104 Berdasarkan hasil wawancara dengan karyawan dan pengelola PT KBN
mengindikasikan bahwa ada kecenderungan terjadi penurunan kesehatan dan keselamatan kerja K3 di PT KBN. Di lain pihak, penurunan kesehatan dan
keselamatan kerja K3 ini dapat berdampak pada penurunan produktivitas karyawan serta produktivitas unit usaha. Adapun penyebab dari penurunan
kesehatan dan keselamatan kerja ini adalah kurangnya disiplin karyawan tiap unit usaha dalam menerapkan peraturan K3. Penurunan tersebut dapat terlihat
dari jumlah atau frekuensi kecelakaan kerja pada priode tertentu di kawasan UUK Cakung. Dalam rangka meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja
karyawan, maka PT KBN telah mewajibkan pada investor untuk mengutamakan kesehatan dan keselamatan kerja para karyawan dengan meningkatkan fasilitas
K3 pada setiap unit usaha.
5.2. Status Keberlanjutan Pengelolaan Lingkungan PT KBN
Pada penelitian ini dilakukan analisis untuk menilai keberlanjutan pengelolaan lingkungan di PT KBN. Untuk keperluan tersebut dilakukan analisis
terhadap PT KBN dengan menggunakan model multi dimensional scaling. Nilai
indeks keberlanjutan pada penelitian ini diperoleh dari penilaian terhadap semua atribut yang tercakup dalam lima dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi,
kelembagaan. Hasil analisis menunjukkan bahwa PT KBN belum berkelanjutan. Dari
lima dimensi yang dianalisis untuk menentukan status keberlanjutan PT KBN, terdapat tiga dimensi yang tergolong belum berkelanjutan skor 50 – 75 yakni
dimensi ekonomi dengan nilai indeks 61,5; dimensi sosial 53,4 dan dimensi teknologi 60,8. Sedangkan dimensi yang tergolong tidak berkelanjutan skor
50 adalah ekologi dengan nilai indeks 49,1. Dimensi kelembagaan merupakan dimensi yang telah berkelanjutan dengan nilai indeks 78,4. Dimensi ekologi
menjadi hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam kegiatan pembangunan kawasan PT KBN karena memiliki skor yang paling rendah dan
masih relatif jauh dari kondisi keberlanjutan. Status keberlanjutan PT KBN disajikan pada Gambar 15.
105
4 9 .1 6 1 .5
5 3 .4 6 0 .8
7 8 .4
- 20.0
40.0 60.0
80.0 100.0
Ekologi
Ekonom i
Sosial Teknologi
Kelem bagaan
Gambar 15. Status keberlanjutan pengelolaan lingkungan PT KBN Dimensi yang memiliki indeks keberlanjutan tergolong tidak berkelanjutan
adalah dimensi ekologi, karena memiliki skor indeks keberlanjutan 50. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor ekologi belum mendapat perhatian yang
optimal dalam kegiatan pengelolaan lingkungan selama ini. Dengan demikian, di masa mendatang dimensi ini perlu mendapat perhatian. Dimensi ekonomi,
sosial, dan teknologi tergolong belum berkelanjutan nilai indeks 50 – 75. Parameter statistik digunakan untuk menentukan kelayakan terhadap
hasil kajian yang dilakukan di PT KBN adalah nilai stress dan koefisien
determinasi r
2
. Kedua parameter ini untuk setiap dimensi berfungsi untuk menentukan perlu tidaknya penambahan atribut, sehingga dapat mencerminkan
dimensi yang dikaji mendekati kondisi sebenarnya. Nilai stress dan r
2
hasil MDS tertera pada Tabel 20.
Tabel 20. Hasil analisis MDS beberapa dimensi keberlanjutan pengelolaan lingkungan PT KBN
Nilai Statistik Ekologi
Ekonomi Sosial
Teknologi Kelembagaan
Stress 0.13 0.14
0.16 0.14
0.13 r
2
0.95 0.91
0.95 0.95
0.95 Jumlah iterasi
2 2
3 2
2
106 Berdasarkan Tabel 20 setiap dimensi memiliki nilai
stress yang lebih kecil dari 0,25. Nilai
stress pada analisis dengan metode MDS sudah cukup memadai jika diperoleh nilai kurang dari 25 Kavanagh, 2001. Semakin kecil
nilai stress yang diperoleh berarti semakin baik kualitas hasil analisis yang
dilakukan. Nilai koefisien determinasi r
2
semakin baik jika nilainya semakin besar mendekati 1. Kedua parameter menunjukkan bahwa seluruh atribut yang
digunakan pada analisis keberlanjutan PT KBN sudah cukup baik dalam menerangkan kelima dimensi status keberlanjutan yang dianalisis.
