70 Berdasarkan Laporan Andal PT KBN 2007 menyebutkan bahwa 75,7
responden menyatakan banyak sekali nyamuk di rumah, kemudian agak banyak nyamuk 23,8 dan yang menyatakan tidak ada nyamuk hanya 0,5 Gambar
10.
0.0 10.0
20.0 30.0
40.0 50.0
60.0 70.0
80.0
R e
spond e
n
Banyak Sekali Sedang
Tidak ada
Jumlah Vektor di rumah
Nyamuk Lalat
Tikus
Gambar 10. Pendapat masyarakat tentang keberadaan vektor penyakit di sekitar Kawasan KBN Cakung
Sebagian besar 92,5 masyarakat di sekitar kawasan KBN menggunakan air dari Perusahaan Air Minum PAM dan sisanya 7,5
membeli secara eceran atau air mineral galon. Air PAM hanya digunakan untuk mandi dan mencuci sedangkan air minum umumnya berupa air mineral galon.
Sebanyak 84 penduduk mempunyai kebiasaan menggunakan jambankakus sendiri untuk membuang hajat besar. Kemudian sisanya antara
lain 6,7 hajat di kebun, di jamban tetangga atau umum 5,8, sembarang tempat 2,6 dan di sungai 1,0. Jarak antara sumur dan jamban kurang dari 5
meter. Kondisi ini banyak terjadi karena jarak antara rumah yang satu dengan yang lain sangat dekat.
4.6. Sistem Pengelolaan Lingkungan Kawasan
Pengelolaan lingkungan merupakan usaha terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pengawasan, pengendalian dan pengembangan lingkungan hidup.
Sehingga potensi sumberdaya alam dapat di pertahankan dan pencemaran atau kerusakan lingkungan dapat dicegah atau dikurangi.
Pengelolaan lingkungan di kawasan PT KBN dimaksudkan untuk mencegah, menanggulangi dan mengendalikan dampak negatif serta
meningkatkan dampak positif yang diperkirakan akan timbul sebagai akibat dari
71 operasional Unit Usaha Kawasan Cakung PT KBN. Sehingga menjadi kawasan
industri yang ramah lingkungan sesuai dengan visi PT KBN, yaitu “menjadi kawasan industri dengan layanan jasa properti dan logistik yang ramah
lingkungan, pilihan utama dan terpercaya” Pengelolaan lingkungan hidup di kawasan KBN dilakukan berdasarkan
tiga prinsip, yaitu: 1. Meminimalkan dampak negatif dan maksimalkan dampak positif dari kegiatan Unit Usaha Kawasan Cakung; 2. Memberikan kejelasan
tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup; dan 3. Memberikan kejelasan bentuk
pengelolaan sesuai dengan dimensi ruang pengelolaan skala unit, skala kawasan, skala regional, dimensi waktu pengelolaan serta dimensi komponen
lingkungan yang akan dikelola tata ruang, fisik-kimia, biologi dan sosekbud. Dalam upaya pengelolaan lingkungan dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu
pendekatan teknologi, pendekatan sosial ekonomi dan pendekatan kelembagaan institusi.
Pendekatan teknologi merupakan tata cara atau usaha-usaha yang secara teknis dapat dilakukan untuk menanggulangi, mengurangi atau mencegah
dampak negatif yang akan timbul serta mengembangkan dampak positif kegiatan, antara lain dengan melakukan usaha penghijauan dengan menanam
tanaman pelindung di sekitar lokasi yang bertujuan untuk mengurangi penurunan kualitas udara serta estetika lingkungan dan kenyamanan penduduk yang tinggal
di sekitar lokasi. Untuk mengurangi kecelakaan dan gangguan lalu lintas setiap hari akibat kegiatan di UUK Cakung PT KBN, maka dilakukan pengaturan lalu
lintas, serta pemasangan rambu-rambu lalu lintas yang jelas, baik pada saat kontruksi maupun saat operasional. Sedangkan untuk mencegah atau
mengurangi penurunan kualitas air saluran drainase akibat air buangan dari UUK Cakung dilakukan pengolahan air buangan sebelum di buang ke badan air
penerima. Pendekatan sosial dan ekonomi merupakan langkah-langkah yang
ditempuh pemrakarsa dalam menanggulangi dampak negatif melalui tindakan- tindakan yang berlandaskan pada interaksi sosial dan bantuan peran pemerintah.
Secara teknis pendekatan ini dilakukan dengan memprioritaskan penyerapan tenaga kerja setempat sesuai dengan keterampilan dan keahlian yang dimiliki
dan menjalin interaksi sosial yang harmonis dengan masyarakat sekitar guna mencegah timbulnya kecemburuan sosial.
72 Pengelolaan dengan pendekatan kelembagaan atau institusional
merupakan pengelolaan lingkungan dengan melakukan koordinasi dan kerjasama dengan berbagai instansi yang terkait dalam menangani dampak
negatif yang timbul, sehingga penanganan dampak dapat dilakukan secara efektif dan efesien. Misalnya untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap
jaringan energi atau jaringan telekomunikasi maka perlu adanya koordinasi dengan instansi terkait PT PLN, PT Telkom atau pengawasan pengelolaan
lingkungan di kawasan UUK Cakung maka harus ada koordinasi dengan BPLHD propinsi dan atau kota.
Berdasarkan dimensi ruang, pengelolaan lingkungan hidup di kawasan KBN dibagi atas: 1. Skala kavling, pelaksana pengelolaan lingkungan hidup
pada skala ini adalah bagian HRD dan GA masing-masing kavling di bawah pengawasan PT KBN. Pengelolaan lingkungan dilakukan di sekitar masing-
masing kavlingan, kemudian hasil pengelolaan dilaporkan secara periodik enam bulan sekali kepada PT KBN; 2. Skala kawasan, pelaksana pengelolaan
lingkungan dilakukan oleh PT KBN dibawah pengawasan BPLHD DKI Jakarta dan BPLHD Jakarta Utara. Lokasi pengelolaan lingkungan dilakukan di dalam
kawasan industri PT KBN. Hasil pengelolaan dilaporkan secara periodik enam bulan sekali kepada BPLHD DKI Jakarta dan BPLHD Jakarta Utara, Walikota
Jakarta Utara dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan DKI Jakarta; dan 3. Skala regional, pelaksana pengelolaan lingkungan dilakukan oleh PT KBN di
bawah pengawasan BPLHD DKI Jakarta dan BPLHD Jakarta Utara. Lokasi pengelolaan lingkungan dilakukan di sekitar kawasan PT KBN. Hasil
pengelolaan dilaporkan secara periodik enam bulan sekali kepada BPLHD DKI Jakarta dan BPLHD Jakarta Utara, Walikota Jakarta Utara dan Dinas
Perindustrian dan Perdagangan DKI Jakarta. Uraian tugas dan tanggung jawab badan pengelola lingkungan PT KBN
adalah: 1. Penanggung jawab kawasan adalah direktur utama untuk AMDAL kawasan
dan implementasinya 2. Cq Kepala divisi poperti dan pengendalian lingkungan menjalankan kebijakan
direksi yang ditujukan kepada pelaksana kegiatan adalah yang dilaksanakan oleh kepala unit usaha kawasan.
3. Kepala unit usah kawasan industri menginstruksikan kepada kepala bagian untuk melakukan pengendalian lingkungan dikawasan .
73 4. Kepala–kepala bagian kepala bag kesehatan, pelayanan industri pelayanan
fisik dan keamanan untuk mengimplementasikan kegiatan rencana pemantauan lingkungan RPL dan rencana pengelolaan lingkungan RKL
5. Kepala bagian mengintruksikan kepada kepala seksi untuk melakukan sesuai RKL dan RPL yang terdiri dari 4 aspek fisik-kimia, biologi, sosekbud,
kesehatan dan keamanan ketertiban 6. Hasil pemantauan dan pengelolaan lingkungan kepala-kepala bagian
membuat laporan di tandatangani kepala unit usaha kawasan untuk dilaporkan kepada direksi.
7. PT KBN telah memiliki ISO 90012000 sehingga telah memiliki job description setiap unit kerja termasuk pengendalian lingkungan.
8. PT KBN
memiliki estate regulation.
Sarana yang disediakan adalah kantor, bank, kantor pos, poliklinik dan hiperkes, kantin, mesjid, pagar kawasan, pos keamanan, dan sarana olah raga.
Prasarana yang disediakan adalah: jaringan jalan dan penerangan, saluran pembuangan air hujan, instalasi penyediaan air bersih termasuk distribusi ke
setiap kapling industri, instalasi penyediaan dan jaringan distribusi tenaga listrik, jaringan telekomunikasi, penerangan jalan, unit pemadam kebakaran, lahan siap
bangun dan bangunan siap pakai, dan fasilitas kepelabuhandermaga. Pengelolaan lalu lintas kawasan perparkiran dikelola oleh bagian
keamanan kawasan dan keamanan investor di setiap lahan yang di sewa investor untuk pabrik. Pengelolaan tamanruang terbuka hijaupenghijauan
untuk kawasan dikelola oleh bagian pelayanan industri sebagai koordinatorpelaksana dan koperasi KBN. Untuk tanah yang disewa investor
pertanamannya dikelola investor. Pengelolaan sampah padat sebagai koordinatornya adalah bagian yansik,
pelaksananya adalah koperasi KBN dan mitra perusahaan kebersihan yang bekerja sama dengan Dinas Kebersihan DKI-Jakarta. Pelaksanaan kebersihan
dilakukan setiap hari diambil dari TPS investor dan TPS umum di kawasan dengan menggunakan truk untuk dibuang ke TPA.
Pengelolaan limbah cair kawasan untuk setiap investor wajib mengelola limbah cair sebelum dibuang ke drainase. Setiap hari bagian pelayanan industri
dan seksi pengawasan dan pengelolaan lingkungan melakukan pengendalian terhadap investor yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Melakukan
74 pengambilan sampel limbah cair secara periodik dari outlet maupun drainase di
KBN untuk di analisa di laboratorium BPLHD dan Dinas Kesehatan. Pengelolaan gasemisi dan kebisingan, dilakukan oleh bagian pelayanan
industri dan seksi pengawasan dan pengelolaan lingkungan yang setiap hari melakukan pengendalian terhadap investor yang menimbulkan dampak terhadap
lingkungan baik gasemisi. Melakukan pengendalian kebisingan dari genset, kendaraan dan pembangunan konstruksi setiap investor dan pengguna jalan.
Untuk limbah B3 oli bekas, dan lainnya, jika ada maka investor di KBN mengirimkan ke pengelola limbah di Cileungsi. Khusus untuk oli bekas karena
nilai ekonominya masih ada maka dilakukan pengumpulan untuk dijual. PT KBN mewajibkan unit usahakavling untuk membuat IPAL sendiri dan mengevalusi
kinerja IPAL yang ada Gambar 11.
