mulai terkopel dengan kekuatan yang berbeda, propagasi kedua saraf tidak
sama. Saat nilai ε bernilai sama dan sefase,
maka kedua
saraf telah
tersinkronisasi. Keadaan ini dinamakan keadaan sinkronisasi fase terkunci phase
locking Synchronization.
22
Perbedaan antara propagasi tipe 1 dan 2 saraf terkopel hampir sama dengan
pada saat tidak terkopel. Untuk saraf terkopel tipe 1, saat nilai arus memasuki
negatif, maka frekuensi spike akan menurun. Sedangkan untuk tipe 2, saat
nilai arus negatif, maka tidak akan terjadi spike, melainkan terjadi pemuluran waktu
delay
yang menyebabkan
bursting. Khusus untuk tipe 2, antara keadaan
terkopel dan tidak adalah saat terkopel, frekuensi bursting akan lebih cepat
terjadi dibandingkan saat tidak terkopel. Ini
berkaitan dengan
penjelasan sebelumnya pada tipe 1, bahwa jenis
kopling diatas adalah merupakan jenis inhibitory.
4.4 Solusi Numerik pada n Saraf Terkopel
Agar lebih memahami konsep mengenai model kopel saraf, dan untuk
mendekati kenyataan
sesungguhnya bahwa jaringan saraf merupakan suatu
sistem yang kompleks, maka khusus pada sub bab ini akan ditambahkan bahasan
mengenai sistem kopling saraf dengan jumlah lebih dari 2 sel saraf.
Telah dijelaskan
sebelumnya bahwa model 2 saraf yang saling terkopel
merupakan representasi
dari suatu
jaringan kompleks pada saraf. Model kopel 2 saraf ini merupakan dasar
pemikiran bahwa sistem saraf kompleks merupakan susunan atas banyak sistem
dua
saraf terkopel
yang saling
berhubungan. Dengan
demikian, penjelasan mengenai n saraf pada sistem
saraf akan dapat dijelaskan dengan sistem dua saraf terkopel. Pembahasan pada
sub bab ini yaitu untuk sistem saraf dengan kopel n=2,3, dan 4 dengan arus
terapan AC. Untuk n=2, telah dibahas sebelumnya, sedangkan untuk n4, tidak
akan dibahas dengan asumsi bahwa bahasan mengenai n=2,3, dan 4 sudah
dapat mewakili fenomena sinkronisasi pada sistem saraf terkopel.
4.4.1 Solusi numerik pada 3 saraf terkopel
Model umum kopling n buah saraf seperti pada persamaan 54 dan
55, pada kopel n=3, maka model kopling tiga saraf akan menjadi.
N
.
NX = −
∞ .
. .
− −
. .
− −
.
− +
z { .
sin ~X +
a .
+
µ¹ .
,
2
∙∙∙∙ 60. G N
.
NX =
∞ .
.
−
. .
.
∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ 60. I N
NX = −
∞
− −
− −
− +
z {
sin~X +
a
+
µ¹ .
,
2
∙∙∙∙ 60. P N
NX =
∞
− ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ 60. N
N
2
NX = −
∞ 2
2 2
− −
2 2
− −
2
− +
z { 2
sin~X +
a 2
+
µ¹ 2
.
, ∙∙∙∙ 60. O
N
2
NX =
∞ 2
2
−
2 2
2
∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ 60. Dengan fungsi I
syn
adalah.
µ¹ .
= −b
.
−
µ
-ℎ
.
q
.
º 1
1 + expjσb − t
.
m »
+ ℎ
.2
q
.2
º 1
1 + expjσb
2
− t
.
m »´ 61. G
µ¹
= −b −
µ
-ℎ
.
q
.
º 1
1 + expjσb
.
− t m
» + ℎ
2
q
2
º 1
1 + expjσb
2
− t m
»´ 61. I
b
µ¹ 2
= −b
2
−
µ
-ℎ
2.
q
2.
