Pembagian Kelas Hutan Evaluasi perubahan kelas hutan produktif tegakan jati di bagian hutan gombong selatan KPH kedu selatan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

Daur jati yang berlaku berdasarkan teknik silvikultur dan tujuan pengusahaan, dimana hasil kayu yang diharapkan untuk pendapatan pemerintah, sedangkan fungsi lain hanya sebagai pelengkap. Dalam penentuan daur jati, di samping cara perhitungan berupa rumus dan variabel diperlukan pula kesepakatan untuk memperhitungkan semua manfaat yang dihasilkan oleh hutan jati, baik manfaat langsung terukur dan tak terukur maupun manfaat yang tidak langsung. Saat ini Perhutani sebagai pengelola hutan jati memberlakukan daur jati antara 40-90 tahun, sedangkan implementasinya dilaksanakan oleh Biro Perencanaan dalam menyusun Buku Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan RPKH yang menggunakan daur tidak sama untuk beberapa wilayah, yaitu Unit I Jawa Tengah 60 sampai 80 tahun, Unit II Jawa Timur antara 50 sampai 90 tahun, dan Unit III Jawa Barat menggunakan daur 40 tahun. Prosedur penentuan daur secara resmi belum pernah ditetapkan. Hal ini mungkin disebabkan karena apa yang telah dilaksankan selama ini sudah dianggap baik berlaku secara rutin dalam pengelolaan hutan Perum Perhutani 1991.

2.3 Pembagian Kelas Hutan

Dalam penentuan kelas hutan jati berpedoman pada SK Direksi No. 143KptsDjI1974, tentang : peraturan Inventarisasi Hutan Jati dan Pengaturan Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan, khusus kelas perusahaan tebang habis jati. SK Direksi Perum Perhutani No. 859KptsDir1999 tanggal 6 oktober 1999 tentang pedoman pengelolaan kawasan perlindungan di kawasan hutan Perum Perhutani dan diperjelas dengan adanya juknis inventarisasi kawasan perlindungan setempat KPS No. 01051.1CanI, tanggal 1 Juli 2000. Menurut Surat Keputusan Direktur Jendral Kehutanan No. 143KPTSDJ1974 tentang Peraturan Inventarisasi Hutan Jati dan Peraturan Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan RPKH, pengaturan kelestarian hutan memerlukan pemisahan hutan ke dalam kelas hutan berdasarkan tujuan pengusahaannya, yaitu : 2.3.1 Bukan untuk produksi Kelas hutan ini adalah kawasan hutan yang karena berbagai sebab tidak dapat disediakan untuk penghasilan kayu atau hasil hutan lainnya. Kawasan tersebut dibagi menjadi empat golongan yaitu : 1. Tak baik untuk produksi TBP Golongan ini termasuk kawasan yang tidak baik untuk penghasilan karena keadaan alamnya, seperti sungai, tebat, rawa, sumber lumpur, bukit-batu dan sebagainya. 2. Lapangan dengan tujuan istimewa LDTI Golongan ini termasuk alur, jalan rel dan jalan mobil, pekarangan-pekarangan, tempat penimbunan kayu, lapangan pengembalaan ternak tetap, kuburan, tempat pengambilan batu. 3. Hutan suaka alam dan hutan wisata SAHW Hutan suaka alam dan hutan wisata ditunjuk dengan surat keputusan pemerintah. 4. Hutan lindung Hutan Lindung ditunjuk dengan surat keputusan pemerintah. 