Gambar 11. Instalasi pengelolaan air limbah Untuk pengelolaan air tanah, 80 investor melakukan penggunaan air
tanah dengan mengurus dan mendapat ijin dari Dinas Pertambangan. PT KBN tidak mengelola air tanah terhadap investor. Koordinatorpengawasan
pengelolaan saluran drainase mikro dan makro adalah bagian pelayan fisik, pelaksananya adalah koperasi KBN dan mitra kebersihan. Pembersihan saluran
drainase di kawasan dilakukan setiap hari oleh koperasi dan mitra kebersihan per wilayah untuk investor dilibatkan untuk tidak membuang kotoran-kotoran ke
saluran. Pengelolaan bahaya kebakaran fire and safety dan emergency respons
tanggap darurat dilaksanakan oleh divisi keamanan dan bagian keamanan kawasan cq seksi pemadam kebakaran PMK. Kawasan memiliki hydran dan
mobil pemadam kebakaran di setiap kawasan Unit Cakung 3 buah mobil,
75 Marunda 1 buah mobil, Tanjung Priok 1 buah mobil. Bagian keamanan
mengontrol alat pemadam kebakaran secara priodik di kantor pusat dan unit-unit usaha kawasan khusus KBN. Sedangkan investor dicek oleh instansi terkait dan
dibantu pengelola KBN. Pelatihan kebakaran dilakukan secara periodik di setiap kawasan dengan oleh PT KBN melibatkan investor dan masyarakat. Untuk
pengelolaan pedagang kaki lima, pihak KBN memberikan kewenangan kepada koperasi KBN dan berikat sesuai dengan peraturan dan perencanaan PT KBN.
Pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan di wilayah kawasan PT KBN sesuai peraturan Pemerintah RI No.27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, dilakukan oleh PT KBN mengikuti andal kawasan dan dalam program kerja PT KBN sebagai implementasinya mengacu
kepada RKL dan RPL, sebagai pelaksanaan pengelolaan antara lain secara kimia fisik, biologi, sosekbud, dan kesehatan.
Dalam rangka implementasi AMDAL RKLRPL kawasan serta untuk mengetahui kondisi lingkungan hidup kawasan terkini, maka Unit Usaha Cakung
melaksanakan pemeriksaan beberapa komponen lingkungan hidup, yaitu udara bebas ambien dan air limbah.
Berdasarkan hasil pemeriksaan kualitas lingkungan maka langkah- langkah yang dapat ditempuh antara lain: 1 Menyampaikan hasil pemeriksaan
tersebut kepada investor bersangkutan disertai surat teguran yang berisi: Kewajiban memiliki IPAL bagi investor yang belum memiliki atau bekerjasama
dengan pihak ketiga yang mampu melakukan pengolahan sesuai ketentuan berlaku dengan dimonitor oleh KBN dan investor yang telah memiliki IPAL harus
mengoperasikannya dengan baik, sesuai dengan standar pengoperasian yang sudah ditentukan atau disesuaikan dengan karakteristik dan volume limbah cair
yang akan diolah serta melakukan monitoring secara rutin; 2 Pemberian sanksi bagi investor yang tidak kooperatif; dan 3 Pembuatan IPAL terpadu untuk
Kawasan Cakung semakin dirasa perlu, terutama untuk mengolah limbah cair domestik, sesuai Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 112 Tahun
2003 dan SK Gub DKI No, 122 Tahun 2005 tentang Baku Mutu Limbah
Domestik.
BAB V. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Kualitas Lingkungan Kawasan
Seperti telah dijelaskan pada latar belakang, pada dasarnya masalah lingkungan fisik yang diakibatkan oleh pencemaran di kawasan PT KBN adalah
pencemaran udara, air dan tanah, namun hanya pencemaran air yang melebihi baku mutu yang sudah ditentukan, sedangkan pencemaran udara dan
pencemaran tanah relatif dapat ditangani dengan baik, sehingga dapat dibaikan. Dalam hal ini hampir semua perusahaan di Kawasan PT KBN sudah melakukan
pencegahan udara dengan memasang filter pada cerobong asapnya dan memasang peredam suara untuk menghindari kebisingan yang berasal dari
kawasan PT KBN. Berdasarkan hal tersebut dan berdasarkan data pencemaran udara dan kebisingan kebisingan yang melebihi baku mutu hanya di dua lokasi,
maka pencemaran udara di kawasan PT KBN dapat dikatakan; sudah ditangani dengan baik.
Hal yang sama juga terjadi pada pencemaran tanah, karena di PT KBN relatif tidak ada kegiatan yang dapat mencemari tahah, kecuali sedikit ceceran oli
bekas dan bahan bakar minyak, maka diasumsikan bahwa pencemaran tanah juga dapat ditangani dengan baik. Oleh karena itu maka penelitian ini tidak
membahas pada tanah dan udara. Berbeda dengan pencemaran tanah dan udara, seperti terlihat pada kondisi eksisting yang air limbahnya masih ada yang
berwarna hitam, pencemaran air diduga jauh lebih berat dibanding keduanya. Hal ini disebabkan hanya kurang lebih 5 perusahaan yang ada di PT KBN yang
sudah mempunyai IPAL untuk mengolah limbah cairnya sedangkan sisanya yang pada umumnya merupakan perusahaan garment tidak mempunyai IPAL. Di lain
pihak 95 perusahaan garment ini berpotensi menyumbang terjadinya pencemaran bahan organik. Berdasarkan hal itu maka pencemaran pada badan
air diduga akan jauh lebih besar dibanding pencemaran tanah dan udara. Oleh karena itu maka penelitian ini lebih ditekankan pada masalah lingkungan yang
disebabkan oleh limbah cair, khususnya yang berlokasi di Cakung-Jakarta.
1. Kualitas air badan air
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola PT KBN yang dikuatkan dengan dokumen-dokumen yang terdapat di PT KBN data tahun 2007 terlihat
bahwa jumlah air buangan dari proses produksi mencapai 16.314 m
3
bulan dan
77 71.702 m
3
bulan dari aktivitas domestik. Mengingat air buangan tersebut merupakan limbah cair yang dibuang ke dalam badan air ekosistem sungai,
maka di dalam limbah tersebut akan terdapat berbagai bahan pencemar, baik pencemar yang masuk pada kategori limbah organik, maupun bahan pencemar
yang termasuk limbah anorganik atau bahkan masuk pada kategori limbah B3. Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air badan air pada Kanal Utara I,
II, III, IV dan Kanal Selatan I, II, III, IV pada 2 priode waktu yang berbeda Juli 2007 dan Desember 2007 oleh Balai TKLPPM 2007, dapat diketahui bahwa
sebagian besar parameter kualitas badan air yakni temperatur, residu terlarut TDS, residu tersuspensi TSS, pH, total fosfat, nitrat NO
3-
, arsen As, selenium Se, kadmium Cd, krom Cr, tembaga Cu, timbal Pb, air raksa
Hg dan H
2
S masih di bawah baku mutu. Namun BOD dan COD, amonia NH
3
, besi Fe, mangan Mn, seng Zn, khlorida Cl, nitrit NO
3-
, sulfat, minyak dan lemak, deterjen serta fenol yang terdapat pada kedua kanal melebihi
baku mutu Tabel 13. Tingginya BOD, COD serta minyak dan lemak serta rendahnya khlorida
pada Kanal Utara 1 disebabkan air yang mengalir pada Kanal Utara 1 lebih didominasi oleh air limbah yang berasal dari masyarakat yang tinggal di sekitar
Kawasan PT KBN yang membuang limbah domestiknya ke dalam Kanal Utara 1, yang mengakibatkan dominannya limbah domestik seperti yang tercantum pada
Kepmen LH Nomor 112 tahun 2003 bahwa limbah domestik dicirikan oleh tingginya BOD serta minyak dan lemak. Tingginya COD pada air Kanal Utara 1
juga diduga berasal dari limbah domestik, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sitepu 2008 pada limbah domestik cair yang mengatakan bahwa kandungan
COD pada limbah domestik baik di perumahan sederhana maupun perumahan mewah cukup tinggi dengan nilai masing-masing
≥ 500 mgl dan ≥ 1000 mgl. Kondisi perairan yang terdapat di Kanal Utara yang berada pada titik 2
KU II, 3 KU III dan 4 KU IV serta di Kanal Selatan 1 KS I, 2 KS II dan 3 KS III Tabel 13 menunjukkan kondisi yang sebenarnya terjadi di dalam
Kawasan PT KBN. Hal ini disebabkan titik-titik tersebut berada dalam lingkungan Kawasan PT KBN, sehingga hanya menerima limbah yang berasal dari PT KBN.
Hal ini terlihat dari kandungan klorida yang cukup tinggi pada semua titik pengamatan yang menunjukkan bahwa limbah yang masuk ke dalam perairan
tersebut didominasi oleh limbah industri. Kondisi perairan di Kanal Selatan 4 KS IV memperlihatkan kondisi yang sedikit berbeda dibanding titik lainnya Tabel
78 13. Hal ini terjadi karena titik Kanal Selatan 4 berada di luar lingkungan
Kawasan Berikat Nusantara, yakni ada di Kali Gendong yang merupakan daerah muara sungai.