º 1
1 + expjσb
.
− t
2
m »
+ ℎ
2
q
2
º 1
1 + expjσb − t
2
m »´ 61. P
Sehingga didapatkan model kopling 3 saraf yang dapat divariasikan kekuatan
kopling dan keterhubungannya dengan parameter ε
ij
dengan h
ij
. Untuk memahami konektifitas
antar saraf pada sistem kopling tiga saraf ini, maka kan diilustrasikan sutau
diagram mengenai kopling tersebut seperti pada Gambar 47.
Gambar 47. Sistem 3 saraf terkopel.a terkopel dan sinkronb kopel tidak
sempurna. Ilustrasi
pada Gambar
27 diatas
menjelaskan bagaimana
salah satu
kemungkinan keadaan ketika ketiga saraf tersebut terhubung. Dapat dilihat bahwa
antara saraf 1 dan 2, saling terkopel dan sinkron. Sedangkan antara saraf 2 dan 3
terkopel, namun tidak sinkron. Beda hal dengan hubungan saraf 1 dan 3 yaitu
dengan nilai h
13
=0, yang ditandai dengan tidak adanya garis penghubung dari saraf
1 ke 3, berarti ini tidak terhubung. Sedangkan untuk h
31
=1 dengan garis putus-putus
dari saraf
3 ke
1, menunjukan bahwa saraf 3 terhubung
dengan saraf 1 namun tidak sinkron. Untuk
mencapai suatu
keadaan sinkronisasi, maka antara kedua saraf
harus saling terkopel.
23
Hasil simulasi untuk keadaan Gambar 47., dengan nilai ε
12
= ε
21
=0.5, ε
23
=0.25, ε
32
=1.25, ε
13
=0, ε
31
=0.5 mScm
2
untuk Gambar 47.b, dan ε
ij
=0.5 untuk Gambar 47.a, dengan nilai arus terapan
AC yang sama, maka didapatkan hasil simulasi untuk propagasi tipe 1 seperti
pada gambar 48.
Gambar 48. Sinkronisasi 3 saraf terkopel tipe 1 dengan variasi kemungkinan keadaan terkopel. a arus terapan AC. b tidak terkopel. c terkopel dengan fase berbeda. d
terkopel dan tersinkronisasi. e kopel tidak sempurna
neuron 1 coupled not synchron
uncoupled coupled n synchron
neuron 2 neuron 3
neuron 3 neuron 2
coupled n synchron uncoupled
coupled not synchron neuron 1
100 200
300 400
500 600
700 800
900 1000
40 60
80
100 200
300 400
500 600
700 800
900 1000
-50 50
100 200
300 400
500 600
700 800
900 1000
-100 100
100 200
300 400
500 600
700 800
900 1000
-100 100
time ms 100
200 300
400 500
600 700
800 900
1000 -100
100
not perfect coupled full coupled hij=1, epsij=0.5, synchron
coupled hij=1, epsij=0.5, not same phase Injected AC current
neuron 1 neuron 2
neuron 3 Not coupled hij=0
3 Coupled Class 1 Excitability a
b c
d e
a
Propagasi tiga saraf terkopel menunjukan bahwa pada keadaan saling
terisolasi, saraf 1, 2, maupun tiga saling tidak mempengaruhi. Sedangkan pada
Gambar 28.b menunjukan bahwa antara saraf 2 dan 3 dapat tersinkronisasi
walaupun bukan dalam keadaan kopel. Ini
telah dibahas
pada sub
bab sebelumnya terakit dengan karakteristik
dinamik tiap-tiap saraf. Sedangkan ketika ketiga saraf saling terkopel, namun tidak
tersinkronisasi, maka ketiga saraf ini menempati kedudukan different phase
synchronization dps Gambar 48.c, yang berarti sistem sudah tersinkronisasi
namun memiliki fase propagasi yang berbeda.
