Solusi numerik dengan arus terapan AC bergantung waktu

dengan nilai I app sekitar 50 µA hingga - 150 µA. Kedua keadaan diatas, yaitu ketika kedua tipe diberi arus terapan yang berubah terhadap waktu baik bertambah maupun berkurang yang artinya bahwa kedua tipe propagasi tersebut memiliki perbedaan dalam sistem dinamiknya. Hal yang harus digaris bawahi adalah, parameter yang diubah pada pendekatan numerik ini hanya parameter-parameter yang berkaitan dengan nilai arus terapan. Jika parameter-parameter diluar arus terapan divariasikan nilainya, maka akan menghasilkan pola propagasi dan sistem dinamik yang berbeda.

4.1.3 Solusi numerik dengan arus terapan AC bergantung waktu

Nilai parameter I app dapat divariasikan bedasarkan karakteristik dari tiap-tiap sel pada jaringan saraf. Pada sub bab ini, akan digunakan suatu nilai arus terapan yang bergantung terhadap waktu It dan nilainya selalu berubah. Parameter yang digunakan ini adalah nilai I app dengan fungsi masukan berupa nilai arus AC alternating current yang dapat dilihat pada persamaan 38. X = z { sin ~X + a ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ 38 Dengan mengganti fungsi It pada persamaan 37 dengan persamaan 38, maka arus terapan pada model akan berupa arus AC yang nilainya menunjukan suatu hubungan sinusoidal terhadap waktu. Parameter I max dan I init memiliki arti fisis yang sama dengan fungsi arus DC bergantung waktu pada sub bab sebelumnya, sedangkan parameter yang berbeda adalah ω yang merupakan nilai frekuensi masukan pada sinyal arus AC yang diterapkan pada model. Dengan memasukan nilai I max , I init dan ω pada tipe 1 dan 2, maka dihasilkan suatu propagasi saraf seperti Gambar 25. a b Gambar 25. Propagasi saraf dengan fungsi arus terapan AC.a tipe 1.b tipe 2. nilai paramer untuk tipe 1 adalah I max = 8 mV, I init =50 mA dan ω = 0.011 s -1 , Sedangkan untuk tipe 2 adalah I max =10 mV, I init = 55 mA dan ω = 0.0016 s -1 . Pengaruh adanya masukan arus AC pada kedua tipe propagasi menyebakan perubahan mekanisme sistem dinamik pada masing-masing tipe propagasi. Tipe 1 merupakan propagasi saraf yang dapat mengalami eksitasi saat arus yang diterapkan berada pada frekuensi yang rendah sedangkan pada tipe 2 relatif sedikit lebih tinggi untuk mengalami eksitasi dan memiliki pita frekuensi eksitasi tertentu. Jika dilihat 500 1000 1500 2000 2500 3000 -50 -40 -30 -20 -10 10 20 30 40 time ms m em br an e Vo lta ge m V 500 1000 1500 2000 2500 3000 -10 10 time ms ap pl ie d cu rr en t AC Class 1 excitability with applied AC current 500 1000 1500 2000 2500 3000 -60 -50 -40 -30 -20 -10 10 20 30 40 time ms m em br an e vo lta ge m V 500 1000 1500 2000 2500 3000 -20 20 time ms ap pl ie d cu rr en t m ik cr oA m pe re Class 2 excitability with applied AC current hasil pada Gambar 25., saat nilai arus definit positif, pada tipe 1 maupun 2 mengalami eksitasi. Perbedaan pada kedua tipe propagasi ini terletak pada saat nilai arus masukan bernilai negatif. Pada tipe 1, meskipun nilai arus masukan memasuki negatif, eksitasi masih dapat terjadi tetapi mengalami penurunan frekuensi eksitasi spike frequence dibandingkan saat nilai arus adalah positif. Hal yang berbeda terjadi pada tipe 2. Saat nilai arus negatif, pada tipe 2 tidak terjadi eksitasi sama sekali. Ini berkaitan dengan karakteristik dari propagasi tipe 2, karena pada tipe ini saraf cenderung harus diterapkan oleh nilai arus yang lebih tinggi dengan pita frekuensi eksitasi yang lebih sempit spesifik. 17 Agar lebih memahami fenomena ini, pada tiap tipe 1 dan 2 diperlakukan suatu variasi nilai ω. Nilai ω menunjukkan besar kecilnya frekuensi arus listrik masukan AC pada saraf. Nilai variasi ω dapat dilihat pada Gambar 26. Gambar 26. Variasi nilai ω terhadap bentuk propagasi saraf Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 26., pada propagasi tipe 1, semakin besar nilai ω, perubahan frekuensi spike tidak terlalu besar namun terdapat perubahan fase propagasi menuju stabil. Sedangkan pada tipe 2, perubahan nilai ω yang semakin besar, sangat terlihat perubahan yang signifikan. Pada nilai ω=0.016, tipe 2 melakukan burst, saat nilainya dinaikan menjadi 0.056, propagasi burst menghilang dan menjadi suatu tonic spiking. Saat nilai ω dinaikan lagi menjadi 0.106, peristiwa burst kembali muncul dan saat ω bernilai 0.206 propagasi kembali stabil regular spiking. Dapat disimpulkan bahwa pada tipe 1, kenaikan nilai ω cenderung tidak mengubah bentuk propagasi saraf neural properties hanya mengubah keteraturan propagasi saraf dilihat dari fase propagasi tiap eksitasi spike hingga mencapai kestabilan. Sedangkan pada tipe 2, perubahan kenaikan nilai ω dapat mengubah bentuk propagasi saraf baik itu berupa spike atau burst secara berulang.

4.2 Analisis Sistem Dinamik Propagasi Saraf