Pengujian tingkat kepercayaan nilai indeks masing-masing dimensi digunakan analisis Monte Carlo. Analisis Monte Carlo sangat membantu dalam
analisis keberlanjutan kegiatan, untuk melihat pengaruh kesalahan pembuatan skor pada setiap atribut, yang disebabkan oleh kesalahan prosedur atau
pemahaman terhadap atribut, variasi pemberian skor karena perbedaan opini atau penilaian oleh
stakedholder yang berbeda, stabilitas proses analisis MDS, kesalahan memasukan data, dan nilai
stress yang terlalu tinggi. Hasil analisis Monte Carlo yang dilakukan dengan beberapa kali
pengulangan ternyata mengandung kesalahan yang tidak banyak mengubah nilai indeks masing-masing dimensi. Berdasarkan Tabel 21, dapat dilihat bahwa nilai
status indeks keberlanjutan PT KBN pada selang kepercayaan 95 memberikan hasil yang tidak banyak mengalami perbedaan dengan hasil analisis MDS.
Perbedaan hasil analisis yang relatif kecil menunjukkan bahwa analisis menggunakan metode MDS untuk menentukan keberlanjutan PT KBN yang
dikaji memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. Tabel
21. Hasil analisis Monte Carlo untuk nilai masing-masing dimensi pengelolan lingkungan kawasan PT KBN
Status Indeks Hasil MDS
Hasil Monte Carlo Perbedaan
Dimensi Ekologi 49,1
48,7 -0,4
Dimensi Ekonomi 61,5
60,2 -1,3
Dimensi Sosial 53,4
53,2 0,2
Dimensi Teknologi 60,8
61,1 0,3
Dimensi Kelembagaan 78,4
76,8 1,6
Kecilnya perbedaan nilai indeks keberlanjutan antara hasil analisis metode MDS dengan analisis Monte Carlo mengindikasikan hal-hal sebagai
berikut: 1 kesalahan dalam pembuatan skor setiap atribut relatif kecil; 2 variasi
107 pemberian skor akibat perbedaan opini relatif kecil; 3 proses analisis yang
dilakukan secara berulang-ulang stabil; 4 kesalahan pemasukan data dan data yang hilang dapat dihindari.
Pembangunan dimensi ekologi PT KBN perlu dilakukan dengan memperhatikan atribut yang menjadi faktor pengungkit guna efisiensi dan
efektivitas pengelolaan lingkungan pada kawasan. Terdapat sembilan atribut yang menentukan keberlanjutan ekologi di PT KBN dan empat diantaranya
merupakan faktor pengungkit berdasarkan nilai RMS root mean square dengan
nilai di atas nilai tengah 3,0. Atribut ekologi yang merupakan faktor pengungkit adalah tingkat kebisingan, tingkat pencemaran tanah, tingkat
pencemaran air, dan penggunaan bahan kimia. Secara visual disajikan pada Gambar 16.
Gambar 16. Atribut ekologi yang menjadi faktor pengungkit keberlanjutan
pengelolaan lingkungan PT KBN Limbah di KBN terdiri atas limbah cair, padat, dan gas. Limbah cair
berasal dari kegiatan perusahaan. Terdapat tujuan perusahaan penghasil limbah cair produksi yang berpotensi mencemari perairan, yaitu PT Hansnesia Dyeing,
PT Dalim Fideta, PT Misung 1 dan 2, PT Indowash Puspita, PT Tirta Cipta, PT
108 Hua Sin, dan PT Fucolor. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa limbah cair
yang diambil dari perusahaan, baik yang telah memiliki maupun yang belum memiliki IPAL, belum memenuhi persyaratan karena masih ada parameter yang
belum memenuhi baku mutu sesuai SK Gub No. 582 1995. Selain limbah dari perusahaan, juga terdapat air limbah di Kanal Utara
dan Selatan. Berdasarkan pengamatan lapangan, air limbah dari luar kawasan yang masuk ke kanal utara dan selatan adalah masing-masing tiga lokasi.
