luas lahan semak dari seluas 246,04 ha akan habis digunakan untuk perumahan pada tahun 2047. Luas lahan tegalan dari seluas 153,61 ha akan habis digunakan untuk perumahan pada tahun 2047. Grafik pengurangan luas lahan kawasan budidaya dan kawasan lindung yang terbangun perumahan tertera pada Gambar 59. Tahun m2 Luas_Lahan_Sawah 1 Luas_Lahan_Semak 2 Luas_Lahan_Kebun_Campuran 3 Luas_Lahan_Tegalan 4 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 10,000,000 20,000,000 30,000,000 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Gambar 59. Grafik Pengurangan Luas Lahan Sawah, Semak, Kebun Campuran dan Tegalan yang terbangun Perumahan Menurunnya luas lahan pertanian di kawasan budidaya mempengaruhi ketersediaan produksi pertanian perkapita. Hasil simulasi menunjukkan produksi pertanian untuk komoditas padi sawah akan mengalami penurunan dari 3.987 ton pada tahun 1995 menjadi 0 ton pada tahun 2048, sedangkan produksi pertanian untuk komoditas padi gogo akan mengalami penurunan dari 954 ton pada tahun 1995 menjadi 0 ton pada tahun 2048. Grafik pengurangan produksi padi sawah dan padi gogo tertera pada Gambar 60. Tahun Ton Produksi_Padi_Sawah 1 Produksi_Padi_Gogo 2 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 1,000 2,000 3,000 4,000 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 Gambar 60. Grafik Pengurangan Produksi Padi di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Menurunnya produksi pertanian untuk komoditas padi mempengaruhi ketersediaan produksi pertanian per kapita. Hasil simulasi menunjukkan ketersediaan produksi pertanian per kapita untuk komoditas padi sawah akan mengalami penurunan dari 20,91 kg per orang pada tahun 1995 menjadi 0 kg per orang pada tahun 2048. Ketersediaan produksi pertanian per kapita untuk komoditas padi gogo akan mengalami penurunan dari 5 kg per orang pada tahun 1995 menjadi 0 kg per orang pada tahun 2048. Grafik pengurangan ketersediaan produksi padi sawah dan padi gogo per kapita tertera pada Gambar 61. Tahun Kg per orang Ketersediaan_Padi_Sawah_per_kapita 1 Ketersediaan_Padi_Gogo_per_kapita 2 2,000 2,020 2,040 2,060 5 10 15 20 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 Gambar 61. Grafik Pengurangan Ketersediaan Produksi Padi Per kapita di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Hasil simulasi menunjukkan produksi pertanian untuk komoditas cabe akan mengalami penurunan dari 4.765 ton pada tahun 1995 menjadi 0 ton pada tahun 2048, sedangkan untuk komoditas bawang merah akan mengalami penurunan dari 19.020 ton pada tahun 1995 menjadi 0 ton pada tahun 2048 dan komoditas bawang daun akan mengalami penurunan dari 6.795 ton pada tahun 1995 menjadi 0 ton pada tahun 2048 . Grafik pengurangan produksi cabe, bawang merah dan bawang daun tertera pada Gambar 62. Tahun Ton Produksi_Cabe 1 Produksi_Bawang_Merah 2 Produksi_Bawang_Daun 3 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 5,000 10,000 15,000 20,000 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 Gambar 62. Grafik Pengurangan Produksi Cabe, Bawang Merah dan Bawang Daun di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Menurunnya produksi pertanian untuk komoditas produksi cabe, bawang merah dan bawang daun mempengaruhi ketersediaan produksi pertanian per kapita. Hasil simulasi menunjukkan ketersediaan produksi pertanian per kapita untuk komoditas cabe dari 35,64 kg per orang, bawang merah dari 99,76 kg per orang dan ketersediaan produksi pertanian per kapita untuk komoditas bawang daun akan mengalami penurunan dari 24,99 kg per orang pada tahun 1995 menjadi 0 kg per orang pada tahun 2048. Grafik pengurangan ketersediaan produksi cabe, bawang merah dan bawang daun per kapita tertera pada Gambar 63. Tahun Kg per orang Ketersediaan_Cabe_per_kapita 1 Ketersediaan_Bawang_Merah_per_kapita 2 Ketersediaan_Bawang_Daun_per_kapita 3 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 50 100 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 Gambar 63. Grafik Pengurangan Ketersediaan Produksi Cabe, Bawang