Tabel 13. Kualitas air badan air di Kanal PT KBN UUK Cakung tahun 2007
Hasil pengujian No
Parameter Satuan
Baku Mutu
PP 8201
Baku Mutu
SK Gub 58295
KU. I KU. II
KU. III KU. IV
KS. I KS II
KS III KS IV
FISIKA 1 Temperatur
o
C ± 5
3129 3129 3129 3330 3128 3129 3129 3129 2 Residu
Terlarut mgL 2.000 2.000 1.686,0
602,0 686,0 1.228,0 654,0 1.390,0 842,0 726,0
3 Residu
Tersuspensi mgL 400 200 11,0 11,5 36,0 9,0 35,0 38,0 14,5 7,0
KIMIA 1
Ph mgL 5-9 6-8,5 7,20 7,10 7,00 7,60 7,00 7,40 7,50 7,20
2 BOD
5
mgL 12 20 625,0 8,55 6,55 6,15 32,5 21,0 17,0 25,5 3 COD
mgL 100 30 1.654,4
60,16 60,16 30,08 90,24 75,72 75,72 90,24 4
DO mgL 0,0 3,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
5 Total
fosfat sbg
P mgL 5 0,5 2,5 1,7 1,9 1,9 2,2 1,7 2,4 1,6 6 NO
3
sbg N
mgL 20 - 3,41 3,52 3,52 3,50 4,21 4,39 4,47 4,51 7 NH
3
N mgL -
- 0,02 0,03 0,03 0,12 0,02 0,08 0,09 Tt 8
Kadmium mgL
0,01 0,01
tt tt tt tt tt 0,015
Tt 9 Besi
mgL - - 0,062 0,156 0,077 0,058 0,056 0,124 0,213 0,064
10 Timbal
mgL 1
0,1 0,002
0,009 11
Mangan mgL -
0,1 0,37 0,011 0,151 0,256 0,242 0,369 0,21 0,07 12
Seng mgL
2 1
1,269 1,072 1,062 1,172 1,098 1,162 1,107 2,008 13 Khlorida
mgL -
- 20,99 529,84
229,93 529,84
279,91 599,81 279,91 259,92
14 Fluorida
mgL - - 0,25 0,2 0,15 0,3 0,25 0,009
0,25 0,15 15 Nitrit sbg N
mgL -
- 0,7248
0,7478 0,0896
0,1411 0,0147
0,2 0,0309
0,3346 16 Sulfat
mgL -
- 131,486 66,786 140,878 203,491 73,048 0,2537 161,749 121,051
KIMIA ORGANIK
1 Minyak
dan Lemak UgL - Nihil 202,0 89,0 123,0 64,0 126,0 104,0 94,0 0,069
2 Detergen sebagai MBAS
UgL - 500 3,27 3,88 3,39 3,46 5,29 6,21 6,20 6,30 3 Senyawa
fenol sebagai fenol
mgL - - 0,447 0,693 0,400 0,454 0,185 0,529 0,428 0,190
Sumber: Balai BTKL 2007
Temperatur air kanal utara dan selatan adalah 28-33ºC Tabel 13 Hal ini memperlihatkan bahwa temperatur air pada setiap titik pengamatan tinggi,
bahkan pada kanal utara di titik 4 sangat tinggi 33ºC. Suhu air yang tinggi ini akan menjadi faktor ekologis yang akan mempengaruhi proses-proses fisiologis,
susunan jenis dan penyebaran organisme perairan Odum, 1971. Temperatur
79 air yang tinggi ini dapat membahayakan kehidupan yang ada di dalamnya,
apalagi jika pada kanal tersebut terjadi perubahan secara mendadak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pescod 1973 yang mengatakan bahwa jika ada
limbah bersuhu tinggi dibuang ke dalam ekosistem perairan mengalir maka perubahan suhunya tidak boleh lebih dari 2,8
°C, sedangkan untuk perairan tergenang tidak lebih dari 1,7
°C. Padatan tersuspensi yang ada di lokasi penelitian memperlihatkan nilai
yang cukup rendah Tabel 13. Hal ini diduga karena aliran air yang terdapat di kanal utara dan selatan sangat lamban bahkan nyaris stagnan, sehingga
memungkinkan padatan tersuspensi yang ada di dalamnya mengendap ke dasar perairan, akibatnya padatan tersuspensi yang terdapat dalam perairan baik di
kanal utara maupun di kanal selatan menjadi rendah. Berdasarkan kandungan TSS yang rendah, menurut Alabaster dan Lloyd 1980 dapat dikatakan bahwa
perairan kanal utara dan kanal selatan kualitasnya baik. Padatan terlarut pada lokasi pengambilan sampel, baik di kanal utara
maupun kanal selatan cukup tinggi, terutama di kanal utara titik 1 dan titik 4 serta di kanal selatan titik 2 Tabel 13. Kondisi ini cukup membahayakan mengingat
padatan terlarut merupakan senyawa-senyawa anorganik dan organik yang larut dalam air, yang berukuran lebih kecil dari 10
-3
μm Alabaster dan Lloyd, 1980. Seperti larutan garam dan molekul organis yang digunakan pada proses produksi
kegiatan industri. Pada Tabel 13 terlihat bahwa BOD yang terdapat pada KU I adalah 625
mgkg atau berada jauh di luar ambang batas yang ditentukan; sedangkan pada titik KU II III dan IV nilainya dibawah ambang batas. Hal ini diduga karena pada
titik tersebut kepadatan industri yang cukup rendah. Sedangkan di titik KS I, II dan III cukup tinggi dan berada di luar ambang batas yang ditentukan yakni
berturut-turut 32,5; 21,0; dan 17 mgl. Hal ini menunjukkan bahwa PT KBN menghasilkan limbah organik yang cukup tinggi, sehingga nilainya berada di luar
baku mutu yang sudah ditetapkan. Kondisi ini cukup mengkhawatirkan karena menurut Canter dan Hill 1979 pada perairan sungai yang berarus lambat, nilai
BOD sebesar 5 mgL sudah cukup menggambarkan bahwa lingkungan perairan tersebut buruk. Hal ini sesuai dengan pendapat Miller dan Lygre 1994, yang
mengatakn bahwa nilai BOD lebih dari 5,0 ppm memperlihatkan bahwa perairan tersebut sudah tercemar bahan organik. Untuk itu maka Mahida 1984
menganjurkan agar perairan aman, maka nilai BOD tidak boleh lebih dari 4 ppm.
80 Seperti halnya dengan BOD, kebutuhan oksigen kimiawi COD pada
semua titik pengamatan juga memperlihatkan nilai yang berada di luar batas ambang yang ditentukan, yakni antara 30,08 – 1654,4 ppm. Dalam hal ini nilai
COD tertinggi terjadi di titik pengamatan KU I yang didominasi oleh limbah domestik, sedangkan di dalam kawasan PT KBN nilainya 30,08 – 90,24 mgl.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa nilai tersebut sudah berada di luar batas ambang yang ditentukan oleh SK Gubernur DKI Jakarta No. 582 tahun 1995
yang batas maksimumnya 30 mgl. Hal ini disebabkan pada nilai COD lebih dari 10 mgl akan mengganggu kehidupan biota yang hidup di dalamnya Allaert,
1987. Kandungan oksigen terlarut yang terdapat pada semua titik sampling
memperlihatkan nilai yang sangat ekstrim yakni 0 Tabel 13. Hal ini memperlihatkan bahwa kondisi air yang terdapat pada badan air sangat ekstrim
dan tidak memungkinkan terdapat kehidupan di dalamnya, kecuali untuk biota yang dapat mengambil udara bebas secara langsung dari udara. Menurut
Odum 1971 kondisi ini menunjukkan bahwa badan air tersebut tidak mempunyai lagi satuan dasar ekosistem berupa oksigen terlarut, sehingga
walaupun badan air tersebut secara harfiah disebut sebagai ekosistem sungai namun secara fungsional tidak dapat dikatakan sebagai suatu ekosistem. Hal ini
sesuai dengan pendapat Bobbi 1998 yang mengatakan bahwa oksigen terlarut merupakan senyawa yang sangat penting dalam kehidupan di ekosistem
perairan. Selanjutnya dikatakan bahwa besarnya kelarutan oksigen ini juga memberi dampak penting terhadap jenis hewan air yang hidup di perairan, oleh
karenanya jika oksigen terlarut pada sungai tidak ada maka dapat dikatakan bahwa sungai tersebut bukan ekosistem yang fungsional. Menurut Pescod
1973 perairan dengan kandungan oksigen terlarut kurang dari 2 ppm dapat diklasifikasikan sebagai sungai dengan kualitas perairan yang sangat buruk.
Adapun penyebab tidak adanya oksigen terlarut dalam perairan disebabkan sangat kecilnya aliran air di sungai kanal tersebut, sehingga tidak
ada agitasi air di dalam sungai yang menyebabnya mudah melarutnya oksigen ke dalam air terutama yang berasal dari difusi oksigen dari atmosfir Pescod,
1973. Selain hal tersebut, tidak adanya oksigen terlarut dalam air juga diduga karena bahan organik yang terdapat pada limbah di kawasan PT KBN sangat
tinggi, namun karena aliran airnya sangat kecil hampir stagnan maka bahan- bahan organik tersebut akan mengendap ke dasar perairan, sehingga
81 kandungannya dalam air cukup rendah, sehingga nilai COD dan BOD yang ada
di dalam air tidak memperlihatkan nilai yang ekstrim. Pada Tabel 13 terlihat bahwa kandungan fosfat di dalam setiap titik
pengamatan memperlihatkan nilai yang berada di bawah baku mutu yang tercantum pada SK Gubernur DKI Jakarta No. 582 tahun 1995 yang batas
maksimumnya 5 mgl. Namun jika dibandingkan dengan konsentrasi nitrat memperlihatkan bahwa perbandingan nitrat dan fosfat adalah mendekati
perbandingan 2 nitrat berbanding 1 fosfat, walau konsentrasi fosfat dan nitrat berada di bawah ambang batas Tabel 13 perbandingan tersebut sangat
mengkhawatirkan karena menurut Odum 1971 dapat mengakibatkan terjadinya blooming fitoplankton. Hal ini sejalan dengan pendapat Alaerts dan Santika
1987 yang mengatakan bahwa fosfat juga akan mengakibatkan terjadinya pertumbuhan tanaman dan ganggang serta algae fitoplankton secara tidak
terkendali, sehingga dapat menghabiskan oksigen dalam air pada malam hari. Kondisi ini akan mengakibatkan banyaknya biota air yang mengalami kematian
Alaert, 1983. Konsentrasi amonia pada seluruh titik pengamatan berada di luar batas
ambang yang ditentukan. Konsentrasi amonia yang tinggi di semua titik pengamatan ini diduga berasal limbah dari kawasan PT KBN yang di dalamnya
mengandung nitrogen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bobbi 1998 yang mengatakan bahwa amonia merupakan dihasilkan dari prombakan senyawa
yang di dalamnya mengandung unsur nitrogen, seperti protein dalam kondisi minim atau tidak ada oksigen. Hal ini diperkuat oleh kandungan oksigen terlarut
dalam air yang konsentrasinya nol 0 di semua titik pengamatan, sehingga sangat memungkinkan dihasilkan amonia dalam konsentrasi yang cukup tinggi.
Tingginya konsentrasi amonia dalam perairan ini memperkuat kenyataan bahwa kanal penampung limbah dari kawasan PT KBN tercemar oleh limbah
yang berasal dari PT KBN. Hal ini sesuai dengan pendapat Alaert et al. 1983
yang mengatakan bahwa konsentrasi amoniak yang tinggi pada air sungai merupakan suatu petunjuk bahwa pada sungai tersebut terjadi pencemaran.
Kandungan klorida pada perairan kanal utara dan kanal selatan cukup tinggi Tabel 13, kecuali di kanal utara titik 1. Hal ini semakin memperkuat
dugaan bahwa air yang berada di kanal utara titik 1 didominasi oleh limbah domestik. Kandungan klorida selain di titik 1 kanal utara sangat tinggi. Hal ini
memperlihatkan bahwa baik di kanal utara maupun kanal selatan, selain di titik 1
82 kanal utara didominasi oleh limbah industri dari PT KBN, karena kandungan klor
ini diduga berasal bahan-bahan kimia yang mengandung klor serta dari desinfektan yang mengandung klor Jorgensen dan Johnsen, 1989 yang cukup
banyak dipergunakan pada proses industri. Namun demikian toksisitas klorida ini tidak sama pada setiap senyawa tergantung dari gugus senyawanya. Sebagai
contoh NaCl sangat tidak beracun, namun jika klor terikat dengan senyawa organik dan membentuk halogen hidrokarbon, maka bahan tersebut menjadi
sangat berbahaya, karena bersifat karsinogenik Klaasen, Doul dan Amdur, 1980.
Pada semua titik pengamatan didapatkan adanya fluorida dalam jumlah yang cukup rendah, yakni 0,009 – 0,25 mgl. Namun kondisi ini cukup
membahayakan mengingat fluorida adalah senyawa halogen yang sangat reaktif yang umumnya digunakan untuk pencegahan
caries dentis serta dimanfaatkan pada industri. Kecilnya konsentrasi fluorida ini bukan berarti bahwa fluorida
dapat diabaikan begitu saja mengingat fluorida dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan tubuh dan tulang termasuk fluorosis gigi dan
gangguan pencernaan, dapat mengakibatkan terjadinya cacat tulang, lumpuh bahkan berakibat pada terjadinya kematian Klaasen, Doul dan Amdur, 1980.
