Kajian Perubahan Lingkungan di Zona Buruk Untuk Perumahan (Studi Kasus Kawasan Bandung Utara)

(1)

RINA MARINA MASRI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

RINA MARINA MASRI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor

pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(3)

@ Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009

Hak cipta dilindungi

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber ;

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan untuk atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian

Bogor

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya


(4)

Nomor Pokok : P062020051

Program Studi : Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Disetujui :

1. Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir.Santun R.P. Sitorus Prof.Dr.Ir.Kooswardhono Mudikdjo, M.Sc

Ketua Anggota

Dr.Ir.Lilik Budi Prasetyo, M.Sc Dr.Ir.Hartrisari Hardjomidjojo, DEA

Anggota Anggota

Diketahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam

dan Lingkungan,

Prof.Dr.Ir.Surjono H. Sutjahjo, MS Prof.Dr.Ir.Khairil A. Notodiputro, MS


(5)

R.P.SITORUS, KOOSWARDHONO MUDIKDJO, LILIK BUDI PRASETYO and HARTRISARI HARDJOMIDJOJO.

Area in North Bandung have high value of economy as comfortable for living and suitable for plantation activity, so that phenomena of land conversion to be important issues to environmental change. The goal of the research is designing a model and policy for the sustainable house development in bad zone residential lands. The objectives of research are: to evaluate existing residential based on land use for housing; to find the causing factors why community choose to stay in the house development; to find the environmental changes; to design dynamic model for environmental changes and to propose the policy on the sustainable housing development in bad zone related to the environmental changes at North Bandung. The research has been done for 1 year since January 2006 to January 2007 in Lembang, Cilengkrang, Cimenyan subdistrict North Bandung. Spatial analysis for residential lands using Arcview 3.3 of GIS software, factors analysis using SPSS 11.5 for Principal Component Analysis (PCA), traffic analysis and physical-chemical-biological analysis for environmental changes, dynamic system analysis and sensitivity analysis using Powersim versi 2.5C to achieve all the objectives above mention. Respondents in this methods who lives in this house development at bad zone are 126 house holds. The result of research as follows: 28.11%, 56.08%, 100% house development at bad zone residential lands each for Lembang, Cilengkrang and Cimenyan. The wide area, environmental convenient, road accessibility, accessibility have positive correlation to the community choose stay in the house development at bad zone. Traffic jam, water and air pollution, land degradation, flora and fauna loses so that decreasing environmental quality. The system analysis for environmental changes toward bad zone house development are: the increasing the flood frequency, land slide, the decreasing health community due to the water and air pollution, increasing mortality, decreasing the environmental convenient and decreasing comfortable living, due to environmental changes on mention the government funding for development increasing, funding for education and health for community decreasing. Result of sensitivity analysis giving alternatives policies as limited immigration, set up the standardization the building coverage ratio, limited the conservation area to residential lands and others, increasing the conservation funding for decreasing natural accident as flood, lands slides etc.

Key words: North Bandung, the bad zone for residential land, GIS, environmental


(6)

Buruk Perumahan (Studi Kasus di Kawasan Bandung Utara) dapat disusun sesuai dengan yang diharapkan. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program Doktor di Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB.

Disertasi ini dapat tersusun karena bantuan berbagai pihak, terutama Komisi Pembimbing. Penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan dari lubuk hati yang paling dalam kepada :

1. Prof.Dr.Ir.Santun R.P.Sitorus sebagai ketua komisi pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, dorongan moril serta nasehat sehingga disertasi ini dapat diselesaikan..

2. Prof.Dr.Ir. Kooswardhono Mudikdjo, M.Sc, Dr.Ir.Lilik Budi Prasetyo, M.Sc

dan Dr.Ir.Hartrisari Hardjomidjojo, DEA sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, dorongan moril serta nasehat sehingga disertasi ini dapat diselesaikan.

3. Rektor Institut Pertanian Bogor yang telah menerima penulis melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana IPB.

4. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan seluruh staf pengajar yang telah

membekali dan memperkaya ilmu.

5. Prof. Dr.Ir. Surjono Hadi Sutjahjo. MS sebagai Ketua Program Studi Ilmu

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang telah mengarahkan dan memfasilitasi selama mengikuti pendidikan.

6. Prof. Dr.Ir. Bambang Pramudya, Dr. Ir. Naresworo Nugroho dan Dr.drh.

Akhmad Arief Amin sebagai penguji luar komisi Ujian Tertutup.

7. Prof. Dr.Ir. H. Cecep Kusmana, MS dan Prof.Dr.Ir.Sumarto, MSIE sebagai

penguji luar komisi Ujian Terbuka.

8. Dr. Wonny, Dr. Sabarman, Dr. Mamat S, Dr. Laode Rijai, Dr. Elang Ilika,

Djoko Sutrisno dan teman-teman seperjuangan yang telah memberikan semangat dalam menyelesaikan studi.


(7)

bermanfaat selama pelaksanaan penelitian ini.

10. Doa yang tulus dan ucapan terimakasih khusus untuk Ayahanda H. Masri

Endjar (Almarhum) atas dorongan semangat untuk selalu berdikari, Ibunda tercinta Hj. Rukminah beserta keluarga besar H. Masri Endjar (Almarhum) atas doanya yang tiada henti, dorongan moril, bantuan dana yang tidak sedikit serta turut menjaga dan membesarkan anak-anak selama penulis menyelesaikan studi di PSL.

11. Keluarga besar Dr.Ir.B. Djatmiko (Almarhum) terutama Ibunda Dr. Ir. H.

Hertami Djatmiko MPS. atas doanya yang tiada henti, dorongan moril untuk selalu bersabar serta bantuan dana selama penulis menyelesaikan studi.

12. Suami tercinta Dr.Ir.H. Iskandar Muda Purwaamijaya, MT beserta ananda

Btari Mariska, Gisandro Diponegoro, dan Nabila Rasya atas segala kesabaran, dorongan, pengertian, pengorbanan dan bantuan yang telah diberikan selama ini.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan Ibu dan Bapak dengan pahala yang berlipat ganda. Amin.

Sesuai dengan pepatah tiada gading yang tak retak, penulis sangat menyadari kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam Disertasi ini, karenanya masukan-masukan yang konstruktif sangat diharapkan agar Disertasi ini dapat mendekati kesempurnaan.

Semoga Disertasi ini dapat memberikan manfaat untuk para pembaca umumnya dan penulis khususnya, serta dicatat dan dijadikan oleh Allah SWT sebagai bagian dari ibadah kepada-Nya. Amin.

Bogor, Februari 2009


(8)

HARTRISARI HARDJOMIDJOJO.

Kawasan Bandung Utara memiliki kondisi ekologis yang nyaman sehingga menjadi sasaran masyarakat untuk membangun perumahan walaupun aksesibilitas untuk memperoleh air bersih sangat sulit dan mahal. Larangan untuk membangun perumahan di Kawasan Bandung Utara selain untuk melindungi kawasan resapan air agar kecepatan limpasan air tidak bertambah dan menghindarkan bahaya longsor serta erosi juga untuk menghindarkan bencana banjir di wilayah selatan Kota Bandung. Sebelum otonomi daerah sudah ada sembilan peraturan yang dikeluarkan untuk mengamankan Kawasan Bandung Utara, tetapi kualitas lingkungan justru semakin merosot tajam karena peraturan yang ada dengan implementasi di lapangan serta kesadaran masyarakat seringkali tidak selaras. Bertolak dari hal tersebut, maka penelitian ini dikaji dari berbagai segi secara menyeluruh dengan menggunakan pendekatan sistem. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengevaluasi lokasi perumahan eksisting berdasarkan kesesuaian lahan untuk perumahan, (2) mengidentifikasi faktor pemilihan perumahan di zona buruk untuk perumahan, (3) mengetahui besarnya perubahan lingkungan yang terjadi akibat pembangunan perumahan di zona buruk perumahan, (4) merancang model dinamis perubahan lingkungan akibat pembangunan perumahan di zona buruk perumahan dan (5) mengusulkan pilihan kebijakan dalam pembangunan perumahan berkelanjutan di zona buruk untuk perumahan.

Analisis spasial evaluasi kesesuaian lahan untuk perumahan mengunakan

software ArcView 3.3. Faktor pemilihan perumahan di zona buruk untuk perumahan dianalisis dengan analisis faktor utama (principal component analysis)

menggunakan software SPSS 11.5 Analisis perubahan lingkungan untuk

komponen tingkat pelayanan lalu-lintas menggunakan analisis level of loss,

analisis kualitas fisik-kimia air dan udara dengan menggunakan pendekatan indeks kesehatan lingkungan air dan udara, pola perubahan volume lalu lintas dan kualitas fisik-kimia air serta udara dengan pendekatan exponential rate of growth,

analisis kualitas fisik-kimia tanah dengan pendekatan analisis perubahan kualitas

kesuburan tanah, analisis komponen sosial, ekonomi dan kependudukan dengan

pendekatan geometric rate of growth dan dianalisis dengan software excel dan

Powersim versi 2.5. Model dinamis perubahan lingkungan akibat pembangunan perumahan di zona buruk perumahan dianalisis dengan pendekatan sistem

dinamis menggunakan Powersim versi 2.5C. Analisis kebijakan dalam

pembangunan perumahan berkelanjutan di zona buruk perumahan dipilih berdasarkan pendekatan hasil validasi dan sensitivitas simulasi model

menggunakan Powersim versi 2.5C.

Hasil analisis spasial zonasi kesesuaian lahan untuk perumahan di kawasan budidaya Kecamatan Lembang, Cilengkrang dan Cimenyan menunjukkan 7.902,36 Ha (68,22%) dari total luas lahan berada di zona buruk untuk perumahan. Sedangkan hasil analisis spasial evaluasi lokasi perumahan eksisting menunjukkan 1022,869 Ha (45,90%) luas terbangun berada di zona buruk


(9)

Hasil analisis spasial menunjukkan telah terjadi konversi lahan di kawasan lindung menjadi kawasan perumahan seluas 144,41 Ha, 78,49% berada di daerah hutan lindung dan 21,51% berada di daerah konservasi.

Hasil pengujian ulang analisis faktor utama (PCA), menunjukkan angka

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy dan Barlett’s Test of Sphericity sebesar 0,773 dengan signifikansi 0,000. Berdasarkan angka eigenvalue

terbentuk tiga komponen utama. Hasil rotated component matrix menunjukkan

bahwa komponen satu (faktor lokasi) terdiri dari : variabel lahan yang luas, panorama indah dan sejuk, aksesibilitas jalan, kedekatan dengan tempat kerja merupakan faktor terbesar responden memilih tinggal di Kawasan Bandung Utara dengan nilai skor keragaman sebesar 4,908. Komponen dua (faktor fasilitas) terdiri dari : sistem drainase yang baik, pengolahan limbah padat dan ketersediaan fasos. dengan nilai skor keragaman sebesar 1,656. Komponen tiga (faktor harga) adalah harga lahan dengan nilai skor keragaman sebesar 1,090. Walaupun sebagian besar responden (54,7%-74,6%) telah mendapatkan informasi tentang konservasi Kawasan Bandung Utara, kemampuan lahan dan kesesuaian lahan untuk perumahan tetapi dalam pelaksanaannya tidak mempertimbangkan kemampuan dan kesesuaian lahan untuk perumahan, tidak peduli dengan luas tutupan lantai rumah serta tidak memperhatikan konstruksi rumah tahan gempa.