Merah dan Bawang Putih Per kapita di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Produksi pertanian untuk komoditas jagung akan mengalami penurunan dari 2.299 ton pada tahun 1995 menjadi 0 ton pada tahun 2048, komoditas ubi kayu akan mengalami penurunan dari 1.581 ton pada tahun 1995 menjadi 0 ton pada tahun 2048 dan komoditas ubi jalar akan mengalami penurunan dari 849,23 ton pada tahun 1995 menjadi 0 ton pada tahun 2048. Grafik pengurangan produksi jagung, ubi kayu dan ubi jalar tertera pada Gambar 64. Tahun Ton Produksi_Jagung 1 Produksi_Ubi_Kayu 2 Produksi_Ubi_Jalar 3 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 500 1,000 1,500 2,000 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 Gambar 64. Grafik Pengurangan Produksi Jagung, Ubi Kayu dan Ubi Jalar di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Ketersediaan produksi pertanian per kapita untuk komoditas ubi jalar dari 4,45 kg per orang, ubi kayu dari 8,29 kg per orang dan ketersediaan produksi pertanian per kapita untuk komoditas jagung akan mengalami penurunan dari 12,06 kg per orang pada tahun 1995 menjadi 0 kg per orang pada tahun 2048. Grafik pengurangan ketersediaan produksi ubi jalar, ubi kayu dan jagung per kapita tertera pada Gambar 65. Tahun Kg per orang Ketersediaan_Ubi_Jalar_per_kapita 1 Ketersediaan_Ubi_Kayu_per_kapita 2 Ketersediaan_Jagung_per_kapita 3 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 5 10 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 Gambar 65. Grafik Pengurangan Ketersediaan Produksi Ubi jalar, Ubi kayu dan Jagung Per kapita di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Produksi pertanian untuk komoditas kacang kedele akan mengalami penurunan dari 26,34 ton pada tahun 1995 menjadi 0 ton pada tahun 2048, komoditas kacang tanah akan mengalami penurunan dari 80,78 ton pada tahun 1995 menjadi 0 ton pada tahun 2048. Grafik pengurangan produksi kacang kedele dan kacang tanah tertera pada Gambar 66. Tahun Ton Produksi_Kacang_Kedele 1 Produksi_Kacang_Tanah 2 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 30 60 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 Gambar 66. Grafik Pengurangan Produksi Kacang Kedele dan Kacang Tanah di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Ketersediaan produksi pertanian per kapita untuk komoditas kacang kedele dari 0,14 kg per orang, dan ketersediaan produksi pertanian per kapita untuk komoditas kacang tanah akan mengalami penurunan dari 0,43 kg per orang pada tahun 1995 menjadi 0 kg per orang pada tahun 2048. Grafik pengurangan ketersediaan produksi kacang kedele dan kacang tanah per kapita tertera pada Gambar 67. Tahun Kg per orang Ketersediaan_Kacang_Tanah_per_kapita 1 Ketersediaan_Kacang_Kedele_per_kapita 2 2,000 2,020 2,040 2,060 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 Gambar 67. Grafik Pengurangan Ketersediaan Produksi Kacang Tanah dan Kacang Kedele Per kapita di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Produksi pertanian untuk komoditas kubis akan mengalami penurunan dari 69.258 ton, tomat dari 26.301 ton, kentang dari 40.805 ton dan sawi dari 29.302 ton pada tahun 1995 menjadi 0 ton pada tahun 2048. Grafik pengurangan produksi kubis, tomat, kentang, sawi tertera pada Gambar 68. Tahun Ton Produksi_Kubis 1 Produksi_Tomat 2 Produksi_Kentang 3 Produksi_Sawi 4 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 20,000 40,000 60,000 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Gambar 68. Grafik Pengurangan Produksi Kubis, Tomat, Kentang dan Sawi di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Ketersediaan produksi pertanian per kapita untuk komoditas sawi dari 153,69 kg per orang, komoditas tomat dari 137,95 kg per orang, komoditas kubis dari 363,25 kg per orang, ketersediaan produksi pertanian per kapita untuk komoditas kentang akan mengalami penurunan dari 214,02 kg per orang pada tahun 1995 menjadi 0 kg per orang pada tahun 2048. Grafik pengurangan ketersediaan produksi kubis, tomat, kentang, sawi per kapita tertera