Pada setiap lokasi pengambilan sample juga didapatkan adanya nitrit dalam konsentrasi yang cukup tinggi. Tingginya nitrit di semua lokasi
pengambilan sample disebabkan adanya proses denitrifikasi yakni melalui reduksi nitrat ke nitrit yang dilakukan oleh bakteri, sebagai akibat terjadinya
kondisi anaerob tidak ada oksigen Tabel 13. Hal ini sesuai dengan pendapat Alaert
et al. 1983 yang mengatakan bahwa nitrit adalah nitrogen yang teroksidasi dengan tingkat oksidasi +3 dan merupakan keadaan sementara
proses oksidasi antara ammonia dan nitrat yang dapat terjadi pada pengolahan air buangan, dalam air sungai dan sistem drainase. Selanjutnya dikatakan
bahwa pada umumnya nitrit bersumber dari limbah industri dan limbah domestik. pH air di semua titik pengamatan bersifat netral cenderung basa Tabel
13 netralnya derajat keasaman pH pada semua titik pengamatan baik di kanal utara maupun kanal selatan diduga karena adanya bahan-bahan yang masuk ke
dalam perairan tersebut seperti detergen yang bersifat basa. Derajat keasaman yang bersifat netral cenderung basa ini menurut NTAC 1968 masuk ke dalam
kategori perairan yang produktif dan ideal bagi kehidupan akuatik pH berkisar antara 6,5 – 8,5.
83 Konsentrasi ion sulfat pada semua titik pengamatan pada umumnya tinggi
Tabel 13. Kondisi ini sangat membahayakan karena ion sulfat merupakan bentuk utama dari sulfur anorganik yang salah satu bentuknya di dalam perairan
berupa sulfida, dan sulfida ini dapat terbentuk dari hasil reduksi sulfat dalam keadaan anaerob. Menurut Klaasen
et al. 1980 dalam jumlah tertentu sulfat sangat dibutuhkan oleh organisme untuk membentuk asam amino dan berbagai
vitamin, namun dalam jumlah yang berlebih jika sulfat bercampur dengan magnesium atau natrium malah menjadi masalah, karena akan bersifat iritan
dalam saluran pencernaan. Pada semua titik pengamatan didapatkan adanya minyak dan lemak pada
konsentrasi yang cukup tinggi, terutama di kanal utara titik 1 Tabel 13. Hal ini makim memperkuat dugaan bahwa air yang ada pada kanal utara titik 1
didominasi oleh limbah domestik yang berasal dari rumah tangga di sekitar kawasan PT KBN. Hal ini sesuai dengan pendapat Saeni 1989 yang
mengatakan bahwa minyak dan lemak selalu terdapat pada limbah domestik, karena minyak dan lemak merupakan komponen ketiga terpenting dalam bahan
makanan dan salah satu sumbernya berasal dari limbah dapur serta dari pengurain bahan organik. Keberadaan minyak dan lemak pada perairan ini
akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam perairan, sehingga dapat menurunkan difusi oksigen dari atmosfir ke dalam air, yang memperkuat
terjadinya kondisi anaerob. Kandungan detergen pada semua titik perlakuan memperlihatkan nilai
yang jauh di atas ambang batas yang ditentukan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air yang hanya memperbolehkan detergen 0,2 mgl. Hal ini memperlihatkan bahwa penggunaan detergen di kawasan PT KBN cukup tinggi. Tingginya
kandungan detergen yang paling dominan diduga berasal dari perusahaan yang bergerak di bidang mencuci
washing. Kondisi ini cukup membahayakan mengingat detergen terdiri atas bahan-bahan kimia seperti sodium tripoliphospat
Jaji et al., 2007 yang akan memberikan sumbangan terhadap kandungan total
phospat pada perairan. Pada setiap titik pengamatan didapatkan kandungan phenol yang cukup
tinggi dengan nilai yang berada jauh di atas ambang batas yang ditentukan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 yang hanya memperbolehkan
phenol 0,001 mgl. Padahal phenol bersifat sangat beracun Klaasen et al.,
84 1980, sehingga seharusnya tidak diperbolehkan ada pada limbah yang akan
dibuang dimasukkan ke dalam ekosistem perairan penerimanya. Selain hal tersebut di atas, ekosistem perairan juga tidak boleh
mengandung bahan-bahan atau senyawa-senyawa yang bersifat racun toksik, seperti logam berat. Dalam hal ini berdasarkan hasil pengamatan pada setiap
titik pengamatan didapatkan logam berat Tabel 13. Sebenarnya sebagian dari logam berat bersifat
essensial bagi organisme air untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, antara lain dalam pembentukan haemosianin dalam
sistem peredaran darah dan untuk pembentukan enzim pada biota Klaasen et
al., 1980. Akan tetapi bila jumlah dari logam berat masuk ke dalam tubuh dengan jumlah berlebih, maka akan berubah fungsi menjadi racun bagi mahluk
hidup Klaasen et al., 1980 dan Palar, 2004. Sebagai contoh adalah raksa Hg,
kadmium Cd dan timah hitam Pb. Oleh karenanya, maka WHO World Health
Organization menentukan kadar maksimum logam-logam yang bersifat toksik yang diperbolehkan ada pada perairan yang diperuntukan air minum dan
kehidupan organisme air seperti yang tercantum pada Tabel 14. Tabel 14. Kadar maksimum logam-logam yang bersifat toksik dalam air bagi
kepentingan air minum dan organisme air menurut WHO
Logam Kadar Maksimum
mgl
Timah hitam Pb 0,05
Arsen As 0,05
Selenium Se 0,01
Krom heksavalen Cr 0,05
Kadmium Cd 0,01
Barium Ba 1,00
Tembaga Cn 1,50
Besi Fe 1,00
Seng Zn 15,00
Menurut Bryan 1976 ada 18 unsur logam yang dipertimbangkan ada kaitannya dengan masalah pencemaran air yakni aluminium, antimon, arsen,
kadmium, krom, kobalt, tembaga, besi, timbal, mangan, merkuri, molibdenum, nikel, selenium, perak, timah putih, vanadium dan seng. Namun demikian
beberapa di antara unsur-unsur logam tersebut merupakan unsur yang esensial bagi kehidupan organisme. Sebagai contoh Cu yang merupakan unsur-unsur
esensial bagi kehidupan organisme, dalam jumlah berlebih akan bersifat racun dan biasanya akan menghambat kerja enzim karena logam tersebut akan
berikatan dengan kelompok sulfhidril yang bertanggung jawab pada aktivitas katalitik Vallee dan Wacker, 1970.
85 Hasil pengamatan terhadap kadmium Cd di kawasan PT KBN
memperlihatkan bahwa Cd hanya terdeteksi pada titik pengamatan kanal selatan titik 2 dengan konsentrasi 0,015 mgl. Walaupun kadmium hanya terdeteksi di
satu titik pengamatan, namun konsentrasi tersebut berada diatas ambang yang ditentukan Tabel 13. Cd ini selanjutnya akan bersenyawa dengan belerang S
yang sudah terdapat pada perairan di kawasan PT KBN menjadi greennocckite
CdS Palar, 2004, untuk selanjutnya akan mengendap karena senyawa sulfitnya sukar larut Bryan, 1976. Adanya kadmium di kawasan PT KBN ini
diduga karena ada penggunaan logam Cd sebagai penyeimbang stabiliser dan
pewarna pada plastik, pengerjaan bahan-bahan dengan menggunakan pigmenzat warna lainnya, tekstil dan industri kimia Darmono, 1995.
Keberadaan Cd ini walau hanya terdeteksi di satu titik, namun perlu diwaspadai mengingat logam Cd akan mengalami proses biotransformasi dan bioakumulasi
dalam organisme hidup tumbuhan, hewan dan manusia, dan akan terus mengalami peningkatan biomagnifikasi dalam rantai makanan, sehingga biota
yang tropik levelnya paling tinggi akan mengalami akumulasi Cd yang lebih banyak. Keracunan kadmium bisa menimbulkan rasa sakit, panas pada bagian
dada, penyakit paru-paru akut dan menimbulkan kematian. Salah satu contoh kasus keracunan akibat pencemaran Cd adalah timbulnya penyakit itai-itai di
Jepang Palar, 2004. Adapun penyebab rendahnya kandungan logam Cd pada hampir semua
titik pengamatan diduga ada kaitannya dengan ketiadaan oksigen pada setiap titik pengamatan. Pada kondisi tersebut daya larut logam berat Cd menjadi lebih
rendah dan mudah mengendap, sehingga Cd akan mengendap ke dasar perairan, akibatnya maka kandungan Cd dalam air menjadi sangat kecil,
sehingga tidak terdeteksi keberadaannya dalam air Palar, 2004. Seperti halnya logam Cd, logam Pb juga hanya terdapat pada dua titik
pengamatan yakni di kanal selatan titik 2 dan titik 3, berturut-turut 0,002 dan 0,009 mgl, sedangkan di titik pengamatan lainnya tidak terdeteksi Tabel 13.
Terdapatnya logam Pb pada kedua titik tersebut di atas diduga berasal dari dampak dari aktifitas industri yang dilakukan di PT KBN. Dalam hal ini timbal dan
persenyawaannya digunakan dalam industri untuk keperluan sebagai zat tambahan pigmen timbal dalam cat rambut Palar, 2004. Walaupun konsentrasi
Pb masih di bawah ambang batas yang ditentukan, namun tetap perlu diwaspadai karena Pb bersifat akumulatif dalam tubuh mahluk hidup dan akan
86 mengalami peristiwa biomagnifikasi Palar, 2004. Adapun penyebab dari hanya
dua titik yang terdeteksi logam Pb-nya diduga ada kaitannya dengan kondisi pada titik pengamatan yang oksigen terlarutnya tidak terdeteksi pada semua titik
pengamatan. Seperti halnya dengan logam Cd, maka pada kondisi anoksik tersebut, logam Pb daya larutnya menjadi lebih rendah, dan akan lebih mudah
mengalami pengendapan ke dasar perairan Palar, 2004. Berbeda dengan Pb dan Cd yang hanya terdeteksi pada dua dan satu titik
pengamatan, zat besi Fe terdeteksi pada semua titik pengamatan dalam jumlah sedikit Tabel 13, sehingga masih berada di bawah ambang batas yang
ditentukan Tabel 14. Keberadaan zat besi dalam jumlah yang sedikit di setiap titik pengamatan diduga tidak terlalu mengkhawatirkan untuk kehidupan biota
yang ada di dalamnya, mengingat zat besi merupakan unsur esensial yang diperlukan oleh mahluk hidup, terutama hewan tingkat tinggi untuk pembentukan
sel darah merah Ganong, 1995. Namun mengingat kandungan oksigen pada setiap titik pengamatan tidak terdeteksi keberadaannya Tabel 13, maka logam
Fe akan mudah larut dalam air Palar, 2004. Selain logam tersebut di atas, pada semua titik pengamatan juga
terdeteksi adanya logam mangan Tabel 13. Pada dasarnya mangan merupakan mineral essensial yang diperlukan oleh mahluk hidup Ganong,
1995. Dalam kehidupan sehari-hari mangan digunakan sebagai campuran logam lain serta digunakan sebagai anti letup pada bahan bakar Jorgensen dan
johnsen, 1989. Terdapatnya mangan di kawasan PT KBN karena pada semua titik pengamatan terjadi kondisi anaerob kekurangan oksigen, sehingga logam
Mn cenderung mudah larut dalam air yang mengakibatkan mangan terdeteksi pada semua titik pengambilan sampel air.
Konsentrasi mangan di semua titik pengambilan sampel berada di bawah ambang batas, sehingga tidak mengkhawatirkan mengingat mangan merupakan
unsur esensial yang diperlukan oleh tubuh. Namun tetap harus dijaga jangan sampai meningkat tajam, karena pada kondisi yang berlebih mangan bersifat
akumulatif dalam tubuh mahluk hidup. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Knauer dan Martin 1973 yang mendapatkan hasil bahwa logam-logam, seperti
kadmium Cd, tembaga Cu, mangan Mn, seng Zn dan timbal Pb terakumulasi dalam phytoplankton diatom di Teluk Montery, California. Pada
kondisi mangan terakumulasi dalam jumlah yang melebihi batas ambang, maka
87 mangan akan membahayakan kesehatan karena dapat merusak jaringan syaraf
Jorgensen and Johnsen, 1989. Logam lain yang juga dideteksi di kawasan PT KBN adalah seng Zn.
