Analisis Kandungan Kadmium (Cd), Timbal (Pb) dan Formaldehid Pada Beberapa Ikan Segar Di KUB(Kelompok Usaha Bersama) Belawan, Kecamatan Medan Belawan Tahun 2015

(1)

ANALISIS KANDUNGAN CADMIUM (Cd), TIMBAL (Pb) DAN FORMALDEHID PADA BEBERAPA IKAN SEGAR DI KUB (KELOMPOK USAHA BERSAMA) BELAWAN, KECAMATAN MEDAN

BELAWAN TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH

PUTRI SIHOL M LUBIS NIM : 111000132

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

BELAWAN TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

PUTRI SIHOL M LUBIS NIM : 111000132

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

(4)

ABSTRAK

Ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa maupun teksturnya serta belum mengalami proses pengawetan maupun pengolahan lebih lanjut. Ikan yang diambil adalah ikan yang paling banyak diperoleh dari Laut Belawan serta yang memiliki ukuran 1 kg, 0,5 kg dan 0,3 kg. Salah satu tempat penjualan ikan yang dekat dengan Laut Belawan adalah KUB (Kelompok Usaha Bersama). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan kadmium (Cd), timbal (Pb) dan formaldehid pada beberapa ikan segar yang berasal dari KUB Belawan.

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah survei deskriptif yaitu untuk mengetahui kandungan kadmium (Cd), timbal (Pb) dan formaldehid pada beberapa ikan segar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar kadmium (Cd) yang terdapat dalam ikan tongkol (Euthynnus affinis) yang berukuran 1 kg, 0,5 kg dan 0,3 kg yaitu 0,04 mg/kg, 0,01 mg/kg dan 0,003 mg/kg dan pada ikan kakap putih (Lates calcarifer) yaitu 0,01 mg/kg, < 0,003 mg/kg dan < 0,003 mg/kg. Hasil penelitian timbal (Pb) pada ikan tongkol yang berukuran 1 kg, 0,5 kg dan 0,3 kg yaitu 0,167 mg/kg, 0,131 mg/kg dan 0,101 mg/kg dan pada ikan kakap putih yaitu 0,140 mg/kg, < 0,0025 mg/kg dan < 0,0025 mg/kg. Pemeriksaan formaldehid pada ikan tongkol dan ikan kakap putih menunjukkan hasil negatif.

Berdasarkan SNI 7387:2009 tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan yang disusun dengan memperhatikan Keputusan Ditjend POM No.03725/B/SK/VII/1989 kadar kadmium dan timbal yang terdapat pada ikan tongkol dan ikan kakap putih masih berada di bawah ambang batas yang ditentukan yaitu 0,1 mg/kg dan 0,3 mg/kg. Kandungan kadmium dan timbal yang tertinggi ditemukan pada ikan yang berukuran besar serta ikan yang berasal dari KUB Belawan tidak mengandung formaldehid. Masyarakat dapat mengkonsumsi ikan yang berasal dari Laut Belawan, namun lebih baik mengkonsumsi ikan yang berukuran kecil daripada ikan yang berukuran besar.


(5)

iv ABSTRACT

Fresh fish is the type of fish which has the same characteristic as living fish, in shape, smell, taste and texture, hasn’t gone through preserving process or any other further processing. The fish which is taken mostly comes from Belawan Sea, with the size of 1 kg, 0.5 kg an 0.3 kg. One of the closest fish market with the Belawan Sea is KUB (Kelompok Usaha Bersama). The purpose of this research is to find out the content of cadmium (Cd), lead (Pb) and formaldehyde in the fresh fish which comes from KUB Belawan.

The method is descriptive survey to analize the content of cadmium (Cd), lead (Pb) and formaldehyde in some fresh fish.

The result showed that the level of cadmium (Cd) in tuna fish (Euthynnus affinis) with the size of 1 kg, 0,5 kg and 0,3 kg are 0,04 mg/kg, 0,01 mg/kg and 0,003 mg/kg and in white snapper fish (Lates calcarifer) are 0,01 mg/kg, < 0,003 mg/kg and < 0,003 mg/kg. The result showed that the level of lead (Pb) in tuna fish with the size of 1 kg, 0,5 kg and 0,3 kg are 0,167 mg/kg, 0,131 mg/kg and 0,101 mg/kg and in white snapper fish are 0,140 mg/kg, < 0,0025 mg/kg and < 0,0025 mg/kg. Formaldehyde showed is negative result.

Based on SNI 7387:2009 regarding the maximum limit of heavy metal pollution in food product, which was drafted by taking into account the Ditjen POM Decision No.03725/B/SK/VII/1989, the level of cadmium and lead in tuna fish and white snapper are under the treshold limit value which are 0,1 mg/kg and 0,3 mg/kg. The highest level of cadmium and lead was found in fish with the bigger size and the value of formaldehyde in fishes that were taken from KUB Belawan is negative. The fish from Belawan Sea is safe to consume, but it’s better to consume the small size fish instead of the bigger ones.

Key Words : cadmium, lead, formaldehyde, fresh fish


(6)

yang senantiasa melimpahkan berkat dan anugerah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Kandungan Kadmium (Cd), Timbal (Pb) dan Formaldehid Pada Beberapa Ikan Segar Di KUB (Kelompok Usaha Bersama) Belawan, Kecamatan Medan Belawan Tahun 2015 yang merupakan salah satu prasyarat untuk meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis. Terima kasih penulis ucapkan kepada :

1. Ibu Ir.Evi Naria,M.Kes dan Bapak Dr.dr.Wirsal Hasan, M.PH selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang dengan sabar dan penuh perhatian membimbing penulis mulai dari awal sampai selesainya penulisan skripsi ini.

2. Ibu dr.Devi Nuraini Santi, M.Kes selaku Dosen Penguji I yang telah banyak memberi masukan dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Ibu Ir.Indra Cahaya,M.Si selaku Dosen Penguji II yang telah banyak memberi masukan dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Dr.Drs.Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara


(7)

vi

5. Bapak Drs.Tukiman, MKM selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan bimbingan dan motivasi dengan positif selama kuliah di FKM USU.

6. Seluruh Dosen dan Pegawai di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya di Departemen Kesehatan Lingkungan.

7. Kepala KUB Belawan Kecamatan Medan Belawan yang telah membantu dalam penelitian saya.

8. Kepala Laboratorium Kesehatan Daerah Medan dan staff yang telah bersedia memfasilitasi pemeriksaan sampel yang diperlukan pada penelitian ini.

9. Orangtua tercinta yang saya sayangi Ayahanda, S. Lubis dan Ibunda E. br Situmorang yang selalu memberi dukungan, nasihat, semangat baik melalui material dan doa yang tiada henti kepada penulis dalam menjalani pendidikan, terkhusus selama penulis menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

10. Keluarga besar yang saya kasihi terkhusus untuk keempat kakak saya dan adik bungsuku yang saya sayangi terima kasih untuk setiap doa, bantuan dan semangat yang senantiasa diberikan kepada saya.

11. Sahabat-sahabat seperjuanganku : Irma Siburian, Irene Silitonga, Riris Manurung, Windy Pranita, Martaria Panjaitan yang menjadi sahabat dalam susah dan senang serta tetap memberikan motivasi dan penghiburan selama masa kuliah.

12. Teman-teman Kelompok Kecilku ‘Ekklesia’ terkasih : Agustina Pasaribu, Putri Sitepu, Renta Sitorus dan Sri Dewi serta kakakku tersayang Erika Pardede terima kasih untuk setiap doa dan motivasi yang diberikan.


(8)

Girindani, Roma Christin, Martha Elnist

15. Teman-teman satu peminatan Kesehatan Lingkungan 2011

16. Teman-teman Pemuda/Pemudi GKPI Kwala Bekala yang terkasih terima kasih untuk dukungan dan doa kepada penulis

17. Sahabat terbaikku, Rutseylina Sinambela dan Valensi Sembiring

18. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan kelancaran pembuatan skripsi penulis, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karenanya penulis mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Juli 2015


(9)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum ... 8

1.3.2. Tujuan Khusus ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pencemaran dan Lingkungan ... 10

2.1.1 Hal-Hal yang Mencemari Lingkungan... 11

2.1.2 Pencemaran oleh Limbah Industri ... 12

2.1.3 Pencemaran Laut ... 13

A. Laut Sebagai Tempat Pembuangan Limbah ... 14

2.2 Pencemaran Logam Berat ... 15

2.2.1 Pengertian Logam Berat ... 16

2.2.2 Kandungan Logam Berat di Perairan ... 17

2.2.3 Batas Cemaran Logam Berat Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) ... 18

2.3 Kadmium (Cd) 2.3.1 Karakteristik Kadmium (Cd)... 18

2.3.2 Penyebaran dan Sumber Cd ... 19

2.3.3 Penggunaan dalam Bidang Industri ... 19

2.3.4 Mekanisme Toksisitas Kadmium (Cd)... 20

2.3.5 Dampak Toksik Kadmium (Cd) Terhadap Kesehatan ... 21

2.3.6 Pencegahan dan Penanggulangan Kadmium (Cd) ... 24

Penanggulangan Kadmium (Cd) Pada Makanan ... 25

2.4 Timbal (Pb) 2.4.1 Karakteristik Timbal (Pb) ... 27


(10)

2.4.2 Penyebaran dan Sumber Pb ... 27

2.4.3 Penggunaan dalam Bidang Industri ... 28

2.4.4 Mekanisme Toksisitas Timbal (Pb) ... 29

2.4.5 Dampak Toksik Timbal (Pb) Terhadap Kesehatan ... 32

2.4.6 Pencegahan dan Pengendalian Timbal (Pb) ... 33

Penanggulangan Timbal (Pb) Pada Makanan ... 34

2.5 Bahan Kimia Berbahaya Pada Makanan ... 35

2.5.1 Bahan Pengawet ... 37

2.5.2 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet ... 38

2.5.3 Persyaratan Bahan Pengawet Kimia ... 39

2.6 Formaldehid 2.6.1 Pengertian Formaldehid ... 40

2.6.2 Karakteristik dan Fungsi Formaldehid A. Karakteristik Formaldehid ... 41

B. Fungsi Formaldehid ... 42

2.6.3 Jalur Distribusi Formaldehid ... 42

2.6.4 Mekanisme Formaldehid ... 45

2.6.5 Efek Formaldehid Terhadap Kesehatan ... 46

2.6.6 Pengendalian/Penanggulangan Formaldehid ... 48

Penanggulangan Formaldehid dalam Makanan ... 48

2.7 Ikan Segar 2.7.1 Pengertian Ikan Segar ... 49

2.7.2 Penggolongan Ikan Segar ... 50

2.7.3 Ciri-ciri Ikan Segar ... 52

2.7.4 Pengolahan dan Pengawetan Ikan A. Pengolahan dan Pengawetan Tradisional ... 53

B. Pengolahan dan Pengawetan Modern ... 55

2.7.5 Ciri-ciri Ikan Segar yang Berformalin ... 57

2.8 Kerangka Konsep Penelitian ... 58

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 59

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian ... 59

3.2.2 Waktu Penelitian ... 60

3.3 Objek Penelitian ... 60

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer ... 60

3.4.2 Data Sekunder ... 61

3.5 Analisis Data ... 61

3.6 Metode Pengambilan Sampel ... 61

3.7 Pelaksanaan Penelitian ... 62

3.8 Alat dan Bahan 3.8.1 Alat ... 62


(11)

x 3.9 Cara Kerja

3.9.1 Pengambilan Sampel di Lapangan ... 63

3.9.2 Pemeriksaan Formalin Pada Sampel ... 64

3.9.3 Pemeriksaan Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) Pada Sampel ... 64

3.10 Defenisi Operasional ... 66

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 68

4.2 Hasil Analisa Kadar Kadmium (Cd) Pada Ikan ... 68

4.3 Hasil Analisa Kadar Timbal (Pb) Pada Ikan ... 69

4.4 Hasil Analisa Formaldehid Pada Ikan ... 70

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Pada Ikan ... 72

5.2 Analisis Kandungan Timbal (Pb) Pada Ikan ... 76

5.3 Analisis Kandungan Formaldehid Pada Ikan ... 80

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 83

6.2 Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85 LAMPIRAN


(12)