Sedangkan air limbah yang keluar dari kanal menuju Cakung Drain, di ujung kanal utara dan selatan masing-masing satu lokasi, yaitu sebelum air limbah dari
kanal mengalir di bawah Jalan Raya Cakung Cilincing menuju Cakung Drain. Pemeriksaan terhadap air limbah dari luar kawasan yang masuk ke kanal
utara dan selatan seluruhnya menunjukkan hasil yang tidak memenuhi baku mutu sesuai PP No.822001. Berdasarkan hasil tersebut di atas maka dapat
dikatakan bahwa air limbah dari luar kawasan yang masuk ke kanal utara dan selatan turut menyumbang peningkatan beban pencemar di kanal tersebut yang
memang sudah menanggung beban pencemar dari dalam kawasan sendiri, baik air limbah produksi maupun domestik. Sedangkan pemeriksaan terhadap air
limbah dari kanal utara dan selatan yang keluar menuju Cakung Drain, keduanya
juga tidak memenuhi baku mutu sesuai PP No. 822001. Kualitas udara dalam kawasan relatif cukup terkendali, hal ini terlihat dari
hasil pengukuran di semua lokasi pengambilan sampel yang menunjukkan bahwa semua parameter masih di bawah baku mutu, sebagaimana diisyaratkan
dalam SK Gub.DKI No. 551 Tahun 2001. Dalam hal kebisingan, kegiatan industri pada PT KBN bukan industri berat, bangunan genset telah dilengkapi dengan
filter dan peredam, kendaraan yang keluar-masuk dilakukan pemeriksaan dan mesin. Apabila terjadi kebisingan maka karyawan menggunakan peralatan yang
dapat mengurangi kebisingan tub hearing. Dalam kegiatan depo container,
operator handling container dipersyaratkan memiliki kapasitas yang sesuai persyaratan.
Masih adanya parameter dalam limbah cair investor yang belum memenuhi baku mutu sesuai SK Gub. DKI No. 5821995 menunjukkan bahwa:
a investor yang belum memiliki IPAL membuang langsung limbah cairnya ke drainase kawasan; b investor belum mengoperasikan IPAL yang dimilikinya
dengan baik; dan c investor perlu meningkatkan monitoring IPAL. Tidak terpenuhinya baku mutu air limbah kanal utara dan selatan sesuai PP. No.
109 822001 diduga bukan hanya disebabkan air limbah yang berasal dari dalam
kawasan PT KBN, melainkan juga berasal dari air limbah di luar kawasan seperti dari limbah domestik yang berasal dari permukiman dan kegiatan perkotaan di
luar kawasan namun membuang limbah cairnya ke kanal utara dan selatan. Penggunaan lahan kawasan terdiri atas unit usaha unit usaha Kawasan
Cakung dan Tanjung Priok dan unit usaha Kawasan Marunda. Unit usaha Kawasan Cakung dan Tanjung Priok: untuk industri-industri berorentasi ekspor,
depo kontainer, pergudangan dan forwarding, dan perkantoran. Unit usaha
Kawasan Marunda: diperuntukan industri-industri berorentasi non ekspor dan ekspor, depo kontainer, pergudangan dan
forwarding, bongkar muat, kepelabuhanandermaga, dan perkantoran.
Hasil MDS menunjukkan bahwa pencemaran tanah merupakan faktor pengungkit pengelolaan lingkungan kawasan PT KBN dari dimensi ekologi.
Pencemaran tanah ini diduga terjadi sebagai akibat adanya ceceran oli yang berasal dari kendaraan yang banyak keluar masuk kawasan PT KBN serta dari
ceceran BBM dari kendaraan transportasi. Penyebab lainnya diduga berasal dari kegiatan pencucian kontainer-kontainer yang dilakukan di Kawasan PT KBN
yang air cuciannya langsung masuk dan meresap ke dalam tanah. Kondisi inilah yang mengakibatkan para responden yang menjadi
stakeholder di dalam penelitian ini mengatakan bahwa di kawasan PT KBN telah terjadi pencemaran
tanah. Penggunaan bahan kimia oleh perusahaan di kawasan PT KBN dilakukan
oleh perusahaan yang bergerak di bidang pencucian dan pencelupan, karena pada proses pencucian dan pencelupan tersebut dimanfaatkan bahan-bahan
yang di dalamnya mengandung limbah B3, oleh karenanya maka pada perusahaan tersebut diduga akan dihasilkan limbah B3. Sebenarnya
perusahaan pencucian dan pencelupan telah melakukan pengelolaan limbah cair, namun buangan limbah cairnya masih belum memenuhi baku mutu yang
dipersyaratkan. Kondisi ini terjadi karena IPAL perusahaan diduga masih belum bekerja sesuai dengan yang diharapkan teknologinya masih relatif rendah,
namun bisa juga karena kapasitas IPAL tersebut belum sesuai terlalu kecil dengan volume limbah yang dihasilkan.