Dari Tabel 13 terlihat bahwa logam seng terdapat pada semua titik pengambilan sample dengan konsentrasi 1,062 – 2,008 mgl. Seperti halnya dengan logam Fe
dan Mn, logam Zn juga merupakan unsur esensial yang diperlukan oleh tubuh mahluk hidup Ganong, 1995. Selanjutnya dikatakan bahwa defisiensi logam ini
akan menyebabkan gangguan pada kulit, menurunnya respon kekebalan dan menurunnya fungsi gonad. Namun demikian keberadaannya perlu diperhatikan
mengingat logam Zn bersifat akumulatif Knauer dan Martin, 1973 bahkan hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa logam Zn yang terdapat pada fytoplankton
diatom di Teluk Montery, California konsentrasinya hampir 800 ppm bobot kering. Dan pada percobaan terhadap udang-udang laut, kepiting dan ikan,
Renfro et al., 1975 menunjukkan adanya pengambilan atau pemindahan unsur
65
Zn dari dalam air oleh organisme-organisme tersebut. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka keberadaan logam berat di
kawasan PT KBN perlu diperhatikan dengan seksama, mengingat logam berat pada umumnya bersifat akumulatif dan sudah terbukti bahwa mikroorganisme
dan mikroflora mempunyai kemampuan untuk mengakumulasi logam berat ke dalam sel-sel hidup Wittman, 1979 dan Prosi, 1979. Logam berat tersebut di
dalam rantai makanan, pada akhirnya akan sampai pada konsumen yang tingkatannya lebih tinggi ikan-ikan predator, dan seterusnya, termasuk manusia
yang memakan ikan, sehingga memungkinkan terjadinya penumpukan logam- logam berat di dalam jaringan tubuh organisme pada setiap tingkat tropik.
Kontaminasi logam berat juga bukan hanya terjadi pada hewan, namun juga dapat terjadi pada organisme tumbuhan.
Hal ini dibuktikan oleh Phelps et al. 1975 yang melakukan penelitian di
Teluk Narragent, dan penelitian Schulz-Baldez dan Lewin 1976 membuktikan bahwa fitoplankton mampu menyimpan logam berat sampai waktu yang cukup
lama, sekalipun konsentrasi logam yang terkandung di dalam air rendah. Adapun organ tempat terakumulasinya logam berat, menurut Bryan 1973
logam-logam Fe, Cd dan Cu akan terakumulasi di dalam hati; logam Zn, Mn dan Pb terakumulasi di dalam ginjal. Adapun standar baku mutu air terhadap logam
berat dapat dilihat pada Tabel 15.
88 Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa
kualitas air badan air di kanal C3 Jl. Surabaya, tidak memenuhi baku mutu berdasarkan SK Gubernur KDH TK I DKI Jakarta No. 582 Tahun 1995 karena zat
padat terlarut, zat organik, daya hantar listrik, mangan, nikel, pH, sulfat, minyak dan lemak, surfaktan, oksigen terlarut, dan COD diatas baku mutu.
Tabel 15. Standar baku mutu air terhadap logam berat
Standar Baku Logam Simbol
Perikanan mgl
1
EPA ppm
2
Kadmium Cd 0,01 0,0043 Krom Cr
0,05 0,016
Timbal Pb 0,01 0,065
Seng Zn 0,02
0,12 Merkuri Hg 0,002
0,0014
Keterangan : 1. PP No 82 tahun 2001
2. Environmental Protection Agency. 1973. Water Quality Criteria
Kualitas air badan air yang diambil di air badan air Kanal Selatan Jl. Surabaya, tidak memenuhi baku mutu berdasarkan SK Gubernur KDH TK I DKI
Jakarta No. 582 tahun 1995 karena zat padat terlarut, zat organik, daya hantar listrik, mangan, nikel, pH, sulfat, minyak dan lemak, surfaktan, oksigen terlarut
dan COD di atas baku mutu. Kualitas air badan air yang diambil di air badan air Kali Blencong setelah
KBN dan air badan air Kanal Utara Jl. Jayapura tidak memenuhi baku mutu berdasarkan SK Gubernur KDH TK I DKI Jakarta No. 582 tahun 1995 karena zat
padat terlarut, zat organik, daya hantar listrik, mangan, nikel, pH, sulfat, minyak dan lemak, surfaktan, oksigen terlarut dan COD di atas baku mutu.
Kualitas air badan air yang diambil di air badan air drainase ujung tidak memenuhi baku mutu berdasarkan SK Gubernur KDH TK I DKI Jakarta No. 582
tahun 1995 karena zat padat terlarut, zat organik, daya hantar listrik, mangan, nikel, pH, sulfat, minyak dan lemak, surfaktan, oksigen terlarut dan COD di atas
baku mutu. Kualitas air badan air yang diambil di air badan air Kali Blencong sebelum
KBN tidak memenuhi baku mutu berdasarkan SK Gubernur KDH TK I DKI Jakarta No. 582 Tahun 1995 karena zat padat terlarut, zat organik, daya hantar
listrik, mangan, nikel, pH, sulfat, minyak dan lemak, surfaktan, zat tersuspensi dan COD di atas baku mutu.
89 Kualitas air badan air yang diambil di air badan air Cakung Drain sebelum
KBN tidak memenuhi baku mutu berdasarkan SK Gubernur KDH TK I DKI Jakarta No. 582 Tahun 1995 karena zat padat terlarut, zat organik, daya hantar
listrik, mangan, nikel, pH, sulfat, minyak dan lemak, surfaktan, zat tersuspensi, DO, dan COD di atas baku mutu.
Kualitas air badan air yang diambil di air badan air Cakung Drain setelah KBN tidak memenuhi baku mutu berdasarkan SK Gubernur KDH TK I DKI
Jakarta No. 582 Tahun 1995 karena zat padat terlarut, zat organik, daya hantar listrik, mangan, nikel, pH, sulfat, minyak dan lemak, surfaktan, zat tersuspensi,
DO, dan COD di atas baku mutu. Air limbah dari luar kawasan yang masuk ke kanal utara dan selatan
seluruhnya belum memenuhi baku mutu sesuai Peraturan Pemerintah No. 822001 serta Kep. Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 112 Tahun 2003 dan
SK Gub DKI No, 122 Tahun 2005 tentang Baku Mutu Limbah Domestik. Air limbah dari kanal utara dan selatan yang keluar menuju Cakung Drain belum
memenuhi baku mutu sesuai PP No. 822001. Namun kualitas air di kanal utara dan selatan yang berada di luar kawasan PT KBN bukan hanya disebabkan air
limbah dari dalam kawasan melainkan lebih didominasi oleh air limbah dari luar kawasan.
2. Limbah Cair Perusahaan
Penilaian kualitas limbah cair dilakukan menggunakan parameter baku mutu yang didasarkan pada Surat Keputusan Gubernur DKI No. 582 Tahun
1995. Parameter yang harus diuji untuk menilai kualitas limbah cair suatu perusahaan terdiri dari parameter fisik, kimia dan biologi. Adapun parameter fisik,
antara lain: suhu, zat padat terlarut, dan zat padat tersuspensi. Parameter kimia, antara lain: air raksa, amonia, arsen, besi, flourida, kadmium, Cl
2
bebas, Cr terlarut, Cr
6+
, nikel, nitrat, nitrit, pH, seng, sulfida, tembaga, timbal, mangan, phenol, minyak dan lemak, biru methylen, cyanida, zat organik KMnO
4
, BOD, dan COD. Sedangkan parameter biologi, antara lain:
coliform dan fecal coli. Berdasarkan hasil pengujian dalam tiga periode yang berbeda, diketahui
bahwa sebagian besar kualitas limbah cair di beberapa perusahaan yaitu: PT Hansnesia Dyeing, PT Daliam Fideta, PT Indowash Puspita, PT Hua Sin
Indonesia, PT Misung I, PT Tirta Cipta Busana dan PT Fucolor Chemical Industry yang ada di kawasan KBN masih memenuhi atau dibawah baku mutu
90 lingkungan. Namun beberapa parameter lainnya masih jauh melebihi baku mutu
limbah cair Tabel 16 dan 17. Tabel 16. Parameter kualitas limbah cair perusahaan yang tidak memenuhi
baku mutu limbah cair
Parameter No Perusahaan
Juli 2007 Desember 2007
Agustus 2008
1 PT Hansnesia
Dyeing zat padat terlarut,
Nitrit, biru methylen, zat organik KMnO
4
, BOD dan COD
zat padat terlarut, nitrit, biru methylen,
zat Organik KMnO
4
, BOD dan COD
zat padat terlarut, zat organik, biru
methylen dan COD.
2 PT Daliam
Fideta zat organik, BOD, dan
COD phenol, zat organik,
dan COD zat padat terlarut,
zat padat tersuspensi dan
nitrit
3 PT Indowash
Puspita zat padat terlarut
zat padat terlarut zat padat
tersuspensi dan Nitrit
4 PT Hua Sin
Indonesia zat padat terlarut, zat
organik KMnO
4,
zat padat terlarut, zat organik KMnO
4,
BOD, COD zat padat terlarut,
zat organik KMnO
4
, COD
5 PT Misung I
zat organik KMnO
4
, biru methylen, COD
zat organik KMnO
4,
COD, Phenol zat organik KMnO
4
, COD
6 PT Fucolor
Chemical Industry
- seng, phenol
zat padat terlarut, zat organik KMnO
4
, COD, BOD
7 PT Tirta Cipta
Busana zat padat terlarut, zat
organik KMnO
4
, COD zat padat terlarut,
COD zat padat terlarut
Sumber: diolah
Berdasarkan Tabel 16 dan 17 terlihat bahwa kualitas limbah cair yang tidak memenuhi baku mutu berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta No. 582
Tahun 1995 adalah: 1. Limbah cair yang diambil dari pencucian container PT Glorious Interbuana
karena zat padat terlarut, senyawa biru methylen, zat organik, BOD dan COD di atas baku mutu.
2. Limbah cair yang diambil di pencucuian kontainer PT Dwipa Kharisma Mitra, karena seng, phenol, zat organik, BOD, dan COD di atas baku mutu.
3. Limbah cair yang diambil di pencucuian kontainer PT Multicon Indrajaya Terminal, karena zat padat terlarut, zat organik, BOD dan COD di atas baku
mutu. Dari Tabel 16 dan 17 terlihat bahwa parameter yang cukup penting untuk
diperhatikan adalah konsentrasi padatan terlarut TDS padatan tersuspensi TSS, nitrit, zat organik dan nilai COD dalam limbah cair.
