Model saraf terkopel Analisis Sistem Dinamik Propagasi Saraf

secara sinaptik. 19,21 Jika bahasan mengenai dua saraf terkopel ini dapat dijelaskan, maka akan mudah membangun sistem banyak saraf yang saling terkopel satu dengan lainnya secara sinaptik.

4.3.1 Model saraf terkopel

Model yang digunakan pada penelitian ini merupakan suatu model saraf terkopel hasil penggabungan dan modifkasi dari model saraf terkopel sebelumnya, sehingga model yang dipakai pada simulasi merupakan suatu model saraf sinaptik terkopel. Secara umum, model untuk banyak saraf telah dipublikasikan oleh Hoppensteadt dan Izhikevich 1997 dengan hanya memperhatikan kopling potensial membran antar sel 3,4 seperti pada persamaan 28 dan 29. Jika persamaan 29 digabungkan dengan persamaan 28, maka akan menjadi. ′ = b + q ∑ - . .—®¯°8σj± ² ’³ ² m9 ´ h. 50 K = 1,2,3, … . . , os = 1,2,3, … … o Model pada persamaan 50 merupakan suatu model dengan mengasumsikan bahwa semua sel saraf dalam suatu sistem adalah saling terkopel dan tidak memperhatikan nilai potensial pembalik setelah melakukan kopling dengan sel saraf lain. Oleh karena itu diusulkan suatu model yang menambahkan pengaturan nilai potensial pembalik dan keterhubungan antar sel. 17 ′ = b − b − µ q g f ℎ g g jb g m h. ∙ ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ 51 K = 1,2,3, … . . , os = 1,2,3, … … o V s merupakan potensial pembalik dengan anggapan bahwa pada hubungan sinaptik kimia, hubungan sinaptik ini merupakan jenis penghambat inhibitory. Sedangkan h ij merupakan suatu parameter Heaviside yang menentukan apakah antara kedua saraf terhubung atau tidak, dengan ketentuan sebagai berikut. ℎ g = ¶ 1 , sK·G K NGo s XOMℎSISo 0, sK·G K NGo s XG· XOMℎSISo ¸ ∙ ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ 52 Jika persamaan 51 disederhanakan dengan asumsi bahwa kopling antar sel saraf dipengaruhi oleh suatu arus sinaptik, maka fungsi sinaptik kopling dapat dibentuk sebagai fungsi potensial membran tiap saraf ditambah dengan fungsi arus sinaptik I syn. . ′ = b + µ¹ g ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ 52 µ¹ g = −b − µ q f ℎ g g jb g m h. ∙∙ 53 K = s = 1,2,3, … . . , o Sekarang persamaan 52 dan 53 akan ditransformasi ke dalam model ML. Dengan mensubstitusikan persamaan 34 dan 35 kedalam fungsi fv i , makadidapatkan persamaan berikut. N NX = − ∞ − − − − − + g + µ¹ g g ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ 54 N NX = ∞ − ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ 55 K = s = 1,2,3, … . . , o Persamaan inilah yang merupakan model sinaptik kopling Morris-Lecar dengan nilai arus terapan yang dapat divariasikan. Untuk model kopling 2 saraf dengan nilai n=2, maka model kopling menjadi. N . NX = − ∞ . . . − − . . − − . − + . + µ¹ . ∙∙∙∙∙∙∙∙ 56. G N . NX = ∞ . . − . . . ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ 56. I N NX = − ∞ − − − − − + . + µ¹ . . ∙∙∙∙∙∙∙∙∙ 56. P N NX = ∞ − ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ 56. N Parameter I app dapat berupa arus DC tetapmaupun bergantung waktu atau arus AC. Dalam penelitian ini, akan dibahas jenis I app sebagai konstanta dan bergantung waktu AC. Untuk DC tidak akan dibahas. 