pada Gambar 69. Tahun Kg per orang Ketersediaan_Sawi_per_kapita 1 Ketersediaan_Kentang_per_kapita 2 Ketersediaan_Tomat_per_kapita 3 Ketersediaan_Kubis_per_kapita 4 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 100 200 300 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Gambar 69. Grafik Pengurangan Ketersediaan Produksi Kubis, Tomat, Kentang dan Sawi Per kapita di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Produksi pertanian untuk komoditas pepaya akan mengalami penurunan dari 63,64 ton, pisang dari 6.684 ton dan alpukat dari 416,12 ton pada tahun 1995 menjadi 0 ton pada tahun 2048. Grafik pengurangan produksi pepaya, pisang dan alpukat tertera pada Gambar 70. Tahun Ton Produksi_Pepaya 1 Produksi_Alpukat 2 Produksi_Pisang 3 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 Gambar 70. Grafik Pengurangan Produksi Pepaya, Pisang dan Alpukat di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Ketersediaan produksi pertanian per kapita untuk komoditas pisang dari 35,06 kg per orang, komoditas pepaya dari 0,334 kg per orang dan komoditas alpukat dari 2,18 kg per orang pada tahun 1995 akan mengalami penurunan menjadi 0 kg per orang pada tahun 2048. Grafik pengurangan ketersediaan produksi pepaya, pisang dan alpukat per kapita tertera pada Gambar 71. Tahun K g p er oran g Ketersediaan_Pepaya_per_kapita 1 Ketersediaan_Pisang_per_kapita 2 Ketersediaan_Alpukat_per_kapita 3 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 10 20 30 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 Gambar 71. Grafik Pengurangan Ketersediaan Produksi Pepaya, Pisang Alpukat Per kapita di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Produksi pertanian untuk komoditas kopi akan mengalami penurunan dari 15,79 ton, kelapa dari 3,47 ton dan cengkeh dari 4,98 ton pada tahun 1995 menjadi 0 ton pada tahun 2048. Grafik pengurangan produksi kopi, kelapa dan cengkeh tertera pada Gambar 72. Tahun Ton Produksi_Kopi 1 Produksi_Kelapa 2 Produksi_Cengkeh 3 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 5 10 15 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 Gambar 72. Grafik Pengurangan Produksi Kopi, Kelapa dan Cengkeh di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Ketersediaan produksi pertanian per kapita untuk komoditas kopi dari 0,083 kg per orang, komoditas kelapa dari 0,0182 kg per orang dan komoditas cengkeh dari 0,0261 kg per orang pada tahun 1995 akan mengalami penurunan menjadi 0 kg per orang pada tahun 2048. Grafik pengurangan ketersediaan produksi kopi, kelapa dan cengkeh per kapita tertera pada Gambar 73. Tahun K g per oran g Ketersediaan_Kopi_per_kapita 1 Ketersediaan_Kelapa_per_kapita 2 Ketersediaan_Cengkeh_per_kapita 3 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 0.00 0.03 0.06 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 Gambar 73. Grafik Pengurangan Ketersediaan Produksi Kopi, Kelapa dan Cengkeh Per kapita di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Volume biomasa hutan Acacia Mangium di kawasan lindung akan mengalami penurunan dari 7.221.192 ton, hutan jati dari 24.650.683 ton, hutan mahoni dari 5.504.071 ton, hutan pinus dari 89.655.689, hutan rasamala 70.745.538 ton dan rimba campuran dari 198.969.397 ton pada tahun 1995 menjadi 0 ton pada tahun 2059. Grafik pengurangan volume biomasa hutan Acacia Mangium, jati , mahoni, pinus, rasamala dan rimba campuran tertera pada Gambar 74. Tahun Ton Volume_Biomassa_Hutan_Jati 1 Volume_Biomassa_Hutan_Pinus 2 Volume_Biomassa_Hutan_Rasamala 3 Volume_Biomassa_Hutan_Acacia_Mangium 4 Volume_Biomassa_Hutan_Mahoni 5 Volume_Biomassa_Hutan_Rimba_Campura 6 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 50,000,000 100,000,000 150,000,000 200,000,000 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 Gambar 74. Grafik Pengurangan Volume Biomasa Hutan Acacia Mangium, Jati , Mahoni, Pinus, Rasamala dan Rimba Campuran Di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Ketersediaan biomasa hutan Acacia Mangium di kawasan lindung akan