22
Untuk Gambar 48.d, sistem tersinkronisasi sempurna dengan fase
propagasi yang sama. Keadaan ini disebut same phase synchronization sps
yang berarti bahwa sistem tersinkronisasi dengan fase propagasi yang sama.
Sedangkan
untuk Gambar
48.e merupakan hasil propagasi saraf dari
ilustrasi pada Gambar 47.b. dapat dilihat bahwa antara saraf 1 garis merah dan 2
garis hijau tersinkronisasi dengan fase yang berbeda. Pada saraf 2 dan 3 garis
biru,
terkopel namun
tidak tersinkronisasi karena ε
23
≠ε
32
. Antara saraf 1 dan 3 tidak memiliki hubungan
kopel sempurna dan sama sekali tak tersinkronisasi. Hasil yang didapatkan
ini, mengasumsikan bahwa ketiga saraf pada saat awal propagasinya memiliki
fase yang berbeda, yaitu masing-masing nilai awal potensial pada saraf 1, 2, dan 3
adalah -60 mV, -30 m, dan 0 mV.
Berbagai variasi kondisi kopling pada sistem 3 saraf dapat dilakukan
dengan terlebih dahulu membuat suatu diagram sistem kopling seperti pada
Gambar 47. Dengan diagram tersebut, dapat menjelaskan apakah tiap-tiap saraf
terhubung h
ij
≠0, apakah sinkron ε
i
=ε
j
, dan
bagaimana kekuatan
kopling tersebut. Untuk lebih memahaminya,
diberikan dua contoh diagram 3 kopling tersebut dengan keadaan yang berbeda.
Gambar 49. Sistem 3 saraf terkopel. avariasi 1. b variasi 2.
Berdasarkan Gambar 49., pada Gambar 49.a menunjukan kemungkinan
ketika saraf 1 dan 2 tidak terhubung sama sekali. h
12
=0, saraf 2 dan 3 terkopel h
23
≠0 dan tersinkronisasi ε
2
=ε
3
. Antara saraf 1 dan 3 tidak terkopel
sempurna h
31
=1,h
13
=0. Sedangkan untuk Gambar b merupakan
sistem dengan kopel tidak sempurna h
ij
≠h
ji
. Sebagai contoh, h
12
=1, h
21
=0. Hasil sistem diagram pada Gambar
49.dengan nilai ε
ij
untuk semua kopling adalah 0.5diberikan pada Gambar 50.
Gambar 50. Sinkronisasi 3 saraf terkopel tipe 1 dengan variasi kemungkinan
keadaan terkopel. a variasi 1 beda fase b variasi 1 sefase c varaisi 2 beda fase
d varaisi 2 sefase. Berdasarkan Gambar 50. dapat
dilihat bahwa untuk variasi 1 hanya saraf
neuron 1 coupled not synchron
uncoupled coupled n synchron
neuron 2 neuron 3
a
neuron 3 neuron 2
coupled n synchron uncoupled
coupled not synchron neuron 1
b
100 200
300 400
500 600
700 800
900 1000
-100 100
100 200
300 400
500 600
700 800
900 1000
-50 50
time ms 100
200 300
400 500
600 700
800 900
1000 -100
100
100 200
300 400
500 600
700 800
900 1000
-100 100
neuron 3 neuron 2
b
d c
a
variation a different phase
variation b different phase variation a same phase
variation b same phase neuron 1
3 Coupled Class 1 Excitability
2 dan 3 yang tersinkronisasi walaupun belum sempurna. Ini ditandai dengan
garis hijau dan biru yang berdekatan dengan frekuensi propagasi yang sama.
Sedangkan untuk variasi 2, masing- masing saraf saling terkopel namun tidak
sempurna.
Berdasarkan hasil
yang didapat dengan nilai kekuatan kopel
ε
ij
adalah sama untuk setiap saraf adalah 0.5 mScm
2
, maka tetap dapat terjadi sinkronisasi pada sistem tersebut dengan
ditandai oleh propagasi yang saling berhimpitan
Gambar 50.d.
Dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai
keadaan phase locking baik pada keadaan dps maupun sps, terutama akan
ditentukan oleh kekuatan kopling yang diwakili parameter ε
ij
dibandingkan dengan konektifitas nya apakah saling
terhubung h
ij
=1atau tidak h
ij
=0. Pada kopling propagasi tipe 2,
dengan diagram yang sama seperti pada Gambar 47 didapatkan hasil seperti pada
gambar 51.
Gambar 51. Sinkronisasi 3 saraf terkopel tipe 2 dengan variasi kemungkinan
keadaan terkopel. a arus terapan AC b tidak terkopel c terkopel dengan fase
berbeda d terkopel dan tersinkronisasi e kopel tidak sempurna.
Saat ketiga saraf tidak terkopel, maka fenomena bursting masih terlihat.
Saat ketiga saraf terkopel dengan fase yang berbeda, propagasi ketiga saraf
mulai tersinkroisasi dengan kondisi dps c. Saat fase ketiga saraf adalah sama,
maka tercapai keadaan sps d.sedangkan untuk Gambar e, hanya saraf 1 garis
merah dan 2 garis hijau yang tersinkronisasi. Sinkronisasi yang terjadi
antara keduanya adalah dps. Sedangkan untuk saraf 3 tidak tersinkronisasi baik
dengan saraf 1 maupun 2, namun terkopel dengan saraf 2 dengan kekuatan
kopling
yang berbeda
ε
23
=0.25, ε
32
=1.25. Untuk membuktikan pernyataan
sebelumnya yang menjelaskan bahwa sinkronisasi
lebih ditentukan
oleh kekuatan kopling ε
ij
dibandingkan dengan konektifitas nya h
ij
, maka diagram pada Gambar 49.b akan disimulasikan untuk
propagasi tipe 2. Hasil yang didapatkan disajikan pada gambar 52.
Gambar 52. Sinkronisasi 3 saraf terkopel tipe 2 dengan variasi kemungkinan
keadaan terkopel a variasi 2 beda fase b variasi 2 sefase.
Dari hasil pada Gambar 52. dapat disimpulkan bahwa untuk tipe 2 berlaku
kekuatan kopling ε
ij
merupakan faktor utama dalam fenomena sinkronisasi pada
propagasi saraf tipe 1 maupun 2. 4.4.2 Solusi numerik pada 4 saraf
terkopel
Bahasan mengenai kopling 4 saraf ini adalah lanjutan dari sub bab
4.4.1 dengan
tujuan agar
lebih memahami fenomena kopling pada saraf.
Pada sistem
kopling n=4,
maka persamaan 36 menjadi.
100 200
300 400
500 600
700 800
900 1000
-100 100
100 200
300 400
500 600
700 800
900 1000
-100 100
100 200
300 400
500 600
700 800
900 1000
-50 50
100 200
300 400
500 600
700 800
900 1000
40 60
80
100 200
300 400
500 600
700 800
900 1000
-100 100
time ms
e d
c b
a
Not coupled hij=0 neuron 3
neuron 2 neuron 1
Injected AC current
coupled hij=1, epsij=0.5, not same phase
not perfect coupled
3 Coupled Class 2 Excitability
full coupled hij=1, epsij=0.5, synchron
100 200
300 400
500 600
700 800
900 1000
-60 -40
-20 20
40 60
100 200
300 400
500 600
700 800
900 1000
-60 -40
-20 20
40
time ms
neuron 1 neuron 2
neuron 3
3 Coupled Class 2 Excitability
variation b different phase
a
variation b same phase
b
N
.
NX = −
∞ .
. .
− −
. .
− −
.
− +
z { .
sin ~X +
a .
+
µ¹ .
,
2
,
3
62. G N
.