Tabel 2.2 Efek Formaldehid Terhadap Kesehatan Berdasarkan Dosis

Pemaparannya ... 47 Tabel 2.3 Ciri-ciri Ikan Segar dan Ikan yang Mulai Membusuk ... 52 Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Kadar Kadmium (Cd) Pada Beberapa Ikan Segar

Yang Diambil Dari KUB Belawan Tahun 2015 ... 69 Tabel 4.3. Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) Pada Beberapa Ikan Segar yang

Diambil Dari KUB Belawan Tahun 2015 ... 70 Tabel 4.4. Hasil Pemeriksaan Formaldehid Pada Beberapa Ikan Segar yang


(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Akumulasi Timbal (Pb) dalam Tubuh Manusia ... 30 Gambar 2.2 Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) ... 51 Gambar 2.3 Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) ... 52


(14)

Lampiran 2 : Surat Hasil Pemeriksaan Kadmium (Cd), Timbal (Pb) dan Formaldehid Pada Ikan Segar

Lampiran 3 : Surat Bukti Pembelian Ikan

Lampiran 4 : Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan


(15)

xiv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Putri Sihol M. Lubis

Tempat Lahir : Medan

Tanggal Lahir : 30 April 1993

Suku Bangsa : Batak Toba

Agama : Kristen Protestan

Status Pernikahan : Belum Menikah

Nama Ayah : S. Lubis

Suku Bangsa Ayah : Batak Toba

Nama Ibu : E br. Situmorang

Suku Bangsa Ibu : Batak Toba

Jumlah Anggota Keluarga : 1 (satu) orang

Alamat Rumah : Jln. Pintu Air IV No. 95, Medan, Sumatera Utara

Riwayat Pendidikan

Tahun 1999-2005 : SD Sw. St. Petrus, Medan

Tahun 2005-2008 : SMPN 10, Medan

Tahun 2008-2011 : SMA Budi Murni 2, Medan

Tahun 2011-2015 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU


(16)

ABSTRAK

Ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa maupun teksturnya serta belum mengalami proses pengawetan maupun pengolahan lebih lanjut. Ikan yang diambil adalah ikan yang paling banyak diperoleh dari Laut Belawan serta yang memiliki ukuran 1 kg, 0,5 kg dan 0,3 kg. Salah satu tempat penjualan ikan yang dekat dengan Laut Belawan adalah KUB (Kelompok Usaha Bersama). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan kadmium (Cd), timbal (Pb) dan formaldehid pada beberapa ikan segar yang berasal dari KUB Belawan.

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah survei deskriptif yaitu untuk mengetahui kandungan kadmium (Cd), timbal (Pb) dan formaldehid pada beberapa ikan segar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar kadmium (Cd) yang terdapat dalam ikan tongkol (Euthynnus affinis) yang berukuran 1 kg, 0,5 kg dan 0,3 kg yaitu 0,04 mg/kg, 0,01 mg/kg dan 0,003 mg/kg dan pada ikan kakap putih (Lates calcarifer) yaitu 0,01 mg/kg, < 0,003 mg/kg dan < 0,003 mg/kg. Hasil penelitian timbal (Pb) pada ikan tongkol yang berukuran 1 kg, 0,5 kg dan 0,3 kg yaitu 0,167 mg/kg, 0,131 mg/kg dan 0,101 mg/kg dan pada ikan kakap putih yaitu 0,140 mg/kg, < 0,0025 mg/kg dan < 0,0025 mg/kg. Pemeriksaan formaldehid pada ikan tongkol dan ikan kakap putih menunjukkan hasil negatif.

Berdasarkan SNI 7387:2009 tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan yang disusun dengan memperhatikan Keputusan Ditjend POM No.03725/B/SK/VII/1989 kadar kadmium dan timbal yang terdapat pada ikan tongkol dan ikan kakap putih masih berada di bawah ambang batas yang ditentukan yaitu 0,1 mg/kg dan 0,3 mg/kg. Kandungan kadmium dan timbal yang tertinggi ditemukan pada ikan yang berukuran besar serta ikan yang berasal dari KUB Belawan tidak mengandung formaldehid. Masyarakat dapat mengkonsumsi ikan yang berasal dari Laut Belawan, namun lebih baik mengkonsumsi ikan yang berukuran kecil daripada ikan yang berukuran besar.


(17)

iv ABSTRACT

Fresh fish is the type of fish which has the same characteristic as living fish, in shape, smell, taste and texture, hasn’t gone through preserving process or any other further processing. The fish which is taken mostly comes from Belawan Sea, with the size of 1 kg, 0.5 kg an 0.3 kg. One of the closest fish market with the Belawan Sea is KUB (Kelompok Usaha Bersama). The purpose of this research is to find out the content of cadmium (Cd), lead (Pb) and formaldehyde in the fresh fish which comes from KUB Belawan.

The method is descriptive survey to analize the content of cadmium (Cd), lead (Pb) and formaldehyde in some fresh fish.

The result showed that the level of cadmium (Cd) in tuna fish (Euthynnus affinis) with the size of 1 kg, 0,5 kg and 0,3 kg are 0,04 mg/kg, 0,01 mg/kg and 0,003 mg/kg and in white snapper fish (Lates calcarifer) are 0,01 mg/kg, < 0,003 mg/kg and < 0,003 mg/kg. The result showed that the level of lead (Pb) in tuna fish with the size of 1 kg, 0,5 kg and 0,3 kg are 0,167 mg/kg, 0,131 mg/kg and 0,101 mg/kg and in white snapper fish are 0,140 mg/kg, < 0,0025 mg/kg and < 0,0025 mg/kg. Formaldehyde showed is negative result.

Based on SNI 7387:2009 regarding the maximum limit of heavy metal pollution in food product, which was drafted by taking into account the Ditjen POM Decision No.03725/B/SK/VII/1989, the level of cadmium and lead in tuna fish and white snapper are under the treshold limit value which are 0,1 mg/kg and 0,3 mg/kg. The highest level of cadmium and lead was found in fish with the bigger size and the value of formaldehyde in fishes that were taken from KUB Belawan is negative. The fish from Belawan Sea is safe to consume, but it’s better to consume the small size fish instead of the bigger ones.

Key Words : cadmium, lead, formaldehyde, fresh fish


(18)

1.1. Latar Belakang

Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan (UU No. 45 tahun 2009). Kandungan lemak tidak jenuhnya dapat meningkatkan kecerdasan dan mencegah kolesterol. Ikan juga merupakan bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh, di samping itu nilai biologisnya mencapai 90% dengan jaringan pengikat sedikit sehingga mudah dicerna dan harganya juga jauh lebih murah dibandingkan dengan sumber protein lain. Disamping itu, ikan juga dijadikan sebagai bahan obat-obatan, pakan ternak, dan lainnya (Adawyah, 2008).

Masalah pencemaran mulai menjadi topik utama di dunia yaitu berkisar pada tahun lima puluhan dan mulai terangkat ke permukaan. Hal ini bermula ketika ditemukannya suatu penyakit mental dan kelainan pada syaraf (penyakit Minamata) yang diderita oleh penduduk yang hidup di sekitar teluk Minamata di Jepang. Pada akhir tahun 1930-an, Chisso Corporation di Jepang mendirikan pabrik di pantai teluk Minamata yang bertujuan untuk memproduksi klorida vinil dan farmaldehid. Proses pembuatan produk tersebut, menimbulkan hasil samping yang mengandung merkuri (Hg) yang dibuang ke dalam perairan teluk. Melalui proses biomagnifikasi, ikan-ikan laut dan kerang mengakumulasi senyawa majemuk khlorida metil-merkuri yang sangat beracun dalam konsentrasi tinggi.


(19)

2

Ikan-ikan dan kerang-kerangan tersebut kemudian dikonsumsi oleh penduduk di sekitar teluk. Kira-kira 15 tahun sejak pembuangan merkuri di perairan teluk tersebut dimulai, keanehan mental dan cacat syaraf secara permanen terlihat muncul di antara penduduk setempat terutama pada anak-anak. Melalui diagnosis medis, diketahui bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh keracunan logam merkuri. Kenyataan inilah yang kemudian menjadi pemicu dari masalah-masalah pencemaran lingkungan ke permukaan dunia Internasional (Palar, 2008).

Sifat logam-logam berat yang tidak dapat terurai dan mudah diabsorpsi oleh biota laut dan terakumulasi dalam tubuh, menyebabkan pencemaran. Selain menyebabkan pencemaran ekosistem, unsur logam berat secara tidak langsung juga merusak perikanan dan kesehatan manusia. Di daerah perairan Pelabuhan Belawan yang merupakan pertemuan Sungai Deli dan Sungai Belawan, menurut laporan PT (Persero) Pelindo I tahun 2004, kualitas air lautnya telah mengalami pencemaran oleh logam timbal, kadmium, kromium, merkuri, selenium, seng, timah, perak, arsen, nikel, dan tembaga (Lubis, 2008). Seperti kasus yang pertama kali terjadi di Jepang yaitu penyakit Itai-itai (1974) yang dinyatakan akibat kadmium, serta di Beijing China dimana terdapat 24 anak-anak berusia 9 bulan hingga 16 tahun harus dirawat di rumah sakit karena keracunan timbal yang disebabkan oleh pabrik-pabrik baterai di desa mereka China Timur (Kompas, 2011).

Di dalam tubuh manusia, Pb bisa menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb) dan sebagian kecil Pb diekskresikan lewat urin atau feses karena sebagian terikat oleh protein, sedangkan sebagian lagi


(20)

terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut. Pb dapat merusak jaringan saraf, fungsi ginjal, menurunnya kemampuan belajar, dan membuat anak-anak bersifat hiperaktif. Selain itu, Pb juga memengaruhi organ-organ tubuh, antara lain sistem saraf, ginjal, sistem reproduksi dan jantung, serta gangguan pada otak sehingga anak mengalami gangguan kecerdasan dan mental (Wahyu dkk, 2008).

Keracunan yang disebabkan oleh Cd dapat bersifat akut dan keracunan kronis. Keracunan akut yaitu seperti timbul rasa sakit dan panas pada bagian dada yang dapat menimbulkan penyakit paru-paru yang akut, sedangkan keracunan yang bersifat kronis pada umumnya berupa kerusakan-kerusakan pada banyak sistem fisiologis tubuh. Sistem-sistem tubuh yang dapat dirusak oleh keracunan kronis logam Cd ini adalah pada sistem urinaria (ginjal), sistem respirasi (pernafasan/paru-paru), sistem sirkulasi (darah), dan jantung. Selain itu juga dapat merusak kelenjar reproduksi, sistem penciuman dan bahkan dapat mengakibatkan kerapuhan pada tulang (Palar, 2008).

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di TPI Belawan mengungkapkan bahwa beberapa biota laut seperti ikan dan kerang positif telah tercemar merkuri, meskipun kadar kandungan merkuri masih di bawah ambang batas yang telah ditetapkan pemerintah yaitu sebesar 0,5 ppm. Kandungan merkuri tertinggi ditemukan pada ikan mujair yaitu sebesar 0,0001408 sedangkan yang terendah pada kerang sebesar 0,0000493 ppm (Simanjuntak, 2004).

