Penggembalaan merupakan salah satu gangguan hutan, namun tidak sebesar pencurian dan kebakaran hutan. Keberadaan hewan peliharaan dalam masyarakat
desa dapat menjadi perusak tanaman tegakan muda karena memakan daun seperti mahoni dan gmelina. Hewan-hewan tersebut digembalakan di dalam hutan
dan pengaritan liar untuk mendapatkan pakan ternak. Pencegahan kerusakan hutan akibat pengembalaan liar diantaranya dengan mengarahkan masyarakat untuk
beralih ke hewan kandang dan penanaman hijauan makanan ternak dengan jenis rumput gajah, setaria dan king grass. Penyediaan pakan ternak dalam suatu desa
dapat dikembangkan secara PHBM karena kebutuhan secara terus menerus dan dalam jumlah yang cukup besar. Pengarahan dan pembinaan pembuatan biogas
dan pupuk kompos merupakan alternatif lain untuk menambah pendapatan masyarakat.
Gangguan hutan lainnya yaitu bibrikan dan sengketa tanah. Pada umumnya bibrikan adalah kejadian dimana kawasan hutan yang berbatasan dengan tanah
milik dikerjakan dan dikuasai oleh masyarakat dengan cara pemindahan pal batas atau mengaburkan batas dengan menghilangkannya. Kasus bibrikan harus segera
diatasi karena berpotensi mengurangi luas kawasan hutan bila dibiarkan berlarut- larut. Dengan adanya masalah tersebut maka perlu peningkatan kepedulian
petugas terhadap asset Negara melalui laporan pal secara rutin, pengukuran batas hutan yang jelas dan sesuai serta penyuluhan tentang pelanggaran batas hutan
kepada masyarakat. Sengketa tanah di kawasan Bagian Hutan Gombong Selatan tidak terjadi yang biasa terjadi adalah masyarakat menggarap kawasan hutan
karena membutuhkan lahan garapan, tanpa peduli keadaan hutan tersebut berupa tanaman baru atau di bawah tegakan tua seakan tanah tersebut menjadi bagian dari
kehidupannnya. Masyarakat mengolah secara terus-menerus dan masyarakat mengakui tanah tersebut milik Perhutani oleh sebab itu perlu adanya tindakan
dimana fungsi hutan dan kelestarian hutan tetap dijaga. Masyarakat atau pesanggern harus diberi pengertian untuk menyesuaikan jenis tanaman palawija
mengikuti pertumbuhan tanaman kehutanan yaitu tahun awal dengan jenis butuh cahaya tapi untuk tahun berikutnya dengan jenis yang tahan naungan.
5.4 Faktor Koreksi
Dalam melakukan prediksi struktur kelas hutan dan produksi tebangan A.2 jati untuk satu jangka ke depan, diperlukan beberapa faktor koreksi sebagai
berikut : 1. Faktor koreksi tingkat kelestarian kelas hutan FK.1
Metode penetapan FK.1 menggunakan tahapan perhitungan sebagai berikut : a.
Perhitungan persen perubahan per KU FK.a Melakukan perhitungan persen perubahan per KU yang merupakan rata-rata
lima jangka dengan rincian pada Tabel 7. Tabel 7 Perubahan kelas umur pada lima jangka
Kelas Hutan Produksi
Luas ha 1964-1973
1974-1983 1984-1993
1994-2003 2004-2013
A B
C D
E 1694.5
783 261.9
801.9 358.4
101.9 761.9
447.7 294.2
103.6 KU I
726.3 506.2
393.7 240.9
26.2 KU II
414.3 377.6
361.4 24.2
KU III 358.6
323.1 23
KU IV 354.3
24 KU V
28.1 MR
11 10.8
23.9
Tabel 7 Lanjutan
Kelas Hutan Prod.