Dimensi ekonomi memiliki indeks keberlanjutan yang tergolong belum berkelanjutan karena masih lebih kecil dari nilai 75,0. Dengan demikian
pembangunan dimensi ekonomi PT KBN harus dilakukan dengan
110 memperhatikan atribut yang merupakan faktor pengungkit guna efisiensi dan
efektivitas kegiatan perusahaan. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa terdapat sepuluh atribut ekonomi yang menentukan keberlanjutan pengelolaan
lingkungan dan berdasarkan nilai RMS 3,5, tiga diantaranya merupakan faktor pengungkit. Adapun atribut ekonomi yang merupakan faktor pengungkit adalah
kontribusi terhadap PAD, permintaan produk ramah lingkungan, dan peningkatan kontribusi PT KBN terhadap peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan
masyarakat lokal bidang ekonomi. Secara visual disajikan pada Gambar 17.
Leverage of Attributes
1 2
3 4
5 6
7 8
Ketersediaan bahan baku produksi Harga komoditas hasil produksi
Permintaan produk ramah lingkungan Transfer keuntungan
Kontribusi terhadap PAD Kontribusi PT KBN terhadap kesejahteraan
masyarakat Dana kesejahteraan sosial berdasarkan
peraturan Dana perbaikan lingkungan
Rata-rata pendapatan tenaga kerja terhadap UMR
Pendapatan masyarakat dari sektor informal
At tr
ib u
te
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100
Gambar 17. Atribut ekonomi yang menjadi faktor pengungkit keberlanjutan
pengelolaan lingkungan PT KBN Keberadaan PT KBN merupakan salah satu faktor penggerak
perekonomian wilayah di Jakarta Utara dan nasional. Sumbangan PT KBN terhadap pendapatan asli daerah relatif tinggi dan semakin meningkat dari tahun
ke tahun. Penerimaan pemerintah berupa dividen dan pajak yang berasal dari PT KBN relatif tinggi.
Term of reference PT KBN dalam waktu sepuluh bulan yakni dari bulan Januari hingga Oktober 2008 dividen PT KBN yang dibagikan
111 mencapai Rp 5,225 milyar, sedangkan pajak yang telah dikeluarkan mencapai
Rp 27,896 milyar, dan laba setelah pajak PT KBN Rp 20,903 milyar. Oleh karenanya maka dalam 10 tahun terakhir 1998 – 2008 deviden PT KBN yang
dibagikan mencapai Rp. Rp. 238,516 milyar dengan besarnya pajak mencapai Rp. 314,182 milyar; dan pajak PBB dan retribusi Rp. 57,103 milyar sehingga
besarnya laba setelah pajak mencapai Rp. 519,230 milyar. Laporan intern PT KBN, 2008. Adanya keuntungan tersebut, telah memungkinkan PT KBN untuk
melakukan pembangunan di bidang sosial. Dalam hal ini untuk keperluan tersebut PT KBN telah menyisihkan dana untuk keperluan bina lingkungan CSR
yang merupakan aspek pembangunan di bisang sosial dalam rangka melakukan pembangunan yang berkelanjutan sesuai visi misi PT KBN sebesar Rp 13,632
milyar. Selain itu PT KBN juga memberikan kontribusi yang cukup tinggi terhadap
masyarakat di sekitar kawasan. Bantuan yang diberikan dari PT KBN terhadap masyarakat sekitar kawasan pada umumnya dalam bentuk bantuan bina
lingkungan, memperluas lapangan kerja dan tempat usaha baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan restauran, tempat kost dan kios-kios.
Kontribusi PT KBN terhadap kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Pada tahun 2007, dana bina lingkungan mencapai Rp.425 juta dan pada tahun
2008 mencapai Rp.1.639 milyar. Sejalan dengan kesepakatan global mengenai permintaan produk ramah
lingkungan, maka PT KBN mendorong pengusaha lebih meningkatkan produk- produk yang ramah lingkungan dengan mengikuti standar ISO 14000. Saat ini
perusahaan dalam kawasan PT KBN yang telah memiliki ISO 14000 masih sangat terbatas, yakni baru mencapai 2.
