45 informasi sebelum tindakan kebijakan dilakukan. Analisis retrospektif, sebaliknya
berkaitan dengan produksi dan transformasi informal setelah tindakan kebijakan dilakukan. Sedangkan analisis terintegrasi adalah analisis kebijakan yang
secara utuh mengkaji seluruh daur kebijakan dengan menggabungkan analisis prospektif dan retrospektif.
2.5 Hasil-hasil Penelitian yang Relevan
Kebijakan pengelolaan lingkungan kawasan telah diteliti oleh beberapa peneliti baik di kawasan industri maupun pada kawasan pesisir. Hasil-hasil
penelitian yang relevan dengan kebijakan pengelolaan lingkungan kawasan antara lain sebagai berikut.
Hasmanto 2001 meneliti tentang evaluasi keterkaitan pengembangan industri terhadap masalah kependudukan dan pencemaran lingkungan studi
kasus Kawasan Berikat Nusantara Cakung dan Marunda, Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang terkait dengan
perkembangan industri di dalam kawasan berikat nusantara KBN meliputi: a faktor industri, variabel jumlah industri akan mempengaruhi variabel laju
perkembangan polusi industri dan variabel ketersediaan kesempatan bekerja; b faktor kependudukan, variabel jumlah penduduk mempengaruhi variabel laju
perkembangan polusi domestik dan variabel permintaan akan kebutuhan perumahan; dan c faktor pencemaran, variabel tingkat polusi akan
mempengaruhi variabel tingkat kesehatan lingkungan. Selain itu tingkat pencemaran merupakan variabel kunci pada keterkaitan
pengembangan industri terhadap masalah kependudukan dan pencemaran lingkungan. Dengan mempertimbangkan tingkat pencemaran dan baku mutu
lingkungan, perkembangan industri di dalam kawasan berikat nusantara mencapai optimal pada tahun 2008, dengan jumlah industri sebesar 241 buah,
jumlah penduduk sebesar 163.941 jiwa, dan jumlah rumah sebesar 23.772 rumah. Laju pencemaran industri di sekitar KBN Marunda mempunyai
kecenderungan meningkat lebih besar dibandingkan dengan sekitar KBN Cakung. Dengan demikian tingkat pencemaran industri di KBN Marunda telah
melebihi baku mutu pada tahun 2008. Sumbangan tingkat pencemaran industri lebih di dominasi oleh tingkat pencemaran limbah cair seperti BOD dan COD.
Pencemaran domestik pada awalnya lebih didominasi oleh KBN Cakung, namun dari tahun ke tahun akan beralih ke sekitar KBN Marunda seiring dengan laju
46 perkembangan penduduk. Untuk menurunkan tingkat pencemaran industri,
maka perlu lebih mempertegas pelaksanaan pembangunan instalasi pengolahan air limbah IPAL, bagi investor yang melakukan pembangunan industri yang
menghasilkan limbah cair pada proses produksinya. Selain itu untuk mengantisipasi peningkatan pencemaran domestik diperlukan pengendalian arus
migrasi masuk ke sekitar Kawasan Berikat Nusantara Hasmanto, 2001. Suwandi 2007 meneliti tentang analisis pengembangan Kawasan
Pelabuhan Perikanan Kamal Muara dan Dadap dalam konteks pengelolaan wilayah pesisir terpadu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan
di masing-masing kawasan sejauh ini masih perlu dikoordinasikan secara terpadu, baik secara horizontal yang menyangkut masyarakat sekitarnya
maupun vertikal yang menyangkut pemerintah dan instansi lainnya, dengan tetap mewadahi aspirasi masyarakat lokal untuk menghindari terjadinya konflik
sosial. Daya tampung PPITPI Kamal Muara dapat ditingkatkan untuk menampung limpahan kapal dari PPI Muara Angke dan PPI Dadap. Konsep
pembangunan kawasan pesisir terpadu benar-benar harus diterapkan di kawasan perbatasan ini, dengan mengedepankan prinsip saling mendapat
keuntungan win-win solution. Tidak perlu dikembangkan suatu kegiatan yang sama di kedua kawasan perbatasan tersebut tetapi yang lebih baik adalah
kegiatan yang saling mendukung dan saling mengisi. Sjaifuddin 2007 meneliti tentang pengelolaan lingkungan wilayah pesisir
dan Laut Teluk Banten berkelanjutan. Hasil penelitian tersebut menunjukkkan bahwa model pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan Laut Teluk Banten
yang dirancang dengan mengintegrasikan kebijakan yang tepat, melalui pengembangan industri ramah lingkungan, insentif investasi, perlindungan fisik
habitat, pengelolaan sumber dampak dan pemberdayaan masyarakat, merupakan model yang implementatif dalam kaitannya dengan upaya
peningkatan pendapatan masyarakat dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan. Pengembangan industri dan insentif investasi berhasil
menciptakan banyak peluang kerja mencapai 189.282 jiwa. Perlindungan fisik habitat dan pengelolaan sumber dampak berhasil memberikan perlindungan
fungsi ekosistem secara optimal penutupan karang dan lamun dapat dipertahankan pada luasan 250 ha dan 370 ha; sedangkan penutupan mangrove