mengalami penurunan dari 27,62 m 3 per orang, hutan jati dari 94,29 m 3 per orang, hutan mahoni dari 21,05 m 3 per orang, hutan pinus dari 342,94 m 3 per orang, hutan rasamala 270,60 m 3 per orang dan rimba campuran dari 761,07 m 3 per orang pada tahun 1995 menjadi 0 ton pada tahun 2059. Grafik pengurangan ketersediaan biomasa hutan Acacia Mangium, jati , mahoni, pinus, rasamala dan rimba campuran tertera pada Gambar 75. Tahun M3 per orang Ketersediaan_Volume_Biomassa_Rimba_Campuran_per _kapita 1 Ketersediaan_Volume_Biomassa_Mahoni_per_kapita 2 Ketersediaan_Volume_Biomassa_Acacia_Mangium_per _kapita 3 Ketersediaan_Volume_Biomassa_Rasamala_per_kapita 4 Ketersediaan_Volume_Biomassa_Pinus_per_kapita 5 Ketersediaan_Volume_Biomassa_Jati_per_kapita 6 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 500 1,000 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 Gambar 75. Grafik Pengurangan Ketersediaan Volume Biomasa Hutan Acacia Mangium, Jati , Mahoni, Pinus, Rasamala dan Rimba Campuran Per kapita di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Model Diagram Alir Loop II Berkurangnya lahan untuk perumahan berdampak pada tingginya penyimpangan penggunaan lahan di kawasan budidaya non perumahan dan kawasan lindung. Penyimpangan penggunaan lahan di kawasan budidaya maupun di kawasan lindung untuk perumahan mengurangi keanekaragaman hayati biodiversity. Pengurangan biodiversity baik secara kualitatif maupun kuantitatif akan menurunkan manfaat lingkungan jasa lingkungan berupa pemandangan alam dan kenyamanan lingkungan . Jasa lingkungan yang berkurang menurunkan nilai manfaat pembangunan atau menaikkan nilai pengorbanan pembangunan bagi penduduk. Model diagram alir loop II tertera pada Gambar 76. Jumlah_alang_alang_Imperata_cylindryca_yang_hilang Kerapatan_alang_alang_Imperata_cylindryca Jumlah_rumput_Xyris_capensis_Thumb_yang_hilang Konversi_Lahan_Kawasan_Lindung_untuk_Perumahan Konversi_Lahan_Semak Kerapatan_rumput_Xyris_capensis_Thumb Gambar 76. Model Diagram Alir Loop II : Populasi- Lahan terbangun - Konversi lahan- Jumlah flora dan fauna yang hilang - Indeks biodiversity - Indeks Jasa Lingkungan - Nilai tambah manfaat jasa pembangunan lingkungan Kerapatan_kirinyuh_Eupatorium_pallescens Jumlah_kirinyuh_Eupatorium_pallescens_yang_hilang Konversi_Lahan_Semak Kerapatan_paku_Aspenium_caudatum Jumlah_paku_Aspenium_caudatum_yang_hilang Jumlah_tomat_Lycopersicon_lycopersicum_yang_hilang Kerapatan_tomat_Lycopersicon_lycopersicum Konversi_Lahan_Kebun_Campuran Konversi_Lahan_Kebun_Campuran Jumlah_padi_Oryza_sativa_spp_yang_hilang Konversi_Lahan_Sawah_Irigasi Jumlah_genjer_Limnocharis_flava_yang_hilang Konversi_Lahan_Sawah_Tadah_Hujan Konversi_Lahan_Sawah_Irigasi Kerapatan_genjer_Limnocharis_flava Konversi_Lahan_Sawah_Tadah_Hujan Kerapatan_padi_Oryza_sativa_spp Konversi_Lahan_Kawasan_Lindung_untuk_Perumahan Kerapatan_babi_hutan_Sus_Vitatus Jumlah_babi_hutan_Sus_Vitatus_yang_hilang Konversi_Lahan_Kawasan_Lindung_untuk_Perumahan Kerapatan_kadal_Mabonya_Sp Jumlah_kadal_Mabonya_Sp_yang_hilang Konversi_Lahan_Semak Kerapatan_merpati_mitricia_cinnerea Jumlah_merpati_mitricia_cinnerea_yang_hilang Kerapatan_kupu_kupu_Ornithoptera_Sp Konversi_Lahan_Semak Jumlah_kupu_kupu_Ornithoptera_Sp_yang_hilang Konversi_Lahan_Semak Kerapatan_cacing_Lumbricus_Sp Jumlah_cacing_Lumbricus_Sp Kerapatan_ulat_tentara_Spodoptera_mauritia_acronyctoides Jmlah_ulat_tentara_Spodoptera_mauritia_acronyctoides_yg_hilang Kerapatan_ulat_tanduk_hijau_Melanitis_ledaismene_Cramer Konversi_Lahan_Kebun_Campuran Jumlah_ulat_tanduk_hijau_Melanitis_ledaismene_Cramer_yg_hilang Konversi_Lahan_Kebun_Campuran Jenis_Flora_di_Kawasan_Lindung Nilai_diversitas_flora Luas_Lahan_Kawasan_Lindung Lahan_Lindung_Awal_Belum_Terbangun Kawasan_Perairan_di_Lahan_Lindung Nilai_diversitas_fauna Jenis_Fauna_di_Kawasan_Lindung Indeks_Biodiversity_Kawasan_Lindung Gambar 76. Lanjutan Jenis_Flora_di_Lahan_Semak Jenis_Flora_di_Lahan_Sawah Nilai_diversitas_flora Luas_Semak Lahan_Semak_Awal_Belum_Terbangun Nilai_diversitas_fauna