Dimensi sosial memiliki indeks keberlanjutan yang tergolong belum berkelanjutan karena masih lebih kecil dari 75,0. Dengan demikian
pembangunan dimensi sosial di kawasan PT KBN perlu dilakukan dengan memperhatikan atribut yang merupakan faktor pengungkit guna efisiensi dan
efektivitas kegiatan perusahaan. Terdapat delapan atribut sosial budaya yang menentukan keberlanjutan program dan tiga diantaranya merupakan faktor
pengungkit berdasarkan nilai RMS 1,25. Atribut sosial yang merupakan faktor pengungkit adalah frekuensi konflik masyarakat lokal sekitar PT KBN,
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan, dan rasio tenaga kerja secara visual disajikan pada Gambar 18.
112 Komunikasi antara pihak PT KBN dengan masyarakat relatif cukup
terbuka, karena PT KBN selalu berupaya untuk membuka diri terhadap keluhan dari masyarakat. Sebagai contoh adalah sewaktu adanya keluhan mengenai
limbah PT KBN yang dianggap mencemari saluran Cakung Drain. Dalam hal ini PT KBN berupaya semaksimal mungkin untuk melakukan pemeriksaan dan
sosialisasi ke masyarakat agar masalah ini dapat terselesaikan. Dalam melakukan sosialisasi tersebut, pada dasarnya PT KBN sudah berupaya
memaksimalkan upaya untuk mengatasi keluhan tersebut, namun berdasarkan wawancara dengan masyarakat di sekitar PT KBN memperlihatkan bahwa masih
ada sebagian kecil masyarakat yang belum puas dengan upaya yang dilakukan oleh PT KBN.
Gangguan keamanan dan ketertiban akan menyebabkan kurang nyamannya karyawan dan masyarakat di sekitar kawasan dalam melakukan
aktivitas. Gangguan keamanan dan ketertiban ini diduga terjadi sebagai akibat kurangnya pengawasan, kurangnya penjagaan serta kurang disiplinnya para
karyawan. Dalam rangka peningkatan keamanan dan ketertiban, maka PT KBN telah membuat sistem keamanan terpadu yang terdiri dari tiga lapis, yaitu: lapis I
keamanan dalam pabrik; lapis II keamanan dalam kawasan dan lapis III instansiaparat terkait.
Leverage of Attributes
0.5 1
1.5 2
2.5 Pengaruh keberadaan PT KBN terhadap nilai-
nilai sosial budaya lokal Respon masyarakat lokal terhadap
keberadaan PT KBN Trend perubahan mata pencaharian
masyarakat lokal Rasio tenaga kerja
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan
Status kesehatan masyarakat lokal Frekuensi konflik masyarakat lokal sekitar PT
KBN Pendidikan masyarakat di sekitar kawasan
A ttri
b u
te
Root Mean Square Change in Ordination w hen Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100
Gambar 18. Atribut sosial budaya yang menjadi faktor pengungkit keberlanjutan pengelolaan lingkungan PT KBN
113 Jumlah tenaga kerja yang melakukan kegiatan di PT KBN adalah sebagai
berikut: karyawan di kawasan KBN 90.000 orang, karyawan pengelola KBN 532 orang, karyawan Koperasi dan Mitra KBN 112 orang, dan karyawan
pengendalian lingkunganPMK KBN 49 orang tiga kawasan dan kantor pusat ditambah dari dinas kebersihan koperasi dan pertanaman sesuai kebutuhan.
Karyawan pada unit usaha terdiri atas: unit usaha Kawasan Cakung 19 orang, unit usaha Kawasan Marunda 14 orang, unit usaha Kawasan Tanjung Priok 12
orang, dan divisi properti dan pengendalian lingkungan 4 orang. Dimensi teknologi memiliki indeks keberlanjutan yang tergolong belum
berkelanjutan karena masih lebih kecil dari 75,0. Dengan demikian pembangunan dimensi teknologi PT KBN perlu dilakukan dengan memperhatikan
atribut yang merupakan faktor pengungkit guna efisiensi dan efektivitas kegiatan pembangunan. Terdapat sepuluh atribut teknologi yang menentukan
keberlanjutan program dan tiga diantaranya merupakan faktor pengungkit berdasarkan nilai RMS 2,0. Atribut teknologi yang merupakan faktor
pengungkit adalah ketersediaan sarana dan prasarana pengelolaan limbah cair, ketersediaan sarana dan prasarana pengelolaan limbah padat, ketersediaan
sarana dan prasarana monitoring kualitas lingkungan. Secara visual disajikan pada Gambar 19.