91
Tabel 17. Hasil pengujian limbah cair dari perusahaan di kawasan PT KBN UUK Cakung tahun 2008
Hasil Pengujian No Parameter Satuan
Baku Mutu
1 2 3 4 5 6 7 A Fisik
1 Suhu
o
C 38 34,3
36,6 30,0
29,8 30,0
29,8 30,2
32,7 27
27,6 30,2
33,3 30,2
33,7 2
Zat padat terlarut mgl
1000 1.752,0
2916,0 2916,0
1.450,0 612,0
2740,0 1190,0 3 Zat
padat tersuspensi
mgl 100 25,5 153,0 153,0 61,5 5,0 72,0
23,5
B Kimiawi
4 Air
Raksa mgl
0,002 Tt tt tt tt tt tt tt
5 Amonia mgl-N 5,0 0,4162 2,0930
2,0930 0,5057 0,2925 2,183
0,5554 6
Arsen mgl
0,1 Tt tt tt tt tt tt
Tt 7 Besi
mgl 5,0 0,39 0,07 0,07
tt 0,49 0,86 Tt
8 Flourida mgl
2,0 0,9399 0,6571 0,6571
1,4572 0,1687 0,9387
1,4566 9
Kadmium mgl
0,05 Tt tt tt tt tt tt
Tt 10 Cl
2
Bebas mgl-Cl
2
1,0 -- -- -- -- -- -- --
11 Cr
Terlarut mgl
0,5 Tt tt tt tt tt tt
Tt 12 Cr
6+
mgl-Cr
6+
0,1 Tt tt tt tt tt tt
tt 13 Nikel
mgl 0,1
Tt 0,04
0,04 tt
tt tt
tt 14 Nitrat
mgl-N 10,0 0,0056 0,0071 0,0071
0,0007 0,0003 0,0325 0,0013 15 Nitrit
mgl-N 1,0 0,4162 7,3018
7,3018 0,2837 0,089 0,5380 6,3425
16 pH --
6 - 9 8,78
7,65 7,65
7,94 3,43
8,06 8,79
17 Seng mgl
2,0 0,86
0,29 0,29
tt 0,45
0,21 tt
18 Sulfida
mgl-S 0,05
Tt tt tt tt tt tt tt
19 Tembaga
mgl 1,0
Tt tt tt tt tt 0,03
tt 20
Timbal mgl
0,1 Tt tt tt tt tt tt tt
21 Mangan
mgl 2,0 0,13 0,17 0,17 0,1 0,14
0,17 tt 22
Phenol mgl 0,5
Tt 0,035 0,035 0,137 0,043 0,078 0,050
23 Minyak dan
Lemak mgl 5,0 0,269 0,104 0,104 0,169 0,080 0,059
0,101 24 Biru
Methylen mgl
1,0 1,151
tt tt
1,42 tt
1,41 tt
25 Cyanida mgl
0,05 0,018 0,007 0,007 0,019 tt
0,016 0,008 26 Zat
Organik KMnO
4
mgl 85,0 208,56 66,36 66,36 94,84 290,72 154,84 48,48
27 BOD
mgl 75,0 56,29 24,19 24,19 71,1 --
79,0 11,36 28 COD
Biochromat mgl 100,0 532,0 76,0 76,0 106,4 608,0 608,0
60,80
Sumber: PT KBN 2007 dan 2008 Keterangan: tt = Tidak Terdeteksi, -- = Tidak Diperiksa
Keterangan: 1: PT Hansnesia Dyeing; 2: PT Dalim Fideta; : PT Misung I; 4: PT Indowash; 5: PT Tinta; 6: PT Hua Sin; 7: PT Fucolor.
Padatan terlarut yang terdapat pada limbah cair industri terutama yang berasal dari PT Hanesia Dyeing, PT Dalim Fideta dan PT Misung, PT Indowash,
PT Hua Sin dan PT Fucolor berada jauh di luar batas ambang yang ditentukan,
92 sehingga limbah cair dari ke dua perusahaan ini akan masuk ke dalam badan air
dan menyumbang padatan terlarut ke dalam badan air tersebut dalam jumlah yang banyak. Padatan terlarut pada dasarnya didominasi oleh bahan-bahan
anorganik yang dapat larut dalam air, bahkan banyak diantara bahan-bahan tersebut yang masuk ke dalam limbah B3 Saeni, 1989. Kondisi ini akan sangat
merugikan ekosistem penerimanya karena padatan terlarut di perairan dapat dikatakan tidak bisa dipisahkan dari air, sehingga akan menurunkan produktivitas
perairan serta dapat membahayakan kesehatan organisme yang hidup di dalam ekosistem perairan tersebut Alabaster dan Lloyd, 1980.
Padatan tersuspensi yang terdapat pada limbah cair industri terutama yang beasal dari PT Dalim Fideta dan PT Misung berada di luar batas ambang
yang ditentukan, sehingga limbah cair dari ke dua perusahaan ini akan masuk ke dalam badan air dan menyumbang padatan tersuspensi ke dalam badan air
tersebut. Hal tersebut akan sangat merugikan ekosistem penerimanya karena padatan tersuspensi di perairan akan menurunkan nilai guna perairan tersebut,
yakni akan menurunkan produktivitas perairan Alabaster dan Lloyd, 1980. Hal ini sesuai dengan pendapat Wardoyo 1981 yang mengatakan bahwa padatan
tersuspensi sangat mempengaruhi penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan, sehingga mempengaruhi proses pada perairan tersebut, sehingga akan
mengurangi daya pemurnian alami dengan mengurangi proses fotosintesis dan menutupi organisme dasar.
Parameter yang ada pada limbah jauh di atas ambang batas adalah COD yang terjadi pada limbah dari PT Hanesia dyeing, PT Indowash, PT Tirta Busana
dan PT Hua Sin. Hal ini memperlihatkan bahwa pada limbah ke empat perusahaan tersebut terdapat bahan organik yang sifatnya sulit untuk diuraikan
secara biokimia sehingga untuk penguraiannya diperlukan senyawa permanganat atau dikromat sebagai oksidator. Hal ini sesuai dengan pendapat
Turk and Turk 1984 yang menyatakan bahwa beberapa bahan organik seperti hidrokarbon klorida yang dihasilkan dalam proses industri tidak dapat digunakan
sebagai makanan oleh bakteri sehingga tidak teroksidasi dan tidak terakamodasi oleh nilai BOD. Hal ini mengakibatkan uji COD umumnya menghasilkan nilai
kebutuhan oksigen yang lebih tinggi dari uji BOD karena jumlah senyawa kimia yang dapat dioksidasi lebih besar dibandingkan oksidasi secara biologis
Achmad, 2004. Nilai COD pada keempat perusahaan tersebut di atas yang jauh di atas baku mutu yang diperbolehkan cukup menhkhawatirkan, karena
93 limbah tersebut sudah diolah terlebih dahulu, sehingga akan langsung masuk ke
dalam badan air penerimanya dan menyumbang bahan organik sulit urai dalam jumlah yang banyak.
Parameter yang ada pada limbah jauh di atas ambang batas adalah nitrit yang terjadi pada limbah dari PT Dalim Fidela, PT Misung dan PT Fucolor. Hal
ini memperlihatkan bahwa pada limbah ke tiga perusahaan tersebut terdapat bahan organik yang cukup banyak dan kondisinya anaerob minim atau bahkan
tidak ada oksigen. Hal ini sesuai dengan pendapat Novotny and Olem 1994
bahwa keberadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya proses perombakan bahan organik secara biologis dengan kadar oksigen terlarut sangat rendah;
dalam hal ini nitrit bersifat tidak stabil sehingga jika di perairan terdapat oksigen, maka nitrit akan langsung berubah menjadi nitrat. Selain pada ketiga
perusahaan tersebut, nitrit juga didapatkan pada limbah ke empat perusahaan lainnya. Walau konsentrasi nitrit pada keempat perusahaan tersebut dibawah
bakumutu, namun ketujuh perusahaan yang disampling air limbahnya ini memasukkan limbah tersebut ke dalam badan air penerimanya. Padahal kondisi
arus di badan air penerima relatif stagnan, sehingga akan sangat membahayakan ekosistem badan air penerimanya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Boyd 1990 yang mengatakan bahwa nitrit dikategorikan gas beracun yang dapat mengakibatkan terjadinya kematian masal pada organisme yang
hidup di dalamnya. Zat organik yang terdapat pada limbah cair industri terutama yang berasal
dari PT Hanesia Dyeing, PT Indowash, PT Tirta Busan, PT Hua Sin dan PT Fucolor berada jauh di luar batas ambang yang ditentukan, sehingga limbah cair
dari perusahaan-perusahan tersebut di atas akan masuk ke dalam badan air dan menyumbang zat organik sulit terurai ke dalam badan air tersebut dalam jumlah
yang banyak Saeni, 1989. Menurut Alabaster dan Lloyd 1980 kondisi ini akan sangat merugikan ekosistem penerimanya karena zat organik di perairan harus
diuraikan, dan untuk penguraiannya dibutuhkan oksigen dalam jumlah yang banyak, sehingga mengakibatkan oksigen terlarut pada badan air penerimanya
habis Tabel 13. Berdasarkan hasil analisis terhadap logam berat memperlihatkan bahwa
keberadaannya dalam limbah yang dihasilkan perusahaan-perusahaan di PT KBN tidak terlalu signifikan. Hal ini disebabkan sebagian besar pabrik di dalam
kawasan PT KBN merupakan pabrik garmen yang menghasilkan limbah berupa
94 potongan kain dan limbah air domestik. Namun demikian mengingat sifatnya
yang akumulatif dan dapat menimbulkan bahaya hingga pada kesehatan manusia Jorgensen dan Johnsen, 1989, maka logam berat yang ada pada
limbah industri di Kawasan PT KBN harus dicermati lagi secara lebih seksama. Berdasarkan hasil analisis terhadap kualitas limbah cair di PT KBN,
didapatkan hasil bahwa dari tujuh unit usaha di kawasan PT KBN yang diperikasa kualitas limbahnya, ternyata ketujuh sample perusahaan tersebut
limbah cair yang dihasilkannya tidak memenuhi baku mutu lingkungan, padahal lima dari ketujuh perusahaan tersebut sudah memiliki IPAL. Berdasarkan hal
tersebut maka diperlukan upaya lain dan teknologi yang lebih canggih untuk menekan bahan-bahan pencemar tersebut sehingga berada di bawah baku mutu
yang telah ditetapkan. Adapun upaya yang dapat dilakukan diantaranya adalah: 1. Melakukan pengolahan secara komunal dari limbah kakus, sehingga tidak
akan menimbulkan pencemaran biologi bakteri fecal coli dan total coliform,
dan memanfaatkannya menjadi gas bio, sehingga akan dihasilkan gas untuk berbagai keperluan PT KBN dan hasil pengolahannya dapat dimanfaatkan
menjadi pupuk organik. 2. Melakukan pengolahan dari limbah cair yang berasal dari penggunaan
domestik, hingga limbah domestik cair ini dapat dimanfaatkan kembali untuk keperluan domestik ataupun keperluan lainnya
3. Melakukan pengolahan terhadap limbah cair industri dengan teknologi- teknologi yang memungkinkan sangat tereduksinya bahan pencemar, hingga
limbah industri cair ini dapat dimanfaatkan kembali untuk keperluan industri ataupun keperluan lainnya
4. Melakukan pemisahan limbah B3 dari limbah industri dengan teknologi tertentu secara rutin, sehingga limbah B3 terpisah dari limbah lainnya,
selanjutnya limbah B3 tersebut secara rutin harus di kirim ke perusahaan pengolah limbah, seperti PPLI.