NX =
∞ .
.
−
. .
.
∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ 62. I N
NX = −
∞
− −
− −
− +
z {
sin~X +
a
+
µ¹ .
,
2
,
3
62. P N
NX =
∞
− ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ 62. N
N
2
NX = −
∞ 2
2 2
− −
2 2
− −
2
− +
z { 2
sin~X +
a 2
+
µ¹ 2
.
, ,
3
62. O N
2
NX =
∞ 2
2
−
2 2
2
∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ 62. N
3
NX = −
∞ 3
3 3
− −
3 3
− −
3
− +
z { 3
sin ~X +
a 3
+
µ¹ 3
.
, ,
2
62. N
3
NX =
∞ 3
3
−
3 3
3
∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ 62. ℎ Dengan fungsi I
syn
adalah.
µ¹ .
= −b
.
−
µ
-ℎ
.
q
.
º 1
1 + expjσb − t
.
m »
+ ℎ
.2
q
.2
º 1
1 + expjσb
2
− t
.
m »
+ ℎ
.3
q
.3
º 1
1 + expjσb
3
− t
.
m »´ 62. G
µ¹
= −b −
µ
-ℎ
.
q
.
º 1
1 + expjσb
.
− t m
» + ℎ
2
q
2
º 1
1 + expjσb
2
− t m
» + ℎ
3
q
3
º 1
1 + expjσb
3
− t m
»´ 62. I
µ¹ 2
= −b
2
−
µ
-ℎ
2.
q
2.
º 1
1 + expjσb
.
− t
2
m »
+ ℎ
2
q
2
º 1
1 + expjσb − t
2
m »
+ ℎ
23
q
23
º 1
1 + expjσb − t
2
m »´ 62. P
µ¹ 3
= −b
3
−
µ
-ℎ
3.
q
3.
º 1
1 + expjσb
.
− t
3
m »
+ ℎ
3
q
3
º 1
1 + expjσb − t
3
m »
+ ℎ
32
q
32
º 1
1 + expjσb
2
− t
3
m »´ 62. N
Bentuk diagram pada kopling 4 saraf ini adalah.
Gambar 53. Sistem 4 saraf terkopel. Hasil yang didapatkan pada
simulasi propagasi tipe 1 dan 2 dengan asumsi bahwa tiap-tiap saraf pada sistem
terhubung dengan kekuatan kopling yang seragam yaitu ε=0.5 ditampilkan pada
Gambar 54.
neuron 2 neuron 1
neuron 3
neuron 4
Gambar 54. Sinkronisas tipe 1 dan 2. a tipe 1 b
sefase c tipe 2 beda sefase
Keadaan sinkr saraf terkopel tidak jauh
kopel sebelumnya
membedakan adalah j yang terkopel. Pada ti
sinkronisasi phase lock dengan syarat nilai
ikatan adalah sama. U saat keempat saraf me
propagasi yang berbe nilai awal potensial mas
saraf 1 sampai 4 adalah -20 mV, dan 0 V. Unt
propagasi keempat sara memiliki nilai awal pote
Agar lebih me sinkronisasi pada 4 s
dibangun suatu sistem berikut.
Gambar 55.Variasi s terkope
Dari diagram tersebut bahwa antara saraf 1
100 200
300 400
500 -50
50 time ms
100 200
300 400
500 -100
100 100
200 300
400 500
-50 50
100 200
300 400
500 -100
100
neuron 1 coupled hij=1, epsij=0.5, not same phase
full coupled hij=1, epsij=0.5, synchron
full coupled hij=1, epsij=0.5, synchron coupled hij=1, epsij=0.5, not same phase
4 Coupled Class 1 Excitability
4 Coupled Class 2 Excitability
neuron 2 neuron 1
sasi 4 saraf terkopel 1 beda fase b tipe 1
eda fase d tipe 2 se.