Leverage of Attributes
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5 4
Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi darat
Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi laut
Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan Ketersediaan sarana dan prasarana monitoring
kualitas lingkungan Ketersediaan Sarana dan Prasarana
Pengelolaan Limbah Padat Ketersediaan Sarana dan Prasarana
Pengelolaan Limbah Cair Ketersediaan energi
Ketersediaan Sarana dan Prasarana Pengelolaan Limbah B3
Ketersediaan sarana dan prasarana penanganan bencana
Akses masyarakat terhadap utilitas ekonomi
At tr
ib u
te
Root Mean Square Change in Ordination w hen Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100
Gambar 19. Atribut teknologi yang menjadi faktor pengungkit keberlanjutan pengelolaan lingkungan PT KBN
114 Sarana dan prasarana pengelolaan limbah cair untuk industri yang
menghasilkan limbah cair industri, lima dari enam perusahaan yang bergerak dalam pencucian dan pencelupan telah memiliki IPAL. Untuk industri lainnya
yang hanya menghasilkan limbah cair domestik tidak memiliki pengelolaan limbah cair domestik. PT KBN telah melakukan pengelolaan limbah cair
domestik menjadi bahan baku untuk mengelola mengolah limbah cair menjadi air bersih.
Limbah padat yang berasal dari hasil kegiatan industri yakni limbah padat yang ekonomis dan non-ekonomis. Limbah padat ekonomis berupa potongan-
potongan kain dapat digunakan untuk menjadi bahan baku home industry.
Limbah ini tidak memerlukan penanganan secara teknologi tertentu. Limbah padat yang non-ekonomis berupa sisa makanan, ranting pohon dan daun, diolah
menjadi pupuk organik bekerjsama dengan pemerintah DKI Jakarta. Limbah padat domestik yang berasal dari industri dikelola oleh masing-masing
perusahaan kerjasama dengan pihak swasta yang terakreditasi. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa dalam mengelola limbah padatnya PT KBN relatif sudah
melakukan proses produksi bersih, karena sudah melakukan pemanfaatan kembali potongan kain yang merupakan limbah dari perusahaan
garment untuk bahan baku
home industry. Menurut Djajadiningrat 2001 kondisi seperti ini pemanfaatan kembali limbah untuk suatu kegiatan merupakan salah satu
proses produksi bersih atau nirlimbah. PT KBN melakukan monitoring kualitas lingkungan setiap 6 bulan.
Teknologi yang digunakan berupa peralatan-peralatan penentuan dan pengujian parameter kimia fisik untuk di lapangan di setiap kawasan melalui bagian
pelayanan industri dan bekerjasama dengan Health Center PT KBN. Untuk
analisis laboratorium uji kualitas lingkungan kepada instansi terkait dilakukan melalui kerjasama dengan badan yang terakreditasi melakukan analisis
laboratorium yaitu BPLHD DKI Jakarta, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Sucofindo, dan pihak swasta lainnya.
Dimensi kelembagaan memiliki indeks keberlanjutan yang tergolong telah berkelanjutan karena telah melebihi dari 75,0. Dengan demikian pembangunan
dimensi kelembagaan PT KBN telah dilakukan dengan memperhatikan atribut yang merupakan faktor pengungkit yang bertujuan untuk mencapai tingkat
efisiensi dan efektivitas kegiatan perusahaan. Terdapat sembilan atribut kelembagaan yang menentukan keberlanjutan kegiatan perusahaan dan dua
115 diantaranya merupakan faktor pengungkit berdasarkan nilai RMS 3,5. Atribut
kelembagaan yang merupakan faktor pengungkit adalah partisipasi pengusaha dalam pengelolaan lingkungan dan kemitraan dengan pemerintah. Secara visual
disajikan pada Gambar 20.
Leverage of Attributes
1 2
3 4
5 6
7 8
Koordinasi birokrasi pengelola kawasan- perusahaan
Kompetensi manajemen PT KBN Pengurusan ijin bagi investasi baru
Kemitraan dengan pemerintah Keberadaan serikat buruh
Kelengkapan dokumen pengelolaan lingkungan
Partisipasi pengusaha dalam pengelolaan lingkungan
Ketersediaan peraturan pengelolaan lingkungan PT KBN
Konsistensi penegakan aturan
A tt
ri but
e
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100
Gambar 20. Atribut kelembagaan yang menjadi faktor pengungkit keberlanjutan pengelolaan lingkungan PT KBN
Secara kelembagaan, pihak manajemen PT KBN telah melakukan berbagai upaya pengelolaan lingkungan kerjasama dengan instansi terkait.