dapat ditingkatkan hingga mencapai luasan 292 ha. Pemberdayaan masyarakat memberikan akses yang lebih besar kepada masyarakat pesisir untuk
47 meningkatkan kesejahteraan melalui peningkatan pendapatan. Untuk
mengetahui kinerja sistem secara lebih dalam, perlu dirancang model pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan Laut Teluk Banten dalam konteks
yang lebih mikro melibatkan komponen sub model secara lebih terbatas tetapi dengan tinjauan yang lebih detail. Dengan model yang lebih mikro, alternatif
kebijakan yang diimplementasikan bisa lebih spesifik. Samawi 2007, meneliti tentang desain sistem pengendalian pencemaran
perairan pantai kota studi kasus perairan pantai Kota Makassar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban pencemaran terbesar yang masuk ke
Pantai Makassar adalah bahan organik dan padatan tersuspensi yang mengakibatkan terjadinya pencemaran pantai pada kategori ringan. Persepsi
dan partisipasi masyarakat dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar termasuk kategori tinggi. Kota Makassar mempunyai tiga
tipologi aliran beban limbah. Strategi yang diterapkan untuk menekan beban limbah agar sesuai baku mutu lingkungan secara komprehensif adalah 1
Pembangunan instalasi pengolahan air limbah pada muara kanal dengan kapasitas minimal 168.000 ton per tahun 2 Pengontrolan limbah dari kawasan
industri sesuai dengan baku mutu 3 Peningkatan partisipasi masyarakat dalam menanggulangi pencemaran pantai melalui pola hidup bersih dengan
menerapkan 4R reduce, reuse, recycle, dan replant. Kepada Pemerintah, pelaksanaan pengendalian pencemaran perairan pantai perlu melibatkan
berbagai stakeholders yang terkait agar lebih efektif. Marganof 2007, meneliti tentang model pengendalian pencemaran
perairan di Danau Maninjau Sumatera Barat. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kebijakan yang dapat diterapkan untuk menekan beban
limbah agar sesuai dengan baku mutu air yang diperuntukkan sebagai sumber air baku air minum berdasarkan prioritas adalah : 1 meningkatkan persepsi dan
pengetahuan masyarakat tentang dampak pencemaran perairan danau, 2 mengurangi laju pertumbuhan keramba jaring apung KJA; dan 3 menekan laju
pertumbuhan penduduk; dan 4 mengupayakan pembangunan instalasi pengolahan limbah rumah tangga tengki septik di sekitar danau. Pengendalian
pencemaran Danau Maninjau dapat dilakukan dengan strategi optimistik, namun perlu didukung oleh beberapa kebijakan beriupa 1 dukungan pemerintah untuk
membangun fasilitas pengolahan limbah cair penduduk dan pengadaan pakan yang rendah kandungan fosfornya serta infrastruktur penunjang lainnya,
48 2 peningkatan kesadaran, kepedulian serta tanggung jawab masyarakat
terhadap lingkungan dan 3 menyusun rencana strategis daerah khusus bidang pengelolaan sumberdaya alam.
Hasil penelitian El-Fadel et al. 2001 menunjukkan bahwa industri- industri di negara berkembang seperti Lebanon menghasilkan limbah padat
sebanyak 346.730 tontahun, limbah cair sebanyak 20.169.600 m
3
tahun, dan limbah B3 sebanyak 3000 - 15000 tontahun. Meskipun pertumbuhan sektor
industri di Lebanon memberi kontribusi secara signifikan terhadap perkembangan sosial ekonomi negara tersebut 17 dari produk domestik kasar, tetapi tanpa
adanya rencana pengelolaan lingkungan yang komprehensif, maka keberlanjutan perkembangan industri tidak dapat mencapai millenium yang akan datang.
Antisipasi ekspansi industri diperkirakan akan meningkatkan dampak negatif lingkungan yang berkaitan dengan aktivitas industri akibat peningkatan volume
limbah dan penanganan dan pembuangan limbah yang tidak tepat. Dampak- dampak negatif ini kemudian diperparah dengan kurangnya kerangka institusi,
minimnya hukum lingkungan dan kurangnya pemberdayaan peraturan tentang pengelolaan limbah industri.
Najm et al. 2002 menyimpulkan bahwa perhatian yang terus meningkat terhadap lingkungan serta pemulihan materi dan energi secara berangsur-angsur
mengubah orientasi pengelolaan dan perencanaan limbah padat. Dalam konteks ini, Najm et al. 2002 telah memperkenalkan model pengelolaan limbah padat
hemat biaya yang memperhitungkan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Model ini memperhitungkan laju penambahan limbah padat, komposisi,
pengoleksian, perlakuan, pembuangan serta dampak lingkungan potensil dari berbagai teknik pengelolaan limbah padat. Sementara untuk limbah cair, Al
Yaqout 2003 menyarankan kolam evaporasi sebagai solusi bagi pembuangan limbah cair industri di Kuwait yang memiliki iklim kering.