Jenis_Fauna_di_Lahan_Semak Indeks_Biodiversity_Lahan_Semak Jenis_Flora_di_Lahan_Kebun_Campuran Nilai_diversitas_flora Luas_Kebun_Campuran Lahan_Kebun_Campuran_Belum_Terbangun Nilai_diversitas_fauna Jenis_Fauna_di_Lahan_Kebun_Campuran Indeks_Biodiversity_Lahan_Kebun_Campuran Nilai_diversitas_flora Lahan_Sawah_Awal_Belum_Terbangun Nilai_diversitas_fauna Jenis_Fauna_di_Lahan_Sawah Luas_Sawah Indeks_Biodiversity_Lahan_Sawah Indeks_Biodiversity Bobot_Kenyamanan_Lingkungan Indeks_Biodiversity_Kawasan_Lindung Indeks_Kenyamanan_Lingkungan Indeks_Biodiversity_Lahan_Semak Indeks_Biodiversity_Lahan_Kebun_Campuran Indeks_Biodiversity_Lahan_Sawah Indeks_Kenyamanan_Lingkungan Indeks_Biodiversity Bobot_Keindahan_Lingkungan Indeks_Keindahan_Lingkungan Indeks_Keindahan_Lingkungan Populasi Dana_Pembangunan Nilai_Tambah_Manfaat_Pembangunan_Jasa_Lingkungan_per_kapita Indeks_Jasa_Lingkungan Gambar 76. Lanjutan Konversi lahan kawasan budidaya dan kawasan lindung menjadi lahan perumahan berpengaruh terhadap menurunnya kerapatan jumlah jenis flora dan fauna di kawasan budidaya dan kawasan lindung. Jumlah jenis flora dan fauna dengan nilai diversitasnya mempengaruhi keanekaragaman hayati atau nilai indek biodiversity kawasan disamping luas kawasan yang terbangun. Hasil simulasi model diagram alir untuk loop II menunjukkan adanya pertambahan konversi lahan untuk pembangunan perumahan di kawasan budidaya. Lahan kebun campuran terkonversi dari seluas 174.945 m 2 17,49 ha menjadi 1.361.719 m 2 136,17 ha, lahan sawah beririgasi terkonversi dari 115.686 m 2 11,57 ha menjadi 900.449 m 2 90,05 ha, lahan sawah tadah hujan dari 49.492 m 2 4,95 ha menjadi 385.228 m 2 38,52 ha, semak dari 139.600 m 2 13,96 ha menjadi 1.086.589 m 2 108,66 ha dan tegalan dari 87.158 m 2 8,72 ha menjadi 678.404 m 2 67,84 ha. Sedangkan pertambahan konversi lahan untuk pembangunan perumahan di kawasan lindung dari seluas 105,496 ha pada tahun 1995 menjadi seluas 6.208,35 ha pada tahun 2044 . Grafik pertambahan konversi lahan menjadi lahan terbangun perumahan tertera pada Gambar 77. Tahun M2 Konversi_Lahan_Kawasan_Lindung_untuk_Perumahan 1 Konversi_Lahan_Kebun_Campuran 2 Konversi_Lahan_Sawah_Irigasi 3 Konversi_Lahan_Sawah_Tadah_Hujan 4 Konversi_Lahan_Semak 5 Konversi_Lahan_Tegalan 6 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 500,000 1,000,000 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 Gambar 77. Grafik Pertambahan Konversi Lahan menjadi Lahan Perumahan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Pertambahan konversi lahan berdampak pada menurunnya keaneragaman flora dan fauna nilai indek biodiversity di Kawasan Bandung Utara. Hasil simulasi menunjukkan nilai indek biodiversity di Kawasan Bandung Utara menurun dari 100,00 pada tahun 1995 menjadi 1,11 pada tahun 2059. Hal ini menunjukkan keaneragaman hayati di Kawasan Bandung Utara dapat dikategorikan sangat baik pada tahun 1995 dan kemudian menurun menjadi sangat buruk pada tahun 2060. Indek biodiversity lahan kebun campuran menurun dari 39,13 pada tahun 1995 menjadi 1,47 pada tahun 2047, indek biodiversity lahan sawah menurun dari 39,13 pada tahun 1995 menjadi 1,47 pada tahun 2047, indek biodiversity lahan semak menurun dari 10,43 pada tahun 1995 menjadi 0,46 pada tahun 2047 dan indek biodiversity untuk kawasan lindung lahan menurun dari 11,30 pada tahun 1995 menjadi 1,15 pada tahun 2047. Grafik Penurunan Indeks Biodiversity di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang tertera pada Gambar 78. Tahun Indeks_Biodiversity_Kawasan_Lindung 1 Indeks_Biodiversity_Lahan_Semak 2 Indeks_Biodiversity_Lahan_Kebun_Campuran 3 Indeks_Biodiversity_Lahan_Sawah 4 Indeks_Biodiversity 5 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 50 100 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 Gambar 78. Grafik Penurunan Indeks Biodiversity di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Pengurangan biodiversity baik secara kualitatif maupun kuantitatif akan menurunkan manfaat lingkungan jasa lingkungan berupa