Kegiatan manajemen PT KBN terdiri atas kegiatan rutin dan kegiatan non rutin. Kegiatan rutin antara lain adalah: a membantu kepala divisi dalam melakukan
kegiatan AMDAL di setiap unit usaha sesuai ketentuan yang berlaku; b menerima masukan dan membantu unit-unit dalam mengimplementasikan
segera dilapangan jika diperlukan dari hasil laporan unit usaha kawasan baik dari hasil pengelolaan dan pemantauan yang telah dilakukan setiap hari terhadap
Investor; c menyusun database investor di setiap kawasan yang menghasilkan
116 limbah dan menimbulkan dampak lingkungan; d menghimpun laporan dan
mengusulkan tindak lanjut kepada kepala divisi atas pelaksanaan pengendalian lingkungan di seluruh unit usaha secara periodik dan setiap saat diperlukan; e
menerima laporan bulanan yang ditandatangani oleh kepala unit usaha dan mengkolektipkan sebagai laporan kawasan secara priodik kepada instansi
terkait; f mengingatkan setiap unit usaha kawasan dan bina lingkungan untuk mengimplementasikan AMDAL dan UKL-UPL untuk investor; h melakukan
Sosialisasi minimal setahun sekali tentang Peraturan lingkungan hidup kepada Investor dan karyawan PT KBN; i mengusulkan surat peneguranperingatan
kepada investor yang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan melalui kepala divisi yang ditanda tangani oleh direksi; j membantu kepala divisi
menyusun anggaran RKAP dan investasi; k bertanggung jawab langsung dalam laporan kegiatan lingkungan hidup kawasan kepala divisi properti dan
pengendalian lingkungan; l melakukan konsultasi, pembinaan dan kerja sama kepada staf baik kepala seksi maupun pelaksana di divisi properti dan
pengendalian lingkungan khususnya dan KBN umumnya sesuai kepentingannya; dan m melakukan kerja sama rutin baik secara rapat koordinasi maupun per
telepon setiap bulan dengan BPLHD Propinsi dan BPLHD DKI Jakarta Utara atas nama Gubernur Propinsi DKI Jakarta yang merupakan sebagai badan pembina,
perizinan dan pengawasan dalam lingkungan hidup daerah. Kegiatan non rutin antara lain adalah: a Menyusun TOR
updating AMDAL sesuai RKAP dan mengusulkan kepada kepala divisi properti dan
pengendalian lingkungan untuk disahkan oleh direksi dan dilelangkan; b bekerja sama dengan tim pembantu lingkungan untuk menangani permasalahan
lingkungan baik investor lama maupun investor baru, dan melakukan rapat koordinasi untuk memecahkan permasalahannya tersebut sebagai usulan
kepada direksi; c bekerja sama dengan bagian hukum membantu investor yang mempunya masalah lingkungan kepada instansi terkait baik kepolisian, BPLHD,
maupun instansi terkait lainnya; d menghadiri undangan mewakili direksi atau kepala divisi dalam undangan undangan Kementrian Lingkungan Hidup dan
BPLHD DKI-Jakarta dalam sidang dokumen RKLRPL atau UKLUPL investor di BPLHD Propinsi DKI Jakarta; dan e Mensosialisasikan peraturan-peraturan
tengtang lingkungan hidup kepada investor setiap investor yang membutuhkan. Untuk mendukung AMDAL kawasan dalam pelaksanaan Implentasinya
Kepala Bagian Pengendalian Lingkungan Divisi Properti dan Pengendalian
117 Lingkungan menargetkan investor di kawasan menyusunmemiliki dokumen
lingkungan setiap tahunnya sekitar 20-30. Dalam implementasi pengendalian lingkungan PT KBN melalui unit-unit
usaha dan kantor pusat selalu melakukan sosialisasi terhadap investor dan pengguna jasa di KBN. Melalui unit usaha kawasan dibentuk POKJA kelompok
kerja PT KBN bersama investor. PT KBN memulai membuat zone–zone di setiap kawasan merupakan contoh dalam penanganan lingkungan yang baik
dengan memberikan informasi kepada setiap pengguna area. PT KBN bekerja sama dengan instansi terkait mengingatkan investor agar
sadar terhadap lingkungan untuk mendukung menjadikan kawasan berwawasan lingkungan sesuai dengan misi dan visi KBN. Kawasan direncanakan pada
tahun 2009 memiliki ISO 14.000 berwawasan lingkungan dan setiap investor wajib memiliki dokumen lingkungan antara lain RKLRPL, UKLUPL, SPPL sesuai
dengan jenis usaha kegiatan. Berdasarkan hasil wawancara dan survai lapang yang dilakukan
teridentifikasi bahwa pada dasarnya PT KBN telah mengimplementasikan upaya pengelolaan lingkungan yang tercantum pada dokumen AMDAL PT KBN, dalam
hal ini PT KBN telah melaksanakan tiga dari empat aspek lingkungan yang tercantum pada upaya pengelolaan lingkungan. Aspek lingkungan yang telah
dilaksanakan tersebut diantaranya adalah aspek biologi pelestariankonservasi flora dan fauna, aspek sosial ekonomi dan budaya, dan kesehatan. Namun
demikian PT KBN belum melakukan pengolahan limbah cair domestik dengan baik. Untuk itu maka PT KBN idealnya harus mewajibkan setiap perusahaan
agar mempunyai IPAL dan mengolah limbah cairnya pada IPAL sebelum dibuang ke saluran.