Perubahan lingkungan yang terjadi di zona buruk untuk perumahan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang berupa menurunnya tingkat pelayanan jalan (kelas C, D,E dan F); menurunnya kualitas udara dan kebisingan di atas baku mutu ; menurunnya kualitas air; meningkatnya kuantitas air yang menimbulkan bencana banjir dan longsor; menurunnya kesuburan tanah, berkurangnya keanekaragaman hayati (flora dan fauna) yang merusak ekosistem; pertambahan jumlah penduduk dan kepadatan penduduk, berkurangnya alokasi lahan untuk perumahan dan kawasan lindung, meningkatnya dana bencana. Berdasarkan hasil analisis paired sample T Test diperoleh angka signifikansi (P value) sebesar 0,017 atau lebih kecil dari α 0,05 dan t hitung (2,634) > t tabel (2,109)

dengan angka tersebut dapat disimpulkan bahwa pada taraf kepercayaan 95% berbeda secara nyata, yang berarti Ho ditolak artinya bahwa ada perbedaan perubahan yang berarti antara sebelum dan sesudah pembangunan perumahan di zona buruk untuk perumahan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang.

Simulasi model kajian perubahan lingkungan akibat pembangunan perumahan di zona buruk untuk perumahan menunjukkan bahwa bertambahnya jumlah penduduk meningkatkan jumlah luas lahan terbangun. Luas lahan kawasan budidaya akan habis digunakan untuk perumahan pada tahun 2047 dan luas lahan kawasan lindung akan habis digunakan untuk perumahan pada tahun 2058. Luas lahan terbangun bertambah berdampak pada : menurunnya tingkat kesehatan lingkungan akibat pecemaran air dan udara; menurunnya ketersediaan produksi pertanian dan volume biomassa hutan lindung; menurunnya keragaman hayati (biodiversity), menurunnya keindahan dan kenyamanan lingkungan yang


(10)

kriteria validasi AME (absolute mean error), AVE (absolute variation error), KF (Kalman filter), KD (koefisien diskrepansi) dan DB (Durbin Watson) sehingga dapat dijadikan acuan untuk prediksi di masa depan serta acuan untuk menyusun kebijakan penggunaan lahan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang. Pilihan kebijakan-kebijakan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan untuk perumahan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang, adalah (1) Kebijakan yang terkait dengan pengendalian laju pembangunan perumahan dengan memanfaatkan instrumen teknologi citra satelit dan sistem informasi geografis khususnya dalam mengimplementasikan penyempurnaan penataan ruang untuk pembangunan perumahan di zona yang baik dan aman serta mengimplementasikan instrumen hukum, perundangan, program insentif-disinsentif bagi pembangunan perumahan yang berkelanjutan, (2) Kebijakan standar penggunaan lahan perumahan per orang yang efisien, efektif tetapi optimal untuk menekan laju pembangunan perumahan serta laju limpasan air permukaan, (3) Kebijakan pengaturan keluar masuknya orang untuk tinggal di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang untuk mengendalikan laju pertambahan jumlah penduduk yang ditekankan pada pembatasan migrasi masuk untuk menetap karena nilai sensitivitas migrasi masuk tergolong terbesar terhadap jumlah penduduk dibandingkan variabel-variabel kelahiran, kematian dan migrasi keluar, (4) Kebijakan alokasi lahan kawasan lindung yang ketat di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang untuk menghentikan kegiatan konversi lahan kawasan lindung menjadi lahan perumahan dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi yang lebih cepat, tepat, mudah dan murah, (5) Kebijakan peningkatan pendapatan daerah melalui kegiatan yang memanfaatkan keunggulan wilayah di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang serta mengalokasikan dana pembangunan untuk kegiatan-kegiatan yang dapat mengurangi bencana banjir dan longsor.


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

ix

I PENDAHULUAN

1

1.1.

Latar

Belakang

1

1.2.

Kerangka

Pemikiran

4

1.3.

Perumusan

Masalah

8

1.4.

Tujuan

Penelitian

8

1.5.

Manfaat

Penelitian

9

1.6.

Hipotesis

Penelitian

9

1.7.

Novelty

Penelitian

9

II TINJAUAN PUSTAKA

11

2.1.

Penataan

Ruang

11

2.2. Evaluasi Kesesuaian Lahan

15

2.2.1. Aspek-Aspek Kebijakan Penggunaan Lahan

15

2.2.2. Pengertian Evaluasi Lahan

17

2.2.3. Kelas Kesesuaian Lahan

18

2.2.4. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Perumahan

20

2.2.5. Aplikasi SIG untuk Analisis Evaluasi Lahan

22

Perumahan

2.3. Pemilihan Lokasi Perumahan

27

2.3.1.

Teori

Lokasi

29

2.3.2. Lokasi Alokasi

31

2.3.3. Faktor-Faktor Pemilihan Lokasi Perumahan

31

2.4. Pembangunan Perumahan Berkelanjutan

38

2.5.

Analisis

Sistem

Dinamis

43

2.6.

Tinjauan

Studi-Studi

Terdahulu tentang Lahan dan

Perumahan di Kawasan Bandung Utara

45

III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

52

3.1.

Keadaan

Geografis

3.1.1. Kabupaten Bandung

3.1.2. Kecamatan Lembang

3.1.3. Kecamatan Cimenyan

3.1.4. Kecamatan Cilengkrang

52

52

53

53

54

3.2. Aspek Kependudukan dan Sosial

3.2.1. Kabupaten Bandung

3.2.2. Kecamatan Lembang

3.2.3. Kecamatan Cimenyan

3.2.4. Kecamatan Cilengkrang

54

54

57

58

59


(12)

3.3.4. Kecamatan Cilengkrang

63

3.4. Struktur Tata Ruang

3.4.1. Kabupaten Bandung

3.4.2. Kecamatan Lembang

3.4.3. Kecamatan Cimenyan

3.4.4. Kecamatan Cilengkrang

63

63

65

66

68

3.5. Alokasi Pemanfaatan Tata Ruang

3.5.1. Kabupaten Bandung

3.5.2. Kecamatan Lembang

3.5.3. Kecamatan Cimenyan

3.5.4. Kecamatan Cilengkrang

70

70

72

73

73

3.6.

Sumberdaya

Alam

3.6.1. Kabupaten Bandung

3.6.2. Kecamatan Lembang

3.6.3. Kecamatan Cimenyan

3.6.4. Kecamatan Cilengkrang

74

74

81

81

83

IV METODE PENELITIAN

85

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

85

4.2. Bahan dan Alat

85

4.2.1. Aspek Spasial

85

4.2.2. Aspek Fisik, Kimia, Biologi Lingkungan

86

4.2.3. Aspek Sosial dan Ekonomi

86

4.3. Jenis Data yang Dikumpulkan

86

4.3.1. Data Spasial

88

4.3.2. Data Fisik, Kimia dan Biologi Lingkungan

89

4.3.3. Data Sosial dan Ekonomi

89

4.4. Teknik Penetapan Contoh (

Sampling Technique

) 90

4.5.

Analisis

Data

92

4.5.1. Analisis Data Spasial

92

4.5.2. Analisis Data Fisik, Kimia dan Biologi Lingkungan

100

4.5.3. Analisis Data Sosial dan Ekonomi

103

4.6. Analisis Sistem, Model dan Simulasi

107

4.6.1.

Diagram

Analisis

Sistem

107

4.6.2. Validasi Model

109

4.6.3. Sensitivitas Parameter dan Model

110

4.6.4. Simulasi Model

111


(13)

5.2.1. Analisis Faktor untuk Variabel yang Berpengaruh

terhadap Pemilihan Lokasi Perumahan di Zona Buruk

Perumahan

119

5.2.2. Status Sosial dan Ekonomi

122

5.2.3. Tata Cara Pengelolaan Infrastruktur Perumahan

123

5.2.4. Kondisi Infrastruktur di Lokasi Perumahan

124

5.2.5. Tingkat Pemahaman dan Sikap Responden

125

5.2.6. Analisis Kebutuhan Responden terhadap Program

Program Pembangunan

126

5.3. Perubahan Lingkungan di Zona Buruk untuk Lahan

Perumahan 128

5.3.1. Tingkat Pelayanan Lalu Lintas Kendaraan

128

5.3.2. Komponen Fisik dan Kimia Udara

138

5.3.3. Komponen Fisik dan Kimia Air

150

5.3.4. Komponen Fisik dan Kimia Tanah

173

5.3.5. Flora dan Fauna

189

5.3.6. Populasi

194

5.3.7. Luas Lahan Perumahan di Kawasan Bandung Utara

Kabupaten Bandung

198

5.3.8. Debit Aliran Air

199

5.3.9. Frekuensi Bencana

201

5.3.10. Dana Bencana

202

5.3.11. Dana Pembangunan

203

5.3.12.

Kependudukan

205

5.4. Model Dinamis Perubahan Lingkungan di Zona Buruk untuk

Perumahan 206

5.4.1. Diagram Sebab Akibat

206

5.4.2. Model Diagram Alir

211

5.4.3. Uji Validasi

247

5.5. Analisis Kebijakan Pembangunan Perumahan Berkelanjutan

di Zona Buruk Perumahan

249

5.5.1. Kebijakan Sektoral dari Sensitivitas Parameter

249

5.5.2. Urutan Kebijakan dari Sensitivitas Model

253

VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

254

6.1.

Kesimpulan

254

6.2.

Rekomendasi

256

DAFTAR

PUSTAKA

258


(14)

2. Diagram alir tahapan evaluasi kesesuian lahan perumahan 98-99 3. Langkah-langkah analisis faktor pemilihan lokasi

perumahan

106

4. Diagram analisis sistem pembangunan perumahan 107

5. Diagram sebab akibat perubahan lingkungan pembangunan

perumahan 108

6. Peta kesesuaian lahan perumahan di Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang, dan Lembang Kabupaten Bandung

116 7. Peta kondisi nyata wilayah terbangun di zona kesesuaian

lahan untuk perumahan

117

8. Peta kondisi nyata wilayah terbangun di zona kesesuaian lahan untuk perumahan di Kawasan Budidaya dan Kawasan Lindung

118

9. Diagram faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemilihan lokasi perumahan

121

10. Distribusi status sosial ekonomi penduduk 123

11. Tatacara pengelolaan infrastruktur 124

12. Kondisi pengelolaan infrastruktur perumahan 125

13. Kebutuhan responden terhadap pengembang perumahan 126

14. Kebutuhan responden terhadap pemerintah 127

15. Kebutuhan responden terhadap masyarakat 127

16. Hasil survey lalu lintas di Kecamatan Cimenyan,

Cilengkrang dan Lembang 129

17. Fluktuasi tingkat pelayanan jalan di Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang dan Lembang

131

18. Tingkat pelayanan ruas Jalan Cikutra-Bojong Koneng 132

19. Tingkat pelayanan ruas Jalan PPH.Mustopa-Cimuncang 132

20. Tingkat pelayanan ruas Jalan PPH.Mustopa-Padasuka 133

21. Tingkat pelayanan ruas Jalan PPH.Mustopa-Jatihandap 134

22. Tingkat pelayanan ruas Jalan Raya Ujung Berung-Cilengkrang


(15)

vii 25. Pola perubahan kualitas udara parameter NOx, Pb, HC dan

kebisingan di Kecamatan Cimenyan 140

26. Pola perubahan kualitas udara parameter SO2, CO, O3 dan

SPM 10 di Kecamatan Cimenyan 141

27. Pola perubahan kualitas udara untuk parameter Hidrokarbon

dan kebisingan di Kecamatan Cilengkrang 144

28. Pola perubahan kualitas udara parameter NOx, SPM10 dan

Pb di Kecamatan Cilengkrang

145

29. Pola perubahan kualitas udara untuk parameter CO, O3 dan

SO2 di Kecamatan Cilengkrang 145

30. Pola perubahan kualitas udara untuk parameter Debu

(SPM10), Pb, Hidrokarbon dan Kebisingan di Kecamatan

Lembang

148

31. Pola perubahan kualitas udara parameter CO, O3, SO2 dan

NOx di Kecamatan Lembang 149

32. Pola fluktuasi kualitas air sungai untuk parameter TDS dan kekeruhan di Kecamatan Cimenyan

159 33. Pola fluktuasi kualitas air sungai untuk parameter MBAS

dan Fe di Kecamatan Cimenyan

160

34. Pola fluktuasi kualitas air sungai untuk parameter BOD, COD, Minyak dan Lemak di Kecamatan Cimenyan

161

35. Pola fluktuasi kualitas air sungai untuk parameter TDS dan

kekeruhan di Kecamatan Cilengkrang dan Lembang 167

36. Pola fluktuasi kualitas air sungai untuk parameter MBAS

dan Fe di Kecamatan Cilengkrang dan Lembang 168

37. Pola fluktuasi kualitas air sungai untuk parameter BOD,

COD dan Fenol di Kecamatan Cilengkrang dan Lembang 169

38. Pola fluktuasi kualitas air sungai untuk parameter Amonia, Minyak dan Lemak di Kecamatan Cilengkrang dan Lembang

170

39. Pola perubahan kualitas air sungai untuk parameter TDS dan kekeruhan di Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang dan Lembang