pemandangan alam dan kenyamanan lingkungan. Hasil simulasi menunjukkan nilai indek kenyamanan lingkungan semakin menurun dari 60,00 pada tahun 1995 menjadi 0,67 pada tahun 2058. Indek keindahan lingkungan semakin menurun dari 40,00 pada tahun 1995 menjadi 0,45 pada tahun 58. Nilai indek kenyamanan lingkungan dan indek keindahan lingkungan selain dipengaruhi oleh nilai biodiversity, dipengaruhi pula oleh bobot keindahan dan kenyamanan. Semakin luas lahan terkonversi perumahan, semakin kecil nilai keanekaragaman hayati kawasan. Semakin kecil nilai keanekaragaman hayati di Kawasan Bandung Utara, semakin kecil nilai kenyamanan dan keindahan lingkungan. Grafik indek keindahan dan kenyamanan lingkungan di Kawasan Bandung Utara dapat dilihat pada Gambar 79. Tahun Indeks_Biodiversity 1 Indeks_Kenyamanan_Lingkungan 2 Indeks_Keindahan_Lingkungan 3 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 50 100 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 Gambar 79. Grafik indeks keindahan dan indeks kenyamanan lingkungan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Menurunnya nilai keindahan dan kenyamanan di Kawasan Bandung Utara baik secara kualitatif maupun kuantitatif akan menurunkan manfaat lingkungan nilai jasa lingkungan. Nilai jasa lingkungan yang berkurang menurunkan nilai manfaat pembangunan atau menaikkan nilai pengorbanan pembangunan bagi penduduk. Nilai tambah manfaat pembangunan dalam bentuk nilai jasa lingkungan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang yang naik dari Rp. 1,09 juta per orang pada tahun 1995 menjadi Rp. 26.42 juta pada tahun 2042 dan menurun menjadi Rp. 3,95 juta pada tahun 2058 serta Rp. -546,506 pada tahun 2059. Nilai tambah manfaat pembangunan dalam bentuk nilai jasa lingkungan selain dipengaruhi oleh nilai indeks kenyamanan dan keindahan lingkungan juga dipengaruhi oleh jumlah pertambahan populasi. Semakin banyak penduduk, semakin banyak jumlah rumah yang dibangun. Semakin banyak jumlah rumah yang dibangun maka semakin luas lahan terbangun perumahan. Semakin luas lahan terbangun perumahan maka semakin luas lahan di kawasan budidaya non perumahan dan kawasan lindung terkonversi perumahan. Semakin luas lahan terkonversi perumahan, semakin kecil nilai keanekaragaman hayati kawasan. Semakin kecil nilai keanekaragaman hayati kawasan, semakin kecil nilai kenyamanan dan keindahan lingkungan. Semakin kecil nilai kenyamanan dan keindahan lingkungan, semakin kecil nilai tambah manfaat pembangunan dalam bentuk nilai jasa lingkungan. Nilai tambah manfaat pembangunan jasa lingkungan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang dapat dilihat pada Gambar 80. Tahun Rupiah per orang 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 5,000,000 10,000,000 15,000,000 20,000,000 25,000,000 Gambar 80. Nilai tambah manfaat pembangunan jasa lingkungan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Model Diagram Alir Loop III Jumlah penduduk yang bertambah menyebabkan bertambahnya permintaan pembangunan perumahan baru. Pembangunan perumahan yang meningkat menyebabkan luas lahan terbangun perumahan meningkat pula. Luas lahan terbangun perumahan meningkat mengakibatkan berkurangnya lahan untuk bidang resapan air hujan. Salah satu fungsi bidang resapan adalah sebagai pengatur tata air. Sinar matahari dan hujan akan langsung ke tanah dengan terbukanya tajuk pada kawasan ini. Vegetasi adalah bentuk yang paling baik untuk melindungi tanah dari pengikisan air hujan. Permukaan tanah akan mendapat benturan air hujan dan air langsung tumpah ke sungai-sungai bila formasi tajuk makin renggang. Besarnya aliran air permukaan dapat menyebabkan banjir dan longsor. Banjir dan longsor menyebabkan dana pembangunan menjadi bertambah karena bertambahnya dana bencana yang digunakan untuk mengatasi dampak negatif banjir dan longsor sehingga manfaat pembangunan berupa dana pendidikan dan kesehatan penduduk menjadi berkurang. Model diagram alir loop III tertera pada Gambar 81. Mortalitas Pembangunan_Rumah_Baru