Penelitian Uly (2011) pada ikan sembilang dan ikan kepala batu di perairan Belawan ditemukan bahwa kadar logam timbal pada ikan sembilang dan ikan


(21)

4

kepala batu masing-masing adalah 0,4676 ± 0,0205 mcg/g dan 0,6331 ± 0,0283 mcg/g. Sedangkan kadar logam kadmium pada ikan sembilang dan ikan kepala batu masing-masing adalah 0,0405 ± 0,0033 mcg/g dan 0,0608 ± 0,0043 mcg/g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar cemaran logam berat timbal pada ikan sembilang dan ikan kepala batu, yang merupakan ikan yang hidup di daerah pesisir dan laut dangkal perairan Belawan, telah melewati ambang batas maksimum yang diizinkan berdasarkan SNI-7387-2009, yaitu lebih besar dari 0,3 mcg/g. Sedangkan untuk cemaran logam berat kadmium, baik pada ikan sembilang maupun pada ikan kepala batu, kadarnya masih di bawah ambang batas maksimum yang diizinkan yaitu tidak lebih dari 0,1 mcg/g.

Ikan memiliki kandungan air yang cukup tinggi, sehingga ikan adalah media yang cocok untuk kehidupan bakteri pembusuk atau mikroorganisme lain. Hal ini menyebabkan ikan sangat cepat mengalami proses pembusukan. Keadaan ini sangat merugikan terutama ketika produksi ikan melimpah, disebabkan karena akan banyak ikan yang tidak dapat dimanfaatkan dan terpaksa harus dibuang. Oleh karena itu, untuk mencegah proses pembusukan perlu dilakukan pengawetan serta untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang mengharapkan ikan segar (Afrianto dan Evi, 1989).

Pada umumnya cara yang digunakan untuk mencegah kerusakan yaitu pengawetan dengan menggunakan es balok. Tetapi ada beberapa kendala yang ditemui apabila menggunakan es balok, seperti jumlah es yang dibutuhkan cukup banyak sehingga tidak praktis dan harganya relatif mahal. Hal tersebut menyebabkan nelayan dan penjual yang curang menggunakan zat kimia


(22)

berbahaya seperti formalin sebagai pengganti es balok. Larangan penggunaan formalin sebagai bahan tambahan makanan telah tercantum dalam Permenkes RI No.033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan, pada Lampiran II tentang bahan yang dilarang digunakan sebagai BTP (Suryadi dkk, 2010). Formaldehid dalam dosis rendah, jika tertelan akan menyebabkan iritasi lambung, sakit perut, disertai muntah-muntah, menimbulkan depresi susunan saraf, serta kegagalan peredaran darah. Selain itu formalin juga dapat menyebabkan alergi, kanker (bersifat karsinogenik), mutagen (mutagenik). Dalam dosis tinggi, formalin yang tertelan dapat menyebabkan kejang-kejang, kencing darah, muntah darah, dan akhirnya menyebabkan kematian.

Belawan adalah suatu kawasan industri dan sarana pelabuhan bertaraf Internasional terbesar di kota Medan serta terdapat pemukiman penduduk dan beberapa fasilitas umum. Perairan Belawan menjadi tempat bermuaranya Sungai Deli yang telah tercemar oleh logam berat berbahaya. Kondisi ini disebabkan karena di daerah aliran sungai tersebut terdapat beberapa industri yang dalam proses produksinya menggunakan bahan-bahan yang mengandung logam berat seperti industri pembuatan barang dari logam, industri plastik dan industri karet. Namun, walupun demikian perairan ini masih tetap menjadi daerah penangkapan ikan yang intensif, baik jenis ikan demersal maupun pelagis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata logam berat pada lokasi pengamatan dekat dengan kawasan industri seperti logam Cd berkisar antara 0,02 - 0,04 mg/L , Cr berkisar antara 0,48 - 0,59 mg/L, Cu berkisar antara 1,24 - 1,36 mg/L dan Pb berkisar antara 1,14 - 0,72 mg/L (Hudaya, 2010). Bahan-bahan cemaran selain


(23)

6

yang berasal dari pabrik dan industri di sekitar Belawan, juga berasal dari tumpahan minyak dari kapal dan limbah rumah tangga serta limbah pabrik yang ada di Kota Medan yang dibawa oleh aliran sungai tersebut. Muara sungai Deli paling dekat dengan muara di Kelurahan Bagan Deli yang dikenal sebagai Tempat Pelelangan Ikan (TPI) (Hayati, 2009). Selain TPI terdapat juga tempat penjualan ikan di Belawan, yaitu KUB Belawan. KUB (Kelompok Usaha Bersama) adalah badan usaha non badan hukum ataupun yang sudah berbadan hukum yang berupa kelompok yang dibentuk oleh nelayan berdasarkan hasil kesepakatan/musyawarah seluruh anggota yang dilandasi oleh keinginan bersama untuk berusaha bersama dan dipertanggungjawabkan secara bersama guna meningkatkan pendapatan anggota. Perbedaannya dengan TPI adalah di TPI ikan dijual dalam jumlah besar dan didistribusikan ke pasar-pasar di Kota Medan, sedangkan di KUB ikan dapat dibeli dalam skala kecil.

Menurut penelitian, selain perairan Laut Belawan beberapa perairan lain yang juga dikatakan tercemar yaitu Teluk Jakarta. Berdasarkan hasil penelitian Tim Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB, diketahui bahwa kandungan logam berat timbal (Pb), kadmium (Cd), kuprum (Cu), dan merkuri (Hg) di perairan Teluk Jakarta, yaitu di Perairan Ancol dan Perairan Dadap telah melampaui nilai ambang batas. Pencemaran ini terjadi di Teluk Jakarta yang diakibatkan oleh pembuangan limbah industri kertas, minyak goreng, limbah rumah tangga, industri pengolahan logam di kawasan Pantai Marunda, dan industri dari 13 sungai yang ada di DKI Jakarta, serta pembuangan minyak secara rutin dari kapal dan perahu kecil di kawasan Teluk Jakarta.


(24)

Di pesisir Timur Surabaya (Pamurbaya), ditemukan kandungan logam berat di badan air dan di muara-muara sungai dalam konsentrasi tinggi. Hal itu dikarenakan Pamurbaya adalah tempat bermuara lebih dari 18 anak sungai. Lumpur Pamurbaya tercemar oleh logam berat Cu, Hg, Cd, Fe dan Pb sehingga hewan yang hidup dalam bentos, seperti kupang dan kerang, rawan untuk dikonsumsi karena kandungan logam berat dalam dagingnya sangat tinggi.

Badan air kali Surabaya telah terkontaminasi logam berat Hg, Cd, Pb, Zn, dan Fe. Kandungan Hg dalam air telah mencapai 100 kali lipat dari baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah dalam PP 82/2001, yaitu sebesar 0,001 mg/L. Hal itu disebabkan oleh limbah dari industri PT Timur Mega Steel (electroplating), PT Wings Surya (detergent), PT Wimcycle (sepeda), dan PT Madulingga Perka (industri penghasil earthbleaching), industri keramik dan industri kertas PT Adiprima Suraprint PT Surabaya Agung Pulp & Paper Tbk, serta Suparma dan PT Mekabox (Wahyu dkk, 2008).

1.2.Rumusan Masalah

Perairan Belawan menjadi tempat bermuaranya Sungai Deli yang telah tercemar oleh logam berat berbahaya. Di daerah aliran sungai dan disekitar kawasan Belawan ini terdapat beberapa industri yang menggunakan bahan-bahan yang mengandung logam berat dalam proses produksinya seperti industri pembuatan barang dari logam, industri plastik, industri karet, dll. Menurut laporan PT (Persero) Pelindo I tahun 2004, kualitas air Laut Belawan telah mengalami pencemaran oleh logam timbal, kadmium, kromium, merkuri, selenium, seng,


(25)

8

timah, perak, arsen, nikel, dan tembaga, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kandungan kadmium (Cd), timbal (Pb) dan formaldehid pada beberapa ikan segar di KUB Belawan, Kecamatan Medan Belawan.

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui kandungan kadmium, timbal dan formaldehid pada beberapa ikan segar di KUB Belawan tahun 2015.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kandungan kadmium (Cd) pada beberapa ikan segar di KUB Belawan.

2. Untuk mengetahui kandungan timbal (Pb) pada beberapa ikan segar di KUB Belawan.

3. Untuk mengetahui kandungan formaldehid pada beberapa ikan segar di KUB Belawan.

4. Untuk mengetahui kadar kandungan kadmium (Cd) dan timbal (Pb) apakah memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat sesuai dengan Keputusan Ditjend POM No.03725/B/SK/VII/1989 tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan.


(26)

1.4.Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi bagi konsumen untuk mengetahui keamanan dari ikan segar yang akan dikonsumsi.

2. Sebagai informasi bagi masyarakat tentang dampak pencemaran laut Belawan dengan menggunakan ikan segar.

3. Dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan pencegahan dan penanggulangan pencemaran logam berat pada makanan hasil laut.


(27)

10 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pencemaran dan Lingkungan

Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada umumnya mempunyai sifat racun (toksik) yang berbahaya bagi organisme hidup. Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya pencemaran.

Lingkungan dapat diartikan sebagai media atau suatu areal, tempat atau wilayah yang di dalamnya terdapat bermacam-macam bentuk aktivitas yang berasal dari ornamen-ornamen penyusunnya. Ornamen-ornamen yang ada dalam dan membentuk lingkungan, merupakan suatu bentuk sistem yang saling mengikat, saling menyokong kehidupan mereka. Karena itu suatu tatanan lingkungan yang mencakup segala bentuk aktivitas dan interaksi di dalamnya disebut juga dengan ekosistem. Suatu lingkungan hidup dikatakan tercemar apabila telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan itu sehingga tidak sama lagi dengan bentuk asalnya, sebagai akibat dari masuk dan atau dimasukkannya suatu zat atau benda asing ke dalam tatanan lingkungan itu. Jadi pencemaran lingkungan adalah terjadinya perubahan dalam suatu tatanan lingkungan asli menjadi suatu tatanan baru yang lebih buruk dari tatanan aslinya.


(28)

Contohnya, pembuangan limbah industri ke sungai dan laut akan menyebabkan perubahan ekosistem pada perairan (Palar, 2008).

2.1.1. Hal-hal yang Mencemari Lingkungan

Aktivitas yang pada prinsipnya merupakan usaha manusia untuk dapat hidup dengan layak dan berketurunan dengan baik, telah merangsang manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang menyalahi kaidah-kaidah yang ada dalam tatanan lingkungan hidupnya. Akibatnya, terjadi pergeseran keseimbangan dalam tatanan lingkungan dari bentuk asal ke bentuk baru yang cenderung lebih buruk. Suatu tatanan lingkungan hidup dapat tercemar atau menjadi rusak disebabkan oleh banyak hal. Namun yang paling utama dari sekian banyak penyebab tercemarnya suatu tatanan lingkungan adalah limbah.

Limbah dalam konotasi sederhana dapat diartikan sebagai sampah. Limbah atau dalam bahasa ilmiahnya disebut juga dengan polutan, dapat digolongkan atas beberapa kelompok berdasarkan pada jenis, sifat dan sumbernya. Limbah padat adalah semua bahan sisa atau bahan buangan yang sudah tidak berguna dan berbentuk benda padat. Limbah cair adalah semua jenis bahan sisa yang dibuang dalam bentuk larutan atau berupa zat cair. Limbah cair dapat berupa air bekas pencucian pemurnian emas yang mengandung unsur merkuri, busa detergen, dsb. Limbah organik adalah semua jenis bahan sisa atau buangan yang merupakan bentuk-bentuk organik, yang dapat terurai dan habis dalam tatanan lingkungan oleh organisme-organisme pengurai, sedangkan limbah an-organik adalah semua jenis bahan sisa atau bahan buangan yang tidak dapat terurai. Limbah industri


(29)

12

adalah semua jenis bahan sisa atau bahan buangan yang berasal dari hasil samping suatu proses perindustrian (Palar, 2008).