2.3.2 Produksi Kawasan hutan ini merupakan kawasan untuk menghasilkan kayu atau hasil hutan lainnya, dalam hal ini yang terpenting adalah penghasilan kayu jati. Selain itu dihasilkan jenis-jenis kayu lainnya baik terus menerus maupun untuk sementara waktu sebagai tanaman giliran, terutama untuk kawasan yang tidak dapat ditumbuhi jati. Kelas hutan ini terdiri atas kawasan-kawasan : 1. Untuk produksi kayu jati Produksi kayu jati dilakukan dalam suatu perusahaan yang teratur. Bentuk perusahaan lainnya pada waktu ini boleh dikatakan tidak baik untuk produksi jati. Kelas hutan ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu : a. Baik untuk perusahaan tebang habis Tidak semua kawasan dianggap baik untuk perusahaan tebang habis jati itu ditumbuhi dengan hutan jati yang hasilnya kayu jati. Kelas hutan ini dibagi dua kelompok yaitu : 1 Produktif Kawasan yang ditumbuhi dengan hutan jati produktif dibagi lagi ke dalam kelas-kelas hutan yang didasarkan atas umur dan keadaan hutannya. Kelas umur I sd XII KU I sd XII merupakan 12 kelas umur yang terpisah-pisah berdasarkan persyaratan-persyaratan kelas hutan jati. Masing-masing meliputi 10 tahun, sehingga hutan-hutan yang pada permulaan jangka perusahaan berumur 1 sampai 10 tahun dimasukkan ke dalam kelas umur I, hutan-hutan yang berumur 11-20 tahun tergolong ke dalam kelas umur II dan seterusnya. Kerapatan bidang dasar pada kelas umur minimal 0,6. Masak tebang adalah tegakan-tegakan yang berumur 120 tahun atau lebih dengan kondisi baik, termasuk ke dalam masak tebang. Jika batang dan tajuk pohon-pohon banyak cacat dimasukkan ke dalam anak kelas hutan miskin riap. Miskin riap dimaksudkan dengan semua hutan jati yang berdasarkan keadaannya tidak memuaskan yaitu tidak ada harapan mempunyai riap yang cukup, dimasukkan ke dalam kelas hutan miskn riap. Hutan-hutan semacam ini perlu secepat mungkin ditebang habis dan diganti dengan tanaman jati yang baru. 2 Tidak produktif Kelas hutan ini meliputi semua lapangan-lapangan dalam kelas perusahaan tebang habis tetapi tidak ditumbuhi dengan hutan jati yang produktif. Kelas hutan ini dibagi menjadi empat kelas hutan yaitu pertama Lapangan Tebang Habis Jangka Lampau LTHJL. Dalam perusahaan tebang habis, sering kali lapangan bekas tebangan baru ditanami pada tahun berikutnya. Jika dalam tahun terakhir itu menjadi tahun pertama, maka lapangan tersebut dimasukkan ke dalam kelas hutan Lapangan Tebang Habis Jangka Lampau LTHJL. Kedua, kelas hutan Tanah Kosong TK. Kelas hutan ini meliputi lapangan yang gundul atau hampir gundul seperti padang rumput, hutan belukar, dan sebagainya yang dapat dianggap akan memberi permudaan hutan yang berhasil baik di kemudian hari setelah ditanami dengan jati. Di dalam kelas hutan ini dimasukkan juga lapangan-lapangan tidak produktif yang sudah diadakan penebangan, akan tetapi belum ditanami. Ketiga, kelas hutan kayu lain. Kelas hutan ini meliputi semua lapangan- lapangan yang ditumbuhi kayu lain yang dapat diganti dengan tanaman jati. Kelas hutan ini dibagi menjadi dua anak kelas hutan yaitu : 1. Tanaman kayu lain TKL Anak kelas hutan ini meliputi tanaman kayu lain yang dibuat pada tempat- tempat dimana jati dapat tumbuh dan tidak akan dipertahankan. 2. Hutan alam kayu lain HAKL Kelas hutan ini ialah lapangan-lapangan yang ditumbuhi dengan kayu lain secara alami dan dianggap baik untuk dirombak menjadi tanaman jati. Keempat, hutan jati bertumbuh kurang. Kelas hutan ini meliputi semua lapangan-lapangan yang bertumbuhan jati yang dipandang dari sudut perusahaan harus dihitung sebagai kurang menghasilkan atau tidak menghasilkan. Kelas hutan ini dibagi menjadi dua anak kelas hutan yaitu : 1. Tanaman jati bertumbuhan kurang TJBK Anak kelas hutan ini meliputi tanaman jati yang sebagian besar gagal dan pertumbuhannya buruk 2. Hutan alam jati bertumbuhan kurang HAJBK Anak kelas hutan ini meliputi hutan alam jati yang