Luas Perubahan ha Perubahan
F A-B G B-C H C-D I D-E J A-B
K B-C L C-D M D-E
521.1 66.55
443.5 256.5
55.31 71.57
314.2 153.5
190.6 41.24
34.29 64.79
KU I 220.1
112.5 152.8
214.7 30.30
22.22 38.81
89.12 KU II
36.7 16.2
337.2 24.2
8.86 4.29
93.30 100
KU III 35.5
300.1 23
9.90 92.88
100 KU IV
330.3 24
93.23 100
KU V 28.1
100 MR
Berdasarkan Tabel 7 dapat dijelaskan bahwa luasan KU I pada jangka 1964-1973 sebesar 726,3 ha mengalami penurunan pada saat berubah menjadi
KU II pada jangka 1974-1983 menjadi 506,2 ha dengan angka kerusakan sebesar 30,3 kemudian berubah menjadi KU III dengan luasan yang mengalami
penurunan menjadi 393,7 ha dengan angka kerusakan sebesar 22,22 dan mengalami penurunan kembali menjadi 240,9 ha pada KU IV dengan angka
kerusakan 38,81 . Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa tingkat kerusakan terjadi pada setiap
kelas umur dan setiap jangka perusahaan. Kerusakan melebihi 50 di setiap kelas umur yang terjadi pada jangka 1994-2003 menuju ke jangka berikutnya
2004-2013. Terjadinya kerusakan yang besar pada jangka tersebut disebabkan oleh dinamika sosial yang terjadi pada tahun 1998-2001 yang memunculkan era
reformasi dan berdampak pada terjadinya pencurian kayu yang besar di wilayah Bagian Hutan Gombong Selatan dan dampaknya masih berpengaruh hingga kini
dengan intensitas penjarahan kayu yang semakin berkurang. Perubahan terbesar terjadi pada KU V sebesar 93,3 , perubahan besar ini bukan hanya disebabkan
karena gangguan hutan tetapi adanya kegiatan penebangan oleh perhutani pada kelas umur tersebut. Perubahan yang terjadi pada setiap kelas umur jangka
perusahaan menggambarkan bahwa Bagian Hutan Gombong Selatan selalu mengalami gangguan atau kerusakan hutan. Hal ini juga dapat dilihat berdasarkan
laju perubahan areal produktif setiap KU yang menggambarkan laju pengurangan luas areal produktif setiap tahunnya dari kelas umur awal menuju kelas umur
berikutnya. b. Penetapan persen tingkat kelestarian FK. b
Menetapkan persen kelestarian dilakukan dengan cara membandingkan luas kelas hutan produktif pada jangka sebelumnya dengan luas kawasan produktif
pada jangka berjalan dan kegiatan pengelolaan yang dilakukan sehingga tingkat kelestarian diperoleh sebesar = 80.04 dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 8 Persen perubahan per KU dua periode terakhir Kelas Hutan 1994-2003 ha 2004-2013 ha
Pengelolaan jangka lalu 2002-2003
KU I 783
1.694,5 438
KU II 358,4
261,9 KU III
294,2 101,9
KU IV 240,9
103,6 128
KU V 24,2
26,2 MT
11,2 MR
23,9 Jumlah
1.700,7 2.223,2
566 Dari Tabel 8 di atas dapat dihitung berapa tingkat kelestarian KPH Kedu
Selatan, sebagai berikut : b = 2.223,2 + 438
– 128 = 2.533,2 ha c = 1172 ha
k = 1.700,7 – 2.533,2 + 11721.700,7 x 100 = 19,96
tingkat kelestarian = 100 – 19,96 = 80,04
Nilai tingkat kerusakan tersebut diperhitungkan secara merata pada semua KU sehingga diperoleh FK.1 Rincian perhitungan dapat dilihat pada Tabel 9
berikut : Tabel 9 Perhitungan FK.1
Perubahan Perubahan
Kerusakan Kelas Umur
A-B B-C
C-D D-E
1 2
3 4
5 6
I-II 30.30
41.24 55.31
66.55 48.35
II-III 8.86
22.22 34.29
71.57 34.23
III-IV 9.90
4.29 38.81
64.79 29.45
IV-V 93.23
92.88 93.30
89.12 92.13
Tabel 9 Lanjutan
Perubahan FK. A
FK. B Jumlah kolom 7+8
FK.1 kolom 92 Kelas Umur
7 8
9 10
I-II 51.65
80.04 131.69
65.84 II-III
65.77 80.04
145.80 72.90
III-IV 70.55
80.04 150.59
75.30 IV-V
7.87 80.04
87.90 43.95
2. Faktor koreksi penambahan tanaman jati kelas umur I FK.2 FK.2 adalah angka prediksi penambahan KU I untuk jangka yang akan
datang dengan mempertimbangkan kerusakan hutan pencurian, kegagalan tanaman, dll, luas kelas hutan tidak produktif dan kemampuan perusahaan dalam
pembuatan tanaman. FK.2 merupakan persentase perbandingan antara nilai rata- rata realisasi tanaman pada suatu jangka terhadap rata-rata luas kerusakan pada
jangka sebelumnya ditambah dengan luas tebangan rutin pada jangka berjalan dan luas tanah tidak produktif TK dan TJBK di awal jangka. Perhitungan FK.2
tersebut dapat dilihat pada Tabel 10. Penetapan FK.2 dalam memprediksi penambahan tanaman pada KU I
dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut : a.