2.1.2. Pencemaran Oleh Limbah Industri

Industri memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Secara ekonomi, industri penting bagi negara dan dapat memberikan pekerjaan bagi jutaan orang di seluruh dunia. Sektor industri bukan hanya berkaitan dengan bangunan dan pabrik, tetapi juga mencakup industri pertanian, perkapalan dan kendaraan laut lainnya, kilang minyak dan pengeboran minyak lepas pantai serta truk-truk yang digunakan untuk membawa barang-barang dan bahan mentah yang dihasilkan oleh pabrik (Widyastuti, 2002). Istilah industri sering diindentikkan dengan semua kegiatan ekonomi manusia yang mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi atau menjadi barang yang lebih tinggi nilai kegunaannya. Defenisi ini merupakan defenisi industri dalam arti sempit. Dalam pengertian yang lebih luas industri dapat diartikan sebagai semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan bersifat komersial untuk memenuhi kebutuhan hidup. Industri dalam pengertian luas dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Industri primer, yaitu jenis industri yang langsung mengambil komoditas ekonomi dari alam tanpa proses pengolahan, seperti pertanian, pertambangan, dan kehutanan.

b. Industri sekunder, yaitu kegiatan manusia dalam mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi atau


(30)

menjadi barang yang lebih tinggi nilai kegunaannya. Industri sekunder dinamakan pula industri manufaktur atau pabrik (Utoyo, 2007).

Perindustrian telah mengalami kemajuan yang sangat pesat sejak terjadinya revolusi industri di daratan Eropa pada abad pertengahan. Seluruh negara maju di dunia berpacu untuk mendirikan pabrik-pabrik, untuk kemudahan bagi manusia. Perkembangan yang sangat pesat tersebut kemudian memberikan efek yang buruk bagi manusia. Kontrol yang hampir tidak pernah dilakukan terhadap buangan atau limbah industri telah mengakibatkan terjadinya pencemaran yang sangat luas di seluruh dunia.

Bentuk pencemaran akibat buangan industri adalah pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah industri yang mengandung gugus logam berat. Sebagai contoh adalah terjadinya peningkatan kadar merkuri (Hg) di perairan Teluk Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar merkuri dalam perairan Teluk Jakarta telah mencapai 0,027 ppm, berarti hampir empat kali dari jumlah hasil penelitian yang dilakukan dua tahun sebelumnya. Tercatat satu orang telah meninggal dan beberapa orang lainnya mengalami kelumpuhan, lidah kelu dan sama sekali tidak memiliki daya. Penyakit itu nyaris sama dengan penyakit yang timbul di Teluk Minamata di Jepang pada tahun 1950-an (Palar, 2008).

2.1.3. Pencemaran Laut

Laut adalah kumpulan air asin (dalam jumlah yang banyak dan luas) yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau-pulau (Setiawan, 2015). Hampir semua limbah cair baik yang berasal dari rumah tangga dan industri


(31)

14

dibuang langsung dan bercampur menjadi satu ke badan sungai atau laut, ditambah lagi dengan kebiasaan penduduk melakukan kegiatan MCK di bantaran sungai (Chandra, 2005).

Selain itu pencemaran laut yang lainnya terjadi pula dari buangan zat kimia limbah pabrik yang dibuang ke sungai dan mengalir ke laut. Pembuangan tailing atau ampas sisa kegiatan penambangan ke laut juga menyebabkan pencemaran, karena tailing yang seharusnya mengendap di dasar laut dapat terbawa ke permukaan laut dengan adanya pembalikan arus dari bawah laut (Rizky, 2013).

Di pihak lain, lautan merupakan tempat pembuangan benda-benda asing dan pengendapan barang sisa yang diproduksi oleh manusia, serta buangan dari kapal, tumpahan minyak dari kapal tanker dan pengeboran minyak lepas pantai. Kandungan logam di daerah laut dalam dengan laut dangkal biasanya berbeda. Laut dangkal memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan laut dalam. Hal tersebut disebabkan karena lautan dapat melarutkan dan menyebarkan bahan-bahan tersebut sehingga konsentrasinya menjadi menurun, terutama di daerah laut dalam. Daerah pantai, terutama daerah muara sungai sering mengalami pencemaran berat yang disebabkan karena proses pencemaran yang berjalan sangat lambat (Darmono, 2001).

A. Laut Sebagai Tempat Pembuangan Limbah

Pembuangan limbah di laut saat ini masih banyak dilakukan. Bahan buangan tersebut terutama berasal dari bahan kerukan pelabuhan yang mendangkal, sungai yang mendangkal, dan sebagainya. Diperkirakan 20% dari limbah yang dibuang ke laut ialah limbah industri berupa lumpur lunak (sludge),


(32)

lumpur yang bercampur dengan bahan kimia toksik, agen infeksi, dan bahan padat yang berasal dari endapan pengolahan limbah.

Limbah industri walaupun telah diproses dengan menggunakan IPAL, namun bila tidak diolah dengan prosedur yang benar akan menimbulkan kualitas limbah yang buruk. Sehingga permasalahan lingkungan masih sering muncul di daerah industri (Supriharyono, 2000).

2.2. Pencemaran Logam Berat

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat terpisahkan dari benda-benda yang terbuat dari logam. Fungsi beberapa jenis logam antara lain, Cr untuk memberi warna cemerlang pada perkakas dari logam, Co sebagai bahan magnet yang kuat pada loudspeaker atau mikrofon, Cu sebagai kawat listrik, Ni sebagai bahan baja tahan karat/stainless steel, Pb sebagai bahan baterai pada mobil, Zn sebagai bahan pelapis kaleng, dan Hg sebagai bahan pelarut emas.

Di Indonesia, pencemaran logam berat cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya proses industrialisasi. Pencemaran logam berat dalam lingkungan bisa menimbulkan bahaya bagi kesehatan, baik pada manusia, hewan maupun lingkungan (Wahyu dkk, 2008).

Menurut Endang (2007) dalam Djuangsih penyebab utama logam berat menjadi bahan pencemar berbahaya yaitu logam berat tidak dihancurkan (non degradable) oleh organisme hidup di lingkungan dan terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan an-organik secara adsorpsi dan kombinasi.


(33)

16

2.2.1. Pengertian Logam Berat

Unsur logam berat adalah unsur yang mempunyai densitas lebih dari 5 gr/cm³. Diantara semua unsur logam berat, Hg menduduki urutan pertama dalam hal sifat racunnya, dibandingkan dengan logam berat lainnya. Kemudian diikuti dengan logam berat antara lain Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, Zn.

Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah setiap bahan yang karena sifatnya atau konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain (Pasal 1 (17) UU No. 23 1997). Zat kimia B3 dapat berupa senyawa logam (anorganik) atau senyawa organik, sehingga dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu, B3 biologis, B3 logam dan B3 organik. Menurut data dari Environmental Protection Agency (EPA) tahun 1997, terdapat ‘top 20’ B3 dimana dari 20 B3 tersebut diantaranya adalah logam berat, Arsenic (As), Lead (Pb), Mercury (Hg), Kadmium (Cd), dan Chromium (Cr) (Sudarmaji dkk, 2006).

Perbedaan logam berat dengan logam-logam lain terletak dari pengaruh yang akan dihasilkan bila suatu logam berat berikatan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup. Sebagai contoh apabila logam besi (Fe) masuk ke dalam tubuh, meski dalam jumlah agak berlebihan, hal itu tidak menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap tubuh. Karena unsur Fe dibutuhkan dalam darah untuk mengikat oksigen. Sedangkan unsur logam berat baik logam berat beracun yang diperlukan oleh tubuh seperti tembaga (Cu), bila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang


(34)

berlebihan akan menimbulkan pengaruh buruk terhadap fungsi fisiologis tubuh (Palar, 2008).

2.2.2. Kandungan Logam Berat di Perairan

Daya racun logam berat di perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan perairan seperti pH, kesadahan, temperatur dan salinitas. Penurunan pH air akan menyebabkan daya racun logam berat semakin besar. Kesadahan yang tinggi dapat mempengaruhi daya racun logam berat, karena logam berat dalam air yang berkesadahan tinggi akan membentuk senyawa kompleks yang mengendap ke dalam dasar perairan.

Menurut Hasan Sitorus (2011) yang dikutip dari Manahan akumulasi logam berat dalam tubuh hewan air dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain 1) kadar logam berat dalam air, 2) kadar logam berat dalam sedimen, 3) pH air dan pH sedimen dasar perairan, 4) tingkat pencemaran air dalam bentuk COD (Chemical Oxygen Demand), 5) kandungan sulfur dalam air dan sedimen, 6) jenis hewan air, 7) umur dan bobot tubuh dan 8) fase hidup (telur, larva). Biota air seperti ikan yang hidup di perairan yang tercemar logam berat, dapat mengakumulasi logam berat tersebut dalam jaringan tubuhnya. Semakin tinggi kandungan logam dalam perairan, maka akan semakin tinggi pula kandungan logam berat yang terakumulasi dalam tubuh hewan tersebut.

Logam berat yang masuk ke dalam jaringan tubuh ikan melalui beberapa jalan, yaitu saluran pencernaan, saluran pernapasan dan penetrasi melalui kulit. Absorpsi logam melalui pernapasan biasanya cukup besar, sedangkan logam yang masuk melalui kulit jumlah dan absorpsinya relatif kecil (Darmono, 2001).


(35)

18

Menurut Wahyu (2008) yang dikutip dari Rozanah berdasarkan hasil penelitian Tim Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB, diketahui bahwa kandungan logam berat timbal (Pb), kadmium (Cd), kuprum (Cu), dan merkuri (Hg) di perairan Teluk Jakarta, yaitu di perairan Ancol dan perairan Dadap, telah melampaui nilai ambang batas. Pencemaran ini diakibatkan oleh pembuangan limbah industri kertas, minyak goreng, limbah rumah tangga, industri pengolahan logam di kawasan Pantai Marunda, dan industri dari 13 sungai yang ada di DKI Jakarta, serta pembuangan minyak secara rutin dari kapal dan perahu kecil di kawasan Teluk Jakarta.

2.2.3. Batas Cemaran Logam Berat Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb)

Sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 7387:2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan yang disusun antara lain dengan memperhatikan Keputusan Ditjen POM No. 03725/B/SK/VII/1989 disebutkan bahwa batas maksimum cemaran logam kadmium (Cd) pada ikan dan hasil olahannya yaitu sebesar 0,1 mg/kg sedangkan logam timbal (Pb) pada ikan dan hasil olahannya sebesar 0,3 mg/kg.

2.3 . Kadmium (Cd)

2.3.1. Karakteristik Kadmium (Cd)

Berdasarkan sifat fisikanya kadmium (Cd) adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, tidak larut dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan kadium oksida bila dipanaskan. Logam ini akan kehilangan kilapnya bila berada dalam udara yang basah atau lembab serta akan cepat


(36)

mengalami kerusakan bila dikenai oleh uap amonia (NH3) dan sulfur hidroksida. Cd umumnya terdapat dalam kombinasi dengan klor (Cd klorida) atau belerang (Cd sulfit). Cd memiliki nomor atom 40, berat atom 112,4 g/mol ; titik leleh 321ºC dan titik didih 767ºC. Kadmium bersifat lentur, tahan terhadap tekanan serta dapat dimanfaatkan sebagai pencampur logam lain, seperti nikel (Ni), emas (Au), kuprum (Cu), dan besi (Fe) (Wahyu dkk, 2008).

2.3.2. Penyebaran dan Sumber Cd

Cd terutama terdapat dalam kerak bumi bersama dengan seng (Zn). Hanya ada satu jenis mineral kadmium di alam yaitu greennockite (CdS) yang selalu ditemukan bersamaan dengan mineral spalerite (ZnS) yang biasanya merupakan produksi sampingan dari peristiwa peleburan dan refening bijih-bijih Zn. Cd dari hasil sampingan peleburan dan refining bijih Zn rata-rata memiliki kadar Cd sebesar 0,2-0,3%.