4.3.2 Solusi numerik model saraf terkopel I app tetap. Agar memahami lebih lanjut fenomena kopling ini, dengan meninjau kembali persamaan 8, parameter ø merupakan skala waktu propagasi. Secara garis besar, parameter inilah yang menyebabkan perbedaan fase pada propagasi saraf. Dengan memisalkan dua buah sel saraf dengan tipe eksitasi yang sama yaitu keduanya merupakan tipe 1, atau keduanya merupakan tipe 2. Maka akan dibuat simulasi sinkronisasi kedua saraf tersebut dengan nilai ø yang sama, atau berbeda. Pada kasus pertama dengan nilai ø yang sama yaitu ø=115 s -1 , pada keadaan terisolasi bebas tidak saling mempengaruhi ε i,2 =0, h ij =0, dan nilai parameter Vs= 2 mV, σ=0.01, θ=-40 mV. Hasil simulasi untuk tipe 1didapatkan hasil seperti pada Gambar 38. Gambar 38. Dua saraf tipe 1 non- kopling.ε i,2 =0. Berdasarkan hasil yang didapat pada Gambar 38., dapat dilihat bahwa dengan nilai ø yang sama, skala waktu propagasi kedua saraf sama. Yang membedakan hanya fase awal nya saja, pada saraf 1 memiliki nilai potensial awal adalah -40 mV, sedangkan saraf kedua 0 mV. Kemudian kedua saraf dikopelkan ε i,2 ≠0, h ij =1, dengan mengubah ε i = 0.5 mScm 2 dan ε 2 =1.25 mScm 2 , maka kedua saraf sudah terkopel, dan didapatkan hasil seperti pada Gambar 39. Dapat dilihat bahwa baik fase maupun frekuensi eksitasi sudah berbeda. Ini terjadi dikarenakan propagasi masing-masing saraf dipengaruhi satu sama lain dengan kekuatan kopling yang berbeda ε i ≠ ε 2 sehingga menghasilkan propagasi yang berbeda. Untuk mensinkronkan propagasi kedua saraf tersebut, maka kekuatan kopling antara kedua saraf tersebut harus Gambar 39. Tipe 1 dua saraf terkopel ε i,2 ≠ 0, h ij =1, non-sinkronisasi. 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -60 -40 -20 20 40 V m V 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -60 -40 -20 20 40 time ms V m V neuron 2 neuron 1 -50 -40 -30 -20 -10 10 20 30 40 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 V mV W m V -60 -40 -20 20 40 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 200 400 600 800 1000 1200 V mV W mV ti m e m s 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -50 50 time ms V m V 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -50 50 V m V neuron 1 neuron 2 Class 1 Excitability Gambar 40. Tipe 1 dua saraf terkopel ε i,2 ≠ 0, h ij =1, tersinkronisasi ε i = ε 2 =0.5 mScm 2 . diseragamkan ε i = ε 2 . Dengan mengubah nilai ε i = ε 2 = 0.5 mScm 2 dan V i =V 2 =0, maka didapatkan propagasi saraf tersinkronisasi seperti pada Gambar 40. Meskipun propagasi yang terjadi memiliki fase yang berbeda, namun kedua saraf memiliki skala waktu perambatan yang sama seperti dilihat pada ruang fase pada Gambar 40. kedua saraf yang saling berhimpitan. Kasus kedua pada keadaan kedua saraf memiliki nilai skala waktu ø yang berbeda. Dengan keadaan yang sama seperti pada keadaan sebelumnya sedangkan nilai ø untuk masing-masing saraf adalah ø 1 =115 s -1 dan ø 2 = 120 s -1 , didapatkan diagram fase saraf seperti pada gambar 41. Dapat disimpulkan bahwa pada propagasi tipe 1 model dua saraf terkopel dengan skala waktu yang berbeda, sinkronisasi sangat sulit dilakukan. Hasil Gambar 41. Sinkronisasi kopling saraf tipe 1 dengan nilai skala waktu berbeda. 