Lahan_untuk_Pembangunan_Rumah_Baru Dana_Pembangunan Jumlah_Rumah_yang_Terbangun Fraksi_Lahan_vs_Rumah Pendapatan_Daerah Lahan_Terbangun_Awal Penambahan_Jumlah_Rumah Penambahan_Populasi Fraksi_Pembangunan_Rumah_vs_Populasi OutMigrasi InMigrasi Natalitas Rate_OutMigrasi Rate_InMigrasi Rate_Mortalitas Rate_Natalitas Populasi Pembangunan_Rumah_Baru OutMigrasi InMigrasi Penambahan_Lahan_Terbangun Luas_Wilayah_Studi Luas_Lahan_Terbangun Lahan_Budidaya_Awal_Belum_Terbangun Lahan_Terbangun_Awal Koefisien_Limpasan Lahan_Lindung_Awal_Belum_Terbangun Curah_Hujan_Rata_Rata_Harian Debit_Aliran Koefisien_Frekuensi_Longsor Koefisien_Frekuensi_Banjir Frekuensi_Banjir Frekuensi_Longsor Dana_Penanggulangan_Bencana Fraksi_Dana_P_Bencana_vs_Longsor Fraksi_Dana_P_Bencana_vs_Banjir Dana_Kesehatan_per_kapita Fraksi_Dana_Kesehatan_vs_Dana_Pembanguan Rate_Pendapatan_Daera Populasi Dana_Pendidikan_per_kapita Fraksi_Dana_Pendidikan_vs_Dana_Pembangunan Gambar 81. Model Diagram Alir Loop III : Populasi - Lahan terbangun-Limpasan air permukaan – Bencana Banjir dan Longsor - Dana bencana - dana pendidikan dan kesehatan per kapita Simulasi model diagram alir untuk Loop III dimulai dengan mengenali sistem kependudukan. Jumlah populasi yang meningkat menyebabkan pembangunan perumahan meningkat pula. Pertambahan pembangunan perumahan menyebabkan jumlah rumah terbangun meningkat pula. Jumlah rumah terbangun selain dipengaruhi oleh fraksi penduduk terhadap pembangunan rumah dipengaruhi pula oleh fraksi pengaruh jumlah rumah terbangun terhadap kebutuhan lahan perumahan. Fraksi pengaruh jumlah rumah terbangun terhadap kebutuhan lahan perumahan adalah senilai 295,47 m 2 orang yang diperoleh dari data perbandingan luas 1:3:6 untuk rumah sederhana, sedang dan mewah serta luas untuk infrastruktur, fasilitas sosial, fasilitas umum dan ruang terbuka hijau. Hasil simulasi menunjukkan jumlah rumah terbangun secara formal meningkat dari 39.478 rumah pada tahun 1995 menjadi 302.280 rumah pada tahun 2045. Jumlah rumah yang meningkat menyebabkan luas lahan terbangun perumahan meningkat pula. Luas lahan di Kawasan budidaya awal yang belum terbangun perumahan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang adalah senilai 11.583,19 ha dikurangi dengan luas lahan terbangun perumahan eksisting seluas 1.628,10 ha. Sementara itu luas lahan di Kawasan Lindung yang belum terbangun perumahan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang adalah senilai 6.385.99 ha dikurangi dengan luas lahan terbangun perumahan eksisting di kawasan lindung seluas 105,496 ha. Hasil simulasi menunjukkan penambahan luas lahan terbangun perumahan adalah seluas 55,12 Ha pada tahun 1995 menjadi 714,35 Ha pada tahun 2057. Luas lahan terbangun untuk perumahan bertambah dari seluas 1.628,10 ha pada tahun 1995 menjadi seluas 17.140,38 ha pada tahun 2058. Luas terbangun perumahan akan terus bertambah jika kecenderungan tingkat perubahan fenomena pembangunan perumahan di Kawasan Bandung Utara tetap seperti pengamatan sebelum penelitian ini dilakukan sebelum tahun 2006. Grafik penambahan luas lahan terbangun tertera pada Gambar 82. Tahun b Luas Lahan Terbangun Ha 2,000 2,020 2,040 2,060 5,000 10,000 15,000 20,000 Tahun a Penambahan Lahan Terbangun Ha 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 200 400 600 800 Gambar 82. Grafik Penambahan Lahan Terbangun a dan Perubahan Luas Lahan Terbangun Perumahan b di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang Kawasan Bandung Utara Semakin bertambah luas lahan terbangun perumahan, semakin berkurang bidang resapan tanah di Kawasan Bandung Utara. Salah satu fungsi bidang resapan adalah sebagai penampung air permukaan. Selain itu permukaan tanah terbuka untuk perumahan akan mendapat benturan air hujan dan air langsung tumpah ke sungai-sungai bila formasi tajuk makin renggang. Besarnya aliran air permukaan dapat menyebabkan banjir dan longsor. Debit aliran air permukaan karena bertambah luasnya lahan permukiman akan naik dari 4.219,19 m 3 tahun pada tahun 1995 menjadi 