Sumber pencemaran dan paparan Cd berasal dari polusi udara, keramik berglazur, rokok, air sumur, makanan yang tumbuh di daerah pertanian yang tercemar Cd, fungisida, pupuk, serta cat. Paparan dan toksisitas kadmium berasal dari rokok, tembakau, pipa rokok yang mengandung Cd, perokok pasif, plastik berlapis Cd serta air minum (Wahyu dkk, 2008).

2.3.3. Penggunaan Dalam Bidang Industri

Kadmium (Cd) merupakan logam yang sangat penting dan banyak kegunaannya, khususnya untuk elektroplating (pelapisan elektrik) serta galvanisasi karena Cd memiliki keistimewaan nonkorosif. Cd banyak digunakan


(37)

20

dalam pembuatan alloy, dan digunakan pula sebagai pigmen warna cat, keramik, plastik, stabilizer plastik, katode untuk Ni-Cd pada baterai, bahan fotografi, pembuatan tabung TV, karet, sabun, kembang api, percetakan tekstil, dan pigmen untuk gelas dan email gigi. Pada dasarnya penggunaan kadmium adalah sebagai bahan ‘stabilisasi’ yaitu sebagai bahan pewarna dalam industri plastik dan pada elektroplating. Kadmium yang terdapat di dalam lingkungan pada kadar yang rendah berasal dari kegiatan penambangan seng (Zn), timah (Pb), dan kobalt (Co) serta kuprum (Cu). Sementara dalam kadar tinggi, kadmium berasal dari emisi industri, antara lain dari hasil sampingan penambangan, peleburan seng (Zn) dan timbal (Pb).

Pemanfaatan Cd dan persenyawaannya meliputi :

a. Senyawa Cds dan CdSeS yang banyak digunakan sebagai zat warna.

b. Senyawa Cd sulfat (CdSO) yang digunakan dalam industri baterai yang berfungsi sebagai pembuatan sek wseton karena memiliki potensial voltase stabil, yaitu 1,0186 volt.

c. Senyawa Cd bromida (CdBr) dan Cd-ionida (CdI) yang digunakan untuk fotografi.

d. Senyawa dietil-Cd yang digunakan untuk pembuangan tetraetil-Pb.

e. Senyawa Cd-stearat untuk perindustrian manufaktur polyvinilkhlorida (PVC) sebagai bahan untuk stabilizer (Wahyu dkk, 2008).

2.3.4. Mekanisme Toksisitas Kadmium (Cd)

Sekitar 5-8% dari logam kadmium, diabsorpsi dalam tubuh. Sebagian besar kadmium masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan, tetapi akan


(38)

keluar lagi melalui faeses sekitar 3-4 minggu setelah terpapar Cd, dan sebagian kecil dikeluarkan melalui urin. Absorpsi kadmium (Cd) dalam saluran pencernaan meliputi 2 tahap, yaitu :

1. Penyerapan Cd dari lumen usus melewati membran brush border ke dalam sel mukosa.

2. Transpor Cd ke dalam aliran darah dan deposisi dalam jaringan, terutama dideposit di hati dan ginjal. Kadmium memiliki afinitas yang tinggi pada testis sehingga konsentrasi pada testis juga akan lebih tinggi dibandingkan pada jaringan lainnya.

Daya akumulasi kadmium sangat efisien dalam tubuh manusia, yaitu kurang lebih 40 tahun. Kadmium dalam tubuh terakumulasi dalam hati dan ginjal terutama yang berikatan dengan proteintionin dan mengubah tionin menjadi metalotionin. Metalotionin mengandung unsur sistein, dimana Cd terikat dalam gugus sulfhidril (-SH) dalam enzim seperti karboksil sisteinil, histidil, hidroksil, dan fosfatil dari protein dan purin (Wahyu dkk, 2008).

2.3.5. Dampak Toksik Kadmium (Cd) Terhadap Kesehatan A. Secara akut

Kasus keracunan akut kadmium kebanyakan dari menghisap debu dan asap kadmium, terutama kadmium oksida (CdO). Gejala-gejala keracunan akut yang akan timbul adalah rasa sakit dan panas pada bagian dada. Gejala ini akan muncul setelah 4-10 jam sejak penderita terpapar oleh uap logam Cd. Kematian disebabkan karena terjadinya oedema paru-paru. Apabila dapat bertahan hidup, korban akan mengalami emfisema atau gangguan paru-paru (Darmono, 2001).


(39)

22

Penyakit paru-paru akut ini dapat terjadi bila penderita terpapar oleh uap Cd atau CdO dalam waktu 24 jam, dan akan menyebabkan kematian bila konsentrasi berkisar dari 2500-2900 mg/m. Sedangkan pada pekerjaan-pekerjaan yang menggunakan solder dengan kandungan 24% Cd. Kematian akan segera terjadi bila konsentrasi uap solder secara keseluruhan sebesar 1 mg/m.

B. Secara kronis

Keracunan yang bersifat kronis disebabkan karena daya racun yang dibawa oleh logam Cd terjadi dalam selang waktu yang sangat panjang. Keracunan kronis ini membawa akibat yang lebih buruk dibandingkan dengan keracunan akut. Akibat yang ditimbulkan pada umumnya terjadi kerusakan-kerusakan pada sistem fisiologis tubuh, seperti sistem urinaria (ginjal), sistem respirasi (paru-paru), sistem sirkulasi (darah) dan jantung. Di samping itu, keracunan kronis juga merusak kelenjar reproduksi, sistem penciuman dan bahkan dapat mengakibatkan kerapuhan pada tulang (Palar, 2008).

Salah satu contoh penyakit akibat keracunan logam berat kadmium yaitu Itai-itai Disease. Itai-itai disease terjadi di Jepang, pertama kali ditemui di area yang sangat tercemar di lembah sungai Jinzu, terletak di Prefektur Toyama, Jepang. Penyakit ini sendiri menunjukkan gejala nephropathy dan osteomalacia. Kedua penyakit ini adalah penyakit yang timbul akibat adanya kandungan kadmium (Cd) dalam tubuh. Menurut hasil identifikasi Dinas Kesehatan setempat atau Public Welfare Office of Toyama terhadap area yang terpolusi Cd bahwa sejak tahun 1967, 97% orang dari 132 penduduk yang meninggal dunia adalah korban itai-itai disease. Kasus keracunan kadmium ini terjadi ketika Jepang


(40)

sedang memproduksi senjata untuk kebutuhan militer. Penambangan yang dilakukan Mitsui Mining and Smelting Co. Ltd secara tidak langsung membuat dampak di sungai Jinzu. Banyak kasus meninggalnya pasien yang terkena penyakit ini setelah mengkonsumsi air sungai Jinzu serta memakan beras yang diirigasi oleh sungai tersebut. Pada 34 area persawahan di sekitar sungai Jinzu ditemukan 4,04 ppm kandungan logam berat dalam air, 2,42 ppm kandungan logam berat dalam di tengah area persawahan dan 2,24 ppm di area outlet irigasi. Sedangkan logam kadmium berkisar kurang dari 1,0 ppm di seluruh wilayah persawahan. Hasil hipotesis masuknya kadmium dalam tubuh manusia diduga adalah karena padi yang dihasilkan dari kawasan tersebut tercemar kadmium. Seluruh padi yang diteliti memiliki konsentrasi Cd yang beragam mulai dari 1,0 ppm hingga yang tertinggi mencapai 6,88 ppm (Istarani, F dan Elina S, 2014).

Pada ginjal, kadmium dapat menyebabkan nefrotoksisitas (toksik ginjal), yaitu gejala proteinuria, glikosuria dan aminoasiduria disertai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus ginjal. Kasus keracunan kadmium juga menyebabkan gangguan kardio vaskuler dan hipertensi. Hal tersebut terjadi karena tingginya afinitas jaringan ginjal terhadap kadmium. Selain itu, kadmium juga mengakibatkan terjadinya gejala osteomalasea karena terjadi interferensi daya keseimbangan kandungan kalsium dan fosfat dalam ginjal (Darmono, 2001)

Pada paru-paru dapat menyebabkan kerusakan terhadap organ respirasi paru-paru. Pada peristiwa terhirupnya debu Cd selama 20 tahun oleh para pekerja industri yang melibatkan Cd, akan menyebabkan terjadinya pembengkakan paru-paru (pulmonary emphysema).


(41)

24

Pada darah dan jantung logam Pb dapat menyebabkan penyakit anemia (kekurangan darah). Hal ini ditemukan pada pekerja yang telah bekerja selama 5-30 tahun pada industri yang melibatkan CdO.

Pada tulang dapat menyebabkan kerapuhan tulang. Penyakit ini telah ditemui sebelumnya di Jepang yang disebut dengan ‘itai-itai’ (Itai-itai Disease). Menurut para ahli, efek yang ditimbulkan oleh Cd terhadap tulang kemungkinan disebabkan karena kekurangan kalsium (Ca) dalam makanan yang tercemar oleh Cd sehingga fungsi kalsium dalam pembentukan tulang digantikan oleh logam Cd yang ada. Pada para penderita keracunan kronis, dapat diketahui dengan melihat tanda-tanda keracunan berupa lingkaran kuning pada bagian pangkal gigi.

Pada sistem reproduksi logam Cd dalam konsentrasi tertentu dapat mematikan sel-sel sperma pada laki-laki yang berakibat impotensi. Impotensi yang ditimbulkan dapat dibuktikan dengan rendahnya kadar testosteron dalam darah (Palar, 2008).

2.3.6. Pencegahan dan Penanggulangan Kadmium (Cd)

Orang yang rentan terpapar Cd adalah pekerja di lingkungan industri, pekerja galvanisasi, perokok aktif dan perokok pasif, pekerja di penambangan Zn, dan orang yang mengonsumsi makanan yang tercemar Cd. Untuk mencegah dan mengurangi paparan Cd, dapat dilakukan beberapa hal berikut :

1. Menghindari paparan kadmium dengan mengurangi rokok, mengurangi konsumsi makanan yang rentan terkontaminasi Cd, antara lain kerang dan shellfish, serta mengurangi minuman yang rentan tercemar Cd, antara lain kopi atau teh.


(42)

2. Bagi para pekerja, sebaiknya menggunakan masker serta tidak makan, minum ataupun merokok di daerah industri.

3. Untuk mencegah toksisitas Cd, jaga kecukupan Zn dalam tubuh dengan mengonsumsi makanan yang mengandung Zn tinggi, antara lain biji-bijian yang tidak ditumbuk halus, makanan dari golongan leguminosae dan kacang-kacangan. Konsumsi suplemen Zn 15-30 mg/hari bisa mengurangi toksisitas Cd (Wahyu dkk, 2008).

Penanggulangan Kadmium (Cd) pada Makanan

Upaya menurunkan kandungan logam berat pada makanan banyak dilakukan dengan penambahan bahan sekuestran (Chelating agents). Sekuestran adalah bahan yang dapat mengikat logam dalam makanan sehingga mutu makanan tetap terjaga dari cemaran logam berat. Beberapa kandungan alami makanan dapat berperan sebagai bahan sekuestran antara lain asam-asam karboksilat (oksalat, succinic), asam-asam hidroksi (laktat, malat, tartarat, sitrat) asam-asam amino, peptida, protein dan porfirin. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar kandungan kadmium (Cd) dalam makanan, yaitu :

a) Merendam makanan dengan menggunakan jeruk nipis, misalnya udang windu. Dimana jeruk nipis mengandung asam sitrat yang dapat menurunkan kadar kadmium. Perendaman selama 30 menit menunjukkan terjadi penurunan kadar kadmium sebesar 56,09%, sedangkan perendaman selama 60 menit dapat menurunkan kadar kadmium sebesar 69,17% (Armanda, 2009).