172

40. Pola perubahan kualitas air sungai untuk parameter Besi (Fe) dan MBAS di Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang dan Lembang


(16)

viii 42. Pola perubahan kualitas air sungai untuk parameter Minyak

dan Lemak serta Coli di Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang

dan Lembang 173

43. Diagram sebab akibat loop I : Populasi-Pembangunan rumah baru-Indeks kualitas udara/air-Kematian dini akibat pencemaran, Ketersediaan produksi pertanian

perkapita/volume biomasa hutan 207

44. Diagram sebab akibat loop II : Populasi-Lahan terbangun-Jumlah flora-fauna yang hilang-Indeks biodiversity-indeks jasa lingkungan-Nilai tambah manfaat jasa pembangunan

lingkungan 208

45. Diagram sebab akibat loop III : Populasi-Lahan terbangun-Limpasan air permukaan-Bencana-Dana bencana-Dana

pendidikan dan kesehatan 209

46. Model diagram alir loop I1 : Populasi-Pembangunan rumah

baru-luas lahan terbangun-volume lalu lintas- Indeks

kualitas udara-Kematian dini akibat pencemaran udara 211

47. Grafik laju, pertambahan populasi dan jumlah populasi di

Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang dan Lembang 213

48. Grafik laju pembangunan rumah dan jumlah rumah terbangun di Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang dan Lembang

214

49. Grafik penambahan lahan terbangun(a) dan perubahan luas lahan terbangun perumahan di Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang dan Lembang Kawasan Bandung Utara

215

50. Grafik peningkatan jumlah lalu lintas di Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang dan Lembang

216

51. Grafik penurunan indeks kualitas udara di Kecamatan

Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang 217

52. Grafik indek kesehatan lingkungan udara dan jumlah

kematian dini akibat pencemaran udara 218

53. Model diagram alir loop I2 : Populasi-Pembangunan rumah

baru-luas lahan terbangun/belumterbangun-pencemaran air-


(17)

ix Lembang, Cimenyan dan Cilengkran

56. Grafik indek kesehatan lingkungan air dan jumlah kematian dini akibat pencemaran air

222

57. Model diagram alir loop I3 : Populasi-Pembangunan rumah

baru-luas lahan terbangun-Luas kawasan budidaya/lindung- ketersediaan produksi pertanian perkapita/volumebiomasa hutan lindung

223

58. Grafik pengurangan luas lahan di kawasan budidaya dan lindung yang terbangun perumahan

224

59. Grafik pengurangan luas lahan sawah, semak, kebun

campuran, tegalan yang terbangun perumahan

225

60. Grafik pengurangan produksi padi di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang

226

61. Grafik ketersediaan produksi padi perkapita di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang

226 62. Grafik pengurangan produksi cabe, bawah merah, bawang

daun di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang

227

63. Grafik ketersediaan produksi cabe, bawah merah, bawang daun perkapita di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang

227

64. Grafik pengurangan produksi jagung, ubi kayu, ubi jalar di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang

229

65. Grafik ketersediaan produksi jagung, ubi kayu, ubi jalar perkapita di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang

229

66. Grafik pengurangan produksi kacang kedele dan kacang tanah di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang

230

67. Grafik ketersediaan produksi kacang kedele dan kacang tanah perkapita di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang

230

68. Grafik pengurangan produksi kubis, tomat, kentang dan sawi di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang

231

69. Grafik ketersediaan produksi kubis, tomat, kentang dan sawi perkapita di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang


(18)

x 71. Grafik ketersediaan produksi pepaya, pisang, alpukat

perkapita di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang

221

72. Grafik pengurangan produksi kopi, kelapa dan cengkeh di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang

221

73. Grafik ketersediaan produksi kopi, kelapa dan cengkeh perkapita di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang

222

74. Grafik pengurangan volume biomasa hutan acacia mangium, jati, mahoni, pinus, rasamala dan rimba campuran di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang

234

75. Grafik ketersediaan volume biomasa hutan acacia mangium, jati, mahoni, pinus, rasamala dan rimba campuran perkapita di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang

235

76. Model diagram alir loop II :Populasi-lahan terbangun- konversi lahan- indeks biodiversity-indeks jasa lingkungan- nilai manfaat pembangunan

235

77. Grafik pertambahan konbersi lahan menjadi lahan perumahan

78. Grafik penurunan indek biodiversity di Kecamatan

Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang

238

79. Grafik penurunan indek keindahan dan kenyamanan

lingkungan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang

226

80. Nilai tambah manfaat pembangunan jasa lingkungan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cilengkrang

241

81. Model diagram alir loop III : Populasi-Lahan terbangun-Limpasan air permukaan-Bencana-Dana bencana-Dana pendidikan dan kesehatan perkapita

242

82. Grafik penambahan lahan terbangun(a) dan perubahan luas lahan terbangun perumahan di Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang dan Lembang Kawasan Bandung Utara

244

83. Grafik pertambahan debit aliran air permukaan dan frekuensi kejadian banjir dan longsor

245


(19)

xi pendidikan di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan

Cilengkrang

87. Diagram alir uji validasi AME dan AVE 247

88. Diagram alir uji validasi Kalman Filter dan Koefisien Diskrepansi U Theil’s

248


(20)

xii

Lembang Kabupaten Bandung

2. Peta kelas lereng di Kecamatan Cilengkrang, Cimenyan dan

Lembang Kabupaten Bandung

266

3. Peta keadaan drainase di Kecamatan Cilengkrang, Cimenyan dan

Lembang Kabupaten Bandung

267

4. Peta kedalaman efektif tanah di Kecamatan Cilengkrang, Cimenyan

dan Lembang Kabupaten Bandung

268

5. Peta erosi tanah di Kecamatan Cilengkrang, Cimenyan dan Lembang

Kabupaten Bandung

269

6.

Peta keadaan batuan kerikil dan batuan kecil di Kecamatan

Cilengkrang, Cimenyan dan Lembang Kabupaten Bandung

270

7. Peta ancaman banjir di Kecamatan Cilengkrang, Cimenyan dan

Lembang Kabupaten Bandung

271

8.

Persamaan model kajian perubahan lingkungan di zona buruk

perumahan dengan Powersim versi 2.5C

272

9. Instrumen penelitian komponen sosial ekonomi kajian perubahan

lingkungan di zona buruk perumahan (studi kasus : di Kawasan

Bandung Utara Kabupaten Bandung)

295

10. Analisis data sosial ekonomi kajian perubahan lingkungan di zona

buruk perumahan

299

11. Hasil analisis faktor pemilihan lokasi perumahan di zona buruk

perumahan dengan SPSS 11.5

307

12. Hasil simulasi model kajian perubahan lingkungan di zona buruk

perumahan dengan Powersim versi 2.5C

311

13. Instrumen survei lalu lintas

341


(21)

tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni. Perumahan di Kota Bandung terkait dengan tersedianya lahan yang secara fisik, sosial dan ekonomi terjangkau oleh masyarakat. Kondisi topografis yang bergunung dan berbukit di wilayah utara dan datar di wilayah selatan Kota Bandung memberikan karakteristik pola perumahan dengan citra sosial ekonomi tempat lokasi perumahan berada. Perumahan di wilayah selatan Kota Bandung atau di selatan rel jalan kereta api cenderung ditempati oleh masyarakat dengan strata sosial menengah ke bawah, sedangkan perumahan yang berlokasi di wilayah utara Kota Bandung cenderung ditempati oleh masyarakat dengan strata sosial menengah ke atas.

Rumah secara ideal merupakan kebutuhan keluarga untuk membina anggota keluarga dalam bidang pendidikan, sosial dan ekonomi, selayaknya secara sosial dan fisik memberikan kenyamanan dan keamanan. Tetapi tekanan jumlah penduduk terhadap lahan khususnya bagi perumahan telah mengabaikan aspek kenyamanan dan keamanan karena terbatasnya finansial dan aksesibilitas terhadap informasi ketersediaan lahan perumahan. Masyarakat cenderung untuk membangun rumah tanpa informasi yang memadai sehingga menimbulkan banyak masalah di lingkungan sekitar perumahan atau memberikan dampak terhadap wilayah secara keseluruhan. Penyimpangan penggunaan lahan untuk perumahan selain menimbulkan masalah pengurangan kapasitas lahan untuk menyerap air juga menimbulkan masalah pengelolaan dan penanggulangan limbah cair dan padat yang memperburuk kondisi sanitasi lingkungan.

Kawasan Bandung Utara yang memiliki kondisi ekologis yang nyaman karena berada pada ketinggian di atas 700 meter di atas permukaan laut (d.p.l) juga merupakan sasaran masyarakat untuk membangun perumahan, walaupun aksesibilitas untuk memperoleh air bersih sangat sulit dan mahal. Keluarnya berbagai peraturan pemerintah daerah mengenai larangan untuk membangun perumahan di kawasan


(22)

Bandung Utara memiliki maksud yaitu untuk melindungi kawasan resapan air agar kecepatan limpasan air tidak bertambah dan menghindarkan bahaya longsor serta erosi di wilayah yang memiliki kelerengan > 30% dan menghindarkan bencana banjir di wilayah selatan Kota Bandung dengan kelerengan 0 s.d. 3%.

Sebelum otonomi daerah ada sembilan peraturan yang dikeluarkan untuk mengamankan kawasan Bandung Utara, tetapi kualitas lingkungan justru semakin merosot tajam setelah otonomi daerah karena peraturan yang ada dengan kesadaran masyarakat seringkali tak selaras sehingga perusakan terus terjadi.

Pembangunan perumahan berkelanjutan di Kota Bandung sangat mendesak untuk diimplementasikan dan diharapkan mampu menghindarkan serta memperbaiki kondisi ekologis yang telah terjadi di Kota Bandung. Pembangunan perumahan berkelanjutan merupakan salah satu pendekatan atau implementasi dari pembangunan berkelanjutan yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi sosial, ekonomi dan kualitas lingkungan sebagai tempat hidup dan bekerja semua orang yang layak huni, layak usaha, layak berkembang, dan layak lingkungan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup (Tim Penyusun Agenda 21 Sektoral, 2001).

Pembangunan berkelanjutan di wilayah Kota Bandung diharapkan mampu mengakomodasi pembangunan sosial ekonomis, pembangunan fisik lingkungan dan pembangunan politik yang diharapkan mampu menghindarkan dan memperbaiki kondisi ekologis yang telah terjadi di Kota Bandung.