Peraturan terkait pengelolaan kawasan berikat diantaranya adalah: PP No. 221986 tentang Kawasan Berikat; PP No. 231986 tentang Pembentukan PT
KBN; PP No. 311990 tentang Likuidasi PT PP Marunda ke PT KBN; PP No. 341990 tentang Pembentukan PT PKBI; PP No. 381994 tentang
Penggabungan PT PKBI kedalam PT KBN; dan PP No. 331996 tentang Pendirian Kawasan Berikat.
Dalam kaitan dengan peruntukan kawasan sesuai perijinan: izin penanaman modal SK. Ketua BKPM No. 16SK1986; izin usaha tetap industri
IUT SK Menteri Perindustrian No. 332MSK91986; izin perdagangan terbatas IPT SK Menteri Perdagangan No. 37KPII1987; izin mendirikan bangunan SK
118 Gubernur No. 2599 tahun 1987; surat keterangan asal SKACO =
certificate of origin SK Menteri Perdagangan Perindustrian RI No. 130MPPKep61986;
izin AMDALSEL Cakung dari Men-Perindustrian No. 1799M111994; izin AMDALSEL Tanjung Priok dari Men-Perindustrian No. 1798M111994; dan izin
AMDAL Marunda dari Men-Perindag No. 3482MPP91996. Berdasarkan hasil analisis MDS dan pembahasannya, diperoleh 15 faktor
pengungkit kegiatan pengelolaan lingkungan PT KBN secara berkelanjutan. Kelima belas faktor tersebut tertera pada Tabel 22. Dalam proses pengelolaan
lingkungan, semua faktor ini harus diperhatikan agar tercapai efisiensi dan efektivitas kegiatan perusahaan. Secara operasional, faktor-faktor ini memiliki
keterkaitan dalam bentuk pengaruh dan ketergantungan antar faktor. Hal ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan lingkungan kawasan
secara berkelanjutan. Namun demikian, dalam proses implementasinya diperlukan pemilihan faktor yang paling berpengaruh dan memiliki keterkaitan
dengan faktor lainnya yang paling tinggi sehingga kegiatan perusahaan dapat mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan oleh PT KBN.
Tabel 22. Faktor pengungkit setiap dimensi pengelolaan lingkungan PT KBN Dimensi Faktor
pengungkit Ekologi
1. Tingkat pencemaran air 2. Tingkat pencemaran tanah
3. Tingkat pencemaran udara 4. Penggunaan bahan kimia dalam proses produksi
Ekonomi 5. Kontribusi terhadap PAD
6. Permintaan produk ramah lingkungan 7. Kontribusi PT KBN terhadap peningkatan kualitas hidup
dan kesejahteraan masyarakat lokal Sosial
8. Frekuensi konflik masyarakat lokal sekitar PT KBN 9. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan
10. Rasio tenaga kerja Teknologi
11. Ketersediaan sarana dan prasarana monitoring lingkungan 12. Ketersediaan sarana dan prasarana pengelolaan limbah
padat 13. Ketersediaan sarana dan prasarana pengelolaan limbah
cair Kelembagaan 14. Kemitraan dengan pemerintah
15. Partisipasi pengusaha dalam pengelolaan lingkungan
119 Faktor-faktor kunci tersebut digunakan sebagai basis dalam perumusan
kebijakan dan strategi implementasi pengelolaan lingkungan PT KBN secara berkelanjutan. Penentuan faktor kunci dilakukan dengan melibatkan semua
stakeholder yang terkait dengan kegiatan pengelolaan lingkungan di PT KBN. Hal ini dilakukan agar faktor yang terpilih sesuai dengan kondisi kawasan.
5.3. Faktor Kunci Keberlanjutan Pengelolaan Lingkungan