3. Kualitas Udara bebas
Kualitas udara merupakan salah satu komponen penting yang mempengaruhi kesehatan dan keberlanjutan suatu aktivitas usaha. Penilaian
kualitas udara di sekitar kawasan PT KBN menggunakan beberapa parameter baku mutu yang dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu parameter fisik dan
kimia udara. Parameter fisik antara lain adalah debu, suhu, kelembaban dan arah
95 angin serta kecepatan angin. Sedangkan parameter kimia udara antara lain:
sulfur dioksida SO
2
, karbón monoksida CO, nitrogen oksida NO
x
, Ozon O
3
, timah hitam Pb, dan H
2
S. Pada tahun 1992 Kantor Menteri Lingkungan Hidup dengan Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan-nya mulai mengembangkan sebuah program nasional mengendalikan pencemaran udara. Program ini diberi nama Program
Langit Biru PLB. PLB ini dibagi atas dua bagian. Bagian pertama adalah PLB- Sumber Bergerak, sedangkan bagian kedua dari PLB diberi nama PLB-Sumber
tidak Bergerak. Dalam pelaksanaannya PLB diharapkan dapat menjadi payung bagi program dan aktivitas yang dilakukan oleh berbagai instansi, seperti
Pemerintah Daerah, Departemen Perindustrian, dan Departemen Perhubungan, dengan tujuan mengontrol pencemaran udara.
Berdasarkan hasil pengukuran parameter kualitas udara bebas di sekitar kawasan KBN pada 3 periode yang berbeda, dapat diketahui bahwa kualitas
udara di kawasan KBN masih di bawah atau memenuhi baku mutu udara Balai TKLPPM, 2007. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar aktivitas perindustrian
di kawasan PT KBN tidak berbasis pada industri penghasil asap. Menurut Bintarto 1983 bahwa pencemaran udara yang terjadi di kota-kota besar
sebagian besar berasal dari aktivitas transportasi, terutama berupa asap dan debu.
Kualitas udara dalam kawasan relatif cukup terkendali. Hasil pengukuran di semua lokasi pengambilan sampel menunjukkan bahwa semua parameter
memenuhi baku mutu sesuai SK Gub.DKI No.551 2001. Hasil pemeriksaan terhadap air limbah menunjukkan bahwa: Limbah cair produksi dari 7 investor,
yaitu PT Hansnesia, PT Dalim Fideta, PT Misung, PT Tirta, PT Indowash Puspita, PT Hua Sin dan PT Fucolor, menunjukkan hasil yang belum memenuhi
baku mutu sesuai SK Gub No. 582 1995, walaupun 5 investor tersebut telah memiliki instalasi pengolahan air limbah IPAL yaitu PT Hansnesia, PT Misung,
PT Tirta, PT Indowash Puspita dan PT Hua Sin. Berdasarkan hasil pengukuran parameter kualitas udara bebas di sekitar
kawasan PT KBN pada 3 priode yang berbeda, dapat diketahui bahwa kualitas udara di kawasan KBN masih dibawah atau memenuhi baku mutu udara. Hal ini
dimungkinkan karena sebagian besar aktivitas perindustrian di kawasan KBN tidak berbasis pada industri pengehasil asap. Pencemaran udara sebagian
besar berasal dari aktivitas transportasi, terutama berupa asap dan debu.
96
Tabel 18. Kualitas udara bebas di kawasan PT KBN Cakung
Hasil Pengujian No Parameter Satuan
Baku Mutu
Juli 2007 Des. 2007
Ags. 2008
1 Sulfur Dioksida SO
2
µgNm
3
260 72,04
121,53 171,78 2 Carbon Monoksida
CO µgNm
3
9.000 2004,09
1145,19 122,53
3 Nitrogen Oksida NO
x
µgNm
3
92,5 39,99
58,65 104,08 4 Oksidan
O
3
µgNm
3
200 61,47
117,06 52,29 5 Debu
TSP µgNm
3
230 219,19
190,55 205,07 6 Timah
Hitam Pb
µgNm
3
2 0,03
0,03 0,03
7 H
2
S µgNm
3
- 1,96
2,42 0,09 8 Suhu
o
C - 31,00
34,75 32,70
9 Kelembaban -
71,00 54,25
52,95 10 Kecepatan Angin
ms -
1,82 1,45
1,82 11 Arah Angin
- -
Selatan Ke Timur
Ke Barat
Sumber: PT KBN 2007 Hasil pengukuran udara bebas yang diambil di Jl. Madiun antara PT Dua
Kuda+ ABCO Kawasan PT KBN Marunda, Jl. Pontianak PT Megsales. Dermaga PT KBN, Jl. Jayapura dekat PT Asianagro, Jl. Semarang dekat PT Hargas, C4
kawasan PT KBN Marunda, samping lapangan bola Warga Sarangan Bango Marunda telah memenuhi baku mutu berdasarkan Kep. Gub. DKI Jakarta No.
551 Tahun 2001 Berdasarkan data lingkungan yang ada di PT KBN memperlihatkan
bahwa pada tahun 2004 dan 2005 terjadi peningkatan konsentrasi debu sampai jauh diatas baku mutu dari arah Jalan Jawa menuju ke pintu utama, namun dari
pintu utama, baik ke arah utara maupun ke arah selatan terjadi penurunan kembali Gambar 11. Namun demikian tingkat kebisingan di kawasan PT KBN
tersebut pada tahun yang sama masih di bawah baku mutu. Terjadinya pencemaran udara dan kebisingan tersebut akan menyebabkan gangguan
kesehatan terhadap karyawan, masyarakat maupun lingkungan sekitarnya. Sebagai upaya untuk mengurangi dan mencegah pencemaran udara dan
kebisingan maka perlu dilakukan meningkatkan kegiatan penghijauan di parkiran dan pinggir jalan, penyiraman badan jalan secara rutin, menjaga kebersihan bak
sampah, menggunakan sistem peredam kebisingan, dan menyediakan alat penutup mulut dan hidung.
97 Hasil penilaian tersebut sejalan dengan penelitian Firmansyah 2007
bahwa Jakarta memiliki tingkat pencemaran debu rata-rata setiap tahunnya mencapai 270 mgm
3
, sementara itu ambang toleransi pencemaran debu rata- rata per tahun menurut standar Indonesia adalah 90 mgm
3
. Rata-rata per tahun ambang pencemaran timah hitam mencapai 2 mgm
3
, sementara batas toleransinya hanya 1 mgm
3
. Juga nitrogen dioksida rata-rata per tahunnya dapat mencapai 250 mgm
3
, sementara batas toleransinya adalah 100 mgm
3
Firmansyah, 2007.
100 200
300 400
500 600
K ons
e n
tr a
s i D
e bu
m g
N m
3
Jl. Madura Jl. Jawa
Pintu Utama
Sebelah Selatan
Sebelah Utara
Lokasi Pengukuran
Baku Mutu Parameter Debu
Gambar 12. Konsentrasi debu di kawasan PT KBN Cakung PT KBN Cakung, 2007
Pencemaran udara dan kebisingan yang ditandai dengan menurunya kualitas udara yang diakibatkan dari lalu lintas kendaraan pengangkut matrial,
pengoprasian genset, pengelolaan bak sampah dan kegiatan tiap unit usaha yang mengeluarkan gas dan debu. Penurunan kualitas udara tersebut dapat
diukur menggunakan baku mutu udara SO
2
, CO, H
2
S, NO
x
dan debu sesuai dengan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No 551 Tahun 2001.
4. Kebisingan
Kebisingan merupakan salah satu bentuk pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh suara dengan mengukur intensitas gelombang suara.
Kebisingan pada kawasan industri dapat berasal dari aktivitas transportasi, pabrik, atau suara masyarakat dari masyarakat yang melakukan aktivitas di
kawasan tersebut.
98 Meskipun pengaruh suara dengan kebisingan banyak kaitannya dengan
faktor-faktor psikologis dan emosional, ada kasus-kasus dimana akibat-akibat serius seperti kehilangan pendengaran terjadi karena tingginya tingkat
kenyaringan suara pada tingkat tekanan suara berbobot A dan karena lamanya telinga terpajan terhadap kebisingan itu. Baku tingkat kebisingan adalah batas
maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia
dan kenyamanan lingkungan KepMenLH No.48 Tahun 1996. Polusi suara atau kebisingan dapat didefinisikan sebagai suara yang tidak
dikehendaki dan mengganggu manusia, sehingga seberapa kecil atau lembut suara yang terdengar, jika hal tersebut tidak diinginkan maka akan disebut
kebisingan. Alat standar untuk pengukuran kebisingan adalah sound level meter
SLM. SLM dapat mengukur tiga jenis karakter respon frekuensi, yang ditunjukkan dalam skala A, B, dan C. Skala A ditemukan paling mewakili
batasan pendengaran manusia dan respons telinga terhadap kebisingan, termasuk kebisingan akibat lalu lintas, serta kebisingan yang dapat menimbulkan
gangguan pendengaran. Skala A dinyatakan dalam satuan dBA Setiawan, dkk., 2001.
Berdasarkan hasil pengukuran kebisingan yang dilakukan pada beberapa tempat di sekitar kawasan KBN dalam 2 periode berbeda, dihasilkan bahwa
secara umum tingkat kebisingan di kawasan KBN masih di bawah baku mutu kebisingan. Kecuali lokasi depan pintu KBN dan depan PT Hanin yang sudah
sedikit melebihi baku mutu kebisingan, masing-masing 73,4 dBA dan 71,7 dBA. Menurut Buchari 2007, jenis kebisingan yang terjadi di kawasan PT
KBN termasuk pada kebisingan dengan klasifikasi bising terputus-putus intermitten, yaitu bising yang tidak terjadi secara terus menerus melainkan
kebisingan yang dalam satu periode waktu terdapat periode tenang.
99
Gambar 13. Tingkat kebisingan di kawasan PT KBN Cakung PT KBN, 2008 Hasil pengukuran terhadap kebisingan yang diambil di Jl. Madiun antara
PT Dua Kuda + ABCO kawasan KBN Marunda, Jl. Pontianak PT Megsales. Dermaga PT KBT, Jl. Jayapura dekat PT Asianagro, Jl. Semarang dekat PT
Hargas, C4 kawasan KBN Marunda, Camping lapangan bola warga Sarangan Bango Marunda telah memenuhi baku mutu berdasarkan Kep. Gub.DKI Yakarta
No. 551 Tahun 2001. sedangkan yang diambil di Dermaga PT KBT tidak memenuhi baku mutu.
Tabel 19. Tingkat kebisingan di kawasan PT KBN tahun 2007 – 2008
Waktu Lokasi Hasil
Uji dBA
Baku Mutu dB A
7-12-2007 Jam: 10.55 wib
Samping PT Chunji
61,5 7-12-2007
Jam: 12.00 wib Jl. Irian Depan PT
Sapta Satria Kencana
60,0 7-12-2007
Jam: 13.30 wib Depan PT
Fotexco 62,0
11-08-2008 Jam: 12.25 wib
Depan Pintu KBN 73,4
11-08-2008 Jam: 10.00 wib
Samping PT harapan Busana
APPAREL 64,3
11-08-2008 Jam: 11.05 wib
Depan PT Hanin Nusa Mulya
71,7 11-08-2008
Jam: 14.05 wib Jl. Irian, POND
Blok E 63,4
SK Gub. DKI No 551 tahun 2001:
Perumahan dan Pemukiman: 55
Perdagangan Jasa: 70 Kawasan
Niaga: 65
Perkantoran: 50
Ruang Terbuka Hijau: 50 Kawasan Industri: 70
Pemerintahan dan Fasum: 60
Rekreasi: 70
Sumber: Balai TKLPPM 2007 dan Balai TKLPPM 2008
20 40
60 80
Ti ngk
a t K
e bi
s in
g a
n dB
Lokasi Pengukuran
Series1 61.5
60 62
73.4 64.3
71.7 63.4
PT Chunji
PT Sapta
PT Fotexc
Pintu KBN
PT H. B.