Pertumbuhan populasi yang pesat, serta perkembangan teknologi dan industri yang cepat mengakibatkan sejumlah besar masalah dan degradasi
lingkungan. Pengumpulan dan penanganan limbah cair perkotaan merupakan masalah kritis pada negara yang sedang berkembang seperti India
Muthukumaran 1
and Ambujam, 2003. Danau Chivero di Harare, India telah mengalami pencemaran serius
akibat besarnya volume buangan dari industri pengolahan air limbah di Harare dan kota tetangganya Chitungwiza. Danau ini juga menerima pencemaran dari
49 pertanian, limbah padat, dan industri. Hampir semua industri pengolahan limbah
di kawasan danau mengalami kelebihan beban dan seringkali tidak berfungsi. Keadaan ini diperparah oleh kekeringan setiap tahun, mengakibatkan akumulasi
nitrogen dan fosfor di danau tersebut. Dampak negatifnya terlihat pada kematian ikan secara periodik, blooming alga dan eceng gondok, serta penurunan
keanekaragaman biologis. Masalah lain adalah kesulitan pengolahan air minum dan pipa irigasi yang mampet.
Nhapi 2004 menyarankan bahwa untuk mengontrol muatan pencemaran dan untuk menghilangkan kontaminan yang telah terakumulasi selama bertahun-
tahun khususnya pengurangan aliran nutrien ke dalam danau di Danau Chivero, India, diperlukan pendekatan strategi 3 tahapan untuk pengelolaan air
limbah. Tahapan pendekatan ini meliputi: 1 pencegahanpenurunan pencemaran pada sumber, 2 treatment air penggunaan ulang, and 3 pembuangan dengan
stimulasi kapasitas purifikasi alami dari badan air penerima limbah. Ketiga tahapan ini harus dilakukan berdasarkan kronologis.
Lebih lanjut Nhapi 2004 menjelaskan bahwa pendekatannya difokuskan kepada pengolahan air limbah dan penggunaan ulang air danau secara
disentralisasi dan sentralisasi. Aggregasi dari pilihan-pilihan tahapan ini menghasilkan solusi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
Selain itu, hasil pengolahan tertier aliran buangan yang dibuang ke dalam Danau Chivero dapat juga mengurangi masa retensi hidraulik sampai kurang dari 5
tahun, sehingga meningkatkan pencucian nutrien. Oleh karena itu Nhapi 2004 menyimpulkan bahwa masalah kualitas dan kuantitas air Danau Chivero dapat
dikurangi secara signifikan melalui peningkatan pengelolaan air limbah yang dipadukan dengan pengendalian sumber pencemaran baik yang bersifat point
sources maupun non-point sources.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah PT Persero Kawasan Berikat Nusantara yang terdiri dari tiga tempat yaitu Wilayah Cakung, Marunda dan Tanjung Priok –
Jakarta Utara. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2008 sampai Agustus 2008.
3.2. Pendekatan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sistem partisipatif dengan menggunakan studi kasus di PT KBN. Pendekatan sistem
digunakan untuk merumuskan strategi dan rekomendasi pengembangan kawasan berikat nusantara secara berkelanjutan yang bersifat strategis, multi
aspek, melibatkan berbagai stakeholders, dan lintas sektor. Penelitian dimulai dengan menganalisis kondisi dan kualitas lingkungan
PT KBN. Kualitas lingkungan diperoleh berdasarkan laporan instansi terkait. Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi pengembangan PT KBN saat
ini yang direpresentasikan dengan menganalisis kualitas limbah cair unit IPAL dan menganalisis perilaku penduduk sekitar PT KBN. Tujuan analisis kualitas
limbah cair unit IPAL terpadu untuk melihat sampai sejauh mana pengolahan limbah yang dilakukan pihak pengelola kawasan yang mana unit IPAL
merupakan salah satu prasarana penunjang yang disediakan pengelola bagi pelaku industri.
Analisis kebutuhan dilakukan yaitu untuk mengetahui kebutuhan- kebutuhan dari stakeholders dalam pengembangan Kawasan Berikat Nusantara
secara terpadu yang berwawasan lingkungan, dan tidak tertutup kemungkinan adanya konflik kepentingan di antara stakeholders. Selanjutnya dilakukan
formulasi masalah antar kebutuhan stakeholders yang ada. Selanjutnya melakukan analisis terhadap status keberlanjutan
pengelolaan lingkungan kawasan PT KBN. Analisis terhadap status keberlanjutan kawasan dilakukan dengan mengkaji kondisi lima dimensi
pengelolaan lingkungan yakni dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, dan kelembagaan. Hasil analisis ini diperoleh faktor pengungkit keberlanjutan
pengelolaan lingkungan PT KBN untuk setiap dimensi. Faktor ini penting untuk