Indikator keberhasilan pembangunan sosial ekonomis, yaitu semakin meningkatnya PDRB di wilayah Kota Bandung, indikator keberhasilan pembangunan fisik lingkungan berupa terpeliharanya sumberdaya air, tanah dan udara di wilayah Bandung yang nyaman secara ekologis sedangkan indikator keberhasilan pembangunan politik dengan indikator keamanan dan ketentraman kondisi masyarakat di wilayah Bandung. Pembangunan ekonomis di wilayah Bandung menunjukkan dominasi terhadap pembangunan politik dan pembangunan lingkungan.

Kawasan Bandung Utara telah banyak digunakan untuk kawasan perumahan, Sungai Citarum yang seharusnya dijaga kualitas airnya banyak digunakan sebagai tempat pembuangan limbah padat, cair dan gas dari rumah tangga maupun industri yang


(23)

menimbulkan bencana banjir dan menyebarnya wabah penyakit. Deviasi dari upaya

konservasi menjadi deplesi sumberdaya lahan di wilayah Bandung salah satu

penyebabnya adalah kawasan perumahan.

Persepsi pemilik lahan dan pengusaha di Kabupaten Bandung, hanya melihat tanah sebagai faktor produksi dengan tuntutan produksi yang tinggi dan berkembang menjadi tanah sebagai komoditas yang dapat saling dipertukarkan dalam organisasi pasar seperti layaknya komoditas ekonomi lainnya. Kompetisi penggunaan lahan di atas

sejalan dengan kaidah “The highest and best use of land”, yang pada akhirnya

menggeser aktivitas sewa (land rent) yang ekonomi lahannya lebih rendah dan diganti oleh aktivitas yang lebih produktif (Barlowe,1986).

Dari fenomena di atas, kawasan tersebut diduga akan mengalami degradasi lahan atau penurunan kualitas lahan. Secara teknis, lahan yang terdegradasi dapat dikelola melalui perbaikan parameter-parameter kualitas lahan yang mengalami penurunan. Sumberdaya lahan yang terdegradasi dan tidak dikelola akan menghilangkan fungsi lahan sebagai sumber produksi alami yang berkelanjutan. Talkurputra (1999), mengatakan bahwa pada awal Pelita IV luas lahan yang nilai produksi alamiahnya menurun akibat berbagai kegiatan sehingga menjadi lahan kritis telah mencapai 8,2 juta hektar dengan tingkat pertambahan setiap tahunnya adalah 400.000 hektar.

Penyimpangan penggunaan lahan sebagai kawasan perumahan, menimbulkan gagasan untuk mengevaluasi kesesuaian lahan dan kemampuan lahan di Kawasan Bandung Utara serta menganalisis perubahan lingkungan yang disebabkan oleh

pembangunan perumahan tersebut. Evaluasi kesesuaian lahan merupakan proses

penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu, dengan mempergunakan sistem informasi geografis sebagai perangkat analisis keruangan. Hasil evaluasi lahan digambarkan dalam bentuk peta sebagai perencanaan tataguna tanah yang rasional sehingga tanah dapat digunakan secara optimal dan lestari. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, disamping dapat menimbulkan terjadinya kerusakan lahan juga akan meningkatkan masalah kemiskinan dan masalah sosial lain


(24)

Analisis perubahan lingkungan akibat pembangunan perumahan di Kawasan Bandung Utara ditinjau dari segi fisik lingkungan, sosial dan ekonomi, dengan operasi sistem pemodelan sebagai perangkat analisis. Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi Pemerintah Daerah dalam penyempurnaan Rencana Tataguna Tanah dan RTRW Kabupaten Bandung.

Identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesesuaian dan kemampuan lahan untuk perumahan merupakan awal untuk mengetahui faktor-faktor penarik dan pendorong terjadinya fenomena deviasi penggunaan lahan. Faktor-faktor yang telah dikenali kemudian dikaji sehingga akan dapat diperoleh gambaran menyeluruh atau sebagian dari fenomena-fenomena yang terjadi. Dukungan data spasial (keruangan) dan data atribut statistik dengan demikian menjadi sangat penting bagi analisis spasial, ekonomi, fisik dan kimia lingkungan yang akan dilakukan. Analisis data spasial dan atribut statistik akan memberikan informasi kecenderungan yang terjadi serta proyeksi yang akan terjadi di masa depan.

Model yang akan dikembangkan untuk penelitian mengenai kajian perubahan lingkungan di zona buruk untuk lahan perumahan adalah model eksplanatori (mekanistis) dinamis dengan memanfaatkan sistem informasi geografis. Model yang dibangun akan disimulasikan dengan menggunakan Powersim Versi 2.5c untuk memperoleh sensitivitas parameter dan model dalam bentuk tabel dan grafik.

1.2. Kerangka Pemikiran

Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, disamping dapat menimbulkan terjadinya kerusakan lahan juga akan meningkatkan masalah kemiskinan dan masalah sosial lainnya. Masalah penggunaan lahan di Kawasan Bandung Utara diwarnai dengan isu fisik lingkungan atau isu aktivitas. Kegiatan konservasi sumberdaya alam dan lingkungan dan pembangunan perumahan di Kawasan Bandung Utara pada lokasi yang sama, langsung maupun tidak langsung memberikan dampak bagi pengembangan wilayah dan kesinambungan pembangunan di Kawasan Bandung Utara.


(25)

Penggunaan lahan untuk pembangunan perumahan, ternyata menimbulkan dampak negatif terhadap sumberdaya alam dan lingkungan karena fenomena eksploitasi lahan di Kawasan Bandung Utara menimbulkan masalah penyimpangan penggunaan lahan dan merupakan pelanggaran UU No. 26 tahun 2007.

Penyimpangan penggunaan lahan, menimbulkan konflik penggunaan lahan dan merupakan salah satu dari masalah penggunaan lahan. Konflik penggunaan lahan terjadi jika satu aktivitas memberikan dampak negatif terhadap aktivitas lain pada lahan yang sama. Pergeseran dan berkurangnya penggunaan lahan pertanian produktif terutama yang berbasis ekologi lahan basah, dewasa ini terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang terus meningkat dan bersamaan dengan itu kebutuhan pangan penduduk pun meningkat (Jayadinata, 1999). Konflik penggunaan lahan untuk perumahan berdampak negatif terhadap kualitas lingkungan. Kawasan resapan air pada kenyataannya dieksploitasi untuk kawasan perumahan serta menimbulkan kekhawatiran akan keberlangsungannya sumberdaya lahan akibat penurunan kualitas lahan.

Deviasi penggunaan lahan di Kawasan Bandung Utara tetap berlangsung dikarenakan pemantauan dan pengendalian pembangunan perumahan belum optimal meskipun pihak-pihak yang terkait sudah memperoleh informasi manfaat serta kerugian secara fisik, ekologis, sosial dan ekonomis. Selain itu rendahnya penegakkan hukum yang ada disertai implementasi Rencana Tata Ruang yang belum sepenuhnya dilaksanakan di lapangan. Penyimpangan penggunaan lahan ini menimbulkan gagasan untuk membangun suatu model pengamanan lingkungan diawali dengan pekerjaan evaluasi lahan yang bertujuan mengendalikan serta memantau penggunaan lahan dengan mudah, cepat dan tepat. Evaluasi lahan untuk pembangunan perumahan akan ditinjau berdasarkan tinjauan kesesuaian dan kemampuan lahan dengan melakukan analisis fisik, kimia, biologi lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi yang telah dijadikan kawasan perumahan.

Analisis fisik, kimia, biologi lingkungan bertujuan untuk mengetahui terjadinya degradasi lingkungan akibat pembangunan perumahan. Penentuan kualitas lingkungan dilakukan melalui pengkajian parameter penentu kualitas lingkungan secara


(26)

menyeluruh. Analisis dampak lingkungan ini merupakan kelanjutan dari analisis spasial untuk memperoleh alternatif kawasan perumahan.

Analisis spasial adalah analisis keruangan yang menitikberatkan pada tiga unsur geografi, yaitu jarak (distance), interaksi (interaction) dan gerakan (movement) (Bintarto dan Hadisumarno, 1982). Pada tahap pasca lapangan, operasi GIS (Geographical Information System) meliputi operasi berupa display peta tematik, perhitungan luas dan keliling serta analisis statistik (tabelaris) yang dilanjutkan dengan operasi pemodelan proyeksi tataguna lahan dan aktivitas lahan serta simulasi model variasi keluaran.

Gagasan analisis perubahan lingkungan yang dipergunakan untuk kawasan perumahan walaupun dimulai oleh adanya isu lingkungan tetap harus memperhatikan aspek sosial ekonomi. Suatu hal yang tidak adil jika gagasan model perubahan lingkungan ini direalisasikan tanpa memperhatikan aspek ekonomi mikro maupun makro serta menimbulkan kemandekan berusaha dan kerugian bagi berbagai pihak terutama bagi pengusaha. Oleh karena itu, analisis perubahan lingkungan untuk perumahan di Kawasan Bandung Utara, selain ditinjau dari aspek fisik, kimia biologi lingkungan juga ditinjau dari aspek sosial dan ekonomi. Model yang dibangun dalam

penelitian ini adalah model mekanistis atau model explanatory, yaitu model yang

dibangun untuk menjelaskan dinamika internal pusat kajian suatu sistem secara tepat dan menjelaskan penyebab yang ditinjau (Grant, 1996).

Analisis perubahan lingkungan diusulkan agar kemampuan dan kualitas lahan dapat ditingkatkan, pertimbangan lain yaitu melakukan upaya untuk melestarikan sumberdaya alam dan lingkungan, menghindari kerusakan lingkungan yang lebih parah, upaya pemerataan kegiatan ekonomi di lokasi-lokasi lain dan memberikan jawaban pemecahan masalah konflik penggunaan lahan di Kawasan Bandung Utara Kabupaten Bandung. Kerangka Pemikiran disajikan pada Gambar 1.


(27)

FENOMENA FAKTUAL PEMBANGUNAN PERUMAHAN YANG

INTENSIF DI BANDUNG UTARA

NORMATIF RTRW KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2004

NORMATIF KONSERVASI KAWASAN BANDUNG

UTARA (SE GUBERNUR JABAR

2004) (INS BUPATI BANDUNG

1994)

PETA KAWASAN TERBANGUN DI KAWASAN BANDUNG UTARA DARI HASIL PLOTTING CITRA QUICKBIRD

DENGAN RESOLUSI 0,6 METER

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERUMAHAN DI KABUPATEN BANDUNG BERDASARKAN USDA 1971

PETA ZONASI KESESUAIAN LAHAN PERUMAHAN

HASIL EVALUASI KAWASAN TERBANGUN TERHADAP ZONASI KESESUAIAN LAHAN PERUMAHAN

(TUJUAN I PENELITIAN)

PENYIMPANGAN PEMBANGUNAN RUMAH DI ZONA BURUK UNTUK PERUMAHAN DI KAWASAN BANDUNG

UTARA

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PEMILIHAN LOKASI PEMBANGUNAN RUMAH DI ZONA

BURUK

PERUBAHAN LINGKUNGAN (KOMPONEN FISIK -KIMIA, BIOLOGI, SOSIAL EKONOMI) AIR - TANAH - LALU-LINTAS - UDARA - SOSIAL

- EKONOMI (TUJUAN III)

(MSA), EIGEN VALUE RANGKING FAKTOR PEMILIHAN LOKASI (TUJUAN II) PCA (PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS)

c

STUDI PUSTAKA

DISKUSI PAKAR DOKUMEN KAJIAN

EMPIRIK

DIAGRAM SEBAB AKIBAT PERUBAHAN LINGKUNGAN DI ZONA

BURUK UNTUK PERUMAHAN

MODEL DINAMIS PERUBAHAN LINGKUNGAN DI ZONA

BURUK UNTUK PERUMAHAN (TUJUAN IV) TIRUAN SISTEM

NYATA

VALIDASI MODEL

DATA EMPIRIK DATA SIMULASI

SENSITIVITAS MODEL

PENGAMBILAN KEBIJAKAN (MUHAMMADI, AMINULLAH DAN SOESILO; 2001)

(TUJUAN V)

Gambar 1. Kerangka pemikiran kajian perubahan lingkungan di zona buruk untuk perumahan


(28)

Berdasarkan uraian latar belakang masalah maka dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Sejumlah besar pembangunan perumahan secara faktual menyimpang dari

kesesuaian lahan yang baik untuk perumahan atau berada di zona buruk untuk perumahan.