sebagian besar rusak, tetapi masih dapat diubah menjadi tanaman jati yang menguntungkan dan mempunyai volume 6-25 m 3 ha. Jika volumenya lebih tinggi, maka hutan ini dimasukkan kelas hutan miskin riap. b. Tidak baik untuk perusahaan tebang habis TBPTH Anak kelas hutan ini terdiri dari hutan-hutan alam jati yang berada pada : i. Lapangan-lapangan yang bonitanya sedemikian rupa, sehingga berhasilnya tanaman kontrak pada lapangan itu sesudah ditebang habis menjadi diragukan. ii. Lapangan-lapangan yang jika dibuka menimbulkan bahan dan struktur tanah gugur, terjadi tanah longsor, atau dapat menimbulkan aliran yang terlalu deras. iii. Lapangan-lapangan yang curam 2. Bukan untuk produksi kayu jati Lahan-lahan ini ditujukan untuk menghasilkan jenis kayu lain atau hasil hutan lainnya. a. Tidak baik untuk jati 1 Tanah kosong tidak baik untuk jati Kelas hutan ini ialah lapangan-lapangan yang gundul, yang tanahnya berbeda-beda dalam keadaan sedemikian rupa, sehingga orang harus menganggap bahwa tanaman jati pada lapangan-lapangan itu tidak menguntungkan. Hal ini termasuk dalam kelas hutan lapangan-lapangan dengan kondisi yang becek, yang tidak dapat dikeringkan sehingga tanah itu menjadi tidak baik untuk tanaman jati. 2 Hutan kayu lain tidak baik untuk jati HKLTBJ Kelas hutan ini meliputi lapangan-lapangan yang ditumbuhi dengan kayu lain akan tetapi yang tidak termasuk ke dalam golongan hutan lindung dan yang tidak baik untuk diubah menjadi tanaman jati. Kelas hutan ini dibagi lagi atas dua anak kelas hutan yaitu : a Tanaman kayu lain tidak baik untuk jati TKLTBJ Kelas hutan ini meliputi tanaman-tanaman jenis kayu atau tumbuhan lainnya yang tidak menghasilkan atau kurang memuaskan karena tanah- tanah itu tidak baik diubah dan ditanami lagi dengan jenis kayu lain yang bukan jenis yang ditanami semula. b Hutan alam kayu lain tidak baik untuk jati HAKLTBJ Kelas hutan ini meliputi lapangan-lapangan yang ditumbuhi dengan kayu lain secara alami yang dianggap tidak akan berhasil menjadi baik jika diubah menjadi tanaman jati. 3 Hutan jati merana HJM Kelas hutan ini meliputi semua hutan jati yang seluruhnya atau sebagian besar mati, akan mati, dan sudah mati. Kelas hutan ini dibagi atas dua kelas hutan yaitu : i. Tanaman jati merana TJM Keadaan anak kelas hutan ini termasuk tanaman-tanaman jati yang gagal, yang hampir mati atau yang sudah mati, yang dikarenakan penanaman yang tidak baik, pemeliharaan, dan perlindungan yang kurang. ii. Hutan alam jati merana HAJM Anak kelas hutan ini meliputi hutan alam jati yang pertumbuhannya tidak baik, disebabkan oleh tempat tumbuh kondisi tanah. b. Tanaman jenis kayu lain TJKL Kelas hutan ini meliputi semua tanaman jenis kayu selain jati yang dapat dianggap produktif. Ditanam dengan maksud pada waktunya diambil hasilnya, baik berupa kayu maupun hasil hutan lainnya. c. Hutan lindung terbatas HLT Pemisahan anak petak dilakukan jika dalam sesuatu petak terdapat berbagai kelas hutan kelas umur ataupun dalam satu kelas hutan terdapat perbedaan yang besar dalam bonita atau kepadatan bidang dasar, maka petak itu dibagi atas anak petak sepanjang pembagian tersebut diperlukan. Batas anak petak dibuat sesederhana mungkin mengikuti bentuk lapangan dan sejauh mungkin mempergunakan batas alam. Kerapatan bidang dasar adalah perbandingan antara bidang dasar hasil sampling dengan bidang dasar yang terdapat dalam tabel tegakan.

2.4 Konsep Hutan Normal