PT Hanin
POND Blok E
BML: 70 dB
100 Tingginya tingkat kebisingan di Pintu KBN karena lokasi tersebut
merupakan jalur keluar masuk kendaraan perusahaan yang ada di kawasan KBN dan lokasi merupakan jalan persimpangan dengan jalan umum. Artinya bawa
kebisingan di depan Pintu KBN disebabkan oleh aktivitas transportasi baik kendaraan perusahaan maupun kendaraan umum. Sedangkan kebisingan di
depan PT Hanin lebih disebabkan oleh aktivitas pabrik karena suara mesin pencuci. Mengingat kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak diinginkan,
mengganggu, mempunyai sumber dan menjalar melalui media perantara Hadjar 1971; Lipscomb 1978. Maka tingkat kebisingan di pintu PT KBN akan
mengakibatkan terganggunya masyarakat yang berada disekitar pintu KBN dan PT Hanin. Hal ini sesuai dengan pendapat Canter 1985 yang mengatakan
bahwa bising merupakan bunyi yang tidak diinginkan, karena terjadi pada saat dan tempat atau keadaan yang tidak sesuai.
Menurut Rahman 1990, jenis-jenis kebisingan yang sering dijumpai menurut sifat suaranya dibagi menjadi beberapa macam, yakni:
1 Kebisingan kontinu yaitu kebisingan dimana fluktuasi dari intensitasnya tidak lebih dari 6dB dan tidak terputus-putus. Kebisingan ini dibedakan menjadi
dua yaitu: a Wide spectrum adalah kebisingan dengan spektrum frekuensi
yang luas, seperti suara kipas angin, suara mesin tenun dan b Narrow
spectrum adalah kebisingan dengan spektrum sempit seperti suara sirine, generator, gergaji sirkuler.
2 Kebisingan yang terputus-putus
intermittent adalah kebisingan yang berlangsung secara tidak terus menerus, misalnya: lalu lintas kendaraan
bermotor, kereta api, kapal terbang. 3 Kebisingan impulsif sesaat
impulsive noise adalah kebisingan dengan intensitas yang agak cepat berubah, misalnya: pukulan palu, tembakan
meriam, ledakan bom. 4 Kebisingan impulsif yang berulang, sebagai contoh adalah kebisingan yang
ditimbulkan oleh mesin tempa pada pemancangan tiang beton. Berdasar klasifikasi tersebut, maka kebisingan yang terjadi di pintu KBN
merupakan kebisingan yang terputus-putus, tergantung pada ada tidaknya kendaraan yang melintas keluar dan masuk ke kawasan PT KBN. Oleh
karenanya maka gangguan pada masyarakat sekitar akan sangat tergantung pada jumlah industri yang beroperasi di kawasan PT KBN. Dalam hal ini
semakin banyak industri yang beroperasi di PT KBN, maka semakin sering
101 frekuensi kebisingan dan akan semakin tinggi gangguan terhadap masyarakat
sekitar akibat terjadinya kebisingan. Berdasarkan hal ini maka PT KBN harus selalu memperhatikan jumlah industri yang beroperasi di Kawasan PT KBN. Hal
ini sejalan dengan pernyataan Eskeland et al. 1991 bahwa dampak dari
pembangunan tidak berwawasan lingkungan akan mengakibatkan kerusakan dan penurunan daya dukung lingkungan, dan pada akhirnya masyarakatlah
yang akan menanggung dampaknya. Kebisingan yang terjadi di kawasan PT KBN seperti yang terjadi di PT
Hanin merupakan kebisingan dengan spektrum frekuensi yang luas. Kondisi ini tidak saja akan berakibat pada para pekerja yang bekerja di perusahaan
tersebut, namun juga akan mengganggu masyarakat yang ada di sekitarnya. Adapun gangguan yang akan muncul akibat kebisingan ini pada umumnya akan
terjadi pada telinga, yakni salah satu organ vital manusia yang berfungsi sebagai organ pendengaran. Mengingat telinga merupakan organ pendengaran yang
bersifat sensitif, maka berbagai upaya secara langsung perlu dilakukan untuk meminimalkan pengaruh suara dengan intensitas yang melebihi batas ambang,
sehingga kesehatan telinga akan selalu terjaga, terutama bagi karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut. Untuk itu maka hal yang harus dilakukan untuk
mencegah hal tersebut adalah mencoba melakukan berbagai upaya di lingkungan perusahaan, misalnya dengan memasang peredam suara, sehingga
suara yang dihasilkan dapat diminimalkan dan berada di bawah ambang batas yang sudah ditentukan. Dan khusus untuk karyawan, idealnya perusahaan
melengkapi peralatan operasi, khususnya yang dapat digunakan untuk melindungi alat pendengar para karyawan yang bekerja di dalamnya.
PT KBN merupakan kawasan industri yang menampung ratusan pekerja. Kondisi kawasan seharusnya dapat memenuhi standar keselamatan pekerjanya.
Terkait dengan faktor kebisingan maka pihak manajemen PT KBN seharusnya memperhatikan bahwa jika tingkat kebisingan dapat mempengaruhi kinerja
karyawan. Gangguan itu berupa fisik, psikologis,komunikasi, keseimbangan dan pendengaran Buchari, 2007.
Demi menjaga keselamatan kerja pekerja, maka dalam Keputusan Menteri RI No.511999 dan Menteri Kesehatan RI No 1405 Tahun 2002 salah
satunya menyebut bahwa tenaga kerja tidak boleh beraktiftas di dekat sumber kebisingan lebih dari delapan jam. Selain itu, agar kebisingan tidak mengganggu
kesehatan atau membahayakan perlu diambil tindakan seperti penggunaan
102 peredam pada sumber bising, penyekatan, pemindahan, pemeliharaan,
penanaman pohon, pembuatan bukit buatan ataupun pengaturan tata letak ruang dan penggunaan alat pelindung diri sehingga kebisingan tidak
mengganggu kesehatan atau membahayakan.
5. Sanitasi dan Estetika Lingkungan
Penurunan sanitasi dan estetika lingkungan disebabkan oleh timbunan sampah dan limbah padat. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola PT
KBN serta berdasarkan laporan tahunan PT KBN 2007, jumlah rata-rata sampah yang dihasilkan KBN UUK Cakung sebesar 785.000 m
3
bulan, namun 90 sampah tersebut merupakan sampah yang masih memiliki nilai ekonomis,
sehingga masih dapat dimanfaatkan. Berbeda dengan sampah bekas industri garmen, sampah bekas pembungkus makanan karyawan mengindikasikan
belum tertangani dengan baik. Hal ini terlihat dari hasil survai yang dilakukan selama penelitian ini yang memperlihatkan bahwa sampah bekas bungkus
makanan karyawan mengotori lingkungan hingga ke sepanjang drainase Gambar 14. Berdasarkan pengamatan di lapang memperlihatkan bahwa
sebagian besar sampah tersebut dihasilkan dari industri garment dan bungkus
nasi karyawan. Dalam menangani masalah tersebut, PT KBN selalu berupaya untuk mengurangi dan mencegah penurunan sanitasi dan estetika lingkungan
dengan cara melakukan pembersihan rutin, penataan lokasi makan dan pembuangan sampah bekas makan.
Gambar 14. Limbah di sekitar drainase di kawasan PT KBN
103 Dari hasil wawancara dengan pengelola dan masyarakat sekitar juga
mengindikasikan bahwa setelah PT KBN dibangun terdapat peningkatan air larian permukaan. Meningkatnya air larian permukaan
runoff atau limpasan air hujan disebabkan oleh semakin meningkatnya upaya aspalisasi atau betonisasi
oleh pihak unit usaha atau KBN, rendahnya dataran kawasan KBN dari permukaan laut dan penyempitan Sungai Cakung akibat sedimentasi yang
sangat tinggi sehingga pada saat curah hujan tinggi air tidak bisa bergerak ke laut dan menyebabkan banjir disekitar kawasan KBN.
Berdasarkan data meteorologi tahun 2007, memperlihatkan bahwa dengan curah hujan ± 340mmhari pada bulan Februari tahun 2007 limpasan air
permukaan di kawasan KBN Cakung cukup besar sehingga tidak dapat lagi ditampung oleh sungai yang ada di kawasan KBN Cakung; sedangkan pada
tahun 2002 dengan curah hujan ±230mmhari ketinggian air hanya 30 cm. Dalam rangka menanggulangi dan mencegahnya maka PT KBN di Cakung
melakukan pembuatan drainase ditepi-tepi jalan serta pembuatan dua kolam ponds dengan volume masing-masing 14.544 m
3
yang terletak di sisi utara untuk menampung limpasan air hujan.
Berdasarkan survai selama penelitian memperlihatkan bahwa ke dan dari kawasan PT KBN terdapat arus transportasi yang tinggi, sehingga dapat
mengganggu lalulintas sekitar kawasan PT KBN. Hal ini disebabkan gangguan lalu lintas akan berdampak terhadap kelancaran aktivitas masyarakat sekitar,
karyawan maupun tamu PT KBN. Bahkan menurut masyarakat yang bertempat tinggal di kawasan PT KBN memperlihatkan bahwa gangguan lalulintas ini terjadi
setelah kawasan PT KBN beroperasi, dan dari hasil pemantauan terhadap lalulintas memperlihatkan bahwa gangguan lalulintas yang paling tinggi terjadi
terutama pada kegiatan lalu lintas di kawasan UUK Cakung, yang mempunyai rasio kendaraan pada
peak day hingga 0,86. Adapun lokasi yang paling sering mengalami gangguan terjadi di sekitar pintu keluar dan masuk kawasan. Namun
demikian dari wawancara yang dilakukan terhadap pengelola PT KBN memperlihatkan bahwa PT KBN sudah melakukan berbagai upaya untuk
menanggulangi hal tersebut. Upaya pengelolaan untuk mengurangi gangguan lalulintas yang dilakukan PT KBN adalah melakukan pengelolaan lalulintas
secara terpadu bersama pengelola unit usaha, membuat peraturan lalu lintas serta menyediakan taman parkir.
104 Berdasarkan hasil wawancara dengan karyawan dan pengelola PT KBN
mengindikasikan bahwa ada kecenderungan terjadi penurunan kesehatan dan keselamatan kerja K3 di PT KBN. Di lain pihak, penurunan kesehatan dan
keselamatan kerja K3 ini dapat berdampak pada penurunan produktivitas karyawan serta produktivitas unit usaha. Adapun penyebab dari penurunan
kesehatan dan keselamatan kerja ini adalah kurangnya disiplin karyawan tiap unit usaha dalam menerapkan peraturan K3. Penurunan tersebut dapat terlihat
dari jumlah atau frekuensi kecelakaan kerja pada priode tertentu di kawasan UUK Cakung. Dalam rangka meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja
karyawan, maka PT KBN telah mewajibkan pada investor untuk mengutamakan kesehatan dan keselamatan kerja para karyawan dengan meningkatkan fasilitas
K3 pada setiap unit usaha.
5.2. Status Keberlanjutan Pengelolaan Lingkungan PT KBN