2. Faktor-faktor pemilihan lokasi perumahan di zona buruk untuk perumahan secara

faktual berbeda dan menyimpang dari faktor-faktor pemilihan lokasi perumahan di zona baik perumahan.

3. Perubahan lingkungan yang terjadi akibat pembangunan perumahan di zona buruk

untuk perumahan menimbulkan dampak negatif lebih besar daripada dampak positifnya.

4. Pola hubungan komponen-komponen lingkungan empiris belum dapat menjelaskan

adanya penyimpangan pembangunan perumahan di zona buruk untuk perumahan secara menyeluruh.

5. Kebijakan-kebijakan untuk mengurangi degradasi lingkungan dan penipisan

sumberdaya alam akibat pembangunan perumahan di zona buruk untuk perumahan belum didasari dengan kajian pendekatan eksplanatoris.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan mempunyai tujuan untuk :

1. Mengevaluasi lokasi perumahan yang ada saat ini berdasarkan kesesuaian lahan

untuk perumahan,

2. Mengidentifikasi faktor-faktor pemilihan lokasi perumahan di zona buruk untuk

perumahan,

3. Mengetahui besarnya perubahan lingkungan yang terjadi akibat pembangunan

perumahan di zona buruk untuk perumahan,

4. Merancang model dinamis perubahan lingkungan di zona buruk untuk

perumahan,

5. Menyusun alternatif kebijakan dalam pembangunan perumahan berkelanjutan di


(29)

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah :

1. Sebagai pedoman pengambil kebijakan untuk menghindarkan penggunaan dan

penataan ruang yang tidak semestinya serta mencegah terjadinya deplesi sumberdaya alam secara cepat sehingga dapat menyebabkan bencana dan kemiskinan bagi generasi yang akan datang,

2. Sebagai masukan untuk perencanaan perumahan dalam meningkatkan dan

mempertahankan kualitas lingkungan yang berasaskan lestari, optimal, serasi dan seimbang demi terwujudnya pembangunan perumahan yang berkelanjutan.

1.6. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

“ Terdapat perbedaan perubahan kualitas lingkungan yang berarti antara sebelum pembangunan perumahan dengan sesudah pembangunan perumahan di zona buruk untuk perumahan “.

1.7. Novelty Penelitian

Sesuatu yang baru dari penelitian mengenai kajian perubahan lingkungan di zona buruk untuk perumahan dapat ditinjau dari komponen masukan, komponen proses dan komponen keluarannya.

Sesuatu yang baru dari penelitian ini dikaji dari komponen masukannya, yaitu : data yang diperoleh bervariasi dalam jenis data, dimensi waktu dan tingkat ketelitiannya untuk memperoleh hasil kajian perubahan lingkungan di zona buruk untuk perumahan.

Sesuatu yang baru dari penelitian ini dikaji dari komponen prosesnya, yaitu :

a. Analisis kesesuaian lahan untuk perumahan dijadikan sebagai acuan evaluasi

perubahan lingkungan di zona buruk untuk perumahan.

b. Evaluasi terintegrasi komponen fisik-kimia, biologi, sosial, ekonomi dan budaya


(30)

c. Analisis-analisis parsial komponen fisik-kimia, biologi, sosial, ekonomi dan budaya disintesiskan dalam bentuk model dinamis perubahan lingkungan di zona buruk untuk perumahan serta disimulasikan.

Sesuatu yang baru dari penelitian ini dikaji dari komponen keluarannya, yaitu : “ Penyusunan alternatif kebijakan yang didahului dengan kajian sistematis komponen fisik kimia biologi dan sosial ekonomi lingkungan kawasan perumahan serta perubahannya dengan menggunakan model dinamis”.


(31)

Tata ruang merupakan suatu artian harfiah dari kata ‘Spatial’ yaitu segala sesuatu yang dipertimbangkan berdasarkan kaidah keruangan. Sejalan dengan

anggapan yang diartikan oleh Chadwick (1980), sebagai “The arrangement of

space or in space of all kinds”. Tata ruang pada hakekatnya merupakan lingkungan fisik dimana terdapat hubungan organisatoris antara berbagai macam obyek dan manusia yang terpisah dalam ruang tertentu (Rapoport, 1980). Menurut Foley (1964), tata ruang bukanlah merupakan suatu sistem tertutup atau

closed system melainkan suatu sistem yang menyangkut hal-hal non fisik. Selanjutnya Foley (1964) beranggapan bahwa kerangka konsepsi tata ruang meluas tidak hanya menyangkut suatu kawasan yang disebut sebagai wawasan spasial, tetapi menyangkut pula aspek-aspek non spasial atau aspasial (bukan ketataruangan). Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa struktur fisik sangat ditentukan dan dipengaruhi pula oleh faktor-faktor non-fisik seperti organisasi fungsional, pola budaya, dan nilai komunitas. (Porteous, 1981).

Dalam wawasan kaitan antara aspek keruangan dan bukan keruangan inilah kemudian Foley mengemukakan bahwa penataan ruang akan dilandasi oleh suatu paradigma dimana terdapat kaitan antara tiga aspek yaitu (Foley, 1964): 1. Aspek normatif yang bersifat aspasial seperti nilai sosial budaya, institusi,

peraturan dan perundangan, teknologi dan spasial, distribusi tataruang dari pola budaya, nilai yang berkaitan dengan pola tata ruang aktivitas dan lingkungan fisik.

2. Aspek fungsional yang bersifat aspasial dan agihan fungsi, sistem aktivitas

termasuk manusia dari kegiatan usaha di dalam peranan fungsionalnya dan spasial seperti distribusi tata ruang dan fungsi kaitan tata ruang, pola tata ruang kegiatan berdasarkan macam dan fungsi.

3. Aspek fisik yang bersifat aspasial seperti obyek fisik, lingkungan geofisik, lingkungan angkasa, kualitas lingkungan (permukaan, dalam bumi dan angkasa), manusia sebagai wujud fisik, kualitas sumber daya alam dan yang bersifat spasial seperti distribusi tata ruang bentuk fisik, lahan bangunan,


(32)

lahannya. Dengan perkataan lain tinjauan pengertian struktur ruang harus mengacu pada suatu wawasan yang lebih luas sebagai bagian dari ruang yang disediakan untuk digunakan sebagai tempat benda-benda kegiatan dan perubahan. Untuk lebih jelasnya paradigma Foley dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Paradigma Foley

Aspek Bukan

Ketataruangan (Aspasial)

Aspek Tata Ruang (Spasial)

Normatif (aspek sosial-budaya)

- Nilai-nilai sosial

- Perangkat kepranataan

- Peraturan perundangan

- Teknologi

- Distribusi tata ruang

pola kultural

- Nilai yang berkaitan

langsung dengan pola

aktivitas dan lingkungan fisik

Fungsional (aspek organisasi dan ekonomis)

- Pembagian dan agihan

fungsi-fungsi - Sistem aktivitas

(manusia dan kegiatan usaha dalam peran fungsionalnya)

- Distribusi tata ruang

fungsi

- Hubungan

ketataruangan - Pola tata ruang

kegiatan usaha berdasar fungsinya Fisik (aspek

wadah-fisik

- Obyek-obyek fisik

- Lingkungan geofisis

- Manusia sebagai

wujud fisik

- Kualitas sumber daya

alam

- Distribusi bentuk fisik, bangunan, lahan, jaringan jalan, jaringan utilitas dan lainnya - Tata guna lahan

berdasarkan kualitas dan kesesuaian sumberdaya alam

Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat (2), ditegaskan bahwa Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Adapun yang dimaksud dengan struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki

hubungan fungsional. Wujud struktur pemanfaatan ruang tersebut diantaranya

meliputi hierarkis pusat pelayanan seperti pusat kota, pusat lingkungan, pusat pemerintahan, prasarana jalan arteri, jalan lokal, rancang bangun kota seperti ketinggian bangunan, jarak antar bangunan dan sebagainya. Sedangkan yang


(33)

wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Wujud pola pemanfaatan ruang diantaranya meliputi pola lokasi, sebaran pemukiman, tempat kerja, industri dan pertanian, serta pola penggunaan tanah perdesaan dan perkotaan.

Sejalan dengan uraian tersebut Hardjowigeno (1999), mengemukakan bahwa tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang yang merupakan wadah kehidupan yang mencakup ruang daratan, ruang lautan, ruang udara, termasuk di dalamnya tanah, air, udara dan benda lainnya serta daya, keadaan sebagai suatu kesatuan wilayah tempat manusia dan mahluk hidup lainnya melakukan kegiatannya dan memelihara kelangsungan hidupnya. Karena itu tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda, apabila tidak ditata secara baik dapat mendorong ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah dan ketidaklestarian lingkungan serta konflik pemanfaatan ruang. Penataan ruang yang didasarkan pada karakteristik daya dukungnya serta didukung oleh teknologi yang sesuai, akan meningkatkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan aspek politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan kelembagaan yang berarti juga meningkatkan kualitas tata ruang.

Kualitas tata ruang menurut Silalahi (1995) ditentukan oleh terwujudnya pemanfaatan ruang yang memperhatikan (1) daya dukung lingkungan, yaitu jumlah penduduk dalam suatu wilayah yang masih dapat didukung oleh ketersediaan sumberdaya alam, dan penggunaan lahan yang sesuai dengan karakteristik tanah, (2) fungsi lingkungan, yaitu tertatanya tata air, tata udara, suaka alam, suaka budaya, (3) estetika lingkungan, yaitu terpeliharanya bentang alam, (4) lokasi, yaitu pemanfaatan ruang yang serasi antara fungsi lingkungan dengan kawasan lindung dan kawasan budidaya, (5) struktur, yaitu hirarki yang jelas dalam sistem perkotaan dan hubungan yang saling menunjang antar kota besar, kota menengah dan kota kecil.

Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat (5) disebutkan bahwa “Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang”. Dalam penataan ruang harus berasaskan pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara


(34)

Selain itu harus berasaskan keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum. Efektivitas dan efisiensi diartikan bahwa penataan ruang harus dapat mewujudkan kualitas ruang yang sesuai dengan potensi dan fungsi ruang. Kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang akan berfungsi secara efektif dan efisien bila didasarkan pada sistem pengendalian yang menyediakan informasi yang akurat tentang penyimpangan-penyimpangan terhadap pemanfaatan ruang yang telah terjadi dan ketegasan dalam memberikan tindakan yang tepat dalam menertibkan penyimpangan/pelanggaran tersebut. Oleh karena itu, perlu disiapkan mekanisme pengendalian pemanfaatan ruang yang baik. Di Wilayah Kabupaten/Kota, penyelenggaraan pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan melalui mekanisme perizinan, selain melalui kegiatan pengawasan penertiban. Kegiatan pengendalian melalui mekanisme perizinan ini, meliputi : izin mendirikan bangunan (IMB), izin HGU, Izin penggunaan bangunan, izin mengubah bangunan, izin merubuhkan bangunan dan lain-lain.