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -100 -50 50 V m V 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -50 50 time ms V m V -60 -40 -20 20 40 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 200 400 600 800 1000 1200 V mV W mV ti m e m s -60 -50 -40 -30 -20 -10 10 20 30 40 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 V mV W m V neuron 2 neuron 1 Class 1 Excitability -60 -40 -20 20 40 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 V mV W mV -60 -40 -20 20 40 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 V mV W mV -60 -40 -20 20 40 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 -60 -40 -20 20 40 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 -50 -40 -30 -20 -10 10 20 30 40 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 coupled, eps1=0.5 eps2=0.5 coupled, eps1=0.25 eps2=1.25 non-coupled, eps1=eps2=0 coupled, eps1=0.85 eps2=1.25 coupled, eps1=1.5 eps2=2.0 Class 1 Excitability No Synchronization Near-Synchronization Far-Synchronization Gambar 42. Tipe 2 dua saraf terkopel ε i,2 ≠ 0, h ij =1, non-sinkronisasi. yang didapatkan hanya mendekati sinkronisasi tapi belum tersinkronisasi. Harus diperhatikan bahwa parameter skala waktu adalah tidak sama dengan beda fase propagasi antara kedua saraf. Jika dua saraf memiliki perbedaan fase propagasi, maka akan lebih mudah tersinkronisasi dibandingkan dengan dua saraf yang berbeda skala waktu propagasinya. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan hasil yang terlihat pada Gambar 40 dan 41. Pada propagasi tipe 2, didapatkan hasil kopling saraf seperti pada Gambar 42. Nilai parameter yang dipakai adalah ε 1 =0.25 mScm 2 , dan ε 2 =1.25 mScm 2 ,I app = 55 µA, V 3 = 2 mV. Sedangkan untuk mensinkronkan dua saraf terkopel tersebut, maka ε pada kedua saraf diseragamkan menjadi ε 1 = ε 2 =0.5 mScm 2 . Didapatkan hasil seperti pada Gambar 43. Untuk sinkronisasi dengan skala waktu yang berbeda ø 1 =115 s -1 dan ø 2 = 120 s -1 baik tipe 1 dan 2 sangat sulit dilakukan. Pada tipe 2, untuk mendekati sinkronisasi, nilai ε i dan ε 2 masing- masing adalah 2 mScm 2 dan 2.5 mScm 2 . Hasil variasi nilai ε lainnya dapat dilihat pada Gambar 44. Gambar 43. Tipe 2 Dua saraf terkopel ε i,2 ≠ 0, h ij =1, tersinkronisasi ε i = ε 2 =0.5 mScm 2 . 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -50 50 V m V 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -50 50 time ms V m V -60 -40 -20 20 40 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 200 400 600 800 1000 1200 V mV W mV ti m e m s -50 -40 -30 -20 -10 10 20 30 40 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 V mV W m V neuron 2 neuron 1 Class 2 Excitability 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -100 -50 50 V m V 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -50 50 time ms V m V -60 -40 -20 20 40 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 200 400 600 800 1000 1200 V mV W mV ti m e m s -60 -50 -40 -30 -20 -10 10 20 30 40 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 V mV W m V neuron 2 neuron 1 Class 2 Excitability Gambar 44. Sinkronisasi kopling saraf tipe 2 dengan nilai skala waktu berbeda. Propagasi pada tipe 1 dan 2 diatas hanya melibatkan nilai arus I app tetap dan kekuatan kopel antar kedua saraf. Sedangkan untuk perbedaan skala waktu menyebabkan dua saraf terkopel sangat sulit untuk tersinkronisasi. Jika nilai parameter lain ikut divariasikan seperti potensial pembalik V s , jenis kopling menjadi suatu saraf pemacu excitatory, dan nilai laju kopling σ, maka akan didapatkan hasil yang lebih bervariasi dari hasil simulasi diatas. Dengan demikian fenomena sinkronisasi ini sangat bergantung dengan karakteristik propagasi tiap-tiap saraf dalam suatu jaringan kompleks.

4.3.3 Solusi numerik model saraf terkopel I