(43)

26

b) Menurut Hudaya (2010) yang mengutip dari Nihe dengan menambahkan asam jawa pada ikan tongkol dapat menurunkan kadar logam kadmium. Penambahan asam jawa yang mengandung asam hidroksi (malat, tartarat, sitrat) dengan konsentrasi 5%, 15%, 25%, 35% dan 45% selama 30 menit dapat menurunkan kadmium berturut-turut sebesar 0,175 ppm, 0,219 ppm, 0,298 ppm, 0,259 ppm dan 0,198 ppm.

c) Merendam kerang darah dengan belimbing wuluh. Kadar kadmium dalam kerang darah dapat berkurang 94,7% setelah direndam dengan larutan belimbing wuluh selama 1 jam. Hal ini karena belimbing wuluh mengandung asam sitrat (Hudaya, 2010).

d) Merebus kerang bulu dengan menggunakan asam gelugur seberat 100 gram dapat menurunkan kandungan kadar logam kadmium sebesar 59,56% (Pransiska, 2010).

e) Merendam kerang bulu (Andara antiquata) menggunakan larutan chitosan dengan konsentrasi 0,5%, 1% dan 1,5% serta dengan waktu yang berbeda-beda. Perendaman dengan larutan chitosan 0,5% lama perendaman 15 menit menurunkan 37,2%, 0,5% lama perendaman 30 menit menurunkan 40,5%, 0,5% lama perendaman 60 menit menurunkan 45,4%, 1% lama perendaman 15 menit menurunkan 38,79%, 1% lama perendaman 30 menit menurunkan 40,6%, 1% lama perendaman 60 menit menurunkan 55,5% dan perendaman dengan larutan chitosan konsentrasi 1,5% lama perendaman 15 menit menurunkan 39%, 1,5% lama perendaman 30 menit


(44)

menurunkan 41,3%, 1,5% lama perendaman 60 menit menurunkan 63,08% (Afsyah, 2011).

2.4. Timbal (Pb)

2.4.1. Karakteristik Timbal (Pb)

Timbal atau yang dikenal dengan timah hitam, dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum dan disimbolkan dengan Pb. Timbal (Pb) memiliki titik lebur rendah, mudah dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif, sehingga bisa digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan. Pb adalah logam lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat serta mudah dimurnikan dari pertambangan. Timbal meleleh pada suhu 328ºC (662ºF); titik didih 1740ºC (3164ºF); dan memiliki gravitasi 11,34 dengan berat atom 207,20 (Palar, 2008).

2.4.2. Penyebaran dan Sumber Pb

Logam timbal di bumi jumlahnya sangat sedikit, yaitu 0,0002% dari jumlah kerak bumi bila dibandingkan dengan jumlah logam lainnya yang ada di bumi. Pencemaran Pb berasal dari sumber alami maupun limbah hasil aktivitas manusia dengan jumlah yang terus meningkat, baik di lingkungan air, udara, maupun darat.

Keberadaan timbal di badan air berasal dari 2 sumber, yakni yang pertama terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam melalui proses alami seperti letusan gunung berapi, bebatuan dan proses geokimia, kemudian yang kedua berasal dari aktifitas manusia seperti air buangan industri, electroplating/pelapisan logam, pertambangan, peleburan, panggunaan pestisida,


(45)

28

merupakan hasil pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor dengan bantuan hujan. Selain itu juga sebagai akibat proses korosifikasi bahan mineral akibat hempasan dan angin. Timbal yang berasal dari air aktivitas manusia jatuh pada jalur-jalur perairan seperti anak sungai dan kemudian terbawa menuju laut.

Kadar Pb secara alami dapat ditemukan dalam bebatuan sekitar 13 mg/kg. Pb yang terdapat di tanah memiliki kadar sekitar 5-25 mg/kg dan di air bawah tanah berkisar antara 1-60 µg/liter. Pb juga ditemukan di air permukaan, pada air telaga dan air sungai sebesar 1-10 µg/liter, air laut lebih rendah dari air tawar. Laut Bermuda yang bebas dari pencemaran Pb sekitar 0,07 µg/liter. Secara alami Pb juga ditemukan di udara yang kadarnya antara 0,0001-0,001 µg/m³. Logam berat Pb yang berasal dari tambang dapat berubah menjadi PbS (golena), PbCO3 (cerusite), dan PbSO4 (anglesite) dan ternyata golena merupakan sumber utama Pb yang berasal dari tambang (Sudarmaji dkk, 2006). Di alam terdapat 4 macam isotop timbal, yakni :

1. Timbal 204 dengan jumlah sebesar 1,48% dari seluruh isotop timbal. 2. Timbal 206 sebanyak 23,60%.

3. Timbal 207 sebanyak 22,60%.

4. Timbal 208 sebanyak 52,32% dari seluruh isotop timbal yang terdapat di alam. Isotop-isotop ini merupakan hasil akhir dari peluruhan unsur-unsur radioaktif alam (Palar, 2008).

2.4.3. Penggunaan Dalam Bidang Industri

Logam Pb digunakan dalam industri baterai, kabel, penyepuhan, pestisida, sebagai zat antiletup pada bensin, zat penyusun patri atau solder, sebagai


(46)

formulasi penyambung pipa sehingga memungkinkan terjadinya kontak antara air rumah tangga dengan Pb (Wahyu dkk, 2008).

Timbal dan persenyawaannya banyak digunakan dalam berbagai bidang. Dalam industri baterai, timbal digunakan sebagai grid yang merupakan alloy (suatu persenyawaan) dengan logam bismut (Pb-Bi) dengan perbandingan 93:7. Timbal oksida (PbO) dan logam timbal dalam industri baterai digunakan sebagai bahan yang aktif dalam pengaliran arus elektron. Persenyawaan yang dibentuk oleh Pb dengan unsur kimia lainnya beserta dengan fungsinya, yaitu :

Tabel. 2.1. Bentuk Persenyawaan Pb dan Kegunaannya

Bentuk Persenyawaan Kegunaan

Pb + Sb Kabel telepon

Pb + As + Sn + Bi Kabel listrik

Pb + arsenat Insektisida

Pb + Ni Senyawa azida untuk bahan peledak

Pb + Cr + Mo + Cl Untuk pewarnaan pada cat

Pb – asetat Pengkilapan keramik & bahan anti api

Pb + Te Pembangkit listrik tenaga panas

Tetrametil – Pb & Tetraetil – Pb Aditive untuk bahan bakar kendaraan bermotor

(Palar, 2008)

2.4.4. Mekanisme Toksisitas Timbal (Pb)

Orang dewasa mengabsorpsi Pb sebesar 5-15% dari keseluruhan Pb yang dicerna, sedangkan anak-anak mengabsorpsi Pb lebih besar, yaitu 41,5%. Pb dapat menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb).

Proses masuknya timbal ke dalam tubuh dapat melalui makanan dan minuman, udara, dan penetrasi pada kulit. Penyerapan lewat kulit ini dapat terjadi disebabkan karena senyawa ini dapat larut dalam minyak dan lemak (Palar, 2008). Timbal melalui udara masuk ke saluran pernafasan kemudian akan terserap dan


(47)

30

berikatan dengan darah paru-paru kemudian diedarkan ke seluruh jaringan dan organ tubuh.

Timbal yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman sekitar 14% akan masuk ke saluran pencernaan yang kemudian akan ikut dalam proses metabolisme tubuh. Jumlah timbal yang masuk melalui makanan masih mungkin ditolerir oleh lambung, karena adanya asam lambung yang dapat menyerap timbal. Timbal yang diabsorpsi melalui saluran pencernaan akan melewati hati sebelum dibawa ke bagian tubuh lain. Melalui proses biotransformasi hati akan mendetoksifikasi zat kimia yang masuk. Dari proses tersebut akan dihasilkan metabolit yang seringkali larut dalam air sehingga dapat diekskresi oleh tubuh (Oktaria, 2009).

Gambar 2.1 Akumulasi Timbal (Pb) dalam Tubuh Manusia (Depkes RI, 2001 dalam Naria, 2005)

Timbal yang diabsorpsi ke dalam tubuh akan didistribusikan ke darah, cairan ekstraseluler dan beberapa tempat deposit, yang berada di jaringan lunak (hati, ginjal, dan syaraf) dan jaringan mineral (tulang dan gigi). Timbal yang

Timbal (Pb) - Pernafasan - Oral - Kulit Darah Sekreta : - Urine - Faeces - Keringat

Jaringan Lunak :

- Hati - Ginjal - Syaraf Jaringan Mineral: - Tulang - Gigi


(48)

terakumulasi dalam skeleton (tulang) sekitar 90% dari keseluruhan. Ekskresi timbal melalui saluran cerna dipengaruhi oleh saluran aktif dan pasif kelenjar saliva, pankreas dan kelenjar lainnya di dinding usus, regenerasi sel epitel dan ekskresi empedu.

Pb yang telah diserap akan diendapkan dalam tulang bergabung dengan matrik tulang yang mirip dengan kalsium (Ca). Karena logam ini dalam bentuk ion (Pb²+) mampu menggantikan keberadaan ion Ca²+ (kalsium) yang terdapat dalam jaringan tulang. Penyimpanan Pb dalam tulang menyebabkan kenaikan katabolisme tulang yang memungkinkan dapat meningkatkan konsentrasi Pb dalam sirkulasi darah. Beberapa penyakit yang dapat timbul karena proses pergantian tulang berkaitan dengan tingginya kadar Pb dalam darah seperti hipertiroidisme dan osteoporosis.

Secara intraseluler, Pb terikat pada kelompok sulfhidril dan ikut berperan dalam sejumlah enzim seluler, seperti dalam sintesis heme. Pengikatan seperti itu juga terdapat pada keberadaan Pb dalam rambut dan kuku.

Waktu paruh timbal secara biologi dalam tulang manusia diperkirakan 2-3 tahun. Timbal dalam darah akan dapat dideteksi dalam waktu paruh sekitar 20 hari, sedangkan ekskresi timbal dalam tubuh secara keseluruhan terjadi dalam waktu paruh sekitar 28 hari. Dari darah dan tempat deposit, timbal kemudian diekskresikan melalui urine, faeces, dan keringat.


(49)

32

2.4.5. Dampak Toksik Timbal (Pb) Terhadap Kesehatan A. Secara akut

Toksisitas akut akibat logam Pb terjadi jika Pb masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau menghirup gas Pb dalam waktu yang relatif pendek dengan dosis atau kadar yang relatif tinggi. Gejala dan tanda-tanda klinis akibat paparan Pb secara akut dapat menimbulkan beberapa gejala, antara lain :

1. Gangguan gastrointestinal, seperti kram perut, kolik, dan biasanya diawali dengan sembelit, mual, muntah dan sakit perut yang hebat.

2. Gangguan neurologi berupa ensefalopati seperti sakit kepala, bingung atau pikiran kacau, sering pingsan dan koma.

3. Gangguan fungsi ginjal, oliguria, dan gagal ginjal yang akut bisa berkembang dengan cepat.

B. Secara kronis

Pada kasus terpapar Pb akibat kerja, intoksikasi Pb secara kronis berjalan lambat. Gejala awal ditandai dengan kelelahan, kelesuan, irritabilitas dan gangguan gastrointestinal. Apabila terpapar secara terus-menerus, pada sistem saraf pusat menyebabkan gejala seperti insomnia, bingung atau pikiran kacau, konsentrasi berkurang, dan gangguan ingatan (memori).

Berbagai penelitian secara epidemiologi telah menunjukkan bahwa tingkat paparan dengan dosis rendah akan menimbulkan dampak yang merugikan pada sistem saraf pusat. Dampak tersebut diantaranya dapat menyebabkan ketidakmampuan untuk mengikuti perintah yang sederhana dan pada tes IQ (Intellegence Quotient) menghasilkan angka/skor yang rendah. Hasil meta


(50)

analisis dari Needlemen dan Gatsonis menyatakan bahwa kadar Pb darah sebesar 10-15 µg/dl akan menimbulkan gangguan terhadap IQ anak. Hasil penelitian juga menyatakan bahwa setiap kenaikan kadar timbal dalam darah sebanyak 10 µg/dL akan menurunkan IQ sebanyak 4,6 poin.