Dasar hukum yang mengatur mengenai pengendalian pemanfaatan ruang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Pasal 35 yaitu : Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi. Hal ini berarti pengendalian pemanfaatan ruang merupakan usaha untuk mengambil tindakan agar pemanfaatan ruang yang direncanakan dapat terwujud. Tindakan pengendalian pemanfaatan ruang dapat dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi. Insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang berupa keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang dan urun saham; pembangunan serta pengadaan infrastruktur; kemudahan prosedur perizinan dan/atau; pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah. Disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang berupa pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat


(35)

kompensasi dan penalti.

Pengendalian pemanfaatan ruang melalui penetapan zonasi dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 dipertegas dengan Pasal 36 yaitu :

(1)Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 disusun sebagai

pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.

(2)Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap

zona pemanfaatan ruang.

(3)Peraturan zonasi ditetapkan dengan :

a.peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi sistem nasional; b.peraturan daerah propinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem propinsi; c.peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan zonasi.

Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.24 Tahun 1992 dan diperbaharui oleh Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang merupakan salah satu instrumen hukum bagi pengelolaan lingkungan, kasus lingkungan dalam masalah penataan ruang lebih banyak diperdebatkan dan dianalisis dari sudut penataan ruang. Salah satu contoh dari masalah lingkungan hidup adalah kasus Bandung Utara.

2.2. Evaluasi Kesesuaian Lahan

2.2.1. Aspek-aspek Kebijakan Penggunaan Lahan

Lahan merupakan daerah dipermukaan bumi, termasuk seluruh elemen-elemen dari lingkungan fisik dan biologi di dalamnya yang mempengaruhi penggunaan lahan. Lahan bukan saja tanah, tetapi termasuk terain, iklim, hidrologi, vegetasi alami dan fauna, mencakup pula di dalamnya perbaikan lahan seperti terasering dan jaringan drainase. Disamping itu termasuk juga akibat-akibat kegiatan manusia baik masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi daerah pantai dan penebangan hutan dan akibat lain yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi potensi penggunaan lahan. (FAO 1976 ; Hardjowigeno, 1999).

Menurut Hardjowigeno (1999), kebijakan penggunaan tanah harus didasarkan pada berbagai aspek, yaitu.(1) Aspek teknis yang menyangkut potensi


(36)

kesesuaian lahan, (2) Aspek lingkungan, yaitu dampaknya terhadap lingkungan, (3) Aspek hukum, yaitu harus sesuai dengan peraturan dan undang-undang, (4) Aspek sosial, menyangkut penggunaan lahan untuk kepentingan social. Artinya penggunaan tanah tidak hanya menguntungkan seseorang, tetapi juga harus bermanfaat bagi seluruh masyarakat yang tinggal di daerah tersebut dan sekitarnya, (5) Aspek ekonomi, yaitu penggunaan tanah yang optimal yang memberikan keuntungan setingga-tingginya tanpa merusakkan tanahnya sendiri serta lingkungannya. (6) aspek politik atau kebijakan atau kebijakan pemerintah.

Roberts (1988), mengemukakan bahwa diperlukan rencana tata guna lahan untuk meletakkan kerangka dasar bagi hal-hal terperinci yang dicantumkan pada banyak segi didalam rencana menyeluruh, seperti perumahan, kelestarian suatu tempat dan benda-benda bersejarah, kelestarian kawasan yang berpandangan indah, rekreasi dan ruang terbuka, transportasi, tenaga listrik, air bersih dan gas, fasilitas dan pelayanan masyarakat. Hal ini diusahakan untuk dapat menciptakan suatu pola pengembangan lahan yang masuk akal, bukan pola pengembangan dan penyebaran yang acak-acakan, tidak teratur, tidak mantap dan mahal. Rencana tata guna lahan dapat terwujud jika diciptakan pola pengembangan dengan konfigurasi khusus yang yang masuk akal dan bertahap serta didasarkan pada kebijakan-kebijakan yang sudah disahkan. Lebih lanjut Roberts (1988) mengemukakan bahwa penggunaan lahan yang optimal sesuai dengan daya dukungnya hanya dapat dilakukan apabila tersedia informasi sumberdaya lahan termasuk mengenai informasi kesesuaian lahan masing-masing wilayah dan untuk itu diperlukan suatu evaluasi kesesuaian lahan yang ada.

2.2.2. Pengertian Evaluasi Lahan

Evaluasi lahan yaitu penilaian daya guna lahan untuk tipe penggunaan tertentu (Sitorus, 1998). Lebih lanjut Sitorus (1998), mengemukakan bahwa manfaat mendasar dari evaluasi lahan ini adalah untuk menilai kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari


(37)

aktifitas pada umumnya ditentukan oleh kemampuan lahan atau kesesuaian lahan yang ada dalam wilayah tersebut dan kesesuaian lahan bagi suatu areal dapat digunakan sebagai pegangan dalam pemanfaatan wilayah tersebut (Sitorus, 2003). Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, disamping dapat menimbulkan terjadinya kerusakan lahan juga akan meningkatkan masalah kemiskinan dan masalah sosial lainnya. Karena itu, evaluasi penggunaan lahan merupakan salah satu mata rantai yang harus dilakukan agar rencana tataguna tanah dapat tersusun dengan baik (Hardjowigeno, 1999). Evaluasi lahan merupakan salah satu pekerjaan dalam perencanaan dan pengembangan wilayah. Dalam perencanaan tataguna tanah, proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu diperoleh dengan cara melakukan survai dan pemetaan tanah yang hasilnya digambarkan dalam bentuk peta, sebagai dasar untuk perencanaan tataguna tanah yang rasional, sehingga tanah dapat digunakan secara optimal dan lestari (Hardjowigeno,1999)

Hasil survai dan pemetaan tanah adalah peta tanah dan peta kesesuaian lahan untuk berbagai jenis penggunaan. Dengan peta ini, maka berbagai alternatif penggunaan tanah terbaik secara fisik dapat ditentukan. Selanjutnya dilakukan analisis dampak lingkungan dan analisis sosial ekonomi terhadap jenis penggunaan lahan secara fisik tersebut. Keputusan jenis-jenis penggunaan lahan yang optimal dapat diputuskan dengan memperhatikan peraturan perundangan yang berlaku dan memperhatikan kebijakan pemerintah.

Evaluasi lahan dilakukan karena sifat lahan beragam, sehingga perlu dikelompokkan kedalam satuan-satuan yang lebih seragam yang memiliki potensi yang sama. Keragaman ini mempengaruhi jenis penggunaan lahan yang sesuai untuk masing-masing satuan lahan. Kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu dapat dievaluasi dengan ketepatan tinggi bila data yang diperlukan untuk evaluasi cukup tersedia dan berkualitas baik. Pengambil keputusan atau pengguna dapat menggunakan peta kesesuaian lahan sebagai salah satu dasar untuk mengambil keputusan dalam perencanaan tataguna tanah. Untuk keperluan evaluasi kesesuaian lahan, sifat-sifat lingkungan fisik suatu wilayah dirinci ke dalam kualitas lahan dan setiap kualitas lahan dapat terdiri lebih dari suatu karakteristik


(38)

kebutuhan atau syarat penggunaan lahan, termasuk didalamnya untuk syarat produksi pertanian, konservasi dan pengelolaan lingkungan. Sedangkan menurut FAO (1998), evaluasi penggunaan lahan pada intinya harus dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut : (1) Bagaimana lahan sekarang dikelola, dan apa akibatnya bila cara-cara tersebut terus menerus dilakukan, (2) Perbaikan apa yang perlu dilakukan terhadap pengelolaan sekarang, (3) Penggunaan apa yang mungkin dapat dilakukan secara fisik dan relevan dari segi sosial ekonomi. (4) Diantara kemungkinan-kemungkinan penggunaan lahan tersebut, mana yang memberikan kemungkinan ‘produksi yang langgeng’ dan keuntungan-keuntungan lain, (5) Akibat apa yang tidak menguntungkan secara fisik, sosial dan ekonomi terhadap masing-masing penggunaan lahan tersebut, (6) Input apa yang diperlukan untuk mendapatkan produksi yang diinginkan dan untuk menekan akibat-akibat yang tidak menguntungkan, (7) Apa keuntungan dari masing-masing penggunaan lahan tersebut. Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut, evaluasi lahan yang dipergunakan untuk perumahan akan ditinjau berdasarkan tinjauan spasial untuk memperoleh alternatif kesesuaian kawasan yang baik untuk perumahan yang dilanjutkan dengan tinjauan evaluasi penggunaan lahan perumahan yang ada dengan alat analisis Sistem Informasi Geografik (SIG).

2.2.3. Kelas Kesesuaian Lahan

Penentuan kualitas lahan secara tidak langsung melalui pengkajian parameter kualitas lahan dan harus dilakukan menyeluruh terhadap semua parameter melalui analisis kesesuaian lahan. Ada delapan istilah yang biasa dipergunakan analisis kesesuaian lahan ini yaitu (1) kesesuaian lahan aktual yaitu kesesuaian lahan saat ini dalam keadaan alami, tanpa ada perbaikan lahan, (2) kesesuaian lahan potensial yaitu kesesuaian lahan setelah dilakukan perbaikan lahan, (3) kesesuaian lahan fisik yaitu kesesuaian lahan yang didasarkan atas faktor-faktor fisik, tanpa memperhatikan faktor ekonomi, (4) kesesuaian lahan ekonomik yaitu kesesuaian lahan yang didasarkan atas faktor-faktor fisik dan pertimbangan ekonomi (5) kesesuaian lahan kualitatif yaitu kesesuaian lahan yang didasarkan pada pemadanan kriteria masing-masing kelas kesesuaian lahan


(39)

lahan yang ditentukan berdasarkan angka-angka nilai masing-masing karakteristik lahan, (7) kesesuaian lahan kuantitatif fisik yaitu hasil evaluasi lahan didasarkan pada pendugaan produksi yang diharapkan, dan batas antar kelas kesesuaian lahannya dinyatakan dalam satuan produksi sesuai dengan pengelolaannya, dan (8) kesesuaian lahan kuantitatif ekonomi yaitu hasil evaluasi lahan didasarkan pada nilai besar uang, misalnya biaya masukan sarana produksi, harga produksi, keuntungan hasil dan lain-lain (Hardjowigeno, 1999).

Lahan dikatakan mempunyai kualitas yang terbaik untuk suatu jenis kegunaan apabila sangat sesuai untuk kegunaan tersebut. Lahan yang mempunyai kualitas terbaik untuk perumahan belum tentu mempunyai kualitas yang baik

untuk sumber top-soil. Kualitas lahan mencerminkan kondisi lahan yang

berhubungan dengan kebutuhan atau syarat penggunaan lahan, termasuk didalamnya untuk syarat produksi pertanian, konservasi dan pengelolaan lingkungan. Kualitas lahan yang berhubungan dengan pembangunan perumahan secara langsung atau mutlak dapat dilihat dari proses pembangunan perumahannya. Lahan dikatakan baik apabila pembangunan perumahan pada lahan tersebut tidak mengalami kesulitan yang berat dalam proses pengerjaannya.

Lahan berkualitas buruk untuk perumahan apabila lahan tersebut tidak dapat

mendukung beban bangunan diatasnya, sehingga tidak layak secara teknis untuk dibangun rumah tinggal. Sedangkan secara tidak langsung kualitas lahan tercermin dari keadaan drainase tanah, air tanah musiman, bahaya banjir, kemiringan lereng, potensi mengembang mengkerut tanah, besar dan kecilnya batuan serta bahaya erosi suatu lahan. Karena itu evaluasi kesesuaian lahan untuk perumahan diharapkan dapat menjadi suatu tindakan pencegahan pengeluaran dana yang sia-sia bagi pembangunan kawasan perumahan akibat kesalahan penggunaan lahan yang tidak sesuai untuk perumahan.