nkronisasi pada 4 jauh berbeda dengan
a hanya
yang h jumlah dari saraf
tipe 1 maupun 2, ocking dapat terjadi
i ε
ij
pada tiap-tiap . Untuk dps terjadi
memiliki fase awal beda yaitu dengan
asing-masing untuk lah -60 mV, -40 mV,
ntuk sps, fase awal araf disamakan yaitu
otensial 0 mV. memahami keadaan
4 saraf terkopel ini m diagram sebagai
si sistem 4 saraf opel.
ebut dapat dilihat 1 dan 3 terkopel
dengan nilai ε
13
=ε
31
=0.5, dan 2 serta 3 dan 4
memiliki kekuatan ikat yaitu ε
21
=ε
43
=0.25 da sedangkan untuk saraf 1
3 tidak terkopel sempur ε
14
=ε
32
=0. Antara sara terkopel sama sekali
dari sistem pada Gam sebagai berikut.
Gambar 56.Variasi pr terkopel a tipe 1
Berdasarkan G yang didapatkan adala
maupun 2 tidak menc yang sempurna meskipun
saraf pada kedua tipe m yang sama V
init
= 0 mV 2, saraf 1 dan 3 hampi
sempurna. Jika dilihat da nya, dengan garis mer
biru saraf 3 saling berhi terjadi pada saraf 2 ga
garis jingga yang sal Jika dilihat dari diagra
pada Gambar 35., hasi terjadi karena pada sar
saling berhimpitan mem kuat h
ij
=1 dengan sama.Pada saraf 2 da
tidak terkopel, tetapi m yang sama dan nilai para
sama. Hal ini yang propagasi
kedua sa
berhimpitan. Antara sar saraf 3 dan 4 tidak sa
walaupun terkopel. Hal
600 700
800 900
1000 s
600 700
800 900
1000 600
700 800
900 1000
600 700
800 900
1000
neuron 2 neuron 3
neuron 4
a b
d c
neuron 3
neuron 4
0.5, untuk saraf 1 4 terkopel namun
katan yang berbeda dan ε
12
=ε
34
=1.25, f 1 dan 4 serta 2 dan
purna ε
41
=ε
23
=0.5, araf 2 dan 4 tidak
li ε
24
=ε
42
=0.Hasil ambar 55. Adalah
propagasi 4 saraf e 1 b tipe 2.
Gambar 56, hasil dalah baik tipe 1
ncapai sinkronisasi kipun empat jenis
memiliki fase awal V. Pada tipe 1 dan
mpir tersinkronisasi t dari diagram fase
erah saraf 1 dan berhimpitan. Ini juga
garis hijau dan 4 saling berhimpitan.
gram sistem kopel asil sinkronisasi ini
raf 1 dan 3 yang emiliki ikatan yang
an nilai ε yang dan 4, meskipun
memiliki fase awal parameter saraf yang
ang menyebabkan saraf
ini saling
saraf 1 dan 2 serta saling berhimpitan
al ini terjadi karena
kedua saraf tersebut memiliki kekuatan kopel yang berbeda ε
i
≠ε
j
. Telah
dibahas keseluruhan
simulasi model
saraf Morris-Lecar
dengan mengambil propagasi eksitasi neural properties tipe 1 dan 2. Jenis
simulasi yang dilakukan pada tipe 1 dan 2 adalah dengan meninjau nilai parameter
arus
terapan I
app
DC tetap,
DC bergantung waktu, dan AC. Untuk
mengetahui makna
kualitatif dari
propagasi saraf ini dilakukan analisis sistem dinamik dengan mencari titik
keseimbangan dan nilai eigennya. Pada akhir pembahasan, dilakukan simulasi
sistem banyak saraf n ≥2 dengan nilai arus terapan bergantung waktu AC.