Gejala lainnya yang timbul akibat terpapar Pb secara kronis adalah kehilangan libido, infertilitas pada laki-laki, gangguan menstruasi serta aborsi spontan pada wanita, sedangkan pada laki-laki telah terbukti adanya perubahan dalam spermatogenesis. Pada ibu hamil yang terpapar Pb selama kehamilan, Pb akan melewati plasenta dan kemudian akan ikut masuk dalam sistem peredaran darah janin dan selanjutnya setelah bayi lahir, Pb akan dikeluarkan bersama air susu (Riyadina, 1997).

2.4.6. Pencegahan dan Pengendalian Timbal (Pb)

Berbagai upaya untuk mencegah dan menghindari efek toksik Pb antara lain : 1. Melakukan tes medis (Pb dalam darah) terutama bagi pekerja yang berisiko

terpapar Pb. Tes medis tersebut meliputi : a) Sejarah Medis Pekerja (masa kerja)

Dilihat dalam hal riwayat terpapar Pb secara individu, kondisi higiene tempat kerja, kondisi gastrointestinal, hematologi, saluran ginjal, reproduksi dan masalah neurologi.

b) Tes Fisik

Diperiksa pada keadaan gusi dan gastrointestinal, hematologi, saluran ginjal, reproduksi, dan sistem saraf serta kondisi paru-paru.


(51)

34

d) Tes Darah

Kandungan Pb dalam darah, Zinc protoporfyrin atau eritrosit forfirin bebas, hemoglobin, hematokrit, kreatinin serum dan urinalisis dengan tes mikroskopik.

e) Tes Lain

Indikasi klinis lain yang timbul (Riyadina, 1997).

2. Menghindari penggunaan peralatan-peralatan dapur atau tempat makanan/minuman yang mengandung Pb (keramik berglasur, wadah/kaleng yang dipatri atau mengandung cat).

3. Pemantauan kadar Pb di udara dan kadar Pb dalam makanan/minuman secara berkesinambungan.

4. Mencegah anak menelan/menjilat mainan bercat atau berbahan mengandung cat.

5. Menghindari atau tidak berada lama di tempat-tempat yang udaranya terpolusi oleh gas buang kendaraan, terkhusus bagi anak-anak dan ibu hamil. 6. Menjaga higiene dan sanitasi makanan/minuman dan lingkungan.

7. Bagi para pekerja yang kontak dengan Pb sebaiknya menggunakan peralatan standar keamanan dan keselamatan kerja.

8. Mengurangi emisi gas buang yang mengandung Pb, baik dari kendaraan bermotor maupun industri (Wahyu dkk, 2008).

Penanggulangan Timbal (Pb) pada Makanan

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kadar timbal (Pb) dalam makanan adalah dengan menambahkan sekuestran seperti :


(52)

a. Merendam makanan dengan menggunakan jeruk nipis, misalnya udang windu. Perendaman selama 30 menit menunjukkan terjadi penurunan kadar timbal sebesar 48,40%, sedangkan perendaman selama 60 menit dapat menurunkan kadar timbal sebesar 64,46% (Armanda, 2009).

b. Merebus kerang bulu dengan menggunakan asam gelugur seberat 100 gram dapat menurunkan kandungan kadar logam timbal sebesar 68,08% (Pransiska, 2010).

2.5. Bahan Kimia Berbahaya Pada Makanan

Bahan berbahaya adalah bahan kimia baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 472/Menkes/Per/V/1996 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan). Kasus keracunan makanan sudah kerap terjadi di tengah-tengah masyarakat, baik yang disebabkan oleh toksin dalam makanan maupun oleh parasit, protozoa atau bakteri patogen yang terkontaminasi pada makanan.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan terdapat 10 jenis bahan tambahan yang dilarang yaitu :

1. Asam Borat dan senyawanya 2. Asam Salisilat dan garamnya 3. Dietilpirokarbonat


(53)

36

5. Formalin 6. Kalium bromat 7. Kalium klorat 8. Kloramfenikol

9. Minyak nabati yang dibrominasi 10. Nitrofurazon

11. Dulkamara 12. Kokain 13. Nitrobenzen 14. Sinamil antranilat 15. Dihidrosafrol 16. Biji tonka 17. Minyak kalamus 18. Minyak tansi 19. Minyak sasafras

Menurut Badan POM (2006) bahan kimia yang paling sering disalahgunakan pada pangan antara lain boraks, formalin, rhodamin B dan kuning metanil. Beberapa tujuan peruntukan dari senyawa-senyawa tersebut adalah :

a. Boraks digunakan untuk mematri logam; pembuatan gelas dan enamel; anti jamur kayu; pembasmi kecoa; antiseptik; obat untuk kulit dalam bentuk salep dan campuran pembersih.

b. Formalin digunakan untuk pembunuh kuman sehingga banyak digunakan sebagai pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian; pembasmi serangga;


(54)

bahan untuk pembuatan sutra buatan; zat pewarna; pembuatan gelas dan bahan peledak; dalam dunia fotografi digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas; untuk mengawetkan mayat; bahan pembuatan pupuk lepas lambat dalam bentuk urea formaldehid; untuk membuat parfum; bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku; pencegah korosi untuk sumur minyak; bahan untuk insulasi busa; bahan perekat untuk produk kayu lapis; dalam konsentrasi yang kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai produk konsumen.

c. Rhodamin B digunakan sebagai zat warna kertas, tekstil, sabun, kayu dan kulit; sebagai reagensia di laboratorium untuk pengujian antimon, kobal, niobium, emas, mangan, air raksa, dll serta untuk pewarna biologik.

d. Kuning metanil selain digunakan sebagai pewarna tekstil dan cat juga digunakan sebagai indikator reaksi netralisasi (asam-basa).

2.5.1. Bahan Pengawet

Bahan pengawet merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang paling tua penggunaannya. Pada permulaan paradaban manusia, asap telah digunakan untuk mengawetkan daging, ikan dan jagung. Demikian pula dengan menggunakan garam, asam dan gula. Kemudian dikenallah penggunaan bahan pengawet untuk mempertahankan pangan dari gangguan mikroba sehingga pangan tetap awet seperti semula (Cahyadi, 2009).

Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat makanan memiliki daya simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik


(55)

38

dan kimia makanan (Anonimous, 2015). Beberapa keuntungan yang diperoleh dalam upaya pengawetan makanan, antara lain :

1. Segi ekonomi

Makanan yang telah diawetkan dapat dijual dimana saja dan kapan saja tanpa mengurangi kualitas suatu makanan, serta dapat memperluas pemasarannya tanpa terikat oleh waktu.

2. Mempermudah transportasi

Indonesia memiliki iklim tropis, dimana makanan mudah membusuk. Dengan pengawetan, makanan dapat dipertahankan atau diolah dengan cara lain sehingga mudah dibeli dan tidak berbahaya serta dapat menghemat biaya transpor.

3. Mudah dihidangkan

Makanan yang telah diawetkan sebagian siap dihidangkan karena bagian yang tidak diperlukan telah dibuang. Dengan begitu, untuk masyarakat yang telah maju masalah waktu dapat diatasi.

4. Bermanfaat dalam keadaan tertentu

Misalnya dalam kejadian bencana alam, kelaparan, pengungsian dan kondisi darurat lainnya, bantuan makanan yang telah diawetkan dapat didatangkan dengan mudah (Chandra, 2005).

2.5.2. Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet

Penambahan bahan pengawet pada pangan secara umum menurut (Cahyadi, 2009) yaitu :

1) Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun yang tidak patogen


(56)

2) Memperpanjang umur simpan pangan

3) Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa dan bau bahan pangan yang diawetkan

4) Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah 5) Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau

tidak memenuhi persyaratan

6) Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan

2.5.3. Persyaratan Bahan Pengawet Kimia

Beberapa persyaratan bahan pengawet kimia untuk bahan pangan antara lain : 1. Memberikan arti ekonomis dari pengawetan

2. Digunakan hanya apabila cara-cara pengawetan yang lain tidak mencukupi atau tidak tersedia

3. Memperpanjang umur simpan dalam pangan

4. Tidak menurunkan kualitas (warna, cita rasa dan bau) bahan pangan yang diawetkan

5. Mudah dilarutkan

6. Menunjukkan sifat-sifat antimikroba pada jenjang pH bahan pangan yang diawetkan

7. Aman dalam jumlah yang diperlukan 8. Mudah ditentukan dengan analisa kimia 9. Tidak menghambat enzim-enzim pencernaan

10. Tidak mengalami dekomposisi atau tidak bereaksi untuk membentuk suatu senyawa kompleks yang bersifat lebih toksik


(57)

40

11. Mudah dikontrol dan didistribusikan secara merata dalam bahan pangan 12. Mempunyai spektra antimikrobia yang luas, meliputi macam-macam

pembusukan oleh mikrobia yang berhubungan dengan bahan pangan yang diawetkan (Cahyadi, 2009).

2.6. Formaldehid

2.6.1. Pengertian Formaldehid

Formaldehid adalah gas yang biasanya tersedia dalam bentuk larutan 40% (formalin). Larutan formaldehid atau formalin memiliki rumus molekul CH2O mengandung kira-kira 37% gas formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan 10-15% metanol untuk menghindari polimerisasi. Formaldehid adalah gas yang biasanya dikenal dengan formalin 100% atau formalin 40% yang mengandung 40 gram formaldehid dalam 100 ml pelarut. Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan, dan rasa membakar. Formalin merupakan larutan komersial dengan konsentrasi 10-40% dari formaldehid (Cahyadi, 2009).

Dipasaran formalin dapat diperoleh dalam bentuk sudah diencerkan, yaitu dengan kadar formalin 10, 20, 30, dan 40%. Beberapa nama kimia dari formalin yaitu : formol, methylene aldehyde, paraforin, morbicid, oxomethane, polyoxymethylene glycols, methanal, formoform, superlysoform, formic aldehyde, formalith, tetraoxymethylene, methyl oxide, karsan, trioxane, oxymethylene dan methylene glycol (Yuliarti, 2007).


(1)

No. Nama BTP Penstabil (Stabilizer) INS

104. Natrium kaseinat (Sodium caseinate) -

21.Peretensi Warna (Colour Retention Agent)

Peretensi Warna (Colour Retention Agent) adalah bahan tambahan pangan yang dapat mempertahankan, menstabilkan, atau memperkuat intensitas warna pangan tanpa menimbulkan warna baru.

No. Jenis BTP Peretensi Warna (Colour Retention Agent) INS

1. Magnesium karbonat (Magnesium carbonate) 504(i)

2. Magnesium hidroksida (Magnesium hydroxide) 528

22. Perisa (Flavouring)

Perisa (Flavouring) adalah bahan tambahan pangan berupa preparat konsentrat dengan atau tanpa ajudan perisa (flavouring adjunct) yang digunakan untuk memberi flavour dengan pengecualian rasa asin, manis dan asam.

Perisa (Flavouring) dikelompokkan menjadi: 1.Perisa alami;

2.Perisa identik alami; dan 3.Perisa artifisial.

Kelompok di atas dapat terdiri dari satu atau lebih jenis yang ada dalam tabel berikut.

No. Jenis BTP Perisa (Flavouring)

1. Bahan baku aromatik alami (Natural aromatic raw material)

adalah bahan baku yang berasal dari tumbuhan atau hewan yang cocok digunakan dalam penyiapan/pembuatan/pengolahan perisa alami. Bahan baku tersebut termasuk bahan pangan, rempah-rempah, herbal dan sumber tumbuhan lainnya yang tepat untuk aplikasi yang dimaksud. Antara lain bubuk bawang, bubuk cabe, irisan daun jeruk, potongan daun salam, irisan jahe.