Tekanan yang besar terhadap upaya konservasi lahan dengan demikian tidak datang dari isu lingkungan saja tetapi datang juga dari keterkaitan investasi dana yang besar dalam pembangunan sektor perumahan.


(40)

lokasi bangunan gedung dengan beban tidak lebih dari tiga lantai. Penentuan kelas suatu lahan untuk tempat tinggal didasarkan pada kemampuan lahan sebagai penopang pondasi. Sifat lahan yang berpengaruh adalah daya dukung tanah dan sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap biaya penggalian dan konstruksi. Sifat-sifat lahan seperti kerapatan (density), kebasahan (wetness), bahaya banjir, plastisitas, tekstur dan potensi mengembang-mengerutnya tanah berpengaruh terhadap daya dukung tanah. Sedangkan biaya penggalian tanah untuk pondasi dipengaruhi oleh tata air tanah, lereng, kedalaman tanah sampai hamparan batuan dan keadaan batu di permukaan (USDA, 1971).

Tanah-tanah bertekstur liat yang banyak mengandung liat tipe 2:1 akan mengadsorpsi banyak air sehingga mempunyai nilai batas cair yang tinggi dan berpengaruh terhadap nilai compressibility tanah (penurunan volume tanah oleh beban atau tegangan yang bekerja pada tanah tersebut). Semakin tinggi nilai batas cair maka nilai compressibility semakin besar (Nash, 1951). Daya dukung tanah bertekstur pasir dan kerikil sebagai pondasi lebih besar dari pada tanah bertekstur liat. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan tanah mengadsorpsi banyak air, sehingga menjadi lunak. Adanya rembesan kapiler dari air tanah yang dangkal menyebabkan tanah menjadi agak jenuh air. Di daerah tropika dan daerah beriklim kering, evaporasi akan berlangsung cepat, akan tetapi, evaporasi akan terhambat pada bagian tengah dari bangunan karena tanah tertutup bangunan. Hal ini menyebabkan tanah di bagian tepi lebih kering dari pada di bagian tengah bangunan dan pada tanah bertekstur liat akan menyebabkan perbedaan pengerutan maupun kekuatan tanah sehingga sering terjadi penurunan pada bagian tengah dan menimbulkan keruntuhan (Nash, 1951). Oleh karena seringnya terjadi keruntuhan bangunan pada tanah-tanah bertekstur liat maka beban yang diperbolehkan paling tinggi adalah sepertiga dari kekuatan tanah tersebut (Jumikis, 1962). Pengerutan dari tanah yang banyak mengandung liat tipe 2:1 telah banyak menyebabkan kerusakan pada pondasi bangunan yang ringan (Jumikis, 1962). Kerusakan dari bangunan ditunjukkan oleh lantai bagian tengah yang terangkat dan retakan pada tembok, yang disebabkan oleh pengembangan dan pengerutan tanah yang banyak mengandung liat monmorilonit. Untuk menghindari adanya kerusakan bangunan


(41)

atau sampai pada kedalaman batuan sehingga tidak terjadi proses pengerutan tanah. Kriteria kesesuaian lahan untuk perumahan atau tempat tinggal dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria kesesuaian lahan untuk tempat tinggal (USDA, 1971)

Kesesuaian Lahan Sifat Tanah

Baik Sedang Buruk Dengan ruang di bawah tanah

Baik sampai sangat baik Sedang Agak buruk sampai terhambat Tanpa ruang di bawah tanah

Drainase

Sedang sampai sangat cepat Agak buruk Buruk sampai terhambat Dengan ruang di bawah tanah

>150cm >75cm <75cm Tanpa ruang di bawah tanah

Air tanah musiman (1 bulan atau lebih)

>75cm >50cm <50cm

Banjir Tanpa Tanpa Jarang-sering Lereng 0-8% 8-15% >15%

Potensi mengembang mengkerut

Rendah Sedang Tinggi Besar butir (Unified

Group)

GW,GP,SP,GM,GC,SM,SC,C L dengan PI<15

ML,CL, dengan PI>15

CH,MG,OL,OH Batuan kecil Tanpa-sedikit Sedang

Batuan besar Tanpa Sedikit Tanpa ruang di bawah tanah

>150cm 100-150cm <100cm Dengan ruang di bawah tanah

Dalamnya hamparan batuan

>100cm 50-100cm <50cm

Sumber : USDA (1971)

Keterangan : LL= Batas Cair ; PI = indeks plastisitas

2.2.5. Aplikasi SIG untuk Analisis Evaluasi Lahan Perumahan 2.2.5.1. Pengertian SIG

Sistem Informasi geografis (SIG) merupakan satu kesatuan sistem yang terdiri dari berbagai subsistem. Setiap subsistem tersebut mempunyai fungsi dan merupakan suatu alat untuk mengelola sejumlah data yang bervariasi dan kompleks, sehingga dihasilkan suatu bentuk informasi yang dapat dipakai untuk proses pengambilan keputusan dalam berbnagai bidang yang melibatkan aspek keruangan (spasial).

Sistem informasi geografik mempunyai definisi sebagai berikut :

ƒ Sekumpulan komponen yang diorganisasikan dan terdiri dari perangkat keras,


(42)

analisis dan seluruh penyajian bentuk informasi yang bereferensi geografis (ESRI, 1994),

ƒ Suatu sistem digital untuk menganalisis dan memanipulasi semua data

geografis yang terdiri dari sistem masukan serta sistem keluaran hasil analisis dan manipulasi data (Tomlinson, 1987),

ƒ Seperangkat alat untuk mengumpulkan, menyimpan, memanggil,

mentransformasikan dan menyajikan data spasial dari dunia nyata ke dalam bentuk tertentu untuk tujuan khusus tertentu (Burrough, 1986),

ƒ Seperangkat kerja baik secara manual ataupun didukung oleh piranti komputer

untuk melakukan koleksi menyimpan, mengelola, dan menyajikan data dan informasi yang bergeoreferensi untuk tujuan tertentu (Aronoff, 1989).

Adapun beberapa kegunaan sistem informasi geografis adalah sebagai berikut :

(1) Visualisasi informasi yaitu suatu bentuk penyajian informasi melalui

penglihatan. Cara ini akan merangsang pikiran dibandingkan dengan cara lain yang tradisional. Semua informasi yang divisualisasikan dapat dilihat, disimpan dalam memori, diintepretasikan dan selanjutnya dianalisis. Sebagai

contoh dari proses visualisasi dalam SIG diibaratkan dengan jigsaw puzzle

(penyusunan potongan-potongan gambar), dimana informasi akan lebih mudah dimengerti setelah potongan-potongan tersebut disusun secara benar. (Aronoff, 1989),

(2) Penggorganisasian informasi, adalah penyampaian informasi menurut

hubungan yang logis. Dalam SIG, data diatur secara keruangan (spatial),

(3) Pengkombinasian informasi, data yang digunakan seringkali berasal dari

bermacam-macam sumber yang kadang berbeda dalam skala, sistem proyeksi, serta penyimpanannya. Dalam hal ini SIG menyediakan fasilitas dan metode untuk mengkombinasikan atau mengintegrasikan data tersebut kedalam suatu format tertentu. Proses atau pembuatan yang umum dinamakan “integrasi data”,

(4) Analisis informasi, dengan menggunakan SIG kita dapat mengintepretasikan


(43)

perkembangan penutupan lahan.

Metodologi SIG, berawal dari adanya masalah kemudian dilanjutkan dengan mengumpulkan data atribut (tabel) serta data spasial (peta), selanjutnya data spasial tersebut dikonversi melalui proses digitasi untuk menjadi file digital. Kedua data tersebut digabungkan dengan hasil berupa tabel, peta atau grafik.

Konsep SIG adalah menggabungkan beberapa peta yang memiliki nilai informasi, kemudian dikombinasikan peta-peta tersebut menjadi sebuah peta yang mewakili beberapa informasi peta tersebut.

2.2.5.2. Basis Data SIG

Basis data adalah sekumpulan data yang saling berkaitan. Dalam SIG ada dua kelompok data yaitu data spasial (peta) dan data nonspasial/atribut. Basis data dalam SIG dapat dibentuk melalui metode pemetaan dan pengamatan lapangan.

Basis data spasial adalah data yang dapat diamati dan diidentifikasi di lapangan yang berkaitan dengan masalah ruang di atas atau di dalam permukaan bumi. Data ini dapat ditentukan besaran lintang dan bujur atau dengan sistem koordinat lainnya. Bentuknya berupa peta-peta dengan skala dan sistem proyeksi tertentu. Data spasial terdiri dari tiga pokok data yaitu titik, garis, poligon atau area. Di dalam SIG, data spasial diorganisasikan dalam bentuk lapisan-lapisan informasi.

Data nonspasial atau atribut adalah data yang melengkapi keterangan data spasial, baik secara statistik, numerik maupun deskriptif. Data ini biasanya ditunjukkan dalam bentuk tabel. diagram atau buku deskriptif.

2.2.5.3. Struktur Data Spatial Sistem Informasi Geografis.

Struktur data SIG ada tiga macam, yaitu struktur data raster, vektor, dan quadtress yang merupakan pengembangan data raster. Ketiganya memiliki kelebihan-kelebihan dan kekurangan tergantung pada jenis pemakainan.

Struktur data raster menggambarkan ruang dimensi sebagai suatu matrik (array) yang terdiri atas grid sel (pixel) segi empat yang teratur menurut baris dan

kolom. Tiap-tiap pixel menggambarkan bagian permukaan bumi (feature


(44)

gambaran yang kontinyu dan sangat teliti. Gambaran tersebut adalah tampilan dari suatu posisi tampilan geografik (titik, garis, dan poligon) pada daerah data peta dalam bentuk tertentu. Daerah peta tersebut diasumsikan sebagai ruang koordinat yang kontinyu dimana posisi obyek dapat ditentukan sesuai dengan kenampakan aslinya. Dalam struktur data ini suatu bentuk titik direkam sebagai rangkaian segmen garis yang menggabungkan pasangan-pasangan koordinat dan membentuk kurva tertutup.

Struktur database vektor atau raster memiliki karakteristik yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik data vektor atau raster (Aronoff, 1989)

Sifat Raster Vektor

Penangkapan Data Cepat Lambat

Volume Data Besar Kecil

Kualitas Gambar Cukup Bagus

Struktur Data Sederhana Rumit

Akurasi Geometrik Rendah Tinggi

Analisis Jaringan Linier Kurang Bagus

Analisis Poligon / Area Bagus Kurang

Gabungan lapisan data Bagus Kurang

Generalisasi Sederhana Sulit

Pengembangan Software Mudah Sulit

Struktur data quadtress adalah pengembangan dari struktur data raster, dimana ukuran pixel dapat berubah-ubah didasarkan pada pembagian kuadran secara berturut-turut (2x2). Untuk peta tematik, pixel yang kecil hanya diperlukan di sekitar titik, garis, dan batas poligon, sedangkan untuk area yang luas homogen cukup menggunakan pixel besar.

2.2.5.4. Analisis Spasial untuk Evaluasi Lahan Perumahan

Analisis spasial adalah analisiskeruangan yang menitikberatkan pada tiga unsur geografi, yaitu jarak (distance), interaksi (interaction), dan gerakan (movement) (Bintarto dan Hadisumarno, 1982). Untuk membangun data base

pada analisis spasial, kita harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : (1) efisiensi, (2) kemampuan yang besar dalam menangani penggunaan yang berbeda,


(45)

keamanan dan integritas. Komponen-komponen sistem informasi geografis terdiri dari input data, manajemen data, manipulasi dan analisis data serta output data (Aronoff, 1989).