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Telah dilakukan analisis model saraf Morris-Lecar untuk propagasi tipe 1
dan 2 class 1 and 2 excitability. Analisis pada propagasi tipe 1 dan 2
dilakukan dengan varaisi nilai arus terapan. Pada arus terapan DC konstan,
tipe 1 dan 2 dapat memiliki propagasi yang stabil masing-masing saat nilai arus
Iapp
=40 µA dan I
app
=50 µA yaitu 50 µA dan 55 µA. Pada arus DC bergantung
waktu, tipe 1 dan 2 memiliki batasan pita arus ekstasi yang berbeda. Tipe 2
memiliki daerah arus eksitasi yang lebih sempit 50-250 µA dibandingkan tipe 1
125-350 µA. Untuk pengaruh arus AC bergantung waktu, pada tipe 1 tidak
mengalami fenomena burst melainkan hanya mengubah frekuensi eksitasi saja.
Sedangkan pada tipe 2, dapat mengalami spike dan burst dengan variasi nilai ω.
Analisis sistem dinamik pada tipe 1 dan 2 menghasilkan titik kritis
saddle tidak stabil untuk tipe 1 dan focus stabil untuk tipe 2. Jenis bifurkasi pada
I
app
tetap untuk tipe 1 adalah saddle-node on invariant circle SNIC sedangkan
untuk tipe 2 adalah Andronov-Hopf. Pada nilai I
app
DC bergantung waktu, untuk tipe 1 mengalami perubahan
bifurkasi dari unstable SNIC menjadi stable Andronov-Hopf. Sedangkan untuk
tipe 2 hanya mengalami perubahan kestabilan, dari unstable subcritical-
Andronov-Hopf menjadi
stable supercritical-Andronov-Hopf Saat nilai
I
app
merupakan arus AC. Kedua tipe tidak mengalami perubahan jenis maupun
kestabilan titik kritis,tetapi mengalami perubahan tingkat kestabilan. Pada tipe 1,
nilai eigen menuju keadaan critical point nilai eigen=0, sedangkan pada tipe 2
mengalami perubahan ke arah kestabilan yang semakin tinggi nilai suku real
eigen definit -∞. Pada arus AC ini pula diikiuti oleh pergeseran grafik garis nol
untuk V V nullcline, mengikuti osilasi dari arus sinusoidal yang menyebabkan
letak titik keseimbangan ikut berosilasi.
Model saraf
terkopel yang
dibangun merupakan suatu synaptic coupled dengan tipe propagasi inhibitory.
Dari hasil simulasi untuk saraf n=2,3,4 jika dilihat dari skala waktu propagasinya
didapatkan kesimpulan bahwa Jika dua saraf memiliki perbedaan fase propagasi,
maka akan lebih mudah tersinkronisasi dibandingkan dengan dua saraf yang
berbeda
skala waktu
propagasinya. Sedangkan untuk karakteristik kopling
meliputi kekuatan
ikatan dan
keterhubungannya, untuk
peristiwa sinkronisasi lebih dominan dipengaruhi
oleh kekuatan kopling ε
ij
. Saraf dapat tersinkronisasi meskipun satu sama lain
tidak saling terhubung h
i
≠h
j
i. Saat saraf terkopel h
i
=h
j
=1 dan tersinkronisasi ε
i
=ε
j
, keadaan ini disebut phase locking. Saat tercapai phase locking ada dua
kemungkinan yang terjadi dilihat dari fase propagasi tiap saraf. Kopling saraf
akan mengalami
different phase
synchronization apabila memiliki fase yang
berbeda atau
same phase
synchronization apabila memiliki fase yang sama.
5.2 Saran
Dalam penelitian ini masih terbatas pada beberapa analisis saja.
Sebagai contoh untuk I
app
, arus DC
bergantung waktu
yang dipakai
merupakan suatu fungsi linier, masih ada bentuk fungsi bergantung waktu lain
seperti fungsi esponensial dan logaritmik. Fungsi AC bergantung waktu merupakan
fungsi sinusoidal satu orde. Variasi