2. Preparat perisa (Flavouring preparation)

adalah bahan yang disiapkan atau diproses untuk memberikan flavor yang diperoleh melalui proses fisik, mikrobiologis atau enzimatis dari bahan pangan tumbuhan maupun hewan yang diperoleh secara langsung atau setelah melalui proses pengolahan. Bahan tersebut sesuai untuk konsumsi manusia pada kadar penggunaannya tetapi tidak ditujukan untuk dikonsumsi langsung. Antara lain orange oil, tea extract, paprika oleoresin, cheese powder, yeast extract.


(2)

No. Jenis BTP Perisa (Flavouring) 3. Perisa asap (Smoke flavouring)

adalah preparat perisa yang diperoleh dari kayu keras termasuk serbuk gergaji, tempurung dan tanaman berkayu yang tidak mengalami perlakuan dan tidak terkontaminasi melalui proses pembakaran yang terkontrol atau distilasi kering atau perlakuan dengan uap yang sangat panas, dan selanjutnya dikondensasi serta difraksinasi untuk mendapatkan flavor yang diinginkan.

4. Perisa hasil proses panas (Process flavouring)

adalah preparat perisa dari bahan atau campuran bahan yang diijinkan digunakan dalam pangan, atau yang secara alami terdapat dalam pangan atau diijinkan digunakan dalam pembuatan perisa hasil proses panas, pada kondisi yang setara dengan suhu dan waktu tidak lebih dari 180°C dan 15 menit serta pH tidak lebih dari 8,0, antara lain perisa yang dihasilkan dari gula pereduksi dan asam amino.

23.Perlakuan Tepung (Flour Treatment Agent)

Perlakuan Tepung (Flour Treatment Agent) adalah bahan tambahan pangan yang ditambahkan pada tepung untuk memperbaiki warna, mutu adonan dan atau pemanggangan, termasuk bahan pengembang adonan, pemucat dan pematang tepung.

No. Nama BTP Perlakuan Tepung (Flour Treatment Agent) INS

1. L-Amonium laktat (L-Ammonium lactate) 328

2. Natrium stearoil-2-laktilat (Sodium stearoyl-2-lactylate) 481(i)

3. Amonium klorida (Ammonium chloride) 510

4. Kalsium sulfat (Calcium sulphate) 516

5. Kalsium oksida (Calcium oxide) 529

6.  -Amilase (karbohidrase) dari Bacillus licheniformis (alpha-Amylase from Bacillus licheniformis (carbohydrase))

1100 7.  -Amilase dari Aspergillus oryzae, Var (alpha-Amylase

from Aspergillus oryzae, var.)

1100 8.  -Amilase dari Bacillus stearothermophilus

(alpha-Amylase from Bacillus stearothermophilus)

1100 9.  -Amilase dari Bacillus stearothermophilus yang

dinyatakan dalam Bacillus subtilis (alpha-Amylase from Bacillus stearothermophilus expressed in Bacillus subtilis)

1100 10.  -Amilase dari Bacillus subtilis (alpha-Amylase from

Bacillus subtilis)

1100 11. -Amilase dari Bacillus megaterium yang dinyatakan

dalam Bacillus subtilis (alpha-Amylase from Bacillus


(3)

No. Nama BTP Perlakuan Tepung (Flour Treatment Agent) INS megaterium expressed in Bacillus subtilis)

12. Protease dari Aspergillus oryzae, Var. (Protease from Aspergillus oryzae, var)

1101(i)

13. Papain (Papain) 1101(ii)

14. Bromelain (Bromelain) 1101(iii)

24.Pewarna (Colour)

Pewarna (Colour) adalah bahan tambahan pangan berupa pewarna alami dan pewarna sintetis, yang ketika ditambahkan atau diaplikasikan pada pangan, mampu memberi atau memperbaiki warna.

a. Pewarna alami (Natural Colour)

Pewarna Alami (Natural Colour) adalah Pewarna yang dibuat melalui proses ekstraksi, isolasi, atau derivatisasi (sintesis parsial) dari tumbuhan, hewan, mineral atau sumber alami lain, termasuk Pewarna identik alami.

No. Nama BTP Pewarna alami (Natural colour) INS

1. Kurkumin CI. No. 75300 (Curcumin) 100(i)

2. Riboflavin (Riboflavins):

Riboflavin (sintetik) (Riboflavin, synthetic) 101(i)

Riboflavin 5’- natrium fosfat (Riboflavin 5'-phosphate sodium)

101(ii) Riboflavin dari Bacillus subtilis (Riboflavin (Bacillus

subtilis))

101(iii) 3. Karmin dan ekstrak cochineal CI. No. 75470 (Carmines

and cochineal extract):

Karmin CI. No. 75470 (Carmines) 120

Ekstrak cochineal No. 75470 (Cochineal extract) 120

4. Klorofil CI. No. 75810 (Chlorophyll) 140

5. Klorofil dan klorofilin tembaga kompleks CI. No. 75810 (Chlorophylls and chlorophyllins, copper complexes)

141

6. Karamel I (Caramel I – plain) 150a

7. Karamel III amonia proses (Caramel III – ammonia process)

150c 8. Karamel IV amonia sulfit proses (Caramel IV – sulphite

ammonia process)

150d

9. Karbon tanaman CI. 77266 (Vegetable carbon) 153

10. Beta-karoten (sayuran) CI. No. 75130 (Carotenes, beta(vegetable))

160a(ii) 11. Ekstrak anato CI. No. 75120 (berbasis bixin) (Annatto

extracts, bixin based)


(4)

No. Nama BTP Pewarna alami (Natural colour) INS 12. Karotenoid (Carotenoids):

Beta-karoten (sintetik) CI. No. 40800 (beta-Carotenes, synthetic)

160a(i) Beta-karoten dari Blakeslea trispora (beta-Carotenes

(Blakeslea trispora)) 160a(iii)

Beta-apo-8’-karotenal CI. No. 40820 (beta-Apo-8'-Carotenal)

160e Etil ester dari beta-apo-8’asam karotenoat CI. No.

40825 (beta-apo-8'-Carotenoic acid ethyl ester)

160f

13. Merah bit (Beet red) 162

14. Antosianin (Anthocyanins) 163

15. Titanium dioksida CI. No. 77891 (Titanium dioxide) 171

b. Pewarna Sintetis (Synthetic Colour)

Pewarna Sintetis (Synthetic Colour) adalah Pewarna yang diperoleh secara sintesis kimiawi.

No. Nama BTP Pewarna sintetis (Synthetic colour) INS

1. Tartrazin CI. No. 19140 Tartrazine 102

2. Kuning kuinolin CI. No. 47005 Quinoline yellow 104

3. Kuning FCF CI. No. 15985 Sunset yellow FCF 110

4. Karmoisin CI. No. 14720 (carmoisine) 122

5. Ponceau 4R CI. No. 16255 (Ponceau 4R) 124

6. Eritrosin CI. No. 45430 (Erythrosine) 127

7. Merah allura CI. No. 16035 (Allura red) 129

8. Indigotin CI. No. 73015 (Indigotine) 132

9. Biru berlian FCF CI No. 42090 (Brilliant blue FCF) 133

10. Hijau FCF CI. No. 42053 (Fast green FCF) 143

11. Coklat HT CI. No. 20285 (Brown HT) 155

25.Propelan (Propellant)

Propelan (Propellant) adalah bahan tambahan pangan berupa gas untuk mendorong pangan keluar dari kemasan.

No. Jenis BTP Propelan (Propellant) INS

1. Nitrogen (Nitrogen) 941

2. Dinitrogen monooksida (dinitrogen monoxide) 942


(5)

26.Sekuestran (Sequestrant)

Sekuestran (Sequestrant) adalah bahan tambahan pangan yang dapat mengikat ion logam polivalen untuk membentuk kompleks sehingga meningkatkan stabilitas dan kualitas pangan.

No. Jenis BTP Sekuestran (Sequestrant) INS

1. Kalsium dinatrium etilen diamin tetra asetat (Calcium disodium ethylene diamine tetra acetate)

385

2. Isopropil sitrat (Isopropyl citrates) 384

3. Natrium glukonat (Sodium gluconate) 576

4. Kalium glukonat (Potassium gluconate) 577

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd. NAFSIAH MBOI


(6)

LAMPIRAN II

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 033 TAHUN 2012

TENTANG

BAHAN TAMBAHAN PANGAN BAHAN YANG DILARANG DIGUNAKAN SEBAGAI BTP

No. Nama Bahan

1 Asam borat dan senyawanya (Boric acid)

2 Asam salisilat dan garamnya (Salicylic acid and its salt) 3 Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC)

4 Dulsin (Dulcin)

5 Formalin (Formaldehyde)

6 Kalium bromat (Potassium bromate) 7 Kalium klorat (Potassium chlorate) 8 Kloramfenikol (Chloramphenicol)

9 Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils) 10 Nitrofurazon (Nitrofurazone)

11 Dulkamara (Dulcamara)

12 Kokain (Cocaine)

13 Nitrobenzen (Nitrobenzene)

14 Sinamil antranilat (Cinnamyl anthranilate) 15 Dihidrosafrol (Dihydrosafrole)

16 Biji tonka (Tonka bean)

17 Minyak kalamus (Calamus oil) 18 Minyak tansi (Tansy oil)

19 Minyak sasafras (Sasafras oil)

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd. NAFSIAH MBOI


Dokumen yang terkait

Kandungan Logam Kadmium (Cd), Timbal (Pb) dan Merkuri (Hg) pada Air dan Komunitas Ikan di Daerah Aliran Sungai Percut

3 140 76

Analisis Kandungan Merkuri (Hg) dan Kadmium (Cd) pada Beberapa Jenis Ikan Asin yang di Produksi di Kelurahan Bahari Kecamatan Medan Belawan tahun 2015

10 137 135

Analisis Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) pada Ikan Pelagis Kecil yang Didaratkan di PPS Belawan Kecamatan Medan Belawan Sumatera Utara

5 22 58

Analisis Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) pada Ikan Pelagis Kecil yang Didaratkan di PPS Belawan Kecamatan Medan Belawan Sumatera Utara

0 0 15

Analisis Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) pada Ikan Pelagis Kecil yang Didaratkan di PPS Belawan Kecamatan Medan Belawan Sumatera Utara

0 0 2

Analisis Kandungan Kadmium (Cd), Timbal (Pb) dan Formaldehid Pada Beberapa Ikan Segar Di KUB(Kelompok Usaha Bersama) Belawan, Kecamatan Medan Belawan Tahun 2015

0 0 41

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pencemaran dan Lingkungan - Analisis Kandungan Kadmium (Cd), Timbal (Pb) dan Formaldehid Pada Beberapa Ikan Segar Di KUB(Kelompok Usaha Bersama) Belawan, Kecamatan Medan Belawan Tahun 2015

0 0 49

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Kandungan Kadmium (Cd), Timbal (Pb) dan Formaldehid Pada Beberapa Ikan Segar Di KUB(Kelompok Usaha Bersama) Belawan, Kecamatan Medan Belawan Tahun 2015

0 0 9

ANALISIS KANDUNGAN CADMIUM (Cd), TIMBAL (Pb) DAN FORMALDEHID PADA BEBERAPA IKAN SEGAR DI KUB (KELOMPOK USAHA BERSAMA) BELAWAN, KECAMATAN MEDAN BELAWAN TAHUN 2015 SKRIPSI

0 0 15

ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) DAN KADMIUM (Cd) PADA BEBERAPA JENIS IKAN ASIN YANG DI PRODUKSI DI KELURAHAN BAHARI KECAMATAN MEDAN BELAWAN TAHUN 2015

0 0 14