Fungsi sistem informasi geografis yang digunakan, dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu : (1) fungsi penyimpanan dan pemanggilan data, (2)

fungsi rambu-rambu permintaan yang diinginkan (query), dan (3) fungsi

pemodelan (Aronoff, 1989).

Sedangkan untuk mendisain suatu sistem informasi geografis yang efektif harus melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

1) Analisis kebutuhan informasi untuk membuat keputusan yang meliputi

wawancara, tinjauan studi dokumentasi, perincian informasi, dan spesifikasi data nyata.

2) Kategorisasi dan evaluasi keberadaaan data base yang meliputi keberadaan

cakupan, proses pengumpulan data, kamus data dan data katalog.

3) Membuat spesifikasi data base baru yang meliputi klasifikasi data, skala atau resolusi, pembaharuan frekuensi dan format atau bentuk data.

4) Membuat spesifikasi elemen-elemen sistem yang meliputi : sistem

manajemen, sistem perangkat lunak, sistem perangkat keras dan penyusunan institusional.

5) Membangun rencana implementasi yang meliputi perincian tugas,

penjadwalan, pembiayaan dan manajemen serta pertanggungjawaban (ESRI,1994).

Pada tahap pasca lapangan, operasi sistem informasi geografis meliputi

operasi-operasi : (1) Operasi SIG ‘Basic’ dengan analisis keruangan berupa

display peta tematik, perhitungan luas dan keliling dan analisis statistik tabelaris, (2) Operasi SIG ‘Advanced’ yaitu rasterisasi, weighting, searching, dan filtering.

Rasterisasi adalah pengubahan data vektor menjadi data raster dan berfungsi untuk memudahkan analisis spasial irisan informasi dari beberapa buah poligon dengan tema berbeda. Kerugiannya adalah memori penyimpanan data menjadi

lebih besar. Weighting adalah pembobotan terhadap tema suatu layer spasial


(1)

320

aux Fraksi_Kematian_Akibat_Pencemaran_Udara =

GRAPH(Indeks_Kesehatan_Lingkungan_Udara,0,50,[0.0005,0.00045,0.00040,0.00035,0.0 0030,0.00025,0.00020,0.00015,0.00010,0.00005,0"Min:0;Max:0.005"])

aux Fraksi_Konversi_Kawasan_Lindung = IF(Alokasi_Lahan_Perumahan>=0, 0, -Alokasi_Lahan_Perumahan)

aux Frekuensi_Banjir = Koefisien_Frekuensi_Banjir aux Frekuensi_Longsor = Koefisien_Frekuensi_Longsor

aux Indeks_Biodiversity_di_Kawasan_Lindung =

GRAPH(Alokasi_Lahan_Zona_Lindung,0,12134400,[0,10,20,30,40,50,60,70,80,90,100"M in:0;Max:100"])

aux Indeks_Jasa_Lingkungan =

(Indeks_Keindahan_Lingkungan+Indeks_Kenyamanan_Lingkungan)/100

aux Indeks_Keindahan_Lingkungan =

Indeks_Biodiversity_di_Kawasan_Lindung*Bobot_Keindahan_Lingkungan

aux Indeks_Kenyamanan_Lingkungan =

Indeks_Biodiversity_di_Kawasan_Lindung*Bobot_Kenyamanan_Lingkungan

aux Indeks_Kesehatan_Lingkungan_Air =

Indeks_Kualitas_Air*Bobot_Pencemaran_Air

aux Indeks_Kesehatan_Lingkungan_Udara =

Indeks_Kualitas_Udara*Bobot_Pencemaran_Udara

aux Indeks_Kualitas_Air = IF(Kepadatan_Penduduk_Perumahan>0, GRAPH(Kepadatan_Penduduk_Perumahan,0,0.04,[100,90,80,70,60,50,40,30,20,10,0"Min:

0;Max:100"]) ,0)

aux Indeks_Kualitas_Udara =

GRAPH(Jumlah_Lalu_Lintas,0,3200,[100,90,80,70,60,50,40,30,20,10,0"Min:0;Max:100"] )

aux Jumlah_Kematian_Akibat_Pencemaran_Air_dan_Udara = Jumlah_Kematian_Dini_Akibat_Pencemaran_Air+Jumlah_Kematian_Dini_Akibat_Pence

maran_Udara

aux Jumlah_Kematian_Dini_Akibat_Pencemaran_Air =

Jumlah_Kematian*Fraksi_Kematian_Akibat_Pencemaran_Air

aux Jumlah_Kematian_Dini_Akibat_Pencemaran_Udara =

Jumlah_Kematian*Fraksi_Kematian_Akibat_Pencemaran_Udara

aux Jumlah_Lalu_Lintas = Populasi*Fraksi_Jumlah_Penduduk_vs_Lalu_Lintas

aux Kepadatan_Penduduk_Perumahan =

IF(Alokasi_Lahan_Perumahan>=0,Populasi/Alokasi_Lahan_Perumahan,0)

aux Koefisien_Frekuensi_Banjir =

GRAPH(Debit_Aliran,0,50000000,[0,100,170,215,240,255,270,280,290,295,300"Min:0;M ax:300"])

aux Koefisien_Frekuensi_Longsor =

GRAPH(Debit_Aliran,0,50000000,[0,0,30,47,55,60,64,66,68,69,70"Min:0;Max:70"])

aux Koefisien_Limpasan =


(2)

321

aux Nilai_Tambah_Manfaat_Pembangunan_Jasa_Lingkungan =Alokasi_Dana_Pembangunan*Indeks_Jasa_Lingkungan/Populasi const Bobot_Keindahan_Lingkungan = 0.4

const Bobot_Kenyamanan_Lingkungan = 0.6 const Bobot_Pencemaran_Air = 0.35

const Bobot_Pencemaran_Udara = 0.65 const Curah_Hujan = 7.1*365/1000

const Fraksi_Banjir_vs_Dana_Bencana = 250000000 const Fraksi_Dana_Pembangunan_Kesehatan = 0.019 const Fraksi_Dana_Pembangunan_Pendidikan = 0.057 const Fraksi_Jumlah_Penduduk_vs_Lalu_Lintas = 1/24.17 const Fraksi_Longsor_vs_Dana_Bencana = 75000000 const Fraksi_Penduduk_vs_Lahan = 126.25

const Kelahiran = 3613 const Kematian = 1116

const Luas_Wilayah_Studi = (9704.401+3038.15+5226.63)*10000 const Migrasi_Keluar = 3214

const Penerimaan_Awal = 209663489000

const Rasio_Pembangunan_Rumah_vs_Jumlah_Migrasi_Masuk = 36.5 const Rate_Kelahiran = 0.036495

const Rate_Kematian = 0.036495

const Rate_Migrasi_Keluar = 0.0364951 const Rate_Pembangunan_Rumah = 0.036802 const Rate_Penerimaan = 0.140967


(3)

Lampiran 13. Instrumen survei lalu lintas

DATA SURVEI VOLUME LALU LINTAS

Simpang : Arah dari : Hr/ tgl : Tim survei :

Periode Waktu ST. ( Lurus ) LT. ( Belok Kanan ) Jumlah MC LV HV UM MC LV HV UM kendaraan

Pagi

08.00-09.00 09.00-10.00 Siang

12.00-13.00 13.00-14.00 Sore

16.00-17.00 17.00-18.00 Malam

20.00-21.00 21.00-22.00 MC = Sepeda motor, Skuter, kend roda tiga

LV = Mobil penumpang, Sedan, Oplet, pick up, mini bus HV = Bus Besar, truck < 2 as


(4)

J L . C I K U T R A J L . T M P A H L A W A N

JL. BJ

KO

NEN

G

A

Lampiran 14. Hasil Survei Lalu Lintas

DATA SURVEI VOLUME LALU-LINTAS Simpang : Bojong Koneng

Arah dari : Bojong Koneng Hari/ tanggal : Senin, 08 Januari 2007

Tim Survei : Deni Yudistira, Krisna Yogaswara Purwa Jaya Sana

Periode

Waktu ST. ( Belok Kiri ) LT. ( Belok Kanan ) Jumlah

MC LV HV UM MC LV HV UM kendaraan

Pagi

08.00-09.00 251 37 4 12 222 65 3 9 603

09.00-10.00 224 35 3 13 179 55 2 8 519

Siang

12.00-13.00 318 40 2 1 173 69 2 1 606

13.00-14.00 269 158 4 3 167 97 1 1 700

Sore

16.00-17.00 195 25 8 10 185 31 2 4 460

17.00-18.00 237 22 1 1 167 34 2 3 467

Malam

20.00-21.00 106 12 0 1 109 1 0 0 229

21.00-22.00 115 17 1 6 88 16 0 0 243

MC = Sepeda motor, Skuter, kend roda tiga

LV = Mobil penumpang, Sedan, Oplet, pick up, mini bus HV = Bus Besar, truck < 2 as


(5)

B

J L . C I K U T R A

JL. BJ KONENG

Lampiran 14. (Llanjutan)

Simpang : Bojong Koneng Arah dari : Jl. Cikutra

Hari/ tanggal : Senin, 08 Januari 2007

Tim Survei : Deni Yudistira, Krisna Yogaswara Purwa Jaya Sana

Periode

Waktu ST. ( Lurus ) LT. ( Belok Kiri ) Jumlah

MC LV HV UM MC LV HV UM kendaraan

Pagi

08.00-09.00 430 147 3 16 162 10 2 1 771

09.00-10.00 465 160 9 13 211 6 1 1 866

Siang

12.00-13.00 455 155 5 20 185 22 0 9 851

13.00-14.00 405 178 3 9 146 17 0 4 762

Sore

16.00-17.00 443 171 2 20 153 20 0 7 816

17.00-18.00 468 148 1 23 243 25 0 10 918

Malam

20.00-21.00 240 60 1 3 139 15 1 6 465

21.00-22.00 220 45 1 1 138 22 1 5 433

MC = Sepeda motor, Skuter, kend roda tiga

LV = Mobil penumpang, Sedan, Oplet, pick up, mini bus HV = Bus Besar, truck < 2 as


(6)

C

JL. CIKUTRA

J

L

. BJ KO

NE

NG

JL. TM PAHLAWAN

Lampiran 14. (Lanjutan)

DATA SURVEI VOLUME LALU-LINTAS

Simpang : Bojong Koneng Arah dari : TM. Pahlawan

Hari/ tanggal : Senin, 08 Januari 2007

Tim Survei : Deni Yudistira, Krisna Yogaswara Purwa Jaya Sana

Periode

Waktu ST. ( Lurus ) LT. ( Belok Kiri ) Jumlah

MC LV HV UM MC LV HV UM kendaraan

Pagi

08.00-09.00 424 192 2 21 474 220 5 22 1360

09.00-10.00 141 17 1 4 145 32 1 6 347

Siang

12.00-13.00 487 234 11 9 425 200 5 7 1378

13.00-14.00 176 54 0 3 135 45 0 2 415

Sore

16.00-17.00 643 223 8 23 689 244 1 15 1846

17.00-18.00 292 60 1 14 307 73 0 16 763

Malam

20.00-21.00 429 146 2 7 139 15 1 6 745

21.00-22.00 325 111 2 0 143 44 0 0 625

MC = Sepeda motor, Skuter, kend roda tiga

LV = Mobil penumpang, Sedan, Oplet, pick up, mini bus HV = Bus Besar, truck < 2 as