47.396 m 3 tahun pada tahun 2058. Debit aliran selain dipengaruhi oleh curah hujan juga dipengaruhi oleh koefisien limpasan dan luas lahan terbangun di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang. Perubahan nilai debit aliran air permukaan yang tinggi menyebabkan frekuensi kejadian banjir dan longsor meningkat. Frekuensi kejadian banjir karena pembangunan perumahan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang akan naik dari 26 kejadian banjir pada tahun 1995 menjadi 288 kejadian pada tahun 2058. Frekuensi kejadian longsor karena pembangunan perumahan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang akan naik dari 6 kejadian pada tahun 1995 menjadi 67 kejadian pada tahun 2058. Grafik debit aliran air permukaan dan frekuensi kejadian banjir serta longsor dapat dilihat pada Gambar 83. Tahun a Debit Aliran M3Tahun 2,000 2,020 2,040 2,060 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 Tahun b Frekuensi Ke jadian Frekuensi_Banjir 1 Frekuensi_Longsor 2 2,000 2,020 2,040 2,060 100 200 300 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 Gambar 83. Grafik Pertambahan Debit Aliran Air Permukaan a, dan Frekuensi Kejadian Banjir dan Longsor b Frekuensi banjir dan longsor yang tinggi akibat adanya perubahan penggunaan lahan untuk perumahan dapat menyebabkan dana pembangunan menjadi bertambah karena diperlukan dana bencana yang digunakan untuk mengatasi dampak negatif dari banjir dan longsor. Dana penanggulangan bencana banjir dan longsor di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang akan naik dari Rp. 639 juta pada tahun 1995 menjadi Rp. 80,25 milyard pada tahun 2060. Grafik dana bencana yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah untuk menanggulangi bencana longsor dan banjir dapat dilihat pada Gambar 84. Tahun Dana Penan gg ulan g an Bencana R p 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 3e10 6e10 Gambar 84. Grafik Dana Penanggulangan Bencana Banjir dan Longsor Dana pembangunan yang merupakan selisih antara pendapatan asli daerah dengan dana bencana akan naik dari Rp. 209 milyard pada tahun 1995 menjadi Rp. 106 trilyun pada tahun 2042 dan Rp. 870 trilyun pada tahun 2057 atas dasar harga konstan atau tidak dipengaruhi oleh nilai inflasi. Grafik Dana pembangunan yang merupakan selisih antara pendapatan asli daerah dengan dana bencana dapat dilihat pada Gambar 85. Tahun Rp Dana_Pembangunan 1 Pendapatan_Daerah 2 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 5e14 1e15 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 Gambar 85. Grafik dana pembangunan yang merupakan selisih antara pendapatan asli daerah dengan dana bencana Nilai manfaat pembangunan berupa dana pendidikan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang yang diterima setiap orang pada tahun 1995 sebesar Rp. 63.000, pada tahun 2060 akan naik menjadi Rp. 24,32 juta per orang. Nilai manfaat pembangunan bidang pendidikan dipengaruhi oleh dana pembangunan dan fraksi dana pembangunan pendidikan yang dibagi dengan jumlah penduduk di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang. Nilai manfaat pembangunan berupa dana kesehatan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang dari sebesar Rp. 21. 000 perorang pada tahun 1995 akan naik menjadi Rp. 8,1 juta per orang pada tahun 2060. Nilai manfaat pembangunan bidang kesehatan dipengaruhi oleh dana pembangunan dan fraksi dana pembangunan kesehatan yang dibagi dengan jumlah penduduk di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang. Grafik dana kesehatan dan dana pendidikan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang dapat dilihat pada Gambar 86. Tahun Rp Dana_Kesehatan_per_kapita 1 Dana_Pendidikan_per_kapita 2 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 2,050 2,060 5,000,000 10,000,000 15,000,000 20,000,000 25,000,000 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 Gambar 86. Dana pembangunan bidang kesehatan dan bidang pendidikan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang

5.4.3. Uji Validasi