Menjumlahkan poin a sampai d untuk luasan tanaman dalam jangka berjalan
b. Mendapatkan per jangka g berdasarkan perbandingan poin F dengan
poin e c.
Hasil poin i1 didapatkan berdasarkan perkalian poin e dikalikan poin h, sedangkan poin i2 perkalian poin i1 dengan poin g
d. FK.2 didapatkan dari total poin i1 dibagi dengan total poin i2.
Tabel 10 Struktur KU jangka lalu dengan angka kerusakan masing-masing KU
Keterangan : a = luas Tk awal jangka ha
b = Luas TJBK awal jangka ha c = Kerusakan dalam jangka ha
d = Luas Teb. A dalam jangka ha e = Luas tanaman dalam jangka berjalan ha
f = Luas KU I dalam jangka berikut ha g = per jangka
h = Rentang jangka tahun i = perhitungan rata-rata tertimbang
j = FK.2
Jangka a
b c
d e
f g
h i1
i2 j
1964-1973 392,7
560,3 292,30
358,4 1603,7
761,90 47,51
10 16037
761900 1974-1983
421,1 438,1
442,90 335,1
1637,2 801,90
48,98 10
16372 801900
1984-1993 386,4
570,5 749,80
371 2077,7
783,00 37,69
10 20777
783000 1994-2003
561 570,5
968,20 238,9
2338,6 1694,50
72,46 10
23386 1694500
2004-2013 272
337 150,65
164,9 924,55
1223,55 132,34
10 9245,5
1223550 Jumlah
8581,75 5264,85
85817,5 5264850
61,35
3. Faktor koreksi penambahan miskin riap FK.3
FK.3 adalah angka prediksi luas miskin riap MR untuk jangka yang akan datang dengan memperhitungkan perbandingan luas MR pada jangka lalu. Pada
umumnya timbulnya MR disebabkan oleh kerawanan hutan. Penetapan FK.3 menggunakan perhitungan seperti pada Tabel 11 di bawah ini.
Tabel 11 Penambahan Miskin Riap FK.3
Kelas Jangka Perusahaan ha
Jumlah Fk 3 Umur
1964-1973 1974-1983
1984-1993 1994-2003
2004-2013 Ku IV
354,3 323,1
361,4 240,9
1279,7 Ku V
28,1 24
23 24,2
99,3 Jumlah
382,4 347,1
384,4 265,1
1379 MR
11 10,8
23,9 45,7
2,88 3,11
0,00 9,02
3,31
MR Jangka 1974-1983 = 11 x 100 = 2,88 382,4
MR Jangka 1984-1993 = 10,8 x 100 = 3,11 347,1
MR Jangka 1994-2003 = 0 x 100 = 0 384, 4
MR Jangka 2004-2013 = 23,9 x 100 = 9,02 265,1
FK.3 = 45,7 x 100 = 3,31 1.379
Penetapan FK.3 dalam memprediksi penambahan miskin riap MR, dengan tahapan sebagai berikut :
a. Menjumlahkan KU IV-VI pada awal jangka lalu. Dengan asumsi bahwa
KU efektif yang dapat menjadi MR adalah KU IV-VI b.
MR jangka selanjutnya didapatkan berdasarkan MR jangka selanjutnya dibagi dengan total KU IV dan KU V.
c. FK.3 diperoleh dari total MR seluruh jangka dibagi dengan total KU IV
dan KU V seluruh jangka.
